BAB II LANDASAN TEORI A. Modal Kerja 1. Pengertian Modal Kerja Setiap perusahaan selalu memerlukan modal kerja yang akan digunakan untuk membiayai aktivitas perusahaan sehari-hari misalnya untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai, membayar upah tenaga langsung, membayar hutang dan lain-lain. Keunggulan uang tunai (kas) akan menyebabkan perusahaan tidak mampu membayar kewajiban jangka pendek, sedangkan kekurangan persediaan akan menyebabkan perusahaan tidak dapat memperoleh keuntungan karena calon pembeli tidak jadi membeli produk perusahaan. Modal kerja sangat dibutuhkan dalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan, dan modal kerja sangat penting dalam menunjang kelancaran kegiatan operasi perusahaan, sehingga perusahaan dapat berjalan dengan baik secara berkesinambungan (Lukman dan Dira, 2009). Putra (2012) menyatakan bahwa modal kerja adalah investasi perusahaan jangka pendek seperti kas, surat berharga, piutang dan persediaan atau seluruh aktiva lancar. Apabila perusahaan kekurangan modal kerja, maka perusahaan tidak dapat menjalankan kegiatan operasionalnya secara maksimal, sedangkan bila perusahaan kelebihan modal kerja dapat mengakibatkan banyak dana yang menganggur sehingga dapat memperkecil profitabilitas perusahaan.
7
8
Pengertian modal kerja menurut Khasmir (2011: 250) Modal kerja diartikan sebagai investasi jangka pendek yang ditanamkan dalam aktiva lancar atau aktiva jangka pendek, seperti kas, bank, surat-surat berharga, piutang, persediaan dan aktiva lancar lainnya.
Modal kerja menurut Brigham dan Houston (2006:131), modal kerja yang diartikan seluruh aktiva lancar dikurangi dengan utang lancar, yang dinamakan modal kerja bersih. Penetapan kebutuhan modal kerja yang diperlukan untuk melaksanakan aktivitas operasi perusahaan perlu mendapat perhatian dan pengendalian yang seksama. Hal ini penting, karena perkembangan perusahaan pada saat ini berjalan cepat dan apabila investasi pada modal kerja tidak terkendali akan terjadi inefisiensi yang akan mengganggu kestabilan perusahaan. Jika modal kerja terlalu besar atau melebihi kebutuhan maka akan menyebabkan adanya modal kerja yang tidak beroperasi secara optimal atau adanya modal kerja yang menganggur. Hal ini dapat mendorong terjadinya
manipulasi
dan
menurunkan
tingkat
pencapaian
laba
(profitabilitas) untuk setiap kontribusi yang dihasilkan oleh modal kerja tersebut. Tetapi apabila modal kerja terlalu kecil maka akan mengganggu operasional perusahaan, karena tidak mampu dalam hal pembiayaan yang akan menghambat proses operasional perusahaan sehingga pada akhirnya menurunkan profitabilitas perusahaan.
9
Untuk itu diperlukan adanya kebijaksanaan yang tepat dalam pengelolaan, penentuan jumlah dan komposisi modal kerja agar modal kerja yang dipakai dalam menjalankan aktivitas perusahaan dapat digunakan secara efisien, sehingga perolehan sumber-sumber dan penggunaan modal kerja yang dimiliki dapat mendorong peningkatan profitabilitas perusahaan. Semakin besar proporsi utang jangka pendek jika dibandingkan dengan total utangnya, semakin tinggi profitabilitas perusahaan. Asumsi profitabilitas ini menyarankan untuk mempertahankan aktiva lancar pada tingkat yang rendah, dan sebaliknya proporsi kewajiban jangka pendek yang tinggi terhadap total kewajiban. Manajemen modal kerja adalah kegiatan yang mencakup semua fungsi manajemen atas aktiva lancar dan kewajiban jangka pendek perusahaan (Syahyunan, 2004:36). Manajemen modal kerja yang efektif menjadi sangat penting untuk pertumbuhan kelangsungan perusahaan dalam jangka panjang. Apabila perusahaan kekurangan modal kerja untuk memperluas penjualan dan meningkatkan produksinya, maka besar kemungkinannya
akan
kehilangan
pendapatan
dan
keuntungan.
Perusahaan yang tidak memiliki modal kerja yang cukup, tidak dapat membayar kewajiban jangka pendek tepat waktunya dan akan menghadapi masalah likuiditas. Adapun sasaran yang ingin dicapai dari manajemen modal kerja menurut Syahyunan 2004:36 adalah:
10
a. Memaksimalkan nilai perusahaan dengan mengelola aktiva lancar sehingga tingkat pengembalian investasi marjinal adalah sama atau lebih besar dari biaya modal yang digunakan untuk membiayai aktiva-aktiva tersebut. b. Meminimalkan biaya modal yang digunakan untuk membiayai aktiva lancar. c. Pengawasan terhadap arus dana dalam aktiva lancar dan ketersediaan dana dari sumber hutang, perusahaan selalu dapat memenuhi kewajiban keuangannya pada saat jatuh tempo.
2. Konsep Struktur Modal Berkaitan perubahan Total Aktiva yang bisa mempengaruhi rentabilitas perusahaan, perusahaan dapat menggunakan modal sendiri dan modal asing. Modal Eksternal adalah dana yang diperoleh dari para kreditur dan pemilik, peserta atau pengambil bagian di dalam perusahaan, sedang modal sendiri adalah modal yang berasal saham, laba ditahan dan depresiasi (Riyanto, 2001:209-214). Secara teori apabila hutang semakin besar, maka perusahaan akan menanggung biaya yang semakin tinggi, sehingga terdapat potensi penurunan laba. Modal kerja mengandung dua pengertian, yaitu gross working capital yang merupakan keseluruhan dari aktiva lancar, dan net working capital yang merupakan selisih antara aktiva lancar dikurangi hutang lancar. Berkaitan dengan pengertian modal kerja ini dapat dikemukakan beberapa konsep oleh Syahyunan 2004:36, yaitu: a. Konsep Kuantitatif Modal kerja menurut konsep kuantitatif didasarkan pada kuantitas dana yang tertanam dalam unsur-unsur aktiva lancar, sekali berputar akan kembali ke dalam bentuk semula dalam waktu yang tidak terlalu lama. Modal kerja dalam pengertian ini sering disebut modal kerja bruto (gross working capital). b. Konsep Kualitatif
11
Modal kerja menurut konsep kualitatif adalah sebagian dari aktiva lancar yang benar-benar dapat digunakan untuk membiayai operasi perusahaan tanpa menunggu likuiditasnya, yaitu merupakan kelebihan aktiva lancar di atas hutang lancarnya. Modal kerja dalam pengertian ini sering di sebut modal kerja neto (net working capital). c. Konsep Fungsional Modal kerja menurut konsep fungsional berdasarkan pada fungsi dari dana dalam menghasilkan pendapatan. Setiap dana yang digunakan dalam periode akuntansi tertentu yang seluruhnya langsung menghasilkan pendapatan pada periode tersebut dan ada sebagian dana lainnya yang digunakan selama periode tersebut namun tidak seluruhnya digunakan dalam menghasilkan pendapatan pada periode berikutnya. Dalam konsep ini dikenal modal kerja potensial, yaitu modal kerja yang menghasilkan pendapatan dari perusahaan yang bersangkutan.
B. Perputaran Kas 1. Pengertian Kas Menurut Martono dan Harjono (2002 : 116) “Kas merupakan salah satu bagian dari aktiva yang memiliki sifat paling lancar (paling likuid) dan paling mudah berpindah tangan dalam suatu transaksi”. Transaksi tersebut misalnya untuk pembayaran gaji atau upah pekerja, membeli aktiva tetap, membayar hutang, membayar deviden dan transaksi lain yang diperlukan perusahaan. Menurut Harahap (2004 : 258) pengertian kas adalah sebagai berikut: Kas adalah uang dan surat berharga lainnya yang dapat diuangkan setiap saat serta surat berharga lainnya yang sangat lancar yang memenuhi syarat sebagai berikut, (1) Setiap saat dapat ditukar menjadi kas (2) Tanggal jatuh temponya sangat dekat (3) Kecil resiko perubahan nilai yang disebabkan perubahan tingkat harga.
12
Kas sangat berperan dalam menentukan kelancaran kegiatan perusahaan. Ikatan Akuntan Indonesia mengemukakan (2007 : 21) definisi kas yaitu “Kas adalah mata uang kertas dan logam baik rupiah maupun valuta asing yang masih berlaku sebagai alat pembayaran yang sah, termasuk pula dalam kas adalah mata uangan rupiah yang ditarik dari peredaran dan masih dalam masa tenggang untuk penukarannya ke Bank Indonesia”.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan kas Faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan kas bisa melalui penerimaan dan pengeluaran kas. Menurut Riyanto (2001 : 289), perubahan yang efeknya menambah dan mengurangi kas dan dikatakan sebagai sumber-sumber penerimaan dan pengeluaran kas adalah sebagai berikut: 1. Berkurang dan bertambahnya aktiva lancar selain kas Berkurangnya aktiva lancar selain kas berarti bertambahnya dana atau kas, hal ini dapat terjadi karena terjualnya barang tersebut, dan hasil penjualan tersebut merupakan sumber dana atau kas bagi perusahaan itu. Bertambahnya aktiva lancar dapat terjadi karena pembelian barang, dan pembelian barang membutuhkan dana. 2. Berkurang dan bertambahnya aktiva tetap Berkurangnya aktiva tetap berarti bahwa sebagian dari aktiva tetap itu dijual dan hasil penjualannya merupakan sumber dana dan menambah kas perusahaan. Bertambahnya aktiva tetap dapat terjadi karena adanya pembelian aktiva tetap dengan menggunakan kas. Penggunaan kas tersebut mengurangi jumlah kas perusahaan. 3. Bertambah dan berkurangnya setiap jenis hutang Bertambahnya hutang, baik hutang lancar maupun hutang jangka panjang berarti adanya tambahan kas yang diterima oleh perusahaan. Berkurangnya hutang, baik hutang lancar maupun hutang jangka panjang dapat terjadi karena perusahaan telah
13
melunasi atau mengangsur hutangnya dengan menggunakan kas sehingga mengurangi jumlah kas. 4. Bertambahnya modal Bertambahnya modal dapat menambah kas misalnya disebabkan karena adanya emisi saham baru, dan hasil penjualan saham baru. Berkurangnya modal dengan menggunakan kas dapat terjadi karena pemilik perusahaan mengambil kembali atau mengurangi modal yang tertanam dalam perusahaan sehingga jumlah kas berkurang. 5. Adanya keuntungan dan kerugian dari operasi perusahaan Apabila perusahaan mendapatkan keuntungan dari operasinya berarti terjadi penambahan kas bagi perusahaan yang bersangkutan sehingga penerimaan kas perusahaan pun bertambah. Timbulnya kerugian selama periode tertentu dapat menyebabkan ketersediaan kas berkurang karena perusahaan memerlukan kas untuk menutup kerugian. Dengan kata lain, pengeluaran kas bertambah sehingga ketersediaan kas menjadi berkurang.
3. Perputaran Kas Menurut Gill dalam Khasmir (2011: 140) adalah “rasio perputaran kas (Cash Turn Over) berfungsi untuk mengukur tingkat kecukupan modal kerja perusahaan yang dibutuhkan untuk membayar tagihan dan membiayai penjualan”. Artinya rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat ketersediaan kas untuk membayar tagihan (utang) dan biaya-biaya yang berkaitan dengan penjualan. Untuk mencari modal kerja dikurangi aktiva lancar terhadap utang lancar. Modal kerja dalam pengertian ini dikatakan sebagai modal kerja bersih yang dimiliki perusahaan. Sementara itu, modal kerja kotor atau modal kerja saja merupakan jumlah dari aktiva lancar. Untuk mencari modal kerja bersih adalah total aktiva lancar dikurangi total utang lancar.
14
Menurut Menuh (2008) adalah sebagai berikut: Perputaran kas merupakan periode berputarnya kas yang dimulai pada saat kas di investasikan dalam komponen modal kerja sampai saat kembali menjadi kas-kas sebagai unsur modal kerja yang paling tinggi likuiditasnya.
Menurut Riyanto (2001) semakin tinggi perputaran kas akan semakin baik, karena ini berarti semakin tinggi efisiensi penggunaan kasnya dan keuntungan yang diperoleh akan semakin besar. Tingkat perputaran kas merupakan ukuran efisiensi penggunaan kas yang dilakukan
oleh
perusahaan.
Karena
tingkat
perputaran
kas
menggambarkan kecepatan arus kas kembalinya kas yang telah ditanamkan di dalam modal kerja. Dalam mengukur tingkat perputaran kas, sumber masuknya kas yang telah tertanam dalam modal kerja adalah berasal dari aktivitas operasional perusahaan. Menurut Wild, Subramanyan dan Haley (2005 : 42), perputaran kas dalam satu periode dapat dihitung dengan rumus:
Perputaran kas =
Semakin tinggi tingkat perputaran kas berarti semakin cepat kembalinya kas masuk pada perusahaan. Dengan demikian kas akan dapat dipergunakan kembali untuk membiayai kegiatan operasional sehingga tidak menganggu kondisi keuangan perusahaan.
15
C. Perputaran Piutang 1. Pengertian Piutang Ikatan Akuntan Indonesia (2007 : 64) mengemukakan “Piutang adalah hak atau klaim terhadap pelanggan atau pihak lain atas uang, barang dan jasa”. Menurut Warren, Reeve dan Fees (2005 : 392) piutang didefinisikan sebagai berikut “Piutang meliputi semua klaim dalam bentuk uang terhadap pihak lainnya, termasuk individu, perusahaan, atau organisasi lainnya”. Berdasarkan definisi-definisi yang ada dapat disimpulkan bahwa piutang adalah hak penagihan kepada pihak lain atas uang, barang atau jasa yang timbul karena adanya penjualan barang dan jasa secara kredit dalam jangka waktu satu tahun atau dalam siklus normal perusahaan. Piutang merupakan bagian penerimaan perusahaan yang sangat penting yang timbul sebagai akibat dari adanya kebijaksanaan penjualan barang atau jasa dengan kredit, dimana debitur tidak memberikan suatu jaminan yang secara resmi. Menurut Gitosudarmo (2002 : 81) “Piutang merupakan aktiva atau kekayaan perusahaan yang timbul sebagai akibat dari dilaksanakannya kebijakan penjualan kredit”. Pos piutang yang terdapat dalam neraca biasanya merupakan bagian yang cukup besar dari aktiva lancar, oleh karena itu perlu mendapat perhatian yang cukup serius agar piutang ini dapat dikelola dengan cara yang seefisien mungkin.
16
2. Klasifikasi Piutang Menurut Ikatan Akuntan Indonesia, (2007 : 65-67) piutang dapat diklasifikasikan menjadi: 1. Piutang Dagang dan Piutang Non Dagang (trade and nontrade receivable) Piutang dagang adalah piutang terbuka yang tidak dijamin yang seringkali hanya disebut sebagai piutang usaha. Piutang non dagang timbul akibat transaksi seperti: penjualan sekuritas, pembayaran di muka atas pembelian, piutang deviden dan bunga dan sebagainya. 2. Piutang Lancar dengan Piutang Tak Lancar Piutang lancar mencakup semua piutang yang diidentifikasikan dapat tertagih dalam jangka waktu satu tahun atau satu siklus operasi normal, sedangkan piutang tak lancar merupakan piutang yang diidentifikasikan dapat tertagih dalam jangka waktu yang lebih dari satu tahun.
3.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Investasi Dalam Piutang Menurut Gitosudarmo (2002 : 82), beberapa faktor yang
mempengaruhi besarnya investasi dalam piutang adalah sebagai berikut: a. Volume penjualan kredit Semakin besar jumlah penjualan kredit dari keseluruhan penjualan akan memperbesar jumlah piutang dan sebaliknya semakin kecil jumlah penjualan kredit dari keseluruhan piutang akan memperkecil jumlah piutang. b. Syarat pembayaran bagi penjualan kredit Semakin panjang batas waktu pembayaran kredit berarti semakin besar jumlah piutangnya dan semakin pendek batas waktu pembayaran kredit berarti semakin kecil besarnya piutang. c. Ketentuan tentang batas volume penjualan kredit Apabila batas minimal volume penjualan kredit ditetapkan dalam jumlah yang relatif besar maka besarnya piutang juga semakin besar. d. Kebijakan membayar para pelanggan kredit Apabila kebiasaan membayar para pelanggan dari penjualan kredit mundur dari waktu yang dipersyaratkan maka besarnya jumlah piutang akan semakin besar.
17
e. Kegiatan penagihan piutang dari pihak perusahaan bersifat aktif dan pelanggan melunasinya maka besarnya jumlah piutang relatif kecil, tetapi apabila kegiatan penagihan piutang bersifat pasif, maka besarnya jumlah piutang relatif besar.
4.
Perputaran Piutang
Menilai berhasil atau tidaknya penjualan kredit suatu perusahaan dapat dilakukan dengan cara melihat tingkat perputaran piutang. Menurut Warren, Reeve dan Fees (2005 : 407) “Perputaran piutang adalah usaha untuk mengukur seberapa sering piutang usaha berubah menjadi kas dalam setahun”.
Sartono (2010: 119) menyatakan bahwa semakin cepat periode berputarnya piutang menunjukkan semakin cepat penjualan kredit dapat kembali menjadi kas. Riyanto (2001) menyatakan bahwa peprutaran piutang adalah rasio yang memperlihatkan lamanya waktu untuk mengubah piutang menjadi kas. Menurut Bramasto (2008) menyatakan bahwa perputaran piutang berasal dari lamanya piutang diubah menjadi kas, piutang timbul karena adanya transaksi penjualan barang atau jasa secara kredit. Dan menurut Wild, Subramayam, dan Halsey (2005: 197) adalah sebagai berikut: Perputaran piutang adlaah menunjukkan rata-rata berapa
18
sering, secara rata-rata, piutang berubah yaitu diterima dan di tagih sepanjang tahun. Cara langsung untuk menentukan rata-rata piutang adalah dengan menambahkan saldo awal dan saldo akhir piutang pada periode tersebut dan membaginya dengan dua. Perputaran piutang menurut Warren, Reeve dan Fees dapat dirumuskan sebagai berikut:
Perputaran Piutang =
Sedangkan menurut syamsuddin (2000 : 49) tingkat perpuatarn piutang dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Tingkat perputaran piutang =
Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa rasio peputaran piutang yang tinggi mencerminkan kualitas piutang yang semakin baik. Tinggi rendahnya perputaran piutang tergantung pada besar kecilnya modal yang diinvestasikan dalam piutang. Semakin cepat perputaran piutang berarti semakin cepat modal kembali. Tingkat perpuataran piutang suatu perusahaan dapat
menggambarkan tingkat
efisiensi
modal
19
perusahaan yang ditanamkan dalam piutang, sehingga semakin tinggi perputaran piutang berarti semakin efisien modal yang digunakan.
D. Perputaran Persediaan 1. Pengertian Persediaan Persediaan dalam perusahaan mempunyai kedudukan yang sangat penting baik dalam jumlah maupun dalam peranannya. Jumlah (nilai) persediaan pada umumnya relatif besar diantara unsur-unsur aktiva lancar, sehingga investasi pada persediaan memerlukan dana yang cukup besar. Sedangkan peranan persediaan adalah sebagai sumber utama pendapatan perusahaan melalui penjualan barang. Persediaan juga merupakan salah satu aktiva lancar terbesar dari perusahaan manufaktur maupun perusahaan dagang. Pengaruh persediaan terhadap laba bersih mudah terlihat ketika kegiatan bisnis sedang berfluktuasi. Persediaan juga mempunyai implikasi langsung pada neraca dan laporan perhitungan laba rugi suatu perusahaan, dimana nilai persediaan pada akhir periode akan digunakan dalam perhitungan harga pokok penjualan pada periode selanjutnya. Oleh sebab itu, setiap kesalahan dalam menentukan nilai persediaan akan menyebabkan kesalahan dalam menghitung laba yang diperoleh. Istilah persediaan menurut Kieso 2007 dibedakan menjadi dua yaitu:
20
1. Untuk usaha dagang yaitu perusahaan yang terdiri dari suatu golongan yaitu persediaan barang dagangan, merupakan barang yang dibeli untuk tujuan akan dijual kembali. 2. Untuk perusahaan manufaktur yaitu perusahaan yang mempunyai persediaan terdiri dari persediaan barang jadi, persediaan produk, persediaan bahan baku, persediaan bahan baku penolong, persediaan habis dipakai pabrik, dan persediaan suku cadang.
Menurut Riyanto (2008 : 70), “Persediaan merupakan elemen utama dari modal kerja yang berupa aktiva yang selalu dalam keadaan berputar, dimana secara terus-menerus mengalami perubahan.” Menurrut IAI (2009 : 14.2), Persediaan adalah aktiva: 1. Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal 2. Dalam proses produksi dan atau dalam penjualan 3. Dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa. Menurut Soemarso (2002 : 384), “Persediaan barang dagang (merchandise inventory) adalah barang-barang yang dimiliki perusahaan untuk dijual kembali.” Pada perusahaan dagang hanya ada satu jenis persediaan yaitu persediaan barang dagang (merchandise inventory) sedangkan pada perusahaan manufaktur terdapat 3 jenis persediaan yaitu persediaan bahan baku (row material), persediaan barang dalam proses (good in proces/work in proces) dan persediaan barang jadi (finished good).
21
3.
Jenis-jenis Persediaan Menurut Rangkuti (2004 : 7) jenis-jenis persediaan menurut
fungsinya adalah sebagai berikut: 1. Batch stock/Lot Size Inventory Persediaan yang diadakan karena kita membeli atau membuat bahan-bahan atau barang-barang dalam jumlah yang lebih besar daripada jumlah yang dibutuhkan saat itu. Keuntungannya: a. Potongan harga pada harga pembelian b. Efisiensi produksi c. Penghematan biaya angkutan 2. Fluctuation Stock Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaa konsumen yang tidak dapat diramalkan 3. Anticipation Stock Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu tahun dan untuk menghadapi pengangguran, penjualan, atau permintaan yang meningkat.
4.
Metode Penilaian Persediaan Menurut Stice, et al. (2004 : 667) metode-metode penilaian
persediaan yang paling umum adalah: 1) Identifikasi Khusus (spesific identification)
22
Universitas Sumatera Utara Biaya dapat dialokasikan ke barang yang terjual selama periode berjalan dan ke barang yang ada di tangan pada akhir periode berdasarkan biaya aktual dari unit tersebut. Metode identifikasi khusus memerlukan suatu cara untuk mengidentifikasikan biaya historis dari unit persediaan. Dengan identifikasi khusus, arus biaya yang dicatat disesuaikan dengan arus fisik barang. Dari sudut pandang teoritis, metode identifikasi khusus sangat menarik, khususnya ketika setiap unsur persediaan unik dan memiliki biaya yang tinggi. Namun ketika persediaan terdiri dari berbagai unsur atau unsur-unsur identik yang dibeli pada saat yang berlainan dengan harga yang berbeda, maka identifikasi khusus akan menjadi lamban, membebani, dan memakan biaya. 2) Biaya rata-rata (average weight) Metode biaya rata-rata membebankan biaya rata-rata yang sama ke setiap unit. Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa barang yang terjual seharusnya dibebankan dengan biaya rata-rata, yaitu ratarata tertimbang dari jumlah unit yang dibeli pada tiap harga. Metode biaya rata-rata dapat dianggap sebagai metode yang realistis dan paralel dengan arus fisik barang, khususnya ketika ada percampuran dari unit persediaan yang identik. Tidak seperti metode persediaan yang lain, pendekatan metode biaya rata-rata memberikan nilai yang sama untuk unsur serupa dengan penggunaan yang sama. Metode ini tidak memperbolehkan manipulasi keuntungan. Tetapi, keterbatasan dari metode biaya rata-rata ini adalah bahwa nilai persediaan dapat tertinggal secara signifikan terhadap harga dalam periode di mana terdapat kenaikan atau penuruynan harga yang cepat. 3) Metode Masuk Pertama, Keluar pertama (first-in, first-out, FIFO) Metode masuk pertama, keluar pertama (first-in, first-out, FIFO) didasarkan pada asumsi bahwa unit yang terjual adalah unit yang lebih dahulu masuk. FIFO dapat dianggap sebagai sebuah pendekatan yang logis dan realistis terhadap arus biaya ketika penggunaan model identifikasi khusus adalah tidak memungkinkan atau tidak praktis. FIFO mengasumsikan bahwa arus biaya yang mendekati paralel dengan arus fisik dari barang yang terjual. Beban dikenakan pada biaya yang dinilai melekat pada barang yang terjual. FIFO memberikan kesempatan kecil untuk manipulasi keuntungan karena pembebanan biaya ditentukan oleh urutan terjadinya biaya. Selain itu, dalam FIFO, unit yang tersisa pada persediaan akhir adalah unit yang paling akhir dibeli, sehingga biaya yang dilaporkan akan mendekati atau sama dengan biaya penggantian di akhir periode (end-of-period replacement cost). 4) Metode Masuk Terakhir, Keluar Pertama (last-in, first-out, LIFO)
23
Metode masuk terakhir, keluar pertama (last-in, first-out, LIFO) didasarkan pada asumsi bahwa barang yang paling barulah yang terjual. LIFO menghasilkan nilai lama dalam neraca dan dapat memberikan angka harga pokok penjualan yang aneh ketika tingkat persediaan menurun. Namun, LIFO adalah metode yang paling baik dalam pengaitan biaya persediaan saat ini dengan pendapatan Biaya merupakan dasar utama untuk penilaian persediaan. Namun, dalam sejumlah kasus, persediaan bisa dinilai selain dari biaya. Dua situasi semacam ini muncul apabila • biaya penggantian barang-barang persediaan lebih rendah daripada biaya yang tercatat dan saat ini. • persediaan tidak dapat dijual pada harga jual normal karena cacat, usang, perubahan gaya, atau penyebab lainnya.
Menurut Warren, et al. (2005:456) selain metode penilaian persediaan di atas, ada metode penilaian persediaan yang lainnya yaitu: a. Penilaian pada Mana yang Lebih Rendah antara Harga Pokok atau Harga Pasar. Metode mana yang lebih rendah antara harga pokok atau harga pasar (lower-cost-or-market method, LCM) digunakan untuk menilai persediaan. Harga pasar, yang digunakan dalam LCM, adalah biaya untuk mengganti barang dagang pada tanggal persediaan. Nilai pasar ini didasarkan pada jumlah yang biasanya dibeli dari sumber pemasok yang biasa. Dalam menerapkan metode LCM, biaya dan biaya penggantian dapat ditentukan dengan salah satu dari tiga cara berikut. Biaya dan biaya penggantian (replacement cost) dapat ditentukan untuk: • Setiap jenis barang dalam persediaan • Kelas atau kategori utama persediaan, dan • Persediaan secara keseluruhan
24
b. Penilaian pada Nilai Realisasi Bersih Barang dagang yang telah usang, rusak, cacat, atau yang hanya bisa dijual dengan harga di bawah harga pokok harus diturunkan nilainya. Barang dagang semacam ini harus dinilai dengan nilai realisasi bersih. Nilai realisasi bersih (net realizable) adalah estimasi harga jual dikurangi biaya pelepasan langsung, seperti komisi penjualan.
5.
Tujuan Pengukuran Persediaan Tujuan dari pengukuran persediaan adalah dalam upaya untuk menandingkan biaya (matching cost) terhadap pendapatan yang berkaitan, sehingga dapat dihasilkannya sebuah laba, dan proses ini merupakan tujuan dasar akuntansi tradisional. Tujuan pengukuran persediaan yang lainnya adalah untuk menyajikan nilai barang-barang perusahaan di dalam komponenkomponen neraca (laporan keuangan). Pengukuran persediaan juga dapat membantu investor untuk memproduksi arus kas dikemudian hari, yaitu dari jumlah persediaan sebagai sumber daya yang akan mendukung arus kas itu sendiri dan jumlah persediaan yang akan dijual dikemudian hari yang akan mempengaruhi arus kas keluar. Pada akhir periode biasanya dilakukan pengukuran persediaan bertujuan untuk menghitung laba bersih dalam satu periode tertentu dan untuk menyajikan nilai persediaan di dalam neraca.
6.
Klasifikasi Persediaan Disetiap perusahaan, baik yang berbentuk perusahaan dagang maupun perusahaan industri,
mempunyai cara yang berbeda-beda
25
dalam mengelompokkan persediaan barang yang dimilikinya. Selain itu jenis dan persediaan dari kedua perusahaan tersebut juga berbeda. Persediaan merupakan suatu aktiva yang pengklasifikasiannya tergantung pada perusahaannya, apakah perusahaan dagang atau perusahaan manufaktur. Jika perusahaan tersebut perusahaan dagang maka persediaannya disebut persediaan barang dagang (merchandise inventory) dan memiliki karakteristik tertentu, dan jika perusahaan tersebut perusahaan manufaktur maka jenis persediaannya sebagai berikut (Iman 2006) : 1. Bahan Baku dan Penolong Bahan baku adalah barang-barang yang akan menjadi bagian dari produk jadi yang dengan mudah dapat diikuti niaya. Sedangkan bahan penolong adalah barang-barang yang juga menjadi bagian dari produk jadi, tetapi jumlahnya relatif kecil atau sulit diikuti biaya. 2. Supplies Pabrik Adalah barang-barang yang mempunyai fungsi melancarkan proses produksi. 3. Barang Dalam Proses Adalah barang-barang yang sedang dikerjakan (diproses) tetapi pada tanggal neraca barang-barang tadi belum selesai dikerjakan. 4. Produk Selesai Adalah barang-barang yang sudah selesai dikerjakan dalam proses produksi dan menunggu saat penjualannya. 7.
Sistem Pencatatan Persediaan Penentuan kuantitas persediaan mempunyai kedudukan yang sama pentingnya dengan penentuan penilaian persediaan, karena apabila kuantitas
persediaan
dapat
ditentukan
dengan
tepat
akan
mempermudah pencatatan nilai barang yang belum terjual. Dalam
26
melakukan pencatatan jumlah persediaan terdapat dua sistem yaitu: Sistem Periodik (berkala) dan Sistem Perpetual. 1. Sistem Periodik (berkala) Dalam sistem berkala setiap ada penjualan, hanya pendapatan dari penjualan itu yang dicatat. Pada saat penjualan tidak dicatat ayat jurnal untuk mencatat harga barang yang dijual. Jadi konsekuensinya harus diadakan perhitungan fisik untuk menentukkan nilai persediaan pada akhir periode. Umumnya perhitungan fisik secara lengkap diadakan pada akhir tahun fiskal. Sistem persediaan berkala sering kali digunakan oleh perusahaan dagang eceran dan perusahaan pemasok barang dagangan yang masing-masing aktivitasnya adalah membeli dan menjual aneka barang yang begitu tinggi. Dalam sistem ini seringkali ada pembelian dan penjualan barang yang tidak diikuti dengan pendebatan atau pengkreditan pada rekening persediaan, tetapi dicatat didalam rekening pembelian dan penjualan. Setelah kuantitas dan nilai persediaan akhir diketahui, maka harga pokok penjualan (cost of good sold) dapat dihitung dengan cara persediaan awal ditambah pembelian netto dikurangi dengan persediaan akhir. Kelemahan dalam penggunaan metode ini adalah harga pokok penjualan tidak dapat diketahui pada setiap saat, karena didalamnya tidak terdapat rekening-rekening yang berkaitan dengan
27
harga pokok penjualan tersebut, jika ingin mengetahui harga pokok penjualan maka harus diadakan perhitungan secara fisik terlebih dahulu. Oleh sebab itu, metode ini disebut dengan metode fisik. Ciri-ciri sistem fisik atau periodik adalah sebagai berikut: a. Pemasukan dan pengeluaran persediaan tidak dicatat dan tidak dipergitungkan dalam suatau catatan tertentu. b. Pembelian barang dicatat dengan mendebit rekening pembelian bukan persediaan barang. c. Perhitungan
persediaan
akhir
sekaligus
digunakan
untuk
perhitungan harga pokok penjualan dengan menggunakan jurnal penyesuaian. Sistem ini cukup sederhana dan mudah diterapkan, tetapi kurang baik untuk pengawasan persediaan, karena kekurangan persediaan yang hilang tidak dapat dideteksi dan manajemen tidak memiliki alat untuk mengetahui jumlah persediaan setiap saat. 2. Sistem Perpetual Sistem ini dikenal juga sebagai metode buku. Dalam sistem perpetual, setiap jenis persediaan dibuatkan rekening sendiri-sendiri yang merupakan buku pembantu persediaan. Didalam sistem ini kuantitas dapat diketahui setiap saat tanpa harus diadakannya perhitungan fisik terlebih dahulu, karena setiap kali ada transaksi
28
pembelian atau penjualan barang selalu diikuti dengan pendebatan atau pengkreditan rekening persediaan. Harga pokok penjualan akan didebet pada saat barang dikeluarkan dari persediaan tersebut. Walau demikian perhitungan fisik barang dilakukan atau diadakan setahun sekali atau setiap akhir periode, itu dikarenakan untuk mencocokkan antara persediaan yang ada dengan catatan. Dari penjelasan diatas, jelas metode ini sangat menguntungkan daripada menggunakan sistem periodik, karena dengan metode ini harga pokok penjualan dapat diketahui apabila dibutuhkan. Metode perpetual merupakan cara yang lebih baik untuk mencatat persediaan yang dapat memudahkan penyusunan neraca dan laporan keuangan. Menurut Yamit (2005:9), biaya-biaya yang timbul dalam persediaan yaitu : I. Biaya pembelian (purchase cost) Yaitu, harga per unit apabila item dibeli dari pihak luar, atau biaya produksi per unit apabila diproduksi dalam perusahaan. Biaya per unit akan selalu menjadi bagian dari biaya item dalam persediaan. Untuk pembelian item dari luar, biaya per unit adalah harga beli ditambah biaya pengangkutan. Sedangkan untuk item yang diproduksi di dalam perusahaan, biaya per unit adalah termasuk biaya tenga kerja, bahan baku dan biaya overhead pabrik. II. Biaya pemesanan (order cost/set up cost) Biaya yang berasal dari pembelian pesanan dari supplier atau biaya persiapan (set up cost) apabila item diproduksi di dalam perusahaan. Biaya ini diasumsikan tidak akan berubah secara langsung dengan jumlah pemesanan. Biaya pemesanan dapat berupa biaya membuat daftar permintan, menganalisis supplier, membuat pesanan pembelian, peneriman bahan, inspeksi bahan, dan pelaksanaan proses transaksi. Sedangkan biaya persiapan dapat berupa biaya yang
29
dikeluarkan akibat perubahan proses produksi, pembuatan skedul kerja, persiapan sebelum produksi, dan pengecekan kualitas. III. Biaya simpan (carrying cost/holding cost) Biaya yang dikeluarkan atas investasi dalam persediaan dan pemeliharaan maupun investasi sarana fisik untuk menyimpan persediaan. Biaya simpan dapat berupa : biaya modal, pajak, asuransi, pemindahan persediaan, keusangan dan semua biaya yang dikeluarkan untuk memelihara persediaan. IV. Biaya kekurangan persediaan Konsekuensi ekonomis atas kekurangan dari luar maupun dari dalam perusahaan. Kekurangan dari luar tejadi apabila pesanan konsumen tidak dapat dipenuhi. Sedangkan kekurangan dari dalam terjadi apabila departemen tidak dapat memenuhi kebutuhan departemen yang lain. Biaya kekurangan dari luar dapat berupa biaya backorder, biaya kehilangan kesempatan menerima keuntungan. Biaya kekurangan dari dalam perusahaan dapat berupa penundaan pengiriman maupun idle kapasitas. Jika terjadi kekurangan atas permintaan suatu item, perusahaan harus melakukan backorder atau mengganti dengan item lain atau menbatalkan pengiriman. Dalam situasi sepeti ini bukan kerugian penjualan yang terjadi tetapi penundaan dalam pengiriman. Untuk mengatasi masalah ini secara khusus, perusahaan melakukan pembelian darurat atas item tersebut dan perusahaan akan menanggung biaya tambahan (extra cost) untuk pesanan khusus dapat berupa biaya pengiriman secara cepat, dan tambahan biaya pengepakan.
Ciri-ciri pengelolaan persediaan dengan sistem perpetual adalah sebagai berikut: a. Setiap terjadi pembelian barang dicatat dengan mendebit rekening persediaan barang. b. Setiap
terjadi
pengeluaran
barang
(penjualan)
dicatat
mengkredit persediaan sejumlah harga pokok penjualan. c. Setiap saat dapat diketahui jumlah kuantitas sisa atau saldo persediaan.
30
Sistem perpetual memudahkan dalam penyusunan neraca dan laporan perhitungan laba rugi karena penentuan persediaan akhir tidak perlu lagi menghitung fisiknya tetapi perhitungan fisiknya tetap dilakukan untuk tujuan pengawasan terhadap persediaan barang.
8.
Pengertian Perputaran Persediaan Persediaan merupakan aktiva yang selalu dalam keadaan berputar, dimana secara terus-menerus mengalami perubahan, maka dari itu perusahaan perlu mengadakan evaluasi terhadap persediaan yang dimiliki. Evaluasi ini akan sangat membantu perusahaan dalam melakukan
analisa
persediaan
dengan
mengetahui
tingkat
perputarannya. Banyak pendapat tentang bagaimana cara mengukur tingkat perputaran persediaan yang pada dasarnya mempunyai tujuan yang sama. Menurut Munawir 2007 perputaran persediaan ialah “rasio antara jumlah harga pokok barang yang dijual dengan nilai rata-rata persediaan yang dimiliki perusahaan”. Sedangkan menurut Kasmir 2008 adalah “rasio yang digunakan untuk mengukur berapa kali dana yang ditanam dalam persediaan (inventory) ini berputar dalam suatu periode”. Menurut Horngren, et al. (1997 : 250) “Perputaran persediaan adalah rasio antara harga pokok pejualan terhadap persediaan rata-rata menunjukkan seberapa cepat persediaan tersebut dapat dijual”.
31
Sedangkan menurut Waren, et al. (2005 : 462) “Perputaran persediaan (invenroty turnover) mengukur hubungan antara volume barang dagang yang dijual dengan jumlah persediaan yang dimiliki selama periode berjalan.
Perputaran persediaan =
Persediaan rata-rata dapat dihitung dengan menggunakan angkaangka mingguan, bulanan, atau tahunan. Untuk menyederhanakan kita menentukan persediaan rata-rata dengan membagi jumlah persediaan pada akhir dan awal tahun dengan 2. Selama jumlah persediaan yang dimiliki sepanjang tahun stabil, rata-rata ini akan cukup akurat bagi analisis kita. Besarnya hasil perhitungan persediaan menunjukkan tingkat kecepatan persediaan menjadi kas atau piutang dagang.
E. Profitabilitas Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri (Sartono, 2010:122). Bagi perusahaan masalah profitabilitas sangat penting. Bagi pemimpin perusahaan, profitabilitas digunakan sebagai tolak ukur berhasil atau tidak perusahaan yang dipimpinnya, sedangkan bagi
32
karyawan perusahaan semakin tinggi profitabilitas yang diperoleh oleh perusahaan, maka ada peluang untuk meningkatkan gaji karyawan. Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba atau keuntungan (Raharjaputra, 2009:195), dimana hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri. Sedangkan menurut Wiagustini (2010:76) profitabilitas adalah menunjukkan kemampuan perusahaan memperoleh laba atau ukuran efektivitas pengelolaan manajemen perusahaan. Kemampuan memperoleh laba bisa diukur dari modal sendiri maupuin dari seluruh dana yang di investasikan ke dalam perusahaan (Wiagustini, 2010:77). Ada beberapa alat ukur yang dipergunakan untuk mengukur tingkat profitabilitas, antara lain : return on assets (ROA) dan return on equity (ROE). Di dalam penelitian ini profitabilitas akan di ukur dengan menggunakan return on assets (ROA). Profitabilitas yang tinggi akan dapat mendukung kegiatan operasional secara maksimal. Tinggi rendahnya profitabilitas dipengaruhi banyak
faktor
seperti modal kerja.
Dalam melakukan aktivitas
operasionalnya setiap perusahaan akan membutuhkan potensi sumber daya, salah satunya adalah modal, baik modal kerja seperti kas, piutang, persediaan dan modal seperti aktiva tetap. Modal merupakan masalah utama yang akan menunjang kegiatan operasional perusahaan dalam rangka mencapai tujuannya (Bramasto, 2008).
33
Profitabilitas merupakan bagaimana kemampuan perusahaan menggunakan seluruh sumber daya yang dimiliki untuk menghsilkan laba selama periode tertentu. Tingkat profitabilitas dapat diketahui dengan menggunakan rasio profitabilitas. Menurut Van Horne dan Wachowicz (2005 : 222), rasio profititabilas adalah rasio yang menghubungkan laba dari penjualan dan investasi. Rasio profitabilitas ini dibagi atas tiga jenis yaitu: a. Rasio profitabilitas dalam kaitannya dengan penjualan, antara lain net profit margin (NPM), operating profit margin (OPM), gross profit margin (GPM), b. Rasio profitabilitas dalam kaitanya dengan investasi, antara lain return on assets (ROA), return on investment (ROI), c. Rasio profitabilitas dalam kaitannya dengan ekuitas, antara lain return on equity (ROE), return on common stock equity, earnings per share, dividend per share, bookvalue per share, price to earnings ratio, dan dividend yield.
Return on asset merupakan kemampuan perusahaan secara keseluruhan dalam menghasilkan keuangan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam perusahaan. Kita dapat menilai apakah perusahaan telah efisien dalam menggunakan aktivanya dalam kegiatan operasional untuk menghasilkan keuntungan dengan mengetahui ROA
34
perusahaan tersebut. Rumus untuk menghitung ROA menurut Van Horne dan Wachowicz (2005 : 222) adalah sebagai berikut :
ROA =
Jumlah
keuntungan
yang
diperoleh
secara
teratur
serta
kecenderungan atau trend keuntungan yang meningkat merupakan suatu faktor yang sangat penting yang perlu mendapatkan perhatian penganalisa di dalam menilai profitabilitas suatu perusahaan. Profitabilitas sering digunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan modal kerja dalam suatu perusahaan dengan membandingkan antara laba dengan modal yang dipergunakan dalam operasi. Oleh karena itu keuntungan yang besar tidak menjamin atau bukan merupakan ukuran bahwa perusahaan profitable, karena bagi manajemen atau pihak lain profitabilitas yang tinggi lebih penting daripada keuntungan yang besar. 1. Rasio Profitabilitas Rasio profitabilitas digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atau seberapa efektif pengelolaam perusahaan oleh manajemen. Rasio profitabilitas yang sering digunakan adalah (Syahyunan, 2004 : 83) : a. Gross Profit Margin
35
Mengukur
efisiensi
pengendalian
harga
pokok
(biaya
produksi), mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk berproduksi secara efisien. b. Operating Profit Margin Mengukur tingkat laba operasi dibandingkan dengan volume penjualan. c. Net Profit Margin Mengukur laba bersih sesudah pajak dibandingkan dengan volume penjualan. d. Return on Investment Menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari aktiva yang dipergunakan. e. Return on Equity Mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan.
36
F. Penelitian Terdahulu Hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan perputaran kas, perputaran piutang, perputaran persediaan dan profitabilitas. Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu
No 1
NAMA
JUDUL
Dian Annisa Romadhona
Pengaruh Perputaran Persediaan
(2007)
Terhadap Laba Bersih Pada Perusahaan Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta
2
Herni Sari Astuti (2007)
Pengaruh Perputaran Persediaan Terhadap Laba Bersih Pada Perusahaan Makanan & Minuman Yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta
3
J. Melda D Simamora (2007)
Pengaruh Perputaran Piutang Terhadap Likuiditas Perusahaan pada PT Pertani (Persero) Wilayah Sumatera bagian Utara
4
Meiliza K Sebayang (2010)
Pengaruh Perputaran Piutang dan Persediaan Terhadap Profitabilitas pada Industri barang konsumsi yang terdaftar di BEI
5
Delima U Lumbantoruan
Pengaruh Perputaran Aktiva Tetap dan
(2010)
Perputaran Persediaan terhadap tingkat
37
Profitabilitas pada perusahaan otomotif yang terdaftar di BEI 6
Syarifa Elwiyana (2007)
Pengaruh Perputaran Kas dan Piutang Terhadap Rentabilitas Ekonomi pada KPRI di Kabupaten Jepara
7
Sriwimerta (2010)
Pengaruh Perputaran Kas dan Piutang terhadap Likuiditas pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI
G. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran akan menghubungkan secara teoritis antara variabel-variabel penelitian yaitu varibael bebas dan variabel terikat. Piutang, persediaan dan aktiva tetap merupakan bagian dari modal kerja yang memiliki peranan penting dalam kegiatan operasional perusahaan. Semakin cepat persediaan bertukar yaitu tingkat perputaran persediaan
(inventory
turnover)
tersebut
makin
tinggi
maka
mengindikasikan tingginya tingkat penjualan perusahaan tersebut yang pada akhirnya akan meningkatkan laba bersih dari perusahaan itu sendiri. Pihak manajemen perusahaan harus memperhatikan pengelolaan modal kerjanya, terutama yang berkaitan dengan kebijaksanaan modal kerja yang efisien. Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan sebelumnya, maka penulis ingin mengetahui apakah terdapat pengaruh-pengaruh antara
38
pengaruh perputaran kas, perputaran piutang, dan perputaran persediaan terhadap profitabilitas. a. Pengaruh Perputaran Kas Terhadap Profitabilitas Perputaran kas merupakan perbandingan antara penjualan bersih dengan jumlah rata-rata kas. Rahma (2011) menyatakan bahwa perputaran kas menunjukkan kemampuan kas dalam menghasilkan pendapatan, sehingga dapat dilihat berapa kali uang kas berputar dalam satu perode tertentu. Semakin tinggi perputaran kas ini akan semakin baik, ini berarti semakin tinggi efisiensi penggunaan kasnya dan keuntungan yang diperoleh akan semakin besar (Riyanto, 2001). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Rahma (2011), Putra (2012), Raheman dan Nasr (2007), Teruel dan Solano (2007) yang menyatakan bahwa tingkat
perputaran kas
berpengaruh terhadap profitabilitas.
b. Pengaruh Perputaran Piutang Terhadap Profitabilitas Piutang muncul karena perusahaan melakukan penjualan kredit untuk meningkatkan
volume
usahanya.
Riyanto
(2001:90)
menyatakan
perputaran piutang menunjukkan periode terikatnya modal kerja dalam piutang dimana semakin cepat periode berputarnya menunjukkan semakin cepat perusahaan mendapatkan keuntungan dari penjualan kredit tersebut, sehingga profitabilitas perusahaan juga ikut meningkat. Hal ini didukung oleh hasil penelitian dari Putra (2010), Wijaya (2012), Santoso dan Nur
39
(2008) yang menyatakan bahwa tingkat perputaran piutang berpengaruh terhadap profitabilitas.
c. Pengaruh Perputaran Persediaan Terhadap Profitabilitas Pengelolaan persediaan merupakan suatu pekerjaan yang sulit, dimana kesalahan dalam menentukan tingkat persediaan dapat berakibat fatal. Raharputra (2009) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat perputaran persediaan, kemungkinan semakin besar perusahaan akan memperoleh keuntungan, begitu pula sebaliknya, jika tingkat perputaran persediaannya rendah maka kemungkinan semakin kecil perusahaan akan memperoleh keuntungan. Sedangkan Munawir (2004) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat perputaran persediaan akan memperkecil resiko terhadap kerugian yang disebabkan karena penurunan harga atau karena perubahan selera konsumen, disamping itu akan menghemat ongkos penyimpanan terhadap persediaan tersebut. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Lazaridis dan Tryfonidis (2006), Raheman dan Nasr (2007) yang menyatakan bahwa tingkat perputaran persediaan berpengaruh terhadap profitabilitas.
d. Pengaruh Perputaran Kas, Perputaran Piutang dan Perputaran Persediaan Terhadap Profitabilitas Perputaran kas merupakan perbandingan antara penjualan bersih dengan jumlah rata-rata kas. Rahma (2011) menyatakan bahwa perputaran kas
40
menunjukkan kemampuan kas dalam menghasilkan pendapatan, sehingga dapat dilihat berapa kali uang kas berputar dalam satu perode tertentu. Riyanto (2001:90) menyatakan perputaran piutang menunjukkan periode terikatnya modal kerja dalam piutang dimana semakin cepat periode berputarnya menunjukkan semakin cepat perusahaan mendapatkan keuntungan dari penjualan kredit tersebut, sehingga profitabilitas perusahaan juga ikut meningkat. Raharputra (2009) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat perputaran persediaan, kemungkinan semakin besar perusahaan akan memperoleh keuntungan, begitu pula sebaliknya, jika tingkat perputaran persediaannya rendah maka kemungkinan semakin kecil perusahaan akan memperoleh keuntungan.
41
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Perputaran Kas
Perputaran Piutang
Perputaran Persediaan
Profitabil itas