11
BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori Ada tiga teori yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu teori stakeholder, teori legitimasi, dan teori signaling: 1. Teori Stakeholder Pengenalan terhadap konsep lingkungan organisasi perusahaan yang berkembang sejalan dengan modernisasi sistem dalam manajemen dan juga situasi yang ada yang membuat para stakeholders semakin dewasa, semakin cerdas serta semakin peduli dengan aktivitas perusahaan. Hal ini telah mengubah cara pandang manajer dan para ahli teori manajemen terhadap organisasi, terutama mengenai bagaimana suatu organisasi perusahaan dapat mencapai tujuannya secara efektif. Terjadinya pergeseran orientasi di dalam dunia bisnis dari shareholders kepada stakeholders telah disebut sebagai penyebab munculnya isu tanggung jawab sosial perusahaan (Indrawan, 2011: 26). Kegiatan tanggung jawab sosial dapat mempengaruhi pandangan masyarakat akan perusahaan tersebut karena kegiatan korporasi tersebut diperlihatkan lewat media yaitu televisi. Contoh dibidang tanggung jawab sosial perusahaan lainnya, sebuah perusahaan yang memproduksi minuman bersuplemen membantu para penderita mata katarak dan bibir sumbing dengan membiayai operasi sehingga para penderita penyakit tersebut dapat sembuh dikarenakan oleh bantuan dari perusahaan tersebut. Semua kegiatan tersebut diinformasikan oleh
11
12
perusahaan melalui media elektronik maupun media massa. Media sepertinya telah dianggap sebagai alat yang sangat cocok untuk mempengaruhi pandangan stakeholder, dalam hal ini masyarakat, akan image perusahaan. Dengan melihat bahwa sebuah perusahaan telah memperdulikan lingkungan sekitar, masyarakat akan beranggapan bahwa perusahaan tersebut adalah perusahaan yang bagus, sehingga produk yang dihasilkan layak dibeli karena pendapatan yang diterima oleh perusahaan digunakan untuk hal yang berguna bagi masyarakat. Calon investor, baik individual maupun institusional juga akan lebih memperhitungkan perusahaan yang telah melaksanakan suatu tanggung jawab sosial dengan baik daripada yang tidak (Nirwanto, 2011: 28). Teori stakeholders lebih mempertimbangkan posisi para stakeholder yang dianggap
lebih powerfull.
pertimbangan
utama
bagi
Kelompok stakeholder perusahaan
dalam
inilah
yang
mengungkapkan
menjadi dan/tidak
mengungkapkan suatu informasi dalam laporan keuangan.Dalam pandangan teori stakeholder, perusahaan memiliki stakeholders, bukan shareholder (Belkaoui, 2003). Kelompok-kelompok stake tersebut menurut mereka meliputi pemegang saham, karyawan, pelanggan, pemasok, kreditor, dan masyarakat (Ajilaksana. 2011 : 28). Apabila CSR dilakukan dengan baik maka kinerja perusahaan pun akan meningkat. Hal ini disebabkan karena para stakeholder telah percaya terhadap perusahaan yang menjalankan CSR, bahwa perusahaan yang menjalankan CSR merupakan perusahaan yang peduli akan masalah lingkungan dan sosial yang ada sehingga nantinya para stakeholder akan memberikan dukungan penuh atas segala
13
tindakan yang dilakukan perusahaan selama tidak melanggar hukum (Cahyono. 2011: 24). Corporate social responsibility merupakan strategi perusahaan untuk memuaskan keinginan para stakeholder, makin baik pengungkapan Corporate social responsibility yang dilakukan perusahaan maka stakeholder akan makin terpuaskan dan akan memberikan dukungan penuh kepada perusahaan atas segala aktivitasnya yang bertujuan untuk menaikan kinerja dan mencapai laba. Sehingga pada akhirnya para stakeholder juga yang akan menuai keuntungan dari pencapaian perusahaan yang lebih melalui pelaksanaan kegiatan CSR. 2. Teori Legitimasi Teori lain yang melandasi Coroporate Social Responsibility adalah Teori Legitimasi. Praktek Corporate social responsibility yang dilakukan perusahaan bertujuan untuk menyelaraskan diri dengan norma masyarakat. Dengan adanya pengungkapan Corporate social responsibility yang baik, maka diharapkan perusahaan akan
mendapat
legitimasi
dari
masyarakat
sehingga dapat
meningkatkan kinerja yang bertujuan untuk pencapaian keuntungan perusahaan, (Ajilaksana. 2011: 30) Barkemeyer (2007) dalam Nurkhin (2009 : 28) mengungkapkan bahwa penjelasan tentang kekuatan teori legitimasi organisasi dalam konteks tanggung jawab sosial perusahaan di negara berkembang terdapat dua hal; pertama, kapabilitas untuk menempatkan motif maksimalisasi keuntungan membuat gambaran lebih jelas tentang motivasi perusahaan memperbesar tanggung jawab
14
sosialnya. Kedua, legitimasi organisasi dapat untuk memasukkan faktor budaya yang membentuk tekanan institusi yang berbeda dalam konteks yang berbeda. 3. Teori Signaling Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan selalu berdampak pada para stakeholders seperti karyawan, pemasok, investor, pemerintah, konsumen, serta masyarakat dan kegiatan-kegiatan tersebut menjadi perhatian dan minat dari para stakeholders, terutama para investor dan calon investor sebagai pemilik (calon) dan penanam (calon) modal perusahaan. Oleh karenanya, perusahaan berkewajiban untuk memberikan laporan sebagai informasi kepada para stakeholders. Laporan yang wajib diungkapkan oleh perusahaan setidaknya meliputi satu set laporan keuangan. Tetapi, perusahaan diijinkan untuk mengungkapkan laporan tambahan, yaitu laporan yang berisi lebih dari sekedar laporan keuangan, misalnya laporan tahunan tentang aktivitas CSR perusahaan ataupun laporan mengenai penerapan GCG (Good Corporate Governance) pada perusahaan. Tujuan dari laporan tambahan ini adalah untuk menyediakan informasi tambahan mengenai kegiatan perusahaan sekaligus sebagai sarana untuk memberikan tanda (signal) kepada para stakeholders mengenai hal-hal lain, misalnya memberikan tanda (signal) tentang kepedulian perusahaan terhadap wilayah sekitarnya, atau tanda bahwa perusahaan tidak hanya menyediakan informasi berdasarkan ketentuan peraturan tetapi menyediakan informasi yang lebih bagi para stakeholders. Tanda-tanda (signals) ini diharapkan dapat diterima
15
secara positif oleh pasar sehingga mampu mempengaruhi kinerja pasar perusahaan yang tercermin dalam harga pasar saham perusahaan. Menurut konsep signal theory menyatakan bahwa perusahaan memberikan sinyal-sinyal kepada pihak luar perusahaan dengan tujuan meningkatkan nilai perusahaan (Wirakusuma dan Yuniasih, 2007). Selain informasi keuangan yang diwajibkan perusahaan juga melakukan pengungkapan yang sifatnya sukarela. Salah satu dari pengungkapan sukarela yang dilakukan oleh perusahan adalah pengungkapan CSR pada laporan tahunan perusahaan. Pengungkapan CSR ini merupakan sebuah sinyal positif yang diberikan oleh perusahaan kepada pihak luar perusahaan yang nantinya akan direspon oleh stakeholder dan shareholder melalui perubahan harga saham perusahaan dan perubahan laba perusahaan (Kurnianto, 2011 : 27). Signalling theory adalah penjelasan dari asimetri informasi. Sebuah asimetri informasi dapat terjadi karena pihak manajemen memiliki informasi lebih banyak mengenai prospek perusahaan. sinyal informasi ini dibutuhkan oleh para investor untuk menentukan apakah investor tersebut akan menanamkan sahamnya pada perusahaan yang bersangkutan atau tidak. Teori ini berfungsi untuk memberikan kemudahan bagi investor untuk mengembangkan sahamnya yang dibutuhkan oleh manajemen perusahaan dalam menentukan arah atau prospek perusahaan ke depan (Bramantyo, 2012: 29). Berdasarkan teori ini, mana perusahaan cenederung akan mengungkapkan Laporan CSR untuk memberikan signal kepada calon investor dan shareholder tentang kegiatan yang dilakukan perusahaan, kegiatan ini bertujuan untuk menarik
16
minat investor, untuk berinvestasi, karena perusahaan yang menampilkan laporan CSR cenderung memiliki kinerja yang baik, dan memiliki keberlangsungan hidup yang bagus. B. Corporate Social Responsibility (CSR) 1. Pengertian Corporate Social Responsinbility CSR adalah sebuah pendekatan dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis mereka dan dalam interaksi merekadengan para pemangku kepentingan (stakeholders) berdasarkan prinsip kesukarelaan dan kemitraan. Menurut The World Business Council For Sustainable Development (WBCSD) dinyatakan bahwa Corporate social responsibility adalah komitmen bisnis untuk konstribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut, berikut komunitas-komunitas setempat (lokal) dan komunitas secara keseluruhan dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan (Rudito dan Famiola, 2007: 209). Social Responsibility merupakan tanggung jawab ketiga yang harus di jalankan perusahaan. Kotler dan Lee (2005: 3) memberikan rumusan: “corporate social responsibility is a commitment to improve community well being through discretionary business practices and contribution of corporate resources”. Solihin (2008: 5) menyimpulkan bahwa dalam definisi tersebut, Kotler dan Lee memberikan penekanan pada kata discretionary yang berarti kegiatan CSR semata-mata merupakan komitmen perusahaan secara sukarela untuk turut meningkatkan kesejahteraan komunitas dan bukan merupakan aktivitas bisnis yang diwajibkan oleh hukum dan perundang-undangan seperti kewajiban untuk
17
membayar
pajak
atau
kepatuhan
perusahaan
terhadap
undang-undang
ketenagakerjaan. Kata discretionary juga memberikan nuansa bahwa perusahaan yang melakukan aktivitas CSR haruslah perusahaan yang telah menaati hukum dalam pelaksanaan bisnisnya. Robbins dan Coulter (2003: 123) dalam Solihin (2008: 9) menggambarkan 4 perkembangan CSR. Pada tahap awal, CSR lebih tertuju kepada pemilik perusahaan (pemegang saham/owners) dan manager. Pada tahap ini pemimpin perusahaan akan mengedepankan kepentingan para pemegang saham
melalui
berbagai usaha untuk menggunakan sumber daya perusahaan seefisien mungkin dan melakukan maksimalisasi laba. Pada tahap kedua, perusahaan mulai mengenbangkan CSRnya
kepada para pekerja (employees). Pada tahap ini,
manager perusahaan tidak hanya memerhatikan maksimalisasi laba, tetapi mereka mulai memberikan perhatian yang besar kepada sumber daya manusia. Pada tahap ketiga, perusahaan mengembangkan CSR kepada para konstituen tersebut biasanya merupakan masyarakat setempat (local communities) yang terkena dampak secara langsung oleh operasional perusahaan di daerah tempat tinggal mereka. Pada tahap keempat perusahaan tidak hanya mengembangkan CSR kepada masyarakat setempat, melainkan mencakup pula masyarakat luas (broader society). ISO 26000 mengenai Guidance on Social Responsibility juga memberikan definisi CSR. Meskipun pedoman CSR standard internasional ini baru akan ditetapkan tahun 2010, draft pedoman ini bisa dijadikan rujukan. Menurut ISO 26000, CSR adalah:
18
Tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari keputusan-keputusan dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat, mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan, sejalan dengan hukum yang ditetapkan dan norma-norma perilaku internasional, serta terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh (draft 3, 2007). Tiga
lembaga
internasional
independen,
Environics
International
(Kanada), Conference Board (AS), dan Prince of Wales Business Leader Forum (Inggris) melakukan survey tentang hubungan antara CSR dan citra perusahaan. Survey dilakukan terhadap 25 ribu konsumen di 23 negara yang dituangkan dalam The Millenium Poll on CSR pada tahun 1999. Hasil survey menunjukkan bahwa mayoritas responden (60%) menyatakan bahwa CSR seperti: etika bisnis, praktik sehat terhadap karyawan, dampak terhadap lingkungan, merupakan unsur utama mereka dalam menilai baik atau tidaknya suatu perusahaan. Sedangkan faktor fundamental bisnis, seperti kinerja keuangan, ukuran perusahaan, strategi perusahaan atau manajemen, hanya dipilih oleh 30% responden. Sebanyak 40% responden bahkan mengancam akan menghukum perusahaan yang tidak melakukan CSR. Sebagian responden berjanji tidak akan mau membeli produk perusahaan yang mengabaikan CSR. Lebih jauh, mereka akan merekomendasikan hal ini kepada konsumen lain (Nugraha, 2010). Banyak definisi mengenai CSR, namun sayangnya, belum ada definisi CSR yang secara universal diterima oleh berbagai lembaga. Beberapa definisi CSR di bawah ini menunjukkan keragaman pengertian CSR menurut berbagai
19
organisasi: (Wikipedia, 2008; Sukada dan Jalal, 2008 dalam Nugraha, 2010). Definisi mengenai CSR antara lain: a. World Business Council for Sustainable Development: Komitmen berkesinambungan dari kalangan bisnis untuk berperilaku etis dan memberi kontribusi bagi pembangunan ekonomi, seraya meningkatkan kualitas kehidupan karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal dan masyarakat luas pada umumnya. b. International Finance Corporation: Komitmen dunia bisnis untuk memberi kontribusi terhadap pembangunan ekonomi berkelanjutan melalui kerjasama dengan karyawan, keluarga mereka, komunitas lokal dan masyarakat luas untuk meningkatkan kehidupan mereka melalui caracara yang baik bagi bisnis maupun pembangunan. c. Institute of Chartered Accountants, England and Wales: Jaminan bahwa organisasi-organisasi pengelola bisnis mampu memberi dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan, seraya memaksimalkan nilai bagi para pemegang saham (shareholders) mereka. d. Canadian Government: Kegiatan usaha yang mengintegrasikan ekonomi, lingkungan dan sosial ke dalam nilai, budaya, pengambilan keputusan, strategi, dan operasi perusahaan yang dilakukan secara transparan dan bertanggung jawab untuk menciptakan masyarakat yang sehat dan berkembang. e. European Commission: Sebuah konsep dengan mana perusahaan mengintegrasikan perhatian terhadap sosial dan lingkungan dalam operasi
20
bisnis mereka dan dalam interaksinya dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) berdasarkan prinsip kesukarelaan. f. CSR Asia: Komitmen perusahaan untuk beroperasi secara berkelanjutan berdasarkan
prinsip
ekonomi,
sosial
dan
lingkungan,
seraya
menyeimbangkan beragam kepentingan para stakeholders. Secara umum CSR diartikan sebagai kumpulan kebijakan dan praktek yang berhubungan dengan stakeholder, nilai-nilai, pemenuhan ketentuan hukum, penghargaan masyarakat dan lingkungan; serta komitmen dunia usaha untuk berkontribusi dalam pembangunan secara berkelanjutan, Corporate social responsibility (CSR) tidak hanya merupakan kegiatan karikatif perusahaan dan tidak terbatas hanya pada pemenuhan aturan hukum semata. Kewajiban untuk melaksanakan CSR tertuang dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pasal 74 yang menyatakan bahwa perusahaan yang melakukan kegiatan usaha dibidang/berkaitan dengan sumber daya alam wajib
melakukan
tanggung
jawab
sosial
dan
lingkungan.
Kewajiban
melaksanakan CSR juga diberlakukan bagi perusahaan yang melakukan penanaman modal di Indonesia sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang tertuang dalam Pasal berikut ini: Pasal 15 berbunyi: Setiap penanam modal berkewajiban: a. Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik; b. Melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan; c. Membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal; d. Menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal;
21
e. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 17 berbunyi: Penanam modal yang mengusahakan sumber daya alam yang tidak terbarukan wajib mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang memenuhi standar kelayakan lingkungan hidup yang pelaksanaannya diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 34 berbunyi: Badan usaha atau usaha perseorangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 dapat dikenai sanksi administratif berupa: a. Peringatan tertulis; b. Pembatasan kegiatan usaha; c. Pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau d. Pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal. C. Cumulative Abnormal Return (CAR) Cummulative Abnormal Return (CAR) merupakan penjumlahan abnormal return selama periode pengamatan. Abnormal return (return tidak normal) diperoleh dengan membandingkan tingkat keuntungan yang diharapkan (return pasar) dengan actual return. Apabila actual return lebih tinggi dari tingkat keuntungan yang diharapkan maka dapat dikatakan terjadi abnormal return. Return ekspektasi (expected return) adalah return yang diharapkan akan diperoleh investor di masa mendatang. Berbeda dengan return realisasi yang sifatnya sudah terjadi, return ekspektasi sifatnya belum terjadi. Return ekspektasi dapat dihitung dengan menggunakan estimasi market model, mean-adjusted model dan market-adjusted model. Periode estimasi (estimation period) umumnya merupakan periode sebelum periode peristiwa atau periode jendela (event window). Dengan menggunakan market-adjusted model, maka tidak perlu
22
menggunakan periode estimasi untuk membentuk model estimasi, karena return saham yang diestimasi adalah sama dengan return indeks pasar. Return merupakan keuntungan yang diperoleh sebagai hasil investasi. Dalam teori keuangan, kita mengenal 2 (dua) jenis return yakni yang terealisasi maupun yang bersifat ekspektasi. Return yang terealisasi (realized return) dinyatakan sebagai return yang telah terjadi yang dihitung berdasarkan data historis. Return ini sering disebut sebagai actual return. Realized return penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja dari perusahaan serta sebagai dasar penentuan return ekspektasi untuk mengukur risiko di masa datang Di sisi lain, return ekspektasi (expected return) merupakan return yang diharapkan diperoleh oleh investor pada masa mendatang. Dalam perhitungan expected return dengan model pasar dilakukan dalam 2 tahap yakni (1) dengan membentuk model ekspektasi dengan menggunakan data realized return selama masa ekspektasi dan (2) menggunakan model ekspektasi tersebut untuk mengestimasi expected return dalam window period. Model ekspektasi dapat dibentuk dengan menggunakan teknik regresi. Abnormal return merupakan selisih antara actual return dan expected return. Abnormal return seringkali dipicu oleh “events” seperti merger, pengumuman deviden, pengumuman laba dan sebagainya yang dianggap memiliki kandungan informasi yang belum terangkum dalam harga di pasar. D. Kinerja Keuangan Perusahaan Penilaian merupakan suatu hal yang penting dalam perencanaan dan pengendalian suatu perusahaan. Kinerja keuangan perusahaan adalah kemampuan
23
sebuah perusahaan mengelola sumber daya yang ada sehingga memberikan nilai kepada perusahaan tersebut. Dengan mengetahui kinerja suatu perusahaan kita dapat mengukur tingkat efisiensi dan produktivitas perushaaan tersebut. Disamping itu juga penilaian kinerja keuangan perusahaan bermanfaat untuk mengetahui sejauh mana perkembangan suatu perusahaan. Salah satu data untuk melakukan penilaian kinerja perusahaan adalah laporan keuangan perusahaan. Penilaian kinerja keuangan perusahaan dapat menggunakan nilai buku yang berdasarkan rasio-rasio laporan keuangan contohnya Return on Asset, Return on equity. Sedangkan metode lainnya berdasarkan konsep economic profit yang dipopulerkan perusahaan konsultan. Stern Stewart dengan indikatornya yaitu EVA. Indrawan (2011: 37) menyimpulkan bahwa kinerja perusahaan merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dalam periode tertentu dengan mengacu pada standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Hendaknya kinerja perusahaan merupakan hasil yang dapat diukur dan menggambarkan kondisi empirik suatu perusahaan dari berbagai ukuran yang disepakati. Untuk mengetahui kinerja yang telah dicapai maka dilakukan penilaian kinerja. 1. ROE Sebagai Pengukur Kinerja Keuangan Perusahaan
Tingkat profitabilitas yang konsisten akan menjadi tolok ukur bagaimana perusahaan mampu bertahan dalam bisnisnya dengan memperoleh return yang memadai dibanding dengan resikonya. Beberapa pihak lebih suka menggunakan istilah rentabilitas untuk istilah kemampulabaan dibanding profitabilitas (Prihadi, 2008 : 51).
24
Sawir (2005 : 32) menyatakan bahwa semakin tinggi rasio, semakin baik hasilnya. Pernyataan tersebut didukung oleh Fahmi (2011 : 135) yang mengemukakan bahwa rasio profitabilitas mengukur efektivitas manajemen secara keseluruhan yang ditunjukkan oleh besar kecilnya tingkat keuntungan yang diperoleh dalam hubungannya dengan penjualan maupun investasi. Semakin baik rasio profitabilitas maka semakin baik menggambarkan kemampuan tingginya perolehan keuntungan perusahaan. ROE merupakan salah satu alat utama investor yang digunakan dalam menilai kelayakan suatu saham. Dalam perhitungannya secara umum ROE dihasilkan dari pembagian laba dengan ekuitas selama satu tahun terakhir. Return on equity merupakan rasio antara laba bersih terhadap total equity. Return on equity sering disebut juga rate of return on Net Worth yaitu kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan modal sendiri, sehingga ROE ini ada yang menyebut rentabilitas modal sendiri. Prihadi (2008) dalam Kurnianto (2011: 36) menyatakan bahwa ROE dapat memberikan beberapa gambaran mengenai perusahaan antara lain : a.
Kemampuan perusahaan menghasilkan laba (profitabillity)
b. Efisiensi perusahaan dalam mengelola asset (asset management) c.
Hutang yang dipakai untuk melakukan usaha (financial leverage)
Profit margin sendiri didapat dari laba dibagi dengan nilai penjualan selama satu tahun. Profit margin merupakan nilai sisa dari dana operasional yang digunakan oleh perusahaan. Semakin tinggi profit margin suatu perusahaan maka akan semakin tinggi pula ROE perusahaan. Hal ini terjadi karena semakin banyak perusahaan dalam satu industri maka akan memiliki pangsa pasar yang semakin
25
kecil sehingga memiliki nilai profit margin yang kecil sebaliknya sedikit perusahaan dalam satu industri maka akan semakin besar pangsa pasarnya sehingga memliki profit margin yang besar. Semakin tinggi nilai profit margin perusahaan maka akan menunjukkan posisi perusahaan yang lebih kuat di mata konsumen serta efisiensi pengelolaan biaya yang lebih baik. Unsur yang kedua dari ROE adalah Aset Manajemen. Aset manajemen didapat dari jumlah penjualan dibagi aset total perusahaan. Besarnya aset manajemen menunjukkan besarnya penjualan yang dihasilkan dari setiap rupiah aset yang dimiliki perusahaan. Perhitungan aset manajemen digunakan sebagai angka pembanding relatif. Besar kecilnya angka aset manajemen tidak langsung menunjukkan baik atau buruknya sebuah perusahaan. Untuk menilai baik dan buruknya kinerja keuangan suatu perusahaan aset manajemen harus digunakan dalam konteks ROE karena dengan memperhatikan angka efisiensi dari aset manjemen, profit margin, dan financial leverage barulah dapat diketahui apakah perusahaan menjalankan bisninsnya dengan atau tidak. Unsur ketiga yang juga merupakan unsur terakhir dari ROE adalah financial leverage. Financial leverage atau sering disebut dengan leverage diartikan sebagai besarnya rasio total aset dalam setiap ekuitasnya. Besarnya angka rasio leverage digunakan untuk melihat besarnya utang dalam total aset perusahaan. Seperti rasio-rasio lain rasio leverage juga tidak memiliki angaka yang dijadikan patokan. Penjelasannya didapat dengan membandingkan rasio yang sama dengan perusahaan lain pada industri yang sejenis. Mempunyai leverage yang tinggi tidak selalu jelek. Pada tingkat tertentu leverage dapat
26
meningkatkan ROE namun leverage yang terlalu besar akan mengurangi profit margin dan perputaran aset. Misalnya pada industri perkapalan yang memiliki niali leverage yang besar. Besarnya nilai leverage ini belum tentu menunjukkan buruknya kinerja keuangan dari perusahaan ini. Hal ini terjadi karena barang-barang modal yang digunakan memiliki nilai yang sangat besar sehingga wajar saja bila perusahaan ini juga memiliki leverage yang besar. Kemungkinan besarnya utang yang dimiliki perusahaan ini nantinya juga akan menghasilkan tingkat penjualan yang tinggi. Hal yang perlu diperhatikan dalam rasio leverage adalah rata-rata pada industri dimana perusahaan yang kita analisa bergerak. Tinggi rendahnya angka rasio leverage tidak didasarkan pada basis tertentu namun pada relativitasnya terhadap industri perusahaan yang dinilai. Cara paling mudah untuk menilai apakah leverage perusahaan masih berada pada tingkat yang aman adalah dengan menggunakan Interest Coverage. Interest Coverage dihitung dengan cara membagi EBIT (laba usaha) dengan beban bunga selama satu tahun. Interest coverage mengindikasikan berapa kali perusahaan dapat membayar utang dalam waktu satu tahun. Walau tidak ada patokan mengenai besarnya nilai interest coverage yang memadai namun bisanya secara umum ada anggapan bahwa interest coverage yang baik di atas 10x. E. Pengaruh Corporates Social Responsibility terhadap Kinerja Keuangan Pada penelitian terdahulu, menunjukkan bahwa CSR merupakan hal yang berguna bagi perusahaan dan berpengaruh bagi perusahaan tersebut, mulai dari loyalitas pelanggan, kinerja perusahaan, tingkat profitabilitas, dan lain-lain. Skala
27
dan sifat keuntungan dari CSR untuk suatu organisasi dapat berbeda-beda tergantung dari sifat perusahaan tersebut. Sebagai salah satu bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat dan para stakeholders lainnya, perusahaan seringkali terlibat dalam kegiatan-kegiatan CSR. Tidak dapat dipungkiri, bahwa para stakeholders memberikan apresiasi yang lebih bagi perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam kegiatan CSR. Meskipun tujuan utama dari kegiatan-kegiatan ini bukan untuk meningkatkan laba perusahaan, namun kegiatan-kegiatan ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi nilai pasar perusahaan (Indrawan, 2011 : 53). Kinerja pasar perusahaan merupakan gambaran perusahaan dimata para investor dan calon investor. Dengan melihat kinerja pasar perusahaan dapat diketahui bahwa perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang diminati oleh investor
atau
tidak.
Perusahaan-perusahaan
yang
menjalankan
dan
mengungkapkan tanggung jawab sosial memiliki pengaruh terhadap kinerja pasar perusahaan. Semakin tinggi tingkat pelaksanaan dan pengungkapan tanggung jawab sosial oleh suatu perusahaan, semakin tinggi pula perhatian investor dan calon investor terhadap perusahaan tersebut. Perhatian investor dan calon investor yang tinggi terhadap perusahaan nantinya akan berdampak pada peningkatan kinerja pasar perusahaan (Cahyono, 2011 : 44) Hasil penelitian yang dilakukan oleh Cheng dan Christiawan (2011 : 33) menujukan bahwa tidak terdapat pengaruh positif yang signifikan dari PBV terhadap abnormal return. Hasil penelitian ini, konsisten dengan penelitian dari Sayekti dan Ludovicus (2007). Sesuai dengan penjelasan Fransisca (2008) dalam
28
Cheng dan Christiawan (2011 : 33), perusahaan yang bertumbuh umumnya akan cenderung menahan laba untuk investasi dibandingkan memberikan return berupa dividen bagi investor. Dengan demikian, meskipun perusahaan memiliki PBV yang tinggi, investor tidak memandang kemungkinan untuk mendapatkan dividen akan semakin meningkat, sehingga investor tidak menggunakan informasi PBV dalam melakukan keputusan investasinya. Penelitian yang dilakukan oleh Hariyani (2010 : 54) pada uji statistik deskriptif didapatkan bahwa profitabilitas PT Unilever Indonesia Tbk sesudah CSR lebih profitable dibandingkan dengan sebelum CSR. Hal ini berarti bahwa sesudah PT Unilever Indonesia Tbk melakukan implementasi CSR lebih mampu dalam
memanfaatkan
seluruh
kekayaannya
untuk
menghasilkan
laba
dibandingkan dengan sebelum melakukan implementasi CSR. Ruthinaya (2012 : 14) menunjukkan bahwa kinerja keuangan perusahaan dengan menggunakan metode Economic Value Added (EVA) berpengaruh terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. EVA digunakan untuk mengukur nilai tambah yang dihasilkan perusahaan dengan memperhatikan biaya modal yang meningkat. Perusahaan yang berhasil memaksimalkan nilai tambah ekonomisnya bararti perusahaan tersebut dapat memperkecil tingkat resiko dan cenderung melaporkan tanggung jawab sosial perusahaannya secara luas. Iskandar (2012 : 18) menyimpulkan bahwa, pertama hasil analisis pengaruh antara biaya sosial masyarakat lokal berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan. Dimana adanya peningkatan biaya sosial masyarakat
29
lokal dapat diikuti oleh adanya kenaikan kinerja perusahaan (laba). Kedua berdasarkan hasil pengujian regresi antara biaya lingkungan dengan kinerja perusahaan (laba) yang menunjukkan bahwa adanya peningkatan biaya lingkungan dapat diikuti oleh adanya peningkatan kinerja perusahaan (laba), dimana semakin tinggi biaya lingkungan dapat diikuti oleh peningkatan laba. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang dapat dirumuskan adalah: H1: Corporate social responsibility (CSR) berpengaruh positif terhadap Kinerja Keuangan. F. Pengaruh Corporates Social Responsibility terhadap Cumulative Abnormal Return Kinerja pasar perusahaan merupakan gambaran perusahaan di mata para investor dan calon investor. Dengan melihat kinerja pasar perusahaan dapat diketahui bahwa perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang diminati oleh investor
atau
tidak.
Perusahaan-perusahaan
yang
menjalankan
dan
mengungkapkan tanggung jawab sosial memiliki pengaruh terhadap kinerja pasar perusahaan. Semakin tinggi tingkat pelaksanaan dan pengungkapan tanggung jawab sosial oleh suatu perusahaan, semakin tinggi pula perhatian investor dan calon investor terhadap perusahaan tersebut. Perhatian investor dan calon investor yang tinggi terhadap perusahaan nantinya akan berdampak pada peningkatan kinerja pasar perusahaan (Cahyono, 2011 : 29) Almilia dan Wijayanto (2007 : 39) dalam Cahyono (2011 : 30), menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki kinerja lingkungan (environmental performance) yang bagus akan direspon positif oleh para investor melalui
30
fluktuasi harga saham yang semakin naik dari periode ke periode dan sebaliknya jika perusahaan memiliki kinerja lingkungan (environmental performance) yang buruk maka akan muncul keraguan dari para investor terhadap perusahaan tersebut dan direspon negatif dengan fluktuasi harga saham perusahaan di pasar yang semakin menurun dari tahun ketahun. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang dapat dirumuskan adalah: H2: Corporate social responsibility (CSR) berpengaruh positif terhadap Cumulative abnormal return (CAR). G. Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Cumulative Abnormal Return Kinerja keuangan diartikan sebagai penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba. Dalam mengukur kinerja keuangan perlu diakaitkan antara perusahaan dengan pusat pertanggungjawaban (Ermayanti, 2009 dalam Kurnianto 2011 : 47) Analisis kinerja perusahaan individual dengan menggunakan pendekatan industri dinilai sangant relevan dalam persaingan industri. Hal ini disebabkan karena kegiatan yang dilakukan perusahaan tidak hanya dipengaruhi oleh faktor internal perusahaan namun juga faktor eksternal perusahaan. Salah satu indikator penting yang digunakan dalam persaingan industri adalah daya tarik bisnis (bussines attractiveness). Indikator ini dapat diukur dengan rasio profitabilitas industri yang seperti ROA dan ROE. Sedangkan abnormal return adalah selisih antara tingkat keuntungan yang sebenarnya dengan tingkat keuntungan yang diharapkan. Abnormal return sering digunakan sebagai dasar pengujian efisiensi pasar. Pasar dikatakan efisien jika
31
tidak satu pun pelaku pasar yang menikmati abnormal return dalam jangka waktu yang cukup lama. Akan tetapi, abnormal return dapat digunakan untuk melakukan penilaian kinerja surat berharga. Dalam keuangan, abnormal return merupakan perbedaan antara pengembalian yang diharapkan keamanan dan kembali aktual. Abnormal return kadang-kadang dipicu oleh "peristiwa", misalnya mencakup merger, pengumuman dividen, pengumuman perusahaan produktif, meningkatkan suku bunga, tuntutan hukum, dll semua yang dapat berkontribusi keabnormal return. Kegiatan dibidang keuangan biasanya dapat diklasifikasikan sebagai kejadian atau informasi harga yang belum atau sesudahnya ada di pasar keuangan. Tentunya kinerja keuangan juga akan mempengaruhi abnormal return suatu perushaaan, apabila perusahaan memiliki kinerja yang baik, maka perusahaan tersebut akan menghasilkan abnormal return positif, sedangkan apabila kinerjanya buruk, maka return negatif yang akan dihasilkan. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang dapat dirumuskan adalah: H3: Kinerja Keuangan berpengaruh positif terhadap Cumulative abnormal return (CAR). H. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu Pada penelitian sebelumnya, umum
objek penelitian adalah semua
perusahaan yang terdcatat di BEI tanpa mengklasifikasikan berdasarkan jenisnya, sehingga pada indeks CSR terdapat perbedaan yang sangat jelas. Namun dalam skripsi ini penelitian dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Perusahaan manufaktur merupakan perusahaan yang wajib melaksanakan CSR
32
dan melaporkannya, karena perusahaan tersebut memiliki resiko yang besar terhadap lingkungannya. Pada penelitian kali ini peneliti melakukan dua penelitian secara terpisah, yaitu penelitian model pertama CSR digunakan sebagai variabel independen, dengan ROE (proksi kinerja keuangan) sebagai variabel dependen. Sedangkan pada model penelitian kedua CSR dan ROE (proksi kinerja keuangan) digunakan sebagai variabel independen, dengan CAR sebagai variabel dependen, umunya penelitian terdahulu hanya menggunakan dua variabel, jarang yang menggunakan lebih dari dua variabel. Periode laporan keuangan dan laporan tahunan yang digunakan adalah tahun 2009 dan 2011, dengan sampel yang lebih banyak, sehingga hasil penelitian akan lebih relevan dan menunjukan kondisi terkini di lapangan. TABEL 2.1 HASIL PENELITIAN TERDAHULU No
Peneliti
1.
Samsinar Anwar, Siti. Haerani, Gagaring Pagalung (2010)
2.
Mutamimah, Sri Hartono, Eviatiwi
Judul Penelitian Pengaruh Pengungkapan Corporate social responsibility Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Dan Harga Saham Model Peningkatan Return Saham
Variabel Penelitian Corporate social responsibility Kinerja Keuangan Perusahaan dan Harga Saham
Hasil Penelitian Kinerja keuangan Perusahaan yang diukur dengan ROA, ROE dan EVA berpengaruh positif pada Pengungkapan Corporate Social Responsibility pada laporan keuangan perusahaan.
Return Saham, Kinerja Keuangan,
Dari Tabel di atas terlihat bahwa pada perusahaan besar CSR berpengaruh
33
Kusumaningtyas Dan Kinerja Sugiyanto Keuangan (2011) Melalui Corporate social responsibility Dan Good Corporate Governance Di Bursa Efek Indonesia
Corporate social responsibility dan Good Corporate Governance
3.
Alifa Ruthinaya (2012)
Kinerja Keuangan, Luas Pengungkapan CSR
4.
Bramantya Adhi Cahya (2010)
Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Luas Pengungkapan Corporate social responsibility (CSR) Pada Perusahaan yang Terdaftar di Indeks LQ45 Periode 2007-2011 Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan
Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial, Size
positif signifikan terhadap abnormal return. Pada perusahaan kecil CSR berpengaruh negatif signifikan terhadap abnormal return. Pada perusahaan besar EVA berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap abnormal return. Pada perusahaan kecil EVA berpengaruh positif signifikan terhadap abnormal return. Ada perbedaan uji hipotesis, sehingga hipotesis ketiga Pada perusahaan besar CSR berpengaruh positif signifikan terhadap EVA. Pada perusahaan kecil CSR berpengaruh positif tidak signifikan terhadap EVA Kinerja keuangan perusahaan dengan menggunakan metode Economic Value Added (EVA) berpengaruh terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. EVA digunakan untuk mengukur nilai tambah yang dihasilkan perusahaan dengan memperhatikan biaya modal yang meningkat Kinerja keuangan yangterdiri dari rasio Size, ROA, dan Leverage berpengaruh secara simultan
34
5.
6.
Terhadap Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) (Studi Pada Bank Di Indonesia Periode Tahun 2007-2008) Megawati pengungkapan Cheng dan informasi CSR Yulius Jogi dalam laporan Christiawan tahunan ber(2011) pengaruh positif signifikan terhadap abnormal return Ala Rahmawati, Pengaruh Tarmizi Kinerja Achmad (2012) Lingkungan Terhadap Financial Corporate Performance Dengan Corporate social responsibility Disclosure Sebagai Variabel Intervening
Sumber : Data sekunder yang diolah 2013
Perusahaan, Profitabilitas dan Leverage
Pengungkapan Corporate social responsibility, Abnormal Return, ROE
Corporate Social Responsibility Disclosure, Kinerja Lingkungan Corporate Financial Performance
terhadap CSR perbankan di Indonesia periode 2007-2008 Secara parsial kinerja keuangan yang berpengaruh terhadap CSR adalah variabel Size dan Leverage Rasio yang mempunyai pengaruh dominan dalam mempengaruhi CSR adalah pada variabel Size dan Leverage Pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunan ber-pengaruh positif signifikan terhadap abnormal return
Kinerja lingkungan, CSR disclosure secara simultan berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja finansial, yang berarti bahwa pengungkapan sosial yang lebih luas oleh manajemen akan memberikan peningkatan pada harga saham di bursa saham
35
I. Alasan Modifikasi Sejak diterapkan Undang-undang Perseroan Terbatas No. 40 Pasal 74 Tahun 2007, satu demi satu perusahaan perseroan terbatas di Indonesia mulai mengungkapkan aktivitas tanggung jawab sosialnya dalam laporan keuangan tahunan, khususnya perusahaan yang usahanya berkaitan dengan bidang lingkungan. Alasan modifikasi penelitian adalah penelitian CSR
telah banyak
dilakukan, beberapa peneliti telah menemukan adanya pengaruh pelaksanaan CSR di perusahaan manufaktur. Ditambah dengan peraturan perundangan yang mengikat perusahaan untuk menyertakan laporan CSR dalam laporan tahunannya. Namun hasil penelitian dari satu peneliti dengan yang lainnya masih belum menghasilkan satu hasil yang sama, hasil penelitian masih beragam, hal ini mendorong
peneliti
untuk
melakukan
mendapatkan penelitian yang lebih akurat.
penelitrian
terhadap
CSR
guna
Peneliti ingin melihat pengaruh
penerapan CSR pada perusahaan manufatur. Karena perusahaan manufaktur merupakan perusahaan yang terikat dengan peraturan tersebut, sehingga dapat dilihat pengaruh CSR yang mempengaruhi kinerja dan return perusahaan. Kebanyakan penelitian CSR menjadi variabel terikat yang dipengaruhi oleh variabel-variabel lain, namun dewasa ini nampaknya CSR menjadi variabel yang dapat mempengaruhi variabel lain, karena pandangan msayarakat dan investor mengenai sebuah perusahaan dapat dipengaruhi oleh laporan CSR yang disajikan perusahaan, dan tindakan-tindakan sosial yang dilakukan sebuah perusahaan.
36
J. Model Konseptual Kerangka Pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Corporates Social Responsibility (CSR)
Kinerja Keuangan Perusahaan
Variabel kontrol: 1. Size 2. Leverage
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Cumulative Abnormal Return (CAR)
Variabel kontrol: 1. Growth 2. Size 3. Leverage