BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian atau Definisi 1.
Definisi Auditing Menurut Dan M. Guy, C. Wayne Alderman, dan Alan J. Winters (2002)
Pengertian Auditing adalah sebagai berikut : Auditing adalah Suatu proses sistematis yang objektif memperoleh dan mengevaluasi bukti yang terkait dengan pernyataan mengenai tindakan atau kejadian ekonomi untuk menilai tingkat kesesuaian antara pernyataan tersebut dan kriteria yang telah ditetapkan serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak – pihak yang berkepentingan. Sedangkan Menurut Arens & Loebbecke diadaptasi oleh Amir Abadi Jusuf (2003) Pengertian Auditing adalah sebagai berikut : Auditing adalah Suatu proses pengumpulan dan pengevaluasi bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan seorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi dimaksud dengan kriteria – kriteria yang telah ditetapkan. Auditing seharusnya dilakukan oleh seorang yang independen dan kompeten. Dan Menurut Boynton, Johnson, dan Kell (2003) Pengertian Auditing adalah sebagai berikut : Auditing adalah Suatu proses sistematis untuk memperoleh serta mengevaluasi bukti secara objektif mengenai asersi – asersi kegiatan dan peristiwa ekonomi, dengan tujuan menetapkan derajat kesesuaian antara asersi – asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya
serta penyampaian hasil – hasilnya kepada pihak – pihak yang berkepentingan. Dari ketiga definisi diatas maka dapat diambil kesimpulan Auditing merupakan Suatu kegiatan dan proses yang sistematis untuk meyakini kewajaran laporan keuangan suatu entitas oleh pihak yang berkompeten dan independen yang sudah mempunyai lisensi / izin, dan menentukan tingkat kesesuaian antara asersi – asersi tersebut serta kriteria yang ditetapkan sehingga dapat dijadikan sumber informasi dan mengkomunikasikan hasilnya yang bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan itu sendiri.
2.
Definisi Profesionalisme Auditor Berikut ini beberapa definisi profesionalisme yang dinyatakan oleh
beberapa ahli, antara lain : Menurut A.Th. Soetedjo (2003) Profesionalisme adalah ”mutu, kualitas dan tindak - tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang ahli dibidangnya”. Pengertian Profesionalisme dalam Pencarian di (Source: http://ebekunt. files.wordpress.com/2009/06/profesionalisasi-bimbingan-dan-konseling.pdf) : Komitmen para profesional terhadap profesinya. Komitmen tersebut ditunjukkan dengan kebanggaan dirinya sebagai tenaga profesional, usaha terus - menerus untuk mengembangkan kemampuan profesional, dan seterusnya. Ada 4 ciri ‐ ciri profesionalisme adalah :
1. Memiliki keterampilan yang tinggi dalam suatu bidang serta kemahiran dalam menggunakan peralatan tertentu yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas yang bersangkutan dengan bidang tadi.
2. Memiliki ilmu dan pengalaman serta kecerdasan dalam menganalisis suatu masalah dan peka di dalam membaca situasi cepat dan tepat serta cermat dalam mengambil keputusan terbaik atas dasar kepekaan. 3. Memiliki sikap berorientasi ke depan sehingga punya kemampuan mengantisipasi perkembangan lingkungan yang terbentang di hadapannya. 4. Memiliki sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi serta terbuka menyimak dan menghargai pendapat orang lain, namun cermat dalam memilih yang terbaik bagi diri dan perkembangan pribadinya. Dan Menurut Alvin. A. Arens dan James K. Loebbecke (terjemahan Amir Abadi Yusuf; 2003:78) menyatakan bahwa istilah Profesionalisme untuk Akuntan Publik berarti tanggung jawab untuk berperilaku yang lebih sekedar memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepadanya dan lebih dari sekedar memenuhi undang - undang dan peraturan masyarakat. Sebagai Profesional Akuntan Publik mengenai tanggung jawabnya terhadap masyarakat, klient, terhadap rekan seprofesi termasuk untuk berperilaku yang terhomat sekalipun ini pengorbanan pribadi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa profesionalime merupakan mutu, kualitas, sikap, dan perilaku bertanggung jawab yang harus dimiliki oleh mereka yang melakukan profesi tertentu dengan berbekalkan keahlian dan keterampilan khusus serta kejujuran yang diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Termasuk para akuntan publik profesional yang bertanggung jawab terhadap masyarakat, klien, dan rekan seprofesi. Profesi akuntan harus memiliki integritas independen dan bebas dari semua kepentingan diluar kepentingan menegakkan kebenaran, kemampuan teknis dan profesionalisme auditor harus selalu dijaga dengan menempatkan aspek moralitas ditempat yang tertinggi. Akuntan bukan hanya sekedar nilai ahli tetapi harus dapat melaksanakan pekerjaan profesinya dengan hati - hati atau due professional care dan selalu menjunjung tinggi kode etik profesi yang ada.
3.
Definisi Kualitas Audit Menurut AAA Financial Accounting Standart Comitte yang dikutip oleh
Yulius Yogi (2002) menyatakan bahwa : “Good quality audits require both competence (expertise) and independence. These qualities have direct effects on actual audit quality, as well as potential interactive effects”. Dari definisi diatas diketahui bahwa kualitas ditentukan oleh dua hal yaitu kompetensi dan independensi karena dua hal tersebut memberi pengaruh langsung terhadap baiknya suatu kualitas audit. Menurut LAN RI (1997 : 159) Pengawasan atau kualitas audit adalah Salah satu fungsi organik manajemen, yang merupakan proses kegiatan pimpinan untuk memastikan dan menjamin bahwa tujuan dan sasaran serta tugas - tugas organisasi akan dan telah terlaksana dengan baik sesuai dengan rencana, kebijakan, intruksi, pemeriksaan bukti – bukti, perhitungan, laporan keuangan, dan ketentuan - ketentuan yang telah ditetapkan sesuai dengan prinsip – prinsip Akuntansi yang berlaku umum. 4.
Definisi Pemberian Opini Atas Laporan Keuangan Pemberian Opini atau Judgment menurut Hogarth yang kemudian dikutip
oleh Theresia dkk (2003) sebagai Suatu proses terus menerus dalam perolehan informasi (termasuk umpan balik dari tindakan sebelumnya), pemilihan bertindak atau tidak bertindak atas penerimaan informasi lebih lanjut dan proses judgment tergantung pada kedatangan informasi. Kedatangan informasi bukan hanya mempengaruhi pilihan tetapi mempengaruhi cara pilihan tersebut dibuat. Setiap langkah didalam proses incremental judgment, jika informasi terus menerus datang akan muncul pertimbangan baru dan keputusan / pilihan baru.
B. Gambaran Umum Proses 1.
Proses Auditing Tujuan menyeluruh dari suatu audit laporan keuangan adalah untuk
menyatakan pendapat apakah laporan keuangan klien telah menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip – prinsip akuntansi yang berlaku umum. Proses diagnostik untuk membuat pertimbangan tentang akun yang mungkin mengandung salah saji yang material serta memperoleh bukti tentang penyajian yang wajar dalam laporan keuangan melibatkan sejumlah langkah. Menurut Boynton, Johnson, dan Kell (2003 : 190) Ada tujuh langkah pokok yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan audit laporan keuangan : 1) Memperoleh pemahaman tentang bisnis dan industri. 2) Mengidentifikasikan asersi laporan keuangan yang relevan. 3) Membuat keputusan tentang jumlah yang material bagi para pengguna laporan keuangan. 4) Membuat keputusan tentang komponen risiko audit. 5) Memperoleh bukti melalui prosedur audit, termasuk prosedur untuk memahami pengendalian intern, melaksanakan pengujian pengendalian, dan melaksanakan pengujian substantif. 6) Menetapkan bagaimana menggunakan bukti untuk mendukung suatu pendapat audit, komunikasi kepada klien lain, serta jasa bernilai tambah. 7) Mengkomunikasikan temuan – temuan.
2.
Proses Profesionalisme Auditor Gambaran seorang yang profesional dalam proses akuntan publik yang
diungkapkan oleh Hall R (1968) yang digunakan dalam penelitian Theresia dkk (2003) meliputi lima dimensi dan dengan definisi tersebut adalah sebagai berikut :
a) Pengabdian pada Profesi Pengabdian pada Profesi dicerminkan dari dedikasi profesionalisme dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki. Keteguhan untuk tetap melaksanakan pekerjaan meskipun imbalan ekstrinsik kurang. Sikap ini adalah ekspresi dari pencurahan diri yang total terhadap pekerjaan - pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan bukan hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan. Totalitas sudah menjadi komitmen pribadi, sehingga kompensasi utama yang diharapkan dari pekerjaan adalah kepuasan rohani baru kemudian materi. b) Kewajiban sosial Kewajiban sosial dianggap sebagai suatu pandangan tentang perhitungan peranan profesi serta manfaat yang diperoleh baik masyarakat maupun profesional karena adanya pekerjaan tersebut. c) Kemandirian Kemandirian dimaksudkan sebagai suatu pandangan seseorang yang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain (pemerintah, klien, mereka yang bukan anggota profesi). Setiap ada campur tangan dari luar dianggap sebagai hambatan kemudian secara profesional. Banyak orang yang menginginkan hak - hak istimewa untuk membuat keputusan bekerja tanpa diawasi secara ketat. Rasa kemandirian dapat berasal kebebasan melakukan apa yang terbaik menurut yang bersangkutan dalam situasi tertentu. d) Keyakinan terhadap peraturan Profesi Keyakinan terhadap peraturan profesi adalah suatu keyakinan bahwa yang paling berwenang menilai pekerjaan profesional adalah mereka sesama profesi, bukan orang luas yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka. e) Hubungan dengan rekan seprofesi Hubungan dengan rekan seprofesi adalah menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk didalamnya organisasi formal dan kelompok kolega informal sebagai ide utama dalam pekerjaan melalui ikatan profesi ini para profesional membangun kesadaran profesional. Sebagai profesional, auditor mempunyai kewajiban untuk memenuhi aturan perilaku yang spesifik yang menggambarkan suatu sikap atau hal - hal yang
ideal. Seorang profesional mempunyai tanggung jawab yang lebih besar diasumsikan bahwa seorang profesional memiliki kepintaran, pengetahuan dan pengalaman untuk memahami dampak aktivitas yang dilakukan. Konsep profesionalisme auditor menjadi hal yang sangat penting dan memberikan pelayanan yang optimal bagi klien.
3.
Proses Kualitas Audit a.
Kompetensi UU No. 34 tahun 1954 telah mengatur syarat - syarat kecakapan dan
kewenangan seseorang yang akan menjadi akuntan publik, sebagai berikut : 1. Akuntan harus selalu lulusan Fakultas Ekonomi Perguruan Tinggi Negeri atau mempunyai ijazah yang disamakan. Pertimbangan persamaan ini berada ditangan Panitia Ahli Pertimbangan Persamaan Ijazah akuntan. 2. Akuntan tersebut harus terdaftar dalam register Negara yang diselenggarakan oleh Departement Keuangan dan memperoleh izin menggunakan gelar akuntan dari department tersebut. 3. Menjalankan pekerjaan auditor dengan memakai nama kantor akuntan, biro akuntan, atau nama lain yang memuat nama akuntan atau akuntansi hanya diizinkan jika pemimpin kantor atau biro tersebut oleh seorang atau beberapa orang akuntan. Adapun dibawah ini ada beberapa penelitian tentang kompetensi : (1) Sri Sularso dan Ainun Na’im (1999) mengungkapkan ”Bahwa auditor yang berpengalaman akan memperlihatkan pengetahuan yang lebih lengkap mengenai kekeliruan laporan keuangan”. (2) Demikian pula menurut Putri Noviyani yang dikutip oleh Yulius Yogi (2002), menyatakan bahwa ”Pengalaman akan berpengaruh positif terhadap pengetahuan auditor tentang jenis kekeliruan”.
Selain itu Putri Noviyani juga menambahkan “Program Pelatihan mempunyai pengaruh yang lebih besar dalam peningkatan keahlian auditor”. (3) Selanjutnya menurut bonner dan Walker yang dikutip oleh Sumardi dan Pancawati menyatakan ”Bahwa pengalaman mempengaruhi keahlian audit”. Dari uraian diatas dapat dinyatakan bahwa pendidikan formal, pelatihan dan pengalaman merupakan bagian - bagian yang membentuk keahlian audit.
b.
Independensi Standar umum yang kedua menyatakan bahwa dalam semua hal yang
berhubungan dengan penugasan, independensi dalam sikap mental yang harus di pertahankan oleh auditor. Independensi menurut para ahli diuraikan dibawah ini : Arens dan Loebbecke (2003 : 84) berarti “Cara pandang yang tidak memihak didalam pelaksanaan pengujian, evaluasi hasil pemeriksaan, dan penyusunan laporan audit”.
Auditor berkewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik entitas, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakan kepercayaan atas pekerjaan akuntan publik (Yulius Yogi : 2002). Sikap mental Independen auditor berfungsi untuk menjaga kebenaran atas pengungkapan fakta atau informasi yang terdapat dalam laporan keuangan (Yulius Yogi : 2002) dan memberi kepercayaan terhadap publik akan kualitas jasa yang dihasilkannya.
Sikap mental independen tersebut meliputi independen dalam fakta (in fact) maupun independen dalam penampilan (in appearance). Independen dalam kenyataan akan ada apabila pada kenyataan auditor mampu mempertahankan sikap yang tidak memihak selama pelaksanaan auditnya sedangkan independen dalam
penampilan
adalah
hasil
interprestasi
pihak
lain
mengenai
ke
independennya.
4.
Proses Pemberian Opini Atas Laporan Keuangan Menurut Theresia dkk (2003) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
pertimbangan auditor tentang pemberian opini akan semakin baik apabila auditor mempertahankan sikap profesionalismenya. Karena penentuan pemberian opini merupakan masalah judgment dimana judgment yang dibuat bukanlah judgment yang sembarangan melainkan judgment yang harus dibuat secara profesional. Serta auditor menggunakan pertimbangan profesional (professional judgment) dalam mengkomunikasikan bukti dari berbagai sumber untuk menarik kesimpulan menyeluruh tentang apakah saldo akun telah bebas dari salah saji yang material.
C. Fungsi 1.
Fungsi dari Auditing Audit laporan keuangan memainkan peran yang sangat diperlukan dan
bagian terpenting dalam ekonomi pasar bebas. Bahwa auditor bertanggung jawab untuk mematuhi standar auditing yang berlaku umum dalam mengumpulkan dan mengevaluasi bukti, serta dalam menerbitkan laporan yang memuat kesimpulan auditor yang dinyatakan dalam bentuk pendapat atau opini dalam laporan keuangan. Model pelaporan keuangan dewasa ini berfokus pada pengukuran dan pelaporan transaksi dalam laporan keuangan. Proses ini meliputi pertimbangan profesional penting yang digunakan dalam mengevaluasi kewajaran estimasi akuntansi. Audit dilakukan berdasarkan asumsi bahwa data laporan keuangan dapat diteliti untuk pembuktian. Dapat dikatakan dapat diteliti untuk pembuktian (verifiable) apabila ada dua atau lebih orang yang memiliki kualifikasi dapat memberikan kesimpulan yang serupa dari data yang diperiksa. Kemampuan dapat diteliti untuk pembuktian (verifiability) terutama berkaitan dengan tersedianya atestasi bukti pada validitas informasi yang sedang dipertimbangkan. Pada beberapa disiplin, data dikatakan dapat diteliti untuk pembuktian hanya apabila para peneliti dapat membuktikan dan mengatasi segala keraguan atau meyakini bahwa data valid.
2.
Fungsi dari Profesionalisme Auditor Efektivitas pengendalian sangat ditentukan oleh kualitas manusia yang
terlibat dalam proses atau aktivitas operasi, baik dari segi moralitas, keahlian,
maupun motivasi kerjanya. Bahwa pengendalian yang dipasangkan adalah tidak dimaksudkan untuk menghilangkan atau meniadakan hambatan – hambatan (risiko – risiko), karena pengendalian hanya menyajikan hal yang wajar atau semestinya saja dan bukan sesuatu yang mutlak.
3.
Fungsi dari Kualitas Audit Salah
satu
fungsi
manajemen
yang perlu
dikembangkan
untuk
mewujudkan pekerjaan yang efektif dan efisien adalah pelaksanaan fungsi pengawasan (controlling). Dalam pengawasan ini, Terry (Salindeho, 1995: 25) mengemukakan : Fungsi Pengawasan dan kualitas audit berarti mendeterminasikan apa yang dilaksanakan, maksudnya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu, menerapkan tindakan - tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana - rencana. Jadi pengawasan dapat dianggap sebagai aktivitas untuk menemukan dan mengoreksi penyimpangan penyimpangan penting dalam hasil yang dicapai dari aktivitas - aktivitas yang direncanakan begitupun halnya dengan kualitas audit. Fayol (dalam Harahap, 2001: 10) mengemukakan bahwa pengawasan dan kualitas audit adalah Upaya memeriksa apakah semua terjadi sesuai dengan rencana yang ditetapkan, perintah yang dikeluarkan, dan prinsip yang dianut. Juga dimaksudkan untuk mengetahui kelemahan dan kesalahan agar dihindari kejadiannya di kemudian hari dan mendeterminasikan apa yang telah dilaksanakan, maksudnya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu, menerapkan tindakan - tindakan korektif
sehingga
hasil
pekerjaan
sesuai
dengan
rencana
-
rencana.
4.
Fungsi dari Pemberian Opini Atas Laporan Keuangan Ada empat tipe pokok laporan auditor menurut PSA No.29 (SA seksi 508 :
2001) yaitu : a) Pendapat wajar tanpa pengecualian (Unqualified Opinion) Pendapatan wajar tanpa pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di indonesia. Ini adalah pendapat yang dinyatakan dalam laporan auditor bentuk baku. b) Pendapat wajar dengan pengecualian (Qualified Opinion) Pendapat wajar dengan pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di indonesia kecuali untuk dampak hal - hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan. c) Pendapat tidak wajar (Adverse Opinion) Pendapat tidak wajar menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di indonesia. d) Pernyataan tidak memberikan pendapat (Dislaimer of Opinion) Pernyataan tidak memberikan pendapat menyatakan bahwa auditor tidak menyatakan laporan pendapat atas laporan keuangan.
D. Manfaat 1.
Manfaat Profesionalisme Auditor Peraturan etika profesional akuntan di indonesia merupakan standar mutu
terhadap pelaksanaan pekerjaan profesi akuntan atau dikenal dengan Standar Profesional Akuntan Publik dan kode etik Ikatan Akuntan Indonesia yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai satu - satunya organisasi profesi akuntan di indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia dibagi menjadi tiga bagian yaitu : a) Prinsip Etika Ikatan Akuntan Indonesia b) Aturan Etika c) Interprestasi Aturan Etika Bagian pertama kode etik IAI yang mengatur etika profesi akuntan berisi prinsip-prinsip sebagai berikut : 1) Tanggung Jawab Profesi Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menjalankan kepekaan profesional dan pertimbangan moral dalam semua aktivitas mereka. 2) Kepentingan Publik Anggota harus menerima kewajiban untuk bertindak mendahulukan kepentingan masyarakat, menghormati kepercayaan masyarakat, dan menunjukan komitmen pada profesionalisme. 3) Integritas Untuk mempertahankan dan memperluas kepercayaan masyarakat, anggota harus melaksanakan semua tanggung jawab profesional dengan kepekaan integritas yang paling tinggi.
4) Objektivitas Mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atas bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada dibawah pengaruh pihak lain. 5) Kompetensi dan kehati - hatian Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesinya dengan kehati - hatian, kompetensi dan ketekunan serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesi pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien memperoleh manfaat dari jasa profesi yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik legilasi dan teknik yang paling mutakhir. 6) Kerahasiaan Setiap anggota harus menghormati kerahasian informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesi, dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan klien, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesi atau hukum untuk mengungkapkannya. 7) Perilaku Profesi Setiap anggota harus berprilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan selalu menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. 8) Standar Teknis Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati - hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerimaan jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan objektivitas. Dalam pernyataan etika profesi no. 2 tentang Kecakapan Etika Profesional dinyatakan: Anggota harus memperhatikan standar teknik profesi dan etika dan berupaya terus untuk meningkatkan kemampuan, kualitas pelayanan dan pelaksanaan tanggung jawab profesional untuk mendapatkan kemampuan anggota yang baik. 1) Kecakapan (Due Care) mengharapkan anggota melaksanakan tanggung jawab profesional dengan kecakapan dan ketekunan. Hal ini
2)
3)
4)
5)
2.
memperlihatkan suatu kewajiban dalam pengadaan dan pelayanan yang profesional untuk mendapatkan kemampuan anggota yang memperhatikan kepentingan utama dari setiap pelayanan / jasa yang diadakan dan konsisten dengan tanggung jawab profesi bagi masyarakat. Kemampuan / kompetensi didapatkan dari perpaduan pendidikan dan pengalaman. Dimulai dengan penguasaan pendidikan umum bagi penunjukkan sebagai auditor independen. Pemeliharaan kemampuan mengharapkan suatu komitmen untuk mempelajari dan meningkatkan kemampuan profesional. Ini merupakan tanggung jawab anggota. Dalam semua penugasan dan tanggung jawabnya, setiap anggota harus berusaha mencapai tingkat kemampuan yang menjamin bahwa kualitas pelayanan anggota sesuai dengan tingkat profesional yang dituntut oleh standar profesi. Kemampuan adalah suatu pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pengertian dan pengetahuan yang dapat memungkinkan anggota memberikan pelayanan dengan cakap dan baik. Hal ini membuat suatu pembatasan terhadap kemampuan anggota. Setiap anggota bertanggung jawab menilai kemampuan mereka, mengevaluasi apakah pendidikan, pengalaman dan pertimbangannya cukup untuk suatu bentuk tanggung jawab yang dimaksudkan. Semua anggota harus tekun dalam melaksanakan tanggung jawab terhadap klien, pekerjaan dan masyarakat. Ketekunan membuat suatu pelayanan yang tepat dan teliti secara keseluruhan dan memperhatikan standar profesi yang dapat dipakai dan etika. Kecakapan profesional meminta anggota merencanakan dan mengawasi dengan cukup aktivitas profesional untuk pertanggung jawaban mereka.
Manfaat Kualitas Audit Standar auditing mensyaratkan agar merancang auditnya untuk memberi
keyakinan memadai bagi pendeteksian salah saji yang material dalam laporan keuangan (PSA 32, SA Seksi : 316). Konsep Keyakinan yang memadai menunjukan bahwa auditor bukanlah penjamin kebenaran laporan keuangan, namun auditor hanya bertanggung jawab terhadap pendapat yang diberikan
terhadap laporan keuangan. Hal ini secara jelas dinyatakan dalan PSA No.2 (SA Seksi 110 : 2001) yang menyatakan: Auditor bertanggung jawab untuk memecahkan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan itu telah terbebas dari kesalahan penyajian yang material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan maupun oleh kecurangan. Karena sifat bukti audit dan berbagai karakteristik kecurangan, auditor dapat memperoleh tingkat keyakinan, walaupun tidak mutlak, bahwa kesalahan penyajian yang material dapat dideteksi. Auditor tidak bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit guna memperoleh keyakinan yang memadai bahwa kesalahan penyajian, baik disebabkan oleh kekeliruan maupun oleh kecurangan, yang tidak material terhadap laporan keuangan dapat dideteksi. Jika auditor bertanggung jawab untuk memastikan bahwa semua asersi didalam laporan keuangan adalah benar, persyaratan untuk mendapatkan bahan bukti dan biaya pelaksanaan audit akan naik sampai tingkat dimana auditor tersebut secara ekonomis tidak layak. Pembelaan yang terbaik terhadap auditor baik salah saji yang material tidak terungkap didalam audit adalah bahwa audit telah dilaksanakan sesuai dengan standar auditing yang berlaku umum. Standar auditing yang termuat dalam SPAP
adalah Standar auditing
berbeda dengan prosedur auditing yaitu “prosedur” berkaitan dengan tindakan yang harus dilaksanakan, sedangkan standar berkaitan dengan kriteria atau ukuran mutu kinerja tindakan tersebut, dan berkaitan tujuan yang hendak dicapai melalui penggunaan prosedur tersebut. Standar auditing, yang berbeda dengan prosedur auditing, berkaitan dengan tidak hanya kualitas profesional auditor namun juga berkaitan dengan pertimbangan yang digunakan dalam pelaksanaan auditnya dan dalam laporannya.
Standar auditing termuat dalam SPAP 2001 terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu : 1) Standar Umum a) Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. b) Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. c) Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. 2) Standar Pekerjaan Lapangan a) Pekerjaan harus direncanakan sebaik - baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya. b) Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukkan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan. c) Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit. 3) Standar Pelaporan a) Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. b) Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan jika ada, ketidak konsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya. c) Pengungkapan informative dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor. d) Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat keseluruhan tidak dapat diberikan maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor. Sebagai tambahan terhadap auditor atas laporan keuangan , sepanjang relevan dengan keadaan yang dihadapi oleh auditor independen, kesepuluh
standar auditing tersebut berlaku pernyataan standar auditing. Standar - standar tersebut saling berkaitan satu sama lain, keadaan yang berhubungan erat dengan penentuan dipenuhi atau tidaknya standar, dapat berlaku juga untuk standar lainnya. Materialitas dan resiko audit melandasi penerapan semua standar auditing, terutama standar pekerjaan lapangan dan pelaporan. Standar auditing yang secara implisit termasuk dalam lingkup audit adalah semua standar dalam kelompok standar umum dan standar pekerjaan lapangan. Bahwa auditor telah melaksanakan auditnya sesuai dengan standar auditing, maka secara implisit auditor menyatakan bahwa (Searching Google : 2010) : 1) 2) 3) 4) 5) 6)
Auditor adalah terlatih dan ahli dalam auditing. Auditor adalah independen dalam hubungannya dengan klien. Auditor telah menjalankan kemahiran jabatannya dengan seksama. Pekerjaan audit telah dilaksanakan dan disupervisi pelaksanaannya. Pengendalian intern klien telah dipahami dan dinilai. Telah diperoleh bukti kompeten dalam jumlah cukup. Jika salah satu atau lebih standar auditing tersebut diatas tidak dipenuhi
oleh auditor, maka auditor harus membuat pengecualian (kualifikasi) terhadap lingkup auditnya. Jika auditor mencantumkan pengecualian dalam lingkup auditnya, berarti bahwa auditor harus menambah uraian yang menjelaskan standar auditing yang tidak dipenuhinya dan mengapa hal tersebut terjadi. Pengecualian tersebut kemungkinan disebabkan auditor tidak bebas dalam hubungannya dengan kliennya, karena kurangnya jumlah atau kompetensi bukti yang dikumpulkannya, atau karena pembatasan klien terhadap prosedur audit yang dilakukan oleh auditor. Terdapat sejumlah alasan mengapa auditor bertanggung jawab atas
tingkat keyakinan yang memadai tetapi tidak mutlak. Pertama, mayoritas bukti audit berasal dari pengujian sampel.
3.
Manfaat Pemberian Opini Atas Laporan Keuangan Oleh karena itu judgment harus dibuat oleh auditor yang berpengalaman
karena auditor yang berpengalaman akan lebih intuitif daripada auditor yang kurang pengalaman (Slovic, Fischhoff dan Lichtensteib yang dikutip oleh Theresia dkk : 2003). Hal tersebut diatas juga dinyatakan serupa oleh Kaplan yang dikutip oleh Sumardi dan Pancawati (2002) bahwa auditor yang tidak berpengalaman akan melakukan atribusi kesalahan lebih besar dibandingkan dengan auditor yang berpengalaman. Pembuatan judgment lebih mendasarkan pada kebiasaan atau seringnya auditor melakukan pertimbangan atas laporan keuangan yang diperiksa.
E. Tujuan dari Suatu Konsep 1.
Profesionalisme Auditor Teori sosiologi profesi Penelitian tentang profesional akuntan biasanya
dikaitkan dengan teori sosiologi atau teori sosiologi klasik sebagai teori dasarnya. Teori sosiologi klasik profesi (Menurut Henry W. Darmoko Tesis 2003) menyatakan bahwa masyarakat mengakui power dan prestise profesi karena para profesional memiliki ilmu pengetahuan (body of knowledge) yang terkait dengan kebutuhan dan nilai – nilai sentral dari sistem sosial. Sebagai imbalannya,
masyarakat mengharapkan para profesional untuk komitmen melayani masyarakat diatas dan melebihi insentif – insentif material. Dan para sosiologi menyatakan bahwa setidaknya ada empat dasar utama dalam profesi, yaitu : Expertise, Monopoly, Public Service, dan Self Regulation, yang pada intinya sesuai dengan lima dimensi profesional Hall (1968) yaitu Dedication, Belief in Self Regulation, Social Obligation, Autonomy Demand, dan Community Affiliation. Tujuan diterapkan etika menurut Ludigdo & Marchfoed yang dikutip oleh Sulaiman (2003 : 13) adalah ”Untuk mengarahkan agar seseorang tidak melahirkan tindakan - tindakan yang menurut pandangan umum tercela”. Seorang auditor diharapkan dapat bersikap jujur, independen, kompeten, dan bertanggung jawab sesuai dengan kode etik profesinya sehingga pernyataan pendapat yang diberikan auditor benar - benar berdasarkan fakta dan bukti yang sebenarnya selain itu etika profesinya juga menjadi syarat utama untuk menciptakan keprofesionalan (Wuryan Andani : 2002).
2.
Kualitas Audit Penting bagi akuntan publik untuk meyakinkan klien dan pemakai laporan
keuangan atas kualitas audit dan jasa lainnya. Antara lain sebagai berikut : a) Menurut Yulius Yogi dalam penelitiannya menyatakan bahwa audit mempunyai kualitas tinggi yang akan mampu memberikan informasi keuangan yang dapat dipercaya yang digunakan sebagai dasar pembuatan
keputusan ekonomis. Audit yang mempunyai kualitas tinggi hanya dilakukan oleh auditor yang kompeten dalam bidang akuntansi dan auditing serta independen untuk tetap tidak memihak pada kepentingan siapapun termasuk manajemen. b) Sikap profesionalisme oleh Theresia dkk (2003) dalam penelitiannya digunakan sebagai dasar motivasi bagi auditor untuk meningkatkan kualitas audit. c) Profesional berarti perilaku untuk bertanggung jawab terhadap profesinya, peraturan, undang - undang, klien, dan masyarakat termasuk para pemakai laporan keuangan (Wuryan Andani : 2002). d) Sedangkan kualitas audit ditentukan oleh dua hal yaitu kompetensi dan Independensi (Yulius Yogi : 2002). Menjaga sikap profesionalisme baik dalam independensi maupun menggunakan segenap kompetensi yang dimiliki auditor selama proses pengauditan laporan keuangan adalah penting untuk menghasilkan audit dengan kualitas tinggi. e) Menurut Theresia dkk (2003). Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa perilaku profesional merupakan dasar motivasi bagi seorang auditor untuk menghasilkan audit dengan kualitas tinggi yang dapat dipercaya dalam pengambilan keputusan oleh pihak - pihak yang berkepentingan.
3.
Pemberian Opini Atas Laporan Keuangan Dalam merumuskan pendapat ini, auditor berpedoman pada empat standar
pelaporan yang terdapat dalam standar auditing berikut ini :
1. Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan PSAK. 2. Prinsip Akuntansi berterima umum diterapkan secara konsisten dalam tahun yang diaudit dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kecuali dinyatakan lain dalam laporan audit,. 3. Pengungkapan informative dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan audit. 4. Laporan audit harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau memuat suatu penegasan, bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dikemukakan. Dalam hal nama auditor harus dihubungkan dengan laporan keuangan, maka laporan audit harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat audit, jika ada, dan tingkat tanggung jawab auditor yang bersangkutan.
F. Kajian Penelitian Sebelumnya
Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya N O
Penelitian Dan Tahun
1. Hendry Windrianto Darmoko (2003)
Judul
Variabel Yg Diteliti
Hasil Penelitian (Kesimpulan)
Profesionalisme Auditor pada KAP dilihat dari Perbedaan Gender, Tipe
Untuk variabel Independennya : Perbedaan Gender, Tipe KAP, dan
Bahwa rata-rata tingkat profesionalisme antara auditor wanita dan pria tidak berbeda, sehingga hipotesis 1 ditolak. Pada
KAP dan Hirarki Jabatannya
Hirarki Jabatan. Sedangkan variabel Dependennya : Profesionalisme Auditor pada KAP
t-test tidak signifikan. Tingkat profesionalisme antara auditor pada KAP yang bekerjasama dengan kantor akuntan asing dan yang tidak bekerjasama dengan kantor akuntan asing adalah berbeda, sehingga hipotesis 2 diterima dan signifikan. Terdapat perbedaan tingkat profesionalisme auditor jika dilihat dari hirarki jabatannya, sehingga hipotesis 3 diterima dan signifikan.
2. Winda Fridati (2005)
3. Hera Oktora Wijayanti
Analisis Hubungan Antara Profesionalisme Auditor Dengan Tingkat Pertimbangan Materialitas Dalam Proses Pengauditan Laporan Keuangan
Dimensi Profesionalisme Auditor, Profesionalisme Auditor, Tingkat Pertimbangan Materialitas
Variabel Profesionalisme Berhubungan Signifikan Dengan Variabel Tingkat Pertimbangan Materialitas. Dimensi Profesionalisme Auditor Berhubungan Signifikan terhadap Tingkat Pertimbangan Materialitas Terdapat Korelasi yang Positif Antara Profesionalisme Auditor Dan Tingkat Pertimbangan Materialitas.
Hubungan antara Profesionalisme auditor dengan Kualitas Audit
Profesionalisme Auditor, Kualitas Audit dan
Profesionalisme Auditor Mempunyai Hubungan Yang Lemah & Tanda Positif Yang Berarti
(2005)
4. Eunike Christina Elfarini (2007)
5. Arleen Herawati Dan Yulius Susanto (2008)
dan Pertimbangan Tingkat Materialitas dalam Pengauditan Laporan Keuangan
Pertimbangan Tingkat Materialitas
Semakin Tinggi Profesionalisme Auditor Maka Semakin Baik Kualitas dari Audit Yang Dilakukan dan Pertimbangan Tentang Tingkat Materialitas Akan Semakin Baik.
Pengaruh Kompetensi dan Independensi Auditor Terhadap Kualitas Audit (Studi Emp. Pada KAP di Jawa Tengah)
Kompetensi Independensi dan Kualitas Audit
Kompetensi dan Independensi secara simultan dan Parsial Berpengaruh Signifikan terhadap Kualitas Audit.
Profesionalisme, Akuntan Publik dalam Mendeteksi Kekeliruan, Etika Profesi dan Tingkat Pertimbangan Materialitas
Profesionalisme, Pengetahuan Auditor untuk Mendeteksi Kekeliruan, Etika Profesi, Tingkat Pertimbangan Materialitas
Semakin Tinggi Tingkat Profesionalisme Akuntan Publik, Penjelasannya dalam Mendeteksi Kekeliruan dan Ketaatannya Terhadap Kode Etik Semakin Baik Pula Pertimbangan Tingkat Materialitasnya Dalam Melaksanakan Audit Laporan Keuangan.