BAB II LANDASAN TEORI
A. BANK 1.
Pengertian Bank Menurut Kasmir (2000:11) bank adalah “lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannnya kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya”. Sedangkan pengertian bank menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (2007:31) bank adalah: “lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang memerlukan
dana,
serta
sebagai
lembaga
yang
berfungsi
memperlancar lalu lintas pembayaran”. Dari kedua definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa bank adalah suatu lembaga yang bergerak dalam bidang keuangan yang berperan sebagai perantara keuangan antara yang memiliki dana dengan yang memerlukan dana dan berfungsi untuk memperlancar lalu lintas pembayaran.
7
8
2.
Jenis-jenis Bank Menurut Kasmir (2004:14) jenis-jenis bank dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu: 1) Bank berdasarkan fungsinya a) Bank sentral Bank sentral yaitu bank pusat yang mengatur berbagai kegiatan yang berkaitan dengan dunia negara perbankan dan di dunia keuangan sesuatu negara. Fungsi bank sentral dipegang oleh Bank Indonesia (BI). Fungsi Bank Indonesia disamping sebagai Bank Sirkulasi , Bank to Bank dan Lender of The Last Resort. Fungsi Bank Indonesia sebagai bank sirkulasi adalah mengatur peredaran keuangan suatu negara. Sedangkan fungsi Bank to Bank adalah mengatur perbankan di suatu negara kemudian fungsi tersebut sebagai Lender of the Last Resort adalah sebagai tempat pinjaman yang terakhir. Bank Indonesia sebagai bank sentral memiliki tujuan utama yaitu mencapai dan memlihara kestabilan nilai rupiah
untuk mencapai tujuan tersebut, Bank sentral
mempunyai tugas menetapkan dan melaksankan kebijakan moneter , mengatur dan menjaga kelancaran sistem devisa serta mengatur dana mengawasi bank.
9
b) Bank umum Bank
umum
merupakan
bank
yang
bertugas
melayani seluruh jasa-jasa perbankan dan melayani segenap lapisan masyarakat, baik masyarakat perorangan maupun lembaga lembaga lainnya. Bank umum yang dikenal dengan nama Bank komersil dan di kelompokan kedalam 2 jenis yaitu Bank umum devisa dan bank umum non devisa. Bank umum yang berstatus devisa memiliki produk yang lebih luas dari pada bank yang berstatus non devisa. Bank devisa antara lain dapat melaksanakan jasa yang berhubungan dengan seluruh mata uang asing atau jasa bank keluar negeri, sedangkan bank non devisa tidak.
c) Bank perkreditan rakyat Bank perkreditan rakyat bank yang khusus melayani masyarakat kecil kecamatan dan pedesaan. BPR berasal dari bank desa, bank pasar, lumbung desa, Bank pegawai, dan Bank lainnya yang dilebur menjadi bank perkreditan Rakyat. Ada beberapa jenis jasa bank yang yang tidak boleh diselenggarakan 3 oleh BPR seperti pembukuan rekening giro dan ikut kliring.
10
2) Bank berdasarkan kepemilikannya a) Bank milik pemerintah Bank Pemerintah adalah bank dimana baik akta pendirian maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga seluruh keuntungan bank dimiliki oleh pemerintah pula. Contohnya Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri. Selain itu juga bank milik pemerintah daerah yang terdapat didaerah tingkat I dan tingkat II masing masing provinsi. Contoh Bank DKI, Bank Jateng, dan sebagainya.
b) Bank milik swasta nasional Bank swasta nasional adalah bank yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh swasta nasional serta akta pendiriannya pun didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian keuntungan juga dipertunjukan untuk swasta pula. Contoh Bank Muamalat, Bank Danamon, Bank Central Asia, Bank Lippo, Bank Niaga, dan lain-lain.
c) Bank milik asing Bank jenis ini merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, baik milik swasta asing atau pemerintah asing. Kepemilikannya dimiliki oleh pihak luar negeri. Contohnya ABN AMRO bank, City Bank, dan lain-lain.
11
3) Bank berdasarkan cara menentukan harganya Bank yang berdasarkan cara penentuan harga terdiri dari 2 (dua) prinsip, yaitu: a) Bank yang berdasarkan prinsip konvensional Bank
yang
menerapkan
prinsip
Konvensional
menggunakan dua metode yaitu : Menerapkan bunga sebagai harga jual, baik untuk produk simpanan seperti giro, tabungan, maupun deposito. Demikian pula harga beli untuk produk pinjamannya (kredit) juga ditentukan berdasarkan tingkat suku bunga tertentu. Penentuan harga ini dikenal dengan spread based. Untuk jasa-jasa bank lainnya pihak perbankan konvensional menerapkan berbagai biaya-biaya dalam nominal atau persentase tertentu seperti biaya administrasi, biaya provisi, sewa, iuran, dan biayabiaya lainya. Sistem pengenaan biaya ini dikenal dengan istilah fee based.
b) Bank yang berdasarkan prinsip syariah Bank berdasarkan prinsip syariah menerapkan aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain baik dalam hal untuk menyimpan dana atau pembiayaan usaha atau kegiatan perbankan lainnya.
12
Penentuan harga atau mencari keuntungan baik bank yang berdasarkan prinsip syariah adalah dengan cara prinsip bagi hasil. Sedangkan untuk penentuan biaya- biaya jasa bank lainnya sesuai dengan syariah Islam yang berdasarkan hukumnya adalah Al-Quran dan sunnah Rasul. Bank berdasarkan prinsip syariah mengharamkan penggunaan harga produknya dengan bunga tertentu.
B. Bank Syariah 1. Pengertian Bank Syariah Pengertian bank syariah menurut Yunaldi (2007:14) yaitu: “Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariat Islam”. Selain itu, yang dimaksud dengan prinsip syariah dijelaskan pada pasal 1 butir 13 Undang-undang No.10 tahun 1998 adalah: “Suatu aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan
dana atau pembiayaan kegiatan usaha, atau
keinginan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain berdasarkan
prinsip
bagi
hasil
(Mudharabah),
pembiayaan
berdasarkan prinsip penyertaan modal (Musyarakah), prinsip jual beli barang
dengan
memperoleh
keuntungan
(Murabahah),
atau
13
pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (Ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank atau pihak lain (Ijarah wa iqhtina)”.
2. Fungsi Bank Syariah Fungsi bank syariah menurut Yaya (2009:54), sebagai berikut : a. Fungsi manajer investasi Fungsi ini dapat dilihat pada segi penghimpunan dana oleh bank syariah, khususnya dana mudharabah. Dengan fungsi ini, bank syariah bertindak sebagai manajer investasi dari pemilik dana (shahibul maal) dalam hal dana tersebut harus dapat disalurkan pada penyaluran yang produktif, sehingga dana yang dihimpun dapat menghasilkan keuntungan yang akan dibagihasilkan antara bank syariah dan pemilik dana. b. Fungsi investor Dalam penyaluran dana, bank syariah berfungsi sebagai investor (pemilik dana). Sebagai investor, penanaman dana yang dilakukan oleh bank syariah harus dilakukan pada sektor-sektor yang produktif dengan risiko yang minim dan tidak melanggar ketentuan syariah. Investasi yang sesuai dengan syariah meliputi akad jual beli (murabahah, salam, dan istishna), akad investasi (mudharabah dan musyarakah), akad sewa-menyewa (ijarah dan
14
ijarah muntahiya bittamlik), dan akad lainnya yang diperbolehkan oleh syariah. c. Fungsi sosial Fungsi sosial bank syariah merupakan sesuatu yang melekat pada bank syariah. Setidaknya ada dua instrument yang digunakan oleh bank syariah dalam menjalankan fungsi sosialnya, yaitu instrument Zakat, Infaq, Sadaqah dan Wakaf (ZISWAF) dan instrument qardhul hasan. Instrumen ZISWAF berfungsi untuk menghimpun ZISWAF dari masyarakat, pegawai bank, serta bank sendiri sebagai lembaga milik para investor. Dana yang dihimpun melalui instrument ZISWAF selanjutnya disalurkan kepada yang berhak dalam bentuk bantuan atau hibah untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Instrumen
qardhul
hasan
berfungsi
menghimpun dana dari penerimaan yang tidak memenuhi kriteria halal serta dana infaq dan sedekah yang tidak ditentukan peruntukannnya secara spesifik oleh yang memberi. Selanjutnya, dana qardhul hasan disalurkan untuk (1) pengadaan atau perbaikan kualitas fasilitas sosial dan fasilitas umum masyarakat, (2) sumbangan atau hibah kepada yang berhak, (3) pinjaman tanpa bunga yang diprioritaskan pada masyarakat golongan ekonomi lemah,
tetapi
memiliki
potensi
mengembalikan pinjaman tersebut.
dan
kemampuan
untuk
15
d. Fungsi Jasa Keuangan Fungsi jasa keuangan yang dijalankan oleh bank syariah tidaklah berbeda dengan bank konvensional, seperti memberikan layanan kliring, transfer, pembayaran gaji, dan lain sebagainya. Fungsi Bank Syariah secara garis besar tidak berbeda dengan bank konvensional, yakni sebagai lembaga intermediasi (intermediary institution) yang mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam fasilitas pembiayaan. Bila bank konvensional mendasarkan keuntungannya dari pengambilan bunga, maka bank syariah dari apa yang disebut sebagai imbalan, baik berupa jasa (fee-base income) maupun mark-up atau profit margin, serta bagi hasil (loss and profit sharing).
3. Tujuan Bank Syariah Menurut Sudarsono (2008:43), Bank Syariah mempunyai beberapa tujuan yang diantaranya sebagai berikut: a. Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk ber-muamalat secara Islam, khususnya muamalat yang berhubungan dengan perbankan, agar terhindar dari praktek-praktek riba, jenis-jenis usaha, atau perdagangan lain yang mengandung unsur gharar (tipuan), dimana jenis-jenis usaha tersebut selain dilarang dalam Islam, juga telah
16
menimbulkan dampak negative terhadap kehidupan ekonomi rakyat. b. Untuk menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi dengan jalan meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi kesenjangan yang amat besar antara pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan dana. c. Untuk meningkatkan kualitas hidup umat dengan jalan membuka peluang berusaha yang lebih besar terutama kelompok miskin, yang diarahkan kepada kegiatan usaha yang produktif, menuju terciptanya kemandirian usaha. d. Untuk menanggulangi masalah kemiskinan, yang pada umumnya merupakan program utama dari Negara-negara yang sedang berkembang. e. Untuk menjaga stabilitas ekonomi dan moneter. Dengan aktivitas bank syariah akan mampu menghindari pemanasan ekonomi diakibatkan adanya inflasi, menghindari persaingan yang tidak sehat antara lembaga keuangan. f. Untuk menyelamatkan ketergantungan umat Islam terhadap bank non-syariah.
17
4. Ciri-ciri Bank Syariah Bank syariah mempunyai ciri-ciri berbeda dengan bank konvensional, adapun ciri-ciri bank syariah adalah: 1) Beban biaya yang disepakati bersama pada waktu akad perjanjian diwujudkan dalam bentuk jumlah nominal, yang besarnya tidak kaku dan dapat dilakukan dengan kebebasan tawar-menawar dalam batas wajar. Beban biaya tersebut hanya dikenakan sampai batas waktu sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak. 2) Penggunaan persentase dalam hal kewajiban untuk melakukan pembayaran selalu dihindari, karena persentase bersifat melekat pada sisa utang meskipun batas waktu perjanjian telah berakhir. 3) Di dalam kontrak-kontrak pembiayaan proyek, bank syariah tidak menerapkan perhitungan berdasarkan keuntungan yang pasti ditetapkan di muka, Karena pada hakikatnya yang mengetahui tentang ruginya suatu proyek yang dibiayai hanyalah Allah semata. 4) Pengerahan dana masyarakat dalam bentuk deposito tabungan olelh penyimpan dianggap sebagai titipan (al-wadiah) sedangkan bagi bank dianggap sebagai titipan yang diamanatkan sebagai penyertaan dana pada proyek-proyek yang dibiayai bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah sehingga pada penyimpan tidak dijanjikan imbalan yang pasti. 5) Dewan pengawas syariah (DPS) bertugas untuk mengawasi operasionalisasi bank dari sudut syariahnya. Selain itu manajer dan
18
pimpinan bank Islam harus menguasai dasar-dasar muamalah Islam. 6) Fungsi kelembagaan bank syariah selain menjembatani antara pihak pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan dana, juga mempunyai
fungsi
khusus
yaitu
fungsi
amanah,
artinya
berkewajiban menjaga dan bertanggung jawab atas keamanan dana yang disimpan dan siap sewaktu-waktu apabila dana diambil pemiliknya.
Adapun perbedaan bank syariah dan bank konvensional menurut Sudarsono (2008:56) adalah sebagai berikut :
19
Tabel 2.1 Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional No Perbedaan
Bank Syariah
1
Tidak berdasarkan
Falsafah
Bank Konvensional Berdasarkan bunga
bunga spekulasi dan ketidakjelasan 2
Operasionalisasi Dana masyarakat
Dana masyarakat
berupa titipan dan
berupa simpanan yang
investasi yang baru
harus dibayar
akan mendapatkan
bunganya pada saat
hasil jika diusahakan
jatuh tempo
terlebih dahulu Penyaluran pada Penyaluran pada usaha
sektor yang
yang halal dan
menguntungkan aspek
menguntungkan
halal tidak menjadi pertimbangan utama
3
Aspek sosial
Dinyatakan secara
Tidak diketahui secara
eksplisit dan tegas
tegas
yang tertuang dalam misi dan visi 4
Organisasi
Harus memiliki dewan
Tidak memiliki dewan
pengawas syariah
pengawas syariah
20
C. Dana Pihak Ketiga 1. Pengertian Dana Pihak Ketiga Menurut karim (2004:63), Dana adalah uang tunai yang dimiliki atau dikuasai oleh bank dalam bentuk tunai atau aktiva lain yang dapat segera diubah menjadi uang tunai. Uang tunai yang dimiliki atau dikuasai bank tidak hanya berasal dari pemilik bank itu sendiri, tetapi berasal dari titipan atau penyertaan dana orang lain atau pihak lain yang sewaktu-waktu atau pada saat tertentu akan ditarik kembali, baik sekaligus ataupun secara berangsur-angsur. Setiap Perusahaan memerlukan dana untuk membiayai kegiatan usahanya, baik untuk biaya rutin maupun keperluan perluasan usahanya. Pentingnya dana membuat setiap perusahaan berusaha keras untuk mencari sumbersumber dana yang tersedia, termasuk lembaga keuangan semacam bank. Menurut Kasmir (2002:61), sumber dana bank adalah usaha bank dalam memperoleh dana dalam rangka membayar kegiatan usahanya. Sedangkan menurut Siamat (2001:116) sumber dana bank adalah uang tunai yang dimiliki, bank ataupun aktiva lancar yang dikuasakan bank dan setiap waktu dapat diuangkan. 2. Jenis-jenis Sumber Dana Dana untuk membiayai operasi suatu bank dapat diperoleh dari berbagai sumber. Kemampuan bank memperoleh sumber-sumber dana yang diinginkan sangat mempengaruhi kelanjutan usaha bank. Dalam
21
mencari sumber-sumber dana, bank harus mempertimbangkan beberapa faktor seperti kemudahan untuk memperolehnya, jangka waktu sumber dana serta biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh dana tersebut yaitu sumber dana dari modal sendiri atau modal pinjaman dari masyarakat luas atau lembaga keuangan lainnya. Adapun jenis-jenis sumber dana bank tersebut antara lain : a. Dana pihak kesatu Dana pihak kesatu adalah dana dari modal sendiri yang berasal dari para pemegang saham, seperti : 1)
Modal inti (modal disetor, agio saham, cadangan umum, cadangan tujuan, laba ditahan, laba tahun lalu, laba tahun berjalan).
2)
Modal
pelengkap
(cadangan
revaluasi
aktiva
tetap,
cadangan penghapusan aktiva yang dikualifikasikan, modal dikuasai dan pinjaman subordinasi). b. Dana pihak kedua Dana pihak kedua adalah dana pinjaman dari pihak luar, contohnya tetrdiri dari : 1)
Call Money
2)
Pinjaman antar bank
3)
Pinjaman dari lembaga keuangan bukan bank
4)
Deposito on call
22
c. Dana Pihak Ketiga 1)
Tabungan
2)
Giro
3)
Deposito
3. Sumber Dana Pihak Ketiga Sumber dana pihak ketiga adalah sumber dana yang berasal dari dana masyarakat seperti simpanan giro, simpanan tabungan dan simpanan deposito. Dana-dana yang dihimpun dari masyarakat merupakan sumber dana terbesar yang diandalkan bank untuk membiayai usahanya, sumber dana masyarakat tersebut bisa mencapai 80% sampai dengan 90% dari seluruh dana yang dikelola oleh bank. Berikut ini akan dijelaskan mengenai simpanan giro, simpanan tabungan dan simpanan deposito. a. Simpanan Giro Menurut undang-undang perbankan No. 10 tahun 1998, pengertian simpanan giro atau lebih dikenal dengan rekening giro adalah “Simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro atau sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindah bukuan”. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa uang yang disimpan direkening giro dapat diambil setiap waktu setelah memenuhi beberapa persyaratan yang ditetapkan. Pengertian dapat
23
ditarik setiap saat juga dapat diartikan bahwa uang yang disimpan direkening giro tersebut dapat ditarik berkali-kali dalam sehari, dengan catatan dana yang tersedia masih mencukupi. Menurut Kasmir (2002:71), penarikan uang direkening giro dapat menggunakan sarana penarikan yaitu Cek dan Bilyet Giro. Apabila
penarikan
dilakukan
secara
tunai
maka
sarana
penarikannya adalah mengggunakan cek. Sedangkan penarikan non tunai sarana penarikannya adalah Bilyet Giro. b. Tabungan Menurut undang-undang perbankan No. 10 tahun 1998, pengertian tabungan yaitu : “ Simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan Cek atau Bilyet Giro. Untuk menarik dana yang ada direkening tabungan dapat digunakan berbagai sarana atau alat penarikan. Alat-alat penarikan yang sering digunakan adalah sebagai berikut : 1) Buku Tabungan Merupakan buku yang dipegang nasabah, yang berisi catatan saldo tabungan, transaksi penarikan, penyetoran dan pembebanan yang mungkin terjadi pada tanggal tertentu. Buku ini digunakan pada saat penarikan, sehingga dapat langsung mengurangi dan menambah saldo yang ada ditabungan.
24
2) Slip Penarikan Merupakan formulir untuk menarik sejumlah uang dari rekening tabungan. 3) Kuitansi Merupakan formulir penarikan atau bukti penarikan yang dikeluarkan oleh bank fungsinya sama dengan slip penarikan. c. Deposito Menurut undang-undang perbankan No. 10 tahun 1998, pengetian deposito (time deposit) yaitu: “Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpanan dengan bank“. Pada simpanan dalam bentuk deposito penarikan uangnya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu, maksudnya adalah jika nasabah deposan menyimpan uangnya untuk jangka waktu tiga bulan, maka uang tersebut beru dapat dicairkan setelah jangka waktu tersebut berakhir atau disebut juga dengan tanggal jatuh tempo. Deposito terdiri dari beberapa jenis, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. Masing-masing jenis deposito tersebut memiliki keunggulan tersendiri, sehingga deposan dapat memilih sesuai dengan selera mereka.
25
D. Bagi Hasil 1. Pengertian Bagi Hasil Bagi hasil menurut terminologi asing (Inggris) dikenal dengan profit sharing. Profit sharing dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Secara definitif profit sharing diartikan : “distribusi beberapa bagian dari laba pada para pegawai dari suatu perusahaan”. Lebih lanjut dikatakan, bahwa hal itu dapat berbentuk suatu bonus uang tunai tahunan yang didasarkan pada laba yang diperoleh pada tahun-tahun sebelumnya, atau dapat berbentuk pembayaran mingguan atau bulanan. (Muhammad, 2002:69) Beberapa prinsip dasar bagi hasil menurut Usmani (1999:63) adalah sebagai berikut : a. Bagi hasil tidak berarti meminjamkan uang, tetapi merupakan partisipasi dalam usaha. b. Investor atau pemilik dana harus ikut menanggung resiko kerugian usaha sebatas proporsi pembiayaaan. c. Para mitra usaha bebas menentukan, dengan persetujuan bersama, rasio keuntungan untuk masing-masing pihak, yang dapat berbeda dari rasio pembiayaan yang disaratkan. d. Kerugian yang ditanggung oleh masing-masing pihak harus sama dengan provorsi investasi mereka.
26
Dapat disimpulkan bahwa bagi hasil adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyediaan dana dengan pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini salah satu contohnya dapat terjadi diantara pihak bank dengan pihak nasabah,kedua belah pihak sama sama sepakat bahwa modal usaha yang diberikan pihak pertama akan dikelola pihak kedua secara profesional dan bertanggung jawab.
2. Prinsip Bagi Hasil Menurut Al-omar dan Abdul Haq (1996:96), Prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah menjadi prinsip utama dan terpenting, karena keuntungan (bagi hasil) merupakan imbalan atas hasil usaha dan modal, besar kecilnya pun tergantung kesepakatan kedua pihak. Dalam qawaid fiqhiyah (kaidah fiqh) dikatakan “algharam bil ghanam” (ada untung rugi ), prinsip keadilan ekonomi. Sedangkan menurut Muhammad (2001:58), Prinsip bagi hasil (profit sharing) secara umum dalam perbankan syariah dapat dilakukan dalam empat akad utama,yaitu : al-musyarakah, almudharabah, almuzhara’ah dan al-al-musyaqah. Walau demikian, prinsip yang paling banyak dipakai adalah al-musyarakah dan almudharabah,
sedangkan
al-muzara’ah
dan
al-al-mushaqah
dipergunakan khusus untuk plantation financing atau pembiayaan pertanian beberapa bank Islam.
27
Al-musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kostribusi dana (expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung oleh sesuai dengan kesepakatan. Istilah mudharabah berasal dari dai kata darbh fi al-ardh orang yang berpergian di atas bumi (yadhribuna fi al-ardh) mencari karunia allah (al-muzammil:20). Karena pekerjaan dan perjalanan nya, mudharib berhak atas sebagian keuntungan usaha. Dalam sunnah, para fukaha bersandar pada praktik mudharabah anatara nabi SAW dan khadijah. jadi dalil hukum yang dipergunakan untuk mendukung model ini adalah al-quran dan sunnah. (Mervyn dan Latifa:2007). Secara teknis , al-mudahrabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan
usaha
berdasarkan
mudharabah
dibagi
menurut
kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tiu bukan kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Al-Muzara’ah adalah kerjasama pengelola pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan
28
pertanian kepada sipenggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentudari hasil panen. Al-Musaqah adalah bentuk yang sederhana dan Muzara’ah dimana sipenggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. a. Metode Bagi Hasil Sesuai Fatwa DSN-MUI No.15 Tahun 2000 : 1)
Pada dasarnya, LKS boleh menggunakan prinsip Bagi Hasil (Net Revenue Sharing) maupun Bagi Untung (Profit Sharing) dalam pembagian hasil usaha dengan mitra (nasabah)-nya.
2)
Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), saat ini, pembagian hasil usaha sebaiknya digunakan prinsip Bagi Hasil (Net Revenue Sharing).
3)
Penetapan prinsip pembagian hasil usaha yang dipilih harus disepakati dalam akad.
Metode perhitungan bagi hasil menurut Wiyono (2005:57) dapat didasarkan pada : 1) Profit Sharing (Bagi Laba) Perhitungan bagi hasil yang mendasarkan pada laba, yaitu pendapatan usaha dikurangi beban usaha. Dalam hal ini semua pihak yang terlibat dalam akad akan mendapat bagi hasil
29
sesuai dengan laba yang diperoleh bahkan tidak mendapatkan laba apabila pengelola laba mengalami kerugian. Disini unsur keadilan dalam berusaha betul-betul diterapkan, bila laba besar maka pemilik juga mendapatkan bagian besar dan sebaliknya. Contoh perhitungan profit sharing adalah sebagai berikut: Pendapatan usaha
Rp 1000,00
Beban-beban usaha
( Rp 700,00 )
Profit laba
Rp
300,00
2) Revenue Sharing (Bagi Pendapatan) Perhitungan
bagi
hasil
yang
mendasarkan
pada
pendapatan usaha tanpa dikurangi beban usaha. Sepanjang pengelola memperoleh revenue maka pemilik dana mendapat bagi hasilnya (tanpa memperhatikan beban usaha). Pengelola dana harus menjalankan usaha dengan prinsip prudent atau usaha penuh kehati-hatian sehigga resiko kerugian dapat ditekan sekecil mungkin. Contoh perhitungan revenue sharing adalah sebagai berikut: Pendapatan usaha Rp 1000,00 dan beban-beban usaha untuk mendapatkan pendapatan tersebut Rp 700,00 maka dasar
30
untuk menentukan bagi hasil Rp 1000 ( tanpa harus dikurangi beban Rp 700,00 ).
3. Contoh Perhitungan Bagi Hasil Penetapan bagi hasil di Bank Muamalat dilakukan dengan terlebih dahulu mengitung HI-1000 (baca: Ha-i-seribu), yakni angka yang menunjukkan hasil investasi yang diperoleh dari penyaluran setiap Rp. 1.000 dana nasabah. Sebagai contoh: HI-1000 bulan Januari 2009 adalah 9,99. Hal tersebut berarti bahwa dari setiap Rp. 1.000,- dana nasabah yang dikelola Bank Muamalat akan menghasilkan Rp. 9,99 (HI-1000 sebelum bagi hasil). Apabila nisbah bagi hasil antara nasabah dan bank untuk deposito 1 bulan adalah 50:50, maka dari Rp. 9,99 tersebut, untuk porsi nasabah dikalikan dahulu dengan 50% sehingga untuk setiap Rp. 1.000,- dana yang dimiliki, nasabah akan memperoleh bagi hasil sebesar Rp. 4,99 (berarti HI-1000 nasabah = 4,99 rupiah). Secara umum hal tersebut dirumuskan sebagai berikut :
Rata-Rata Dana Nasabah Bagi Hasil Nasabah =
Nisbah Nasabah X HI-1000 X
1000
100
Sebagai contoh, seorang nasabah (Pak Slamet) menyimpan deposito Mudharabah di Bank Muamalat pada bulan Juni senilai Rp.
31
10.000.000,- dengan jangka waktu 1 bulan. Diketahui nisbah deposito 1 bulan 50:50. HI-1000 untuk bulan Juni 10,93. Maka untuk mengetahui nilai bagi hasil yang akan didapatkan Pak Slamet adalah :
Rp 10.000.000,Bagi Hasil Nasabah =
50 X 10,93 X
1000
100
Bagi Hasil Nasabah = Rp. 54.650,-
E. Deposito 1. Pengertian Deposito Menurut Taswan (2005:105), deposito merupakan simpanan masyarakat atau pihak ketiga yang penarikannya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan bank yang bersangkutan. Sedangkan, menurut UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, deposito adalah investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan akad antara nasabah penyimpan dan bank syariah atau Unit Usaha Syariah. (Yaya, 2009:110) Dalam hal ini, Bank Syariah bertindak sebagai mudharib (pengelola dana) sedangkan nasabah bertindak sebagai shahibul maal
32
(pemilik dana). Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, Bank Syariah dapat melakukan berbagai macam uasaha yang tidak bertentangan dengan
prinsip
syariah
serta
mengembangkannya,
termasuk
melakukan akad mudharabah dengan pihak ketiga. Dengan demikian, Bank Syariah dalam kapasitasnya sebagai mudharib memiliki sifat sebagai seorang wali amanah, yakni harus berhati-hati atau bijaksana serta beritikad baik dan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang timbul akibat kesalahan atau kelalaiannya. Disamping itu, Bank Syariah juga bertindak sebagai kuasa dari usaha bisnis pemilik dana yang diharapkan dapat memperoleh keuntungan seoptimal mungkin tanpa melanggar berbagai aturan syariah.
2. Jenis-jenis Deposito Menurut
Kasmir
(2002:94),
jenis-jenis
deposito
yang
ditawarkan oleh bank adalah sebagai berikut : a. Deposito Berjangka (Time Deposit) Deposito berjangka merupakan deposito yang diterbitkan menurut jangka waktu tertentu. Jangka waktu deposito biasanya bervariasi mulai dari 1,2,3,6,12,18 sampai dengan 24 bulan. Deposito berjangka diterbitkan atas nama baik perorangan maupun lembaga. Artinya dalam billyet deposito tercantum nama seseorang atau suatu lembaga.
33
b. Sertifikat Deposito Sertifikat deposito merupakan deposito yang diterbitkan dengan jangka waktu 2,3,6,12 bulan. Sertifikat deposito diterbitkan dalam bentuk sertifikat. Artinya di dalam sertifikat deposito tidak tertulis nama seseorang atau badan hukum tertentu. c. Deposit Harian (Deposit on Call) Deposit harian merup[akan deposito berjangka yang diterbitkan dengan jangka waktu minimal 7 hari dan paling lama kurang dari 1 bulan. Diterbitkan atas nama dan biasanya dalam jumlah yang besar, misalnya 50 juta rupiah (tergantung bank yang bersangkutan).
F. Mudharabah 1. Pengertian Mudharabah Menurut Antonio (2001:81) mendefinisikan Mudharabah sebagai akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Sedangkan
menurut
PSAK
No
105,
mendefinisikan
mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan
34
keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian hanya ditanggung oleh pemilik dana. Akad Mudharabah terbagi atas 3 (tiga) bagian yang diantaranya : a. Mudharabah Muthlaqah Mudharabah
Muthlaqah
adalah
mudharabah
dimana
pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya.(Investasi tidak terikat) b. Mudharabah Muqayyadah Mudharabah Muqayyadah adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola dana, antara lain mengenai tempat, cara dan atau obyek investasi. (Investasi Terikat) c. Mudharabah Musytarakah Mudharabah Musytarakah adalah bentuk mudharabah dimana pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam kerja sama investai. 2. Rukun Transaksi Mudharabah Rukun transaksi mudharabah meliputi dua pihak transaktor (pemilik modal dan pengelola), objek akad mudharabah (modal dan usaha), dan ijab dan Kabul atau persetujuan kedua belah pihak (Yaya, 2009:124)
35
a. Transaktor Kedua pihak transaktor disini adalah investor dan pengelola modal. Kdua pihak disyaratkan memiliki kompetensi beraktivitas. b. Objek mudharabah Objek mudharabah meliputi modal dan usaha. Pemilik modal menyerahkan modalnya sebagai objek mudharabah, sedangkan pelaksana usaha menyerahkan kerjanya sebagai objek mudharabah. c. Ijab dan Kabul Ijab dan Kabul atau persetujuan kedua belah pihak dalam mudharabah yang merupakan wujud dari prinsip sama-sama rela. Dalam hal ini, kedua belah pihak harus secara rela bersepakat untuk mengikatkan diri dalam akad mudharabah.
G. Kerangka Pemikiran Kerangka
pemikiran
digambarkan sebagai berikut
teoritis
dalam
penelitian
ini
dapat
36
Gambar 2.1 Skema kerangka pemikiran dana pihak ketiga dan tingkat bagi hasil terhadap deposito mudharabah
Dana Pihak Ketiga (X1)
Tingkat Bagi Hasil Tingkat Bagi (X2) (XHasil 2)
Deposito Mudharabah (Y)
Dana Pihak Ketiga (X1) dan Tingkat Bagi Hasil (X2)
Dana pihak ketiga memiliki hubungan atau pengaruh terhadap deposito mudharabah dan tingkat bagi hasil memiliki hubungan atau pengaruh terhadap deposito mudharabah. Dengan demikian, hubungan antara dana pihak ketiga dan tingkat bagi hasil dapat mempengaruhi perkembangan deposito mudharabah secara bersama-sama. Jadi, jika terdapat hubungan antara dana pihak ketiga dan tingkat bagi hasil terhadap deposito mudharabah, maka dana pihak ketiga dan tingkat bagi hasil akan mempengaruhi besarnya deposito mudharabah.
37
H. Kajian Penelitian Terdahulu Menurut Indriani (2005), penelitian tentang "Pengaruh Bagi Hasil terhadap Pertumbuhan Dana Deposito" bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara tingkat bagi hasil terhadap pertumbuhan dana deposito mudharabah. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode statistik parametrik dan metode penelitian kausal. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini ini 5 tahun atau 60 bulan yaitu dari bulan januari 2003 sampai dengan bulan desember 2007 yang datanya diambil dari laporan keuangan publikasi bulanan. Variabel bebas (Independent variable) dalam penelitian ini adalah bagi hasil yang diberi simbol X. Variabel terkait (Dependent Variable) dalam penelitian ini adalah deposito mudharabah yang diberi simbol Y. Hasil penelitian ini berdasarkan analisa regresi linier sederhana menunjukan yang kuat dan arah hubungan yang positif. Hasil uji koefisien determinasi menunjukan bahwa 75,9% deposito mudharabah dapat dijelaskan oleh variabel bagi hasil, sedangkan 24,1% dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak teliti. Sedangkan uji t menunjukan bahwa bagi hasil berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan dana deposito mudharabah. Menurut Purnomo (2006), berdasarkan pengujian dan pembahasan tentang pengaruh bagi hasil terhadap nilai deposito mudharabah yang telah dilakukan penulis, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
38
1. Dengan hasil output analisis regresi linear sederhana koefisien bagi hasil bernilai positif, artinya terjadi pengaruh antara bagi hasil dengan nilai deposito mudharabah dengan taraf signifikasi 0,000<0,05. Ini artinya bahwa hipotesis yang menyatakan bagi hasil berpengaruh terhadap deposito mudharabah diterima. 2. Dengan menggunakan analisis regresi linear sederhana dapat disimpulkan, jika bagi hasil mengalami penurunan pada PT. Bank Syariah Mandiri maka nilai deposito mudharabah mengalami penurunan. Maka sebaiknya bagi hasil pada Bank Syariah Mandiri dapat ditingkatkan, agar meningkat pula nilai deposito pada PT. Bank Syariah Mandiri. 3. Deposito mudharabah merupakan jenis penghimpunan dana yang potensial bagi pihak bank dalam mengelola dana untuk disalurkan ke berbagai usaha pengembangan modal melalui produk pembiayaan.
Menurut Yossi (2006) dalam penelitiannya menganalisis pengaruh tingkat bagi hasil terhadap deposito mudhharabah pada Bank Syariah Mandiri tahun 2004-2006. Berdasarkan penelitian untuk mengetahui berapa besar pengaruh tingkat bagi hasil terhadap dana deposito mudharabah. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa hubungan antara tingkat bagi hasil dengan deposito mudharabah adalah sangat kuat. Sehingga atas penelitian terdahulu tersebut, peneliti ingin melakukan penelitian tentang pengaruh bagi hasil terhadap deposito mudharabah pada Bank Syariah Mandiri tahun 2006-2008.