BAB II LANDASAN TEORI
2.1 DEFINISI PENCAHAYAAN Berdasarkan sumber energi yang digunakan, Sistem pencahayaan dalam suatu ruangan dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu sistem pencahayaan alami dan sistem pencahayaan buatan. Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal dari sinar matahari maupun pantulan dari sinar matahari (cahaya bulan). Salah satu keuntungan pencahayaan alami yaitu dapat menghemat energi listrik. Akan tetapi sumber
pencahayaan
alami
kurang
efektif
dibanding
dengan
penggunaan
pencahayaan buatan. Selain karena tidak setiap waktu mendapatkan sumber pencahayaan alami yaitu hanya pada siang hari, intensitas cahaya dari sumber pencahayaan alami juga tidak tetap, sehingga pencahayaan buatan sangat diperlukan. Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya selain cahaya alami yaitu pencahayaan yang berasal dari sumber cahaya buatan manusia. Pencahayaan buatan sangat dibutuhkan terutama saat sumber pencahayaan alami kurang ataupun tidak ada. Perkembangan cahaya buatan dimulai dari cahaya obor, lampu minyak tanah, lilin, lampu gas sampai ditemukannya lampu listrik. Kebutuhan pencahayaan suatu ruangan tergantung pada jenis kegiatan yang dilakukan di ruangan tersebut. Kegiatan-kegiatan yang memerlukan ketelitian dan
7
http://digilib.mercubuana.ac.id/
konsentrasi tinggi membutuhkan pencahayaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kegiatan-kegiatan yang umum. Menurut Prabu dalam Firmansyah (2010), ada 5 sistem pencahayaan di ruangan, yaitu: 1. Sistem pencahayaan langsung (direct lighting). Pada sistem ini 90%-100% cahaya diarahkan secara langsung ke benda yang perlu diterangi. Sistem ini dinilai paling efektif dalam mengatur pencahayaan, tetapi ada kelemahannya karena dapat menimbulkan bahaya serta kesilauan yang mengganggu, baik karena penyinaran langsung maupun karena pantulan cahaya. Untuk efek yang optimal, disarankan langi-langit, dinding serta benda yang ada di dalam ruangan perlu diberi warna cerah agar tampak menyegarkan. 2. Pencahayaan semi langsung (semi direct lighting) Pada sistem ini 60%-90% cahaya diarahkan langsung pada benda yang perlu diterangi, sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-langit dan dinding. Dengan sistem ini kelemahan sistem pencahayaan langsung dapat dikurangi. Diketahui bahwa langit-langit dan dinding yang diplester putih memiliki pemantulan 90%, apabila dicat putih pemantulan antara 5%90%. 3. Sistem pencahayaan difus (general diffuse lighting) Pada sistem ini setengah cahaya 40%-60% diarahkan pada benda yang perlu disinari, sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-langit dan dinding. Dalam pencahayaan sistem ini termasuk sistem direct-indirect yakni 8
http://digilib.mercubuana.ac.id/
memancarkan setengah cahaya ke bawah dan sisanya keatas. Pada sistem ini masalah bayangan dan kesilauan masih ditemui. 4. Sistem pencahayaan semi tidak langsung (semi indirect lighting) Pada sistem ini 60%-90% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding bagian atas, sedangkan sisanya diarahkan ke bagian bawah. Untuk hasil yang optimal disarankan langit-langit perlu diberikan perhatian serta dirawat dengan baik. Pada sistem ini masalah bayangan praktis tidak ada serta kesilauan dapat dikurangi. 5. Sistem pencahayaan tidak langsung (indirect lighting) Pada sistem ini 90%-100% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding bagian atas kemudian dipantulkan untuk menerangi seluruh ruangan. Agar seluruh langit-langit dapat menjadi sumber cahaya, perlu diberikan perhatian dan pemeliharaan yang baik. Keuntungan sistem ini adalah tidak menimbulkan
bayangan
dan
kesilauan
sedangkan
kerugiannya
mengurangi effisien cahaya total yang jatuh pada permukaan kerja.
2.2 STANDAR PENCAHAYAAN Pencahayaan buatan yang baik harus memenuhi standar yang ada, salah satunya yaitu SNI 03-6575-2001. Standar ini mencakup persyaratan minimal sistem pencahayaan buatan dalam bangunan gedung agar diperoleh sistem pencahayaan buatan yang sesuai dengan syarat kesehatan, kenyamanan, keamanan dan memenuhi ketentuan yang berlaku untuk bangunan gedung.
9
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Tingkat pencahayaan minimum dan renderasi warna yang direkomendasikan untuk berbagai fungsi ruangan sesuai dengan Badan Standarisasi Nasional Indonesia (SNI 03-6575-2001) dapat dilihat pada table berikut : Tabel 2.1 SNI Pencahayaan Untuk Rumah Tinggal Tingkat
Kelompok
Pencahayaan
renderasi
(lux)
warna
60
1 atau 2
Ruang tamu
120-250
1 atau 2
Ruang makan
120-250
1 atau 2
Ruang kerja
120-250
1
Kamar tidur
120-250
1 atau 2
Kamar mandi
250
1 atau 2
Dapur
250
1 atau 2
Garasi
60
3 atau 4
Fungsi Ruangan
Teras
10
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Keterangan
Tabel 2.2 SNI Pencahayaan untuk Perkantoran : Tingkat
Kelompok
Pencahayaan
renderasi
(lux)
warna
Ruang Direktur
350
1 atau 2
Ruang kerja
350
1 atau 2
Fungsi Ruangan
Keterangan
Gunakan armatur berkisi untuk Ruang Komputer
350
1 atau 2
mencegah silau akibat pantulan layar monitor
Ruang rapat
300
1 atau 2
750
1 atau 2
Gunakan pencahayaan setempat Ruang gambar
pada meja gambar
Gudang arsip
150
3 atau 4
Ruang arsip aktif
300
1 atau 2
Ruang arsip aktif
300
1 atau 2
11
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Tabel 2.3 SNI Pencahayaan Untuk Lembaga Pendidikan Tingkat
Kelompok
Pencahayaan
renderasi
(lux)
warna
Ruang kelas
250
1 atau 2
Perpustakaan
300
1 atau 2
Laboratorium
500
1
Ruang gambar
750
1
Fungsi Ruangan
Keterangan
Gunakan pencahayaan setempat pada meja gambar Kantin
200
1
Tabel 2.4 SNI Pencahayaan untuk Rumah Sakit Tingkat
Kelompok
Pencahayaan
renderasi
(lux)
warna
250
1 atau 2
Ruang operasi
300
1
Ruang bersalin
300
1
Laboratorium
500
1 atau 2
Fungsi Ruangan
Ruang rawat inap
12
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Keterangan
Ruang rekreasi 250
1
dan rehabilitasi
Tabel 2.5 SNI Pencahayaan Untuk Industri (umum) Tingkat
Kelompok
Pencahayaan
renderasi
(lux)
warna
Ruang parkir
50
3
Gudang
100
3
Pekerjaan kasar
100-200
2 atau 3
Pekerjaan sedang
200-500
1 atau 2
Pekerjaan halus
500-1000
1
1000-2000
1
750
1
Fungsi Ruangan
Keterangan
Pekerjaan amat halus Pemeriksaan warna
Selain standar SNI, acuan lain yang bisa digunakan yaitu Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1405 tahun 2002 tentang pencahayaan:
13
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Tabel 2.6 Keputusan Menteri Kesehatan No.1405 tahun 2002 Tentang Pencahayaan Tingkat Pencahayaan Jenis Kegiatan
Keterangan Minimum (lux)
Pekerjaan kasar dan tidak terus-menerus
Ruang penyimpanan & ruang 100
peralatan/instalasi yang memerlukan pekerjaan yang kontinyu
Pekerjaan kasar dan terus
Pekerjaan dengan mesin dan perakitan 200
– menerus
kasar
Pekerjaan rutin
Ruang administrasi, ruang kontrol, 300 pekerjaan mesin & perakitan/penyusun
Pekerjaan agak halus
Pembuatan gambar atau bekerja dengan 500
mesin kantor, pekerjaan pemeriksaan atau pekerjaan dengan mesin
Pekerjaan halus
Pemilihan warna, pemrosesan teksti, 1000 pekerjaan mesin halus & perakitan halus
Pekerjaan amat halus
Mengukir dengan tangan, pemeriksaan 1500
pekerjaan mesin dan perakitan yang sangat halus
Pekerjaan terinci
Pemeriksaan pekerjaan, perakitan sangat 3000 halus
14
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.3 BESARAN PENERANGAN Untuk merancang pencahayaan suatu ruangan, harus diperhatikan beberapa kriteria dasar agar didapatkan tingkat pencahayaan yang baik, yaitu yang memenuhi fungsi supaya mata bisa melihat dengan jelas dan nyaman. Kriteria-kriteria dasar tersebut saling berhubungan dan tidak dapat terpisah karena masing-masing bergantung satu sama lain sehingga menghasilkan kualitas pencahayaan yang optimal. 2.3.1 Intensitas penerangan / iluminasi Intensitas penerangan di suatu bidang sangat ditentukan oleh kuat cahaya yang jatuh pada suatu luas bidang atau permukaan. Intensitas penerangan ialah total fluks cahaya yang dipancarkan dibagi dengan luas bidang atau permukaan. Satuan intensitas penerangan ialah lux. Secara umum intensitas cahaya dapat dirumuskan :
E
Ftotal (Lux) ……………………………………………………….…………..1) A
Dimana : E = Intensitas penerangan (lux) F = Total fluks cahaya pada area pencahayaan (lumen) A = Luas bidang (m2)
15
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.3.2 Kepadatan cahaya / Luminasi Kepadatan cahaya / Luminasi adalah suatu ukuran untuk kepadatan radiasi cahaya yang jatuh pada suatu bidang atau permukaan dan dipancarkan ke mata sehingga mata mendapatkan kesan terang. Dengan kata lain kepadatan cahaya adalah kuat cahaya atau ukuran pancaran cahaya dari bidang tertentu dibagi dengan bidang penglihatan.
L
I .....(Cd / m 2) A
……..………………………………………………….2)
Dimana : L = Luminasi / kepadatan cahaya (candela / m2) I = Intensitas cahaya per satuan sudut ruang (candela) A = Luas permukaan (m2) Luminasi yang terlalu besar akan menyilaukan mata. Semakin tinggi kepadatan cahaya suatu permukaan maka semakin terang pula permukaan tersebut tampak oleh mata.
16
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.3.3 2 Pemba atasan Caha aya agar Tidak Menyillaukan Matta Silau u disebabkaan karena distribusi d caahaya yangg tidak rataa. Silau akkan mengakibatk m kan daya peenglihatan beerkurang daan dapat mennyebabkan kkeletihan paada mata. m Silau yang disebaabkan oleh sumber cahhaya langsunng dapat dihhindari denggan memasang m armature a lam mpu yang dillengkapi denngan pelinduung berupa optical mirror. Semua S lamp pu yang beraada dalam su udut pandangg mata sebessar 45° akann menimbulkkan efek e silau paada mata.
Gamb bar 2.1 Ilustrrasi sudut silau
2.3.4 2 Arah Pencahayaa P an dan Pembentukan B Bayangan Arah h pencahayaaan dan pem mbentukan bayangan ddapat membberikan kessan berbeda b terh hadap bendaa yang dilihat mata. Araah pencahayyaan serta bbayangan yaang ditimbulkan d dipengaruhi oleh pembagian atau ddistribusi penncahayaan ddan pengaturran susunan s arm mature lamp pu. Jika pen ngaturan arm matur tidak ttepat bisa m mengakibatkkan
17
http://digilib.mercubuana.ac.id/
pembentukan bayangan terlalu banyak atau bisa juga tidak ada bayangan yang terbentuk. Di dalam ruangan untuk bekerja sebaiknya tidak menghilangkan intensitas bayangan karena akan menimbulkan kesan monoton dan mempersulit penglihatan.
2.3.5 Warna Cahaya dan Refleksi warnanya Warna dari suatu benda yang dilihat mata adalah relatif, tergantung pada pencahayaannya. Warna cahaya ang dimaksud adalah cahaya yang dipancarkan oleh suatu sumber cahaya yang memberikan kesan tertentu terhadap mata. Misalkan member kesan putih dan dingin (cool and white), atau member kesan hangat (warm). Kesan ini timbul karena sumber cahaya memancarkan cahaya dengan suhu tertentu pada permukaan benda dan dipantulkan kembali oleh benda ke mata sehingga mata dapat mendapatkan kesan warna yang berbeda-beda. Menurut Darmasetiawan dan Puspakesuma (1991), warna cahaya dari suatu sumber untuk pencahayaan didalam ruangan dibagi menjadi : Tabel 2.7 Pembagian Warna Cahaya Warna Cahaya
Temperatur
Putih Siang Hari (daylight white)
6000 Kelvin
Putih Netral (cool white)
4000 Kelvin
Putih Hangat (warmwhite)
3000 Kelvin
18
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Tabel 2.8 Warna Sinar Lampu Menurut Derajat Kelvin No
Jenis Lampu
Temperatur
1
Lampu Pijar
2500 – 2700 Kelvin
2
Lampu Halogen Tungsten
3000 Kelvin
3
Lampu PL, TL, SL (daylight white)
5500 – 6500 Kelvin
4
Lampu PL, TL, SL (cool white)
3500 – 4500 Kelvin
5
Lampu PL, TL, SL (warm white)
2700 – 3000 Kelvin
6
Lampu Merkuri Tekanan Tinggi
4000 Kelvin
7
Lampu Metal Halide
2100 Kelvin
8
Lampu Halogen TekananTinggi
6000 Kelvin
2.3.6 Efikasi lampu. Efisiensi lampu atau yang disebut juga efikasi lampu, menunjukkan efisiensi lampu dari pengalihan energi listrik ke cahaya dan dinyatakan dalam lumen per watt (lumen/watt). Banyaknya cahaya yang dihasilkan oleh suatu lampu disebut Fluks luminus dengan satuan lumen. Efikasi lampu bertambah dengan bertambahnya daya lampu. Semakin besar efikasi lampu, semakin kecil energi listrik yang digunakan. Besarnya efikasi masing-masing tipe lampu bisa dilihat pada tabel:
19
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Tabel 2.9 Efikasi Lampu No.
Jenis Lampu
Efficacy (lm/W)
1
Pijar
12
2
Halogen
18
3
Neon T12, T5
4
Neon Kompak (PLC)
60
5
Sodium
90
6
Sodium Tekanan Rendah
200
7
Merkuri
60
8
Kombinasi Merkuri dan Pijar
30
9
Metal Halida
80
10
LED
100
60, 90
2.4 JENIS – JENIS LAMPU 2.4.1 Lampu pijar Lampu incandescent atau lampu pijar merupakan lampu tipe radiator termal yang akan menghasilkan cahaya ketika dipanaskan melalui energi listrik sehingga filamen atau kawat tipis dalam bola lampu menyala. Lampu pijar memiliki suhu warna yang rendah sehingga menghasilkan warna yang hangat. Suhu dari filamen
20
http://digilib.mercubuana.ac.id/
bisa b mencap pai 3000K teergantung tip pe lampu dann besar wattt. Lampu pijar mempunyyai beberapa b keelemahan, diiantaranya; memiliki m eff fficacy yang rendah, sanngat boros ddan panas p karenaa energi listrrik yang dik konversi mennjadi energi cahaya hanya sebesar 77% sisanya s diko onversi menjjadi energi panas, p dan m mempunyai uumur lampuu yang pendeek. Komponen K utama u lampu u pijar terdirri dari : filam men, bola lam ampu, gas peengisi dan kaaki lampu l (fittin ng).
Gamb bar 2.2 Lamppu pijar Makin tinggi teemperatur filamen, f maakin besar energi yanng jatuh paada spektrum s raadiasi tampaak dan makin besar efiikasi dari laampu. Pada saat ini jennis filamen f yang g dipakai ad dalah tungsteen. Filamen ssuatu lampu pijar ditutupp rapat denggan selubung s geelas yang din namakan bo ola lampu. B Bentuk bola lampu berm macam-macaam dan d juga warna w gelasn nya. Beberap pa contohnyya yaitu benntuk bola, bbentuk jamuur,
21
http://digilib.mercubuana.ac.id/
bentuk lilin dan lustre dengan bola lampu bening, susu atau buram dan dengan warna merah, hijau, biru atau kuning. Penguapan filamen dikurangi dengan diisinya bola lampu dengan gas inert. Gas yang umumnya dipakai adalah Nitrogen dan Argon. Untuk pemakaian umum, tersedia dua jenis yaitu : kaki lampu berulir dan kaki lampu bayonet, yang diindentifikasikan dengan huruf E (Edison) dan B (Bayonet), selanjutnya diikuti dengan angka yang menyatakan diameter kaki lampu dalam milimeter. Bahan kaki lampu dari alumunium atau kuningan.
2.4.2 Lampu reflektor Lampu reflektor merupakan salah satu jenis dari lampu pijar yang mempunyai reflektor yang terbuat dari lapisan metal tipis pada permukaan dalam dari bola lampu yang memberikan arah intensitas cahaya yang dipilih. Reflektor dalam tidak boleh rusak, korosi atau terkontaminasi. Ada dua jenis lampu berreflektor yaitu jenis Pressed glass dan jenis Blownbulb. Lampu Pressed glass, adalah lampu yang kokoh dan gelas tahan panas. Gelas depan mempunyai beberapa jenis pancaran cahaya seperti spot, flood, wide flood. Lampu ini dapat dipasang langsung sebagai pasangan instalasi luar, tahan terhadap cuaca. Lampu Blown bulb, menyerupai lampu pressed glass, tetapi lampu ini hanya dipasang di dalam ruangan.
22
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.4.3 2
Lam mpu Halogen n Lamp pu halogen n merupakan n tipe lamppu pijar yaang berisi ttambahan ggas
halogen. h Gaas halogen membuat m kerrja filamen menjadi lebbih efisien ssehingga dappat menghindari m i penghitam man kaca lam mpu karenaa proses penguapan fillamen. Lam mpu halogen h mem miliki cahaya yang lebih h putih dibannding lampu pijar biasa ((3000-3300K K). Lampu L halogen berisi gaas halogen (iodine, ( chloorine, chromine) yang daapat menceggah penghitaman p n lampu.
Gambar 2.3 Lampuu Halogen
2.4.4 2
Lam mpu fluoreseen tabung Lamp pu fluoresen n tabung dimana sebaggian besar ccahayanya ddihasilkan olleh
bubuk b fluoreesen pada diinding bola lampu l yang diaktifkan ooleh energi uultraviolet ddari pelepasan p en nergi elektro on. Umumny ya lampu inii berbentuk panjang yanng mempunyyai
23
http://digilib.mercubuana.ac.id/
elektroda pada kedua ujungnya, berisi uap merkuri pada tekanan rendah dengan gas inert untuk penyalaannya. Jenis fosfor pada permukaan bagian dalam tabung lampu menentukan jumlah dan warna cahaya yang dihasilkan.Lampu fluoresen mempunyai diameter antara lain 26 mm dan 38 mm, mempunyai bermacam-macam warna; merah, kuning, hijau, putih, daylight dan lain-lain serta tersedia dalam bentuk bulat (TLE). Lampu fluoresen mempunyai dua sistem penyalaan, yaitu memakai starter dan tanpa starter. Lampu fluoresen jenis tanpa starter antara lain TL-RS, TL-X dan TL-M. Ada dua jenis lampu fluoresen tanpa starter yaitu rapid start dan instant start. Bentuk lampu fluoresen dapat berbentuk miniatur dan ada yang dilengkapi dengan ballast dan starter dalam satu selungkup gelas dan kaki lampunya sesuai dengan kaki lampu pijar. Lampu ini memakai ballast elektronik atau ballast konvensional dan disebut lampu fluoresen kompak. Lampu ini mengkonsumsi hanya 25% energi dibandingkan dengan lampu pijar untuk fluks luminus yang sama serta umurnya lebih panjang.
2.4.5
Lampu Merkuri Prinsip kerja lampu merkuri sama dengan prinsip kerja lampu fluoresen, yaitu
cahaya yang dipancarkan berdasarkan terjadinya loncatan elektron di dalam tabung. Sedangkan konstruksinya berbeda dengan lampu fluoresen. Lampu merkuri terdiri dari dua tabung, yaitu tabung dalam dari gelas kuarsa dan bohlam luar. Tabung dalam berisi uap merkuri dan sedikit gas argon. Dua elektroda utama dibelokkan pada kedua
24
http://digilib.mercubuana.ac.id/
ujung tabung, dan sebuah elektroda pengasut dipasang pada posisi berdekatan dengan salah satu elektroda utama. Saat sumber listrik disambung, arus listrik yang mengaliri tidak akan cukup untuk mencapai terjadinya loncatan muatan diantara kedua elektroda utama. Namun, ionisasi terjadi diantara salah satu elektroda utama (E1) dengan elektroda pengasut (Ep) melalui gas argon. Ionisasi gas argon ini akan menyebar didalam tabung dalam menuju elektroda utama yang lain (E2). Panas akan timbul akibat pelepasan elektron yang terjadi dalam gas argon, dan cukup untuk menguapkan merkuri. Hal ini menyebabkan tekanan gas dalam tabung meningkat tinggi. Lampu akan menyala dalam waktu 5 sampai 7 menit. Cahaya awal berwarna kemerahan dan setelah kerja normal berwarna putih. Jika sumber listrik diputuskan, maka lampu tidak dapat dinyalakan kembali sampai tekanan di dalam tabung berkurang. Untuk dapat menghidupkan kembali lampu merkuri ini, perlu waktu sekitar 5 menit atau lebih. Bohlam luar dari gelas yang di sisi dalamnya dilapisi dengan bubuk fluoresen berfungsi sebagai rumah lampu dan untuk menstabilkan suhu disekitar tabung. Karena lampu merkuri ini adalah bagian dari lampu tabung, maka untuk mengoperasikannya harus menggunakan ballast sebagai pembatas arus. Biasanya ballast ini berupa reaktor atau transformator, bergantung dari karakteristik lampunya. Lampu merkuri bekerja pada faktor daya yang rendah, sehingga untuk meningkatkannya diperlukan kapasitor kompensasi yang dipasang secara paralel.
25
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Gambaar 2.4 Lampuu Merkuri
2.4.6 2
Lam mpu LED Lamp pu LED (Light Emittin ng Diodes) merupakan teknologi ssemikondukttor
yang y mamp pu memberik kan energi cahaya c yangg 10 kali leebih efisien dibandingkkan lampu l pijarr biasa. Dalam aplikassinya, LED mengkonversi energi listrik secaara langsung l menjadi m energi cahaya. Lampu LED D juga diseebut sebagaai “solid staate lighting” l kaarena cahaya dipancarkan n melalui maaterial solid berupa kum mpulan materrial semikonduk s ktor berbeda. Kepingan LED dapatt disusun m menjadi sebuaah unit lam mpu dengan d ben ntuk yang sama s sepertii unit/bola lampu (bulp lp) fluorescent, parabolik halogen, h lam mpu pijar seh hingga dapatt dipasang paada beberapaa jenis rumaah lampu.
26
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Gamb bar 2.5 Lamppu LED
2.5 2 KOMP PONEN LIS STRIK DAL LAM ARMA ATUR. Armatur adalah rumah lam mpu yang ddigunakan uuntuk mengeendalikan ddan mendistribus m sikan cahay ya yang dipaancarkan oleeh lampu yaang dipasang didalamnyya, dilengkapi d dengan d peraalatan untuk k melindunggi lampu daan peralatann pengendaliian listrik. l Untu uk memilih armatur a yang akan diguunakan, perluu dipertimbaangkan faktoorfaktor f yang berhubungan b n dengan pen ncahayaan, ssebagai beriikut : 1. Distribusi D inttensitas cahaaya 2. Efisiensi E cah haya. 3. Koefisien K pen nggunaan 4. Perlindungan P n terhadap keejutan listrikk 5. Ketahanan K teerhadap masu uknya air daan debu
27
http://digilib.mercubuana.ac.id/
6. Ketahanan K teerhadap timb bulnya ledakkan dan kebaakaran 7. Kebisingan K yang y ditimbu ulkan. 2.5.1 2
Startter Startter diperlukaan untuk pem manasan aw wal / preheatt dari elektrooda lampu ddan
memberikan m n tegangan puncak p yang g tinggi sehiingga cukupp untuk mem micu pelepassan elektron e di dalam laampu. Setellah penyalaaan terjadi, starter hharus berhenti menghasilka m an tegangan puncak terseebut. Ada duua jenis startter untuk lam mpu fluoreseen, yaitu y glow switch starterr dan starterr elektronik.
Gaambar 2.6 Staarter Lampuu w Switch sttarter terdirri dari satu atau dua elektrode bbimetal beraada Glow didalam d tabu ung gelas yaang tertutup berisi b gas m mulia. Starterr dipasang paaralel terhaddap lampu l sedem mikian sehin ngga jika sttarter terhubbung maka arus pemannas awal dappat melalui m elek ktroda-elektrroda lampu u. Pada saatt pembukaaan kembali, arus melaalui ballast b diintterupsi, yan ng menyebab bkan teganggan puncak pada elektrroda-elektrooda cukup c ting ggi untuk menyalakan n lampu.
Tegangan puncak m minimal yaang
28
http://digilib.mercubuana.ac.id/
dipersyaratkan adalah 800 V dan nilai rata-rata tegangan puncak antara 1000V dan 1200V.Jika elektroda lampu tidak cukup panas atau tegangan puncak tidak cukup tinggi, starter glow switch akan memulai lagi proses penyalaan sampai lampu menyala. Jika lampu tidak menyala (misalnya pada akhir umur lampu) starter akan terus berkedip sampai tegangan listrik putus atau sampai elektroda dari glow switch starter melekat bersama. Starter dilengkapi dengan kapasitor yang paralel dengan elektrode starter untuk mencegah interferensi radio. Pada saat ini glow switch starter mempunyai umur 15.000 switches atau lebih Sistem kerja starter elektronik sama seperti starter jenis glow switch starter. Switching tidak berasal dari elektroda bimetal tetapi dari komponen elektronik didalam ballast. Sirkit elektronik dalam starter memberikan waktu pemanasan awal yang tepat (1,7 detik) untuk elektroda lampu dan sesudah itu didapat tegangan pemanas yang tepat yang menjadikan penyalaan lampu secara optimum. Starter elektronik mempunyai sirkit integrasi yang membuat starter tidak bekerja setelah beberapa kali percobaan penyalaan yang tidak berhasil, maka hal ini disebut keadaan tanpa kedip (Flicker free). Starter elektronik juga mempunyai alat pendeteksi pemanasan lebih, yang memutuskan starter jika terlalu panas. Starter elektronik dapat memperpanjang umur lampu fluoresen hingga 25%. Umur dari starter fluoresen dinyatakan dalam jumlah kali penyalaan (switches). Starter elektronik mempunyai umur 100.000 switches atau lebih.
29
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.5.2. 2 Ballasst Balla ast berfungssi Sebagai ko omponen peembatas aruss. Jenis ballast terdiri ddari ballast b resisstor, ballast kapasitor, ballast b induuktif atau chhoke, dan chhoke capasittor ballast. b
Gaambar 2.7 Baallast Padaa kondisi kerrja yang stab bil, ballast reesistor mem merlukan pasokan teganggan dua d kali lebiih besar dari kebutuhan tegangan laampu. Hal inni berarti 500% daya listrrik diboroskan d oleh o ballast dan akhirny ya penggunaaannya menjjadi tidak ekkonomis. Paada ballast b kapaasitor, kapaasitor digunaakan sebagaai komponeen utama bballast. Dalaam perkembang p gan selanju utnya, kapaasitor diranngkai seri dengan resistor unttuk menghasilka m an gelomban ng listrik yan ng lebih baiik. Ballast inni memiliki efisiensi yaang agak a rendah h. Ballast ind duktif (chokee) terdiri darri sejumlah llilitan kawatt tembaga paada inti i besi yan ng dilaminaasi, bekerjan nya dengan pprinsip induuktansi senddiri. Impedannsi ballast b harus dipilih sessuai pasokan n tegangan listrik, freku kuensi, jenis dan teganggan lampu, l agar arus lampu u berada pad da nilai yangg tepat. Denngan kata laiin, setiap jennis lampu l menssyaratkan teg gangan padaa chokenya sendiri untuuk memperooleh impedannsi
30
http://digilib.mercubuana.ac.id/
ballast yang diinginkan. Pada ballast induktif, rugi panas terjadi melalui resistansi ohmik dari lilitan dan histerisis pada inti besi. Keuntungan pemakaian ballast induktif sebagai berikut : a. Rugi daya cukup rendah dibandingkan jenis ballast resistor. b. Sirkit lebih sederhana dimana ballast dihubungkan seri dengan lampu. Kerugian pemakaian ballast ini induktif: a. Adanya ketinggalan fasa dari arus terhadap tegangan, sehingga diperlukan koreksi faktor daya. b. Arus awal cukup tinggi yaitu 1,5 kali lebih besar dari arus pengenal. c. Peka terhadap fluktuasi tegangan (tegangan listrik naik turun, menyebabkan arus masuk ke lampu juga bervariasi). Ballast tipe choke-capacitor ballast merupakan kombinasi antara ballast magnetis dengan ballast kapasitor. Kumparan dirangkai secara seri dengan sebuah kapasitor
kemudian
dihubungkan
dengan
rangkaian
lampu.
Ballast
ini
memungkinkan digunakan pada lampu tegangan tinggi.
2.6
TEKNIK PENGUKURAN INTENSITAS PENERANGAN Intensitas penerangan di tempat kerja dapat diukur menggunakan luxmeter.
Luxmeter terdiri dari sensor cahaya dengan sel foto dan layar panel. Prinsip kerjanya didalam luxmeter terdapat sensor berupa photo diode, sensor tersebut mendeteksi
31
http://digilib.mercubuana.ac.id/
perubahan p cahaya c yang g ada di ruaangan. Cahaaya akan m menyinari sel foto sebaggai energi e yang diteruskan oleh o sel foto o menjadi arrus listrik. M Makin banyakk cahaya yaang diserap d oleh h sel, maka arus a yang diihasilkanpunn semakin bbesar. Luxmeeter mengubbah energi e cahaaya menjadi energi listrrik, kemudiian energi llistrik dalam m bentuk arrus digunakan d untuk u mengg gerakkan jaru um skala. U Untuk alat diigital, energii listrik diubbah menjadi m ang gka yang dap pat dibaca paada layar moonitor.
Gam mbar 2.8 Luxxmeter
32
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.6.1
Penentuan Titik Pengukuran Menurut SNI 16-7062-2004, Untuk menentukan titik pengukuran suatu
ruangan yang akan diukur, dibagi menjadi penerangan setempat dan penerangan umum. Untuk penerangan setempat, obyek kerja berupa meja kerja maupun peralatan. Jika yang akan diukur merupakan sebuah meja kerja, pengukuran dapat dilakukan langsung di atas meja yang akan diukur intensitas cahayanya. Sedangkan penerangan umum jika yang akan diukur merupakan suatu ruangan. Sistem pengukuran untuk pengukuran umum menggunakan titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan pada setiap jarak tertentu. Pengukuran dilakukan pada ketinggian satu meter dari lantai.
Jarak yang diukur dibedakan berdasarkan luas ruangan sebagai berikut: a. Luas ruangan kurang dari 10 meter persegi Untuk luas ruangan kurang dari 10 meter persegi, titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap 1(satu) meter. Contoh denah pengukuran intensitas penerangan umum untuk luas ruangan kurang dari 10 meter persegi seperti Gambar:
33
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Gambarr 2.9 Denah pengukuran p area kurangg dari 10m2
b. Luass ruangan anttara 10 meteer persegi sam mpai 100 m meter persegi Untu uk luas ruan ngan antara 10 meter peersegi sampaai 100 meterr persegi, titik potong p gariss horizontal panjang dan n lebar ruanngan adalah pada jarak setiap 3 (tigga) meter. m Conttoh denah pengukuran intensitas i peenerangan uumum untukk luas ruanggan antara a 10 meeter sampai 100 meter peersegi sepertti gambar:
34
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Gambar 2.10 2 Denah pengukuran p area antara 10 - 100m2 c. Luass ruangan leb bih dari 100 meter perseggi Untu uk luas ruan ngan lebih dari 100 m meter perseggi, titik potoong horizonntal panjang p dan n lebar ruan ngan adalah pada jarak 6 meter. C Contoh denaah pengukurran intensitas i peenerangan um mum untuk ruangan denngan luas lebbih dari 1000 meter perseegi seperti s Gam mbar
Gambar 2.11 Denah pengukurann area lebih ddari 100m2 35
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Pada saat melakukan pengukuran, ada beberapa syarat yang harus diperhatikan yaitu pintu serta jendela ruangan dalam keadaan sesuai dengan kondisi tempat pekerjaan dilakukan. Selain itu lampu ruangan dalam keadaan dinyalakan sesuai dengan kondisi pekerjaan.
2.6.2
Cara Menggunakan Luxmeter Untuk menggunakan luxmeter, pertama hidupkan luxmeter yang telah
dikalibrasi dengan membuka penutup sensor. Kemudian bawa alat ke tempat titik pengukuran yang telah ditentukan, baik pengukuran untuk intensitas penerangan setempat atau umum. Pastikan pengukuran dilakukan sesuai dengan standar diatas. Baca hasil pengukuran pada layar monitor setelah menunggu beberapa saat sehingga didapat nilai angka yang stabil. Setelah itu catat hasil pengukuran pada lembar hasil pencatatan untuk intensitas penerangan setempat. Matikan luxmeter setelah selesai dilakukan pengukuran intensitas penerangan.
2.7
TEKNIK PERHITUNGAN PENCAHAYAAN BUATAN Tingkat pencahayaan pada suatu ruangan pada umumnya didefinisikan
sebagai tingkat pencahayaan rata-rata pada bidang kerja. Yang dimaksud dengan bidang kerja ialah bidang horisontal imajiner yang terletak 0,75 meter di atas lantai pada seluruh ruangan. Tingkat pencahayaan rata-rata E rata-rata (lux), dapat dihitung dengan persamaan :
36
http://digilib.mercubuana.ac.id/
E rata rata
Ftotal xK p xK d A
.....(Lux ) ……………………………………………..3)
Dimana : E rata – rata = Tingkat pencahayaan rata-rata (lux) Ftotal = Fluks luminus total dari semua lampu yang menerangi bidang kerja (lumen) A = Luas bidang kerja (m2). Kp = Koefisien penggunaan . Kd = Koefisien depresiasi (penyusutan).
2.7.1 Koefisien Penggunaan (Kp). Sebagian dari cahaya yang dipancarkan oleh lampu diserap oleh armatur, sebagian dipancarkan ke arah atas dan sebagian lagi dipancarkan ke arah bawah. Faktor penggunaan didefinisikan sebagai perbandingan antara fluks luminus yang sampai dibidang kerja terhadap keluaran cahaya yang dipancarkan oleh semua lampu. Besarnya koefisien penggunaan dipengaruhi oleh faktor : 1. Distribusi intensitas cahaya dari armatur. 2. Perbandingan antara keluaran cahaya dari armatur dengan keluaran cahaya dari lampu di dalam armatur.
37
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3. Reflektansi cahaya dari langit-langit,dinding dan lantai. 4. Pemasangan armatur apakah menempel atau digantung pada langit-langit, dimensi ruangan. Besarnya koefisien penggunaan untuk sebuah armatur diberikan dalam bentuk tabel yang dikeluarkan oleh pabrik pembuat armatur yang berdasarkan hasil pengujian dari instansi terkait. Biasanya sekitar 0.5 – 0.65
2.7.2 Koefisien Depresiasi (Kd). Koefisien depresiasi (penyusutan) atau sering disebut juga koefisien rugi-rugi cahaya atau koefisien pemeliharaan, didefinisikan sebagai perbandingan antara tingkat pencahayaan setelah jangka waktu tertentu dari instalasi pencahayaan digunakan terhadap tingkat pencahayaan pada waktu instalasi baru. Besarnya koefisien depresiasi dipengaruhi oleh : 1. Kebersihan dari lampu dan armatur. 2. Kebersihan dari permukaan-permukaan ruangan. 3. Penurunan keluaran cahaya lampu selama waktu penggunaan. 4. Penurunan keluaran cahaya lampu karena penurunan tegangan listrik. Besarnya koefisien depresiasi bisa dilihat pada tabel:
38
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Tabel 2.10 Nilai Kd Berdasarkan Tingkat Kebersihan Ruangan No
Kebersihan ruangan
Koefisien depresiasi
1.
Ruang Bersih
0.8 – 0.85
2.
Ruang Sedang
0.7
3.
Ruang Kotor
0.6
2.7.3 Jumlah Armatur Jumlah armatur yang diperlukan untuk mendapatkan tingkat pencahayaan tertentu. Untuk menghitung jumlah armatur, terlebih dahulu dihitung fluks luminus total yang diperlukan untuk mendapatkan tingkat pencahayaan yang direncanakan
N Total
FTotal F1 xn
......………………………………………………………….4)
Dimana : N total = Jumlah armatur F total = Fluks luminus total dari semua lampu yang menerangi bidang kerja (lumen) F1 = Fluks luminus satu buah lampu n = Jumlah lampu dalam satu armatur
Jumlah armatur bisa dihitung dengan rumus : 39
http://digilib.mercubuana.ac.id/
N Total
Erata rata A F1 Kp Kd n
……………………………………….………………5)
Dimana: N total = Jumlah armatur E rata – rata = Tingkat pencahayaan rata-rata (lux) F1 = Fluks luminus satu buah lampu (lumen) A = Luas bidang kerja (m2). Kp = Koefisien penggunaan . Kd = Koefisien depresiasi (penyusutan). n = Jumlah lampu dalam satu armatur
40
http://digilib.mercubuana.ac.id/