BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian dan Maksud Irigasi Irigasi berasal dari istilah irrigatie dalam bahasa Belanda atau irrigation
dalam bahasa Inggris. Irigasi dapat diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan untuk mendatangkan air dari sumbernya guna keperluan pertanian, mengalirkan dan membagikan air secara teratur dan setelah digunakan dapat pula digunakan dapat pula dibuang kembali. Istilah pengairan yang sering pula didengar dapat diartikan sebagai usaha pemanfaatan air pada umumnya, berarti irigasi termasuk didalamnya. Maksud irigasi yaitu untuk mencukupi kebutuhan air di musim hujan bagi keperluan pertanian seperti membasahi tanah, merabuk, mengatur suhu tanah, menghindarkan gangguan hama dalam tanah dan sebagainya. Tanaman yang diberi air irigasi umumnya dapat dalam tiga golongan besar yaitu padi, tebu, palawija seperti jagung, kacang-kacangan, bawang, cabe dan sebagainya, (Mawardi, E dan Memed 2012). 2.2
Siklus Hidrologi
Air di permukaan tanah dan laut menguap ke udara. Uap air tersebut bergerak dan naik ke atmosfir yang kemudian mengalami kondensasi dan berubah menjadi titik-titik air yang berbentuk awan. Selanjutnya titik-titik air tersebut jatuh sebagian lagi tertahan oleh tumbuh-tumbuhan (Intersepsi) dan selebihnya sampai kepermukaan tanah, sebagian air hujan yang masuk kepermukaan tanah akan meresap dalam tanah dan sebagian lainnya mengalir di atas permukaan tanah (Surfus Run Off) mengisi cekungan tanah dan masuk ke sungai akhirnya mengalir ke laut. Air mengalir di dalam tanah (Perkolasi) mengisi tanah yang kemudian keluar sebagai mata air atau mengalir ke sungai. Akhirnya aliran air di sungai akan sampai ke laut. Proses ini terjadi terus menerus, (Triadmojo, B 2008).
2.3
Daerah Tangkapan Hujan
Melakukan penakaran atau pencatatan curah hujan, kita hanya akan mendapatkan curah hujan disuatu titik tertentu (point rainfall). Mengingat hujan sangat bervariasi terhadap tempat (space), maka untuk kawasan yang luas, satu alat penakar hujan belum dapat menggambarkan curah hujan wilayah tersebut. Jika di dalam suatu areal terdapat beberapa alat penakar atau alat pencatat curah hujan, maka dapat diambil rata-rata untuk mendapatkan nilai curah hujan areal. Dalam analisis hidrologi dikenal ada tiga macam cara yang umum dipakai dalam menghitung curah hujan rata-rata untuk suatu kawasan yaitu metode ratarata aritmatik (aljabar), metode poligon Thiessen, dan metode Isohyet. (Suripin, 2004). 1) Metode rata-rata Aljabar Metode adalah yang paling sederhana untuk menghitung hujan rata-rata disuatu daerah. Pengukuran yang dilakukan di beberapa stasiun dalam waktu yang bersamaan dijumlahkan dan kemudian dibagi dengan jumlah stasiun. Stasiun hujan digunakan dalam hitungan biasanya adalah yang berada di dalam DAS, tetapi stasiun di luar DAS yang masih berdekatan juga bisa diperhitungkan. Cara ini cocok untuk kawasan dengan letak topografi rata atau datar. Hujan kawasan diperoleh dari persamaan:
P
P1 P2 P3 ...... Pn .............................................................. (2.1) n
dimana, P
: hujan rata-rata kawasan,
P1, P2, P3, … , Pn
: curah hujan yang tercatat di pos penakar hujan,
n
: banyaknya pos penakar hujan.
2) Metode Poligon Thiessen Metode ini memperhitungkan bobot dari masing-masing stasiun yang mewakili luasan di sekitarnya. Pada suatu luasan di dalam DAS dianggap bahwa hujan adalah sama dengan yang terjadi pada stasiun terdekat, sehingga hujan yang tercatat pada suatu stasiun mewakili luasan tersebut. Metode ini digunakan apabila penyebaran stasiun hujan di daerah yang ditinjau tidak merata. Hitungan curah hujan rata-rata dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh dari tiap stasiun. Metode poligon Thiessen banyak digunakan untuk menghitung hujan rata-rata kawasan yang diperoleh dari persamaan dibawah ini :
P
A1 P1 A2 p 2 ...... An Pn .......................................................................... (2.2) A1 A2 ...... An
Dimana : P
= hujan rata-rata kawasan
P1, P2, P3, … , Pn
= curah hujan yang tercatat di pos penakar hujan
A1, A2, A3, … , An
= luas areal poligon
n
= banyaknya pos penakar hujan
2 A2
3
1 A1
A3
4 A4
A5
A7
A 5
6
7
Gambar 2.1 Metode poligon Thiessen 3) Metode Isohyet
Cara ini merupakan cara yang paling akurat untuk menentukan hujan ratarata, namun diperlukan keahlian dan pengalaman. Dengan memperhitungkan secara aktual pengaruh tiap-tiap pos penakar curah hujan. Dengan kata lain, asumsi cara Poligon Thiessen yang menganggap bahwa tiap-tiap pos penakar mencatat kedalaman yang sama untuk daerah sekitarnya dapat dikoreksi. Metode isohyet ini cocok untuk daerah berbukit dan tidak teratur dengan luas lebih dari 5000 km². Hujan rata-rata kawasan dapat diperoleh dari persamaan :
P
A1
I I3 I I n 1 I1 I 2 A2 2 ...... An n 2 2 2 ............................................... (2.3) A1 A2 ...... An
Dimana : P
= hujan rata-rata kawasan
I1, I2, I3, … , In
= garis isohiet ke 1, 2, 3.....,n,n+1
A1, A2, A3, … , An
= luas areal yang dibatasi oleh garis isohiet
n
= banyaknya pos penakar hujan
10mm
45mm
A2 20mm
A3
A4
A1
I2
A5 42mm
36mm
I1
57mm
51mm
I3
Gambar 2.2 Metode Isohiet
A6
2.4
Debit Bulanan Dengan Metode Mock
Perhitungan debit bulanan ini bertujuan untuk mendapatkan taksiran besarnya debit andalan sungai, yaitu banyaknya air yang tersedia yang diperkirakan terus-menerus ada dalam sungai dengan jumlah dan jangka waktu (periode) tertentu yang diperlukan untuk kebutuhan irigasi. Metode Mock ini memperhitungkan data curah hujan, evapotranspirasi, dan karakteristik hidrologi daerah pengaliran sungai. Hasil dari permodelan ini dapat dipercaya jika ada debit pengamatan sebagai pembanding. Untuk itu diperlukan pendekatan parameter hidrologi yang lebih cermat sehingga hasil simulasi dapat diterima dengan tingkat akurasi sedang tetapi masih dapat digunakan untuk analisa selanjutnya. Data dan asumsi yang diperlukan untuk perhitungan Metode Mock adalah sebagai berikut: 1. Data Curah Hujan. Data curah hujan yang digunakan adalah curah hujan 15 (lima belas) harian. Stasiun curah hujan yang dipakai adalah stasiun yang dianggap mewakili kondisi hujan di daerah tersebut. 2. Evapotranspirasi Terbatas (Et). Eavpotranspirasi
terbatas
adalah
evapotranspirasi
actual
dengan
mempertimbangkan kondisi vegetasi dan permukaan tanah serta frekuensi curah hujan. Untuk menghitung evapotranspirasi terbatas diperlukan data: a. Curah hujan setengah bulanan (P) b. Jumlah hari hujan setengah bulanan (n) c. Jumlah permukaan kering setengah bulanan (d) dihitung dengan asumsi bahwa tanah dalam suatu hari hanya mampu menahan air 12 mm dan selalu menguap sebesar 4 mm. d. Exposed surface (m%) ditaksir berdasarkan peta tata guna lahan atau dengan asumsi: m = 0% untuk lahan dengan hutan lebat, m = 0% pada akhir musim hujan dan bertambah 10% setiap bulan kering untuk lahan sekunder, m = 10% - 40% untuk lahan yang tererosi, dan m = 20% - 50% untuk lahan pertanian yang diolah. Singkapan lahan dapat diasumsikan seperti pada table 2.1 berikut:
Tabel 2.1 Singkapan Lahan Sesuai Tata Guna Lahan No
Jenis Penggunaan Lahan
S Lahan (%)
1
Hutan Lebat
0
2
Lahan Tererosi
10 – 40
3
Lahan Pertanian
30 – 50
Sumber: Blogramdani, 2010
3. Faktor Karakteristik Hidrologi Faktor Bukaan Lahan: m = 0% untuk lahan dengan hutan lebat, m = 10 – 40% untuk lahan tererosi, dan m = 30 – 50% untuk lahan pertanian yang diolah. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan untuk seluruh daerah studi yang merupakan daerah yang mempunyai tingkat kesuburan rendah maka dapat diasumsikan untuk faktor m diambil 20% - 40%, yaitu 30%. 4. Luas Daerah Pengaliran. Semakin besar daerah pengaliran dari suatu aliran kemungkinan akan semakin besar pula ketersediaan debitnya. 5. Kapasitas Kelembaban Tanah (SMC). Soil Moisture Capacity adalah kapasitas kandungan air pada lapisan tanah permukaan (surface soil) per m2. Besarnya SMC untuk perhitungan ketersediaan air ini diperkirakan berdasarkan kondisi porositas lapisan tanah permukaan dari DPS. Semakin besar porositas tanah, akan semakin besar pula SMC yang ada. Dalam perhitungan ini nilai SMC diambil antara 50 mm sampai dengan 200 mm. Persamaan yang digunakan untuk besarnya kapasitas kelembaban tanah adalah:
SMC(n) = SMC (n-1) + IS (n) ............................................................... (2.4) dengan, SMC
= kelembaban tanah (diambil 50 mm – 200 mm),
SMC(n) = kelembaban tanah bulan ke-n, SMC(n-1) = kelembaban tanah bulan ke-(n-1), IS
= tampungan awal (initial storage) (mm), dan
As
= air hujan yang mencapai permukaan tanah.
6. Keseimbangan air di permukaan tanah. Keseimbangan air di permukaan tanah dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut: 1. Air hujan (As), 2.
Kandungan air tanah (soil storage), dan
3. Kapasitas kelembaban tanah (SMC). 7. Kandungan air tanah. Besar kandungan tanah tergantung dari harga As, bila harga As negatif, maka kapasitas kelembaban tanah akan berkurang dan bila As positif maka kelembaban tanah akan bertambah. 8. Aliran dan Penyimpangan Air Tanah (run off dan ground water storage). Nilai run off dan ground water storage tergantung dari keseimbangan air dan kondisi tanahnya. 9. Koefisien Infiltrasi. Koefisien nilai infiltrasi diperkirakan berdasarkan kondisi porositas tanah dan kemiringan DPS. Lahan DPS yang porous memiliki koefisien infiltrasi yang besar. Sedangkan lahan yang terjadi memiliki koefisien infitrasi yang kecil, karena air akan sulit terinfiltrasi ke dalam tanah. Batasan koefisien infiltrasi adalah 0 – 1. 10. Faktor Resesi Aliran Tanah (k). Faktor resesi adalah perbandingan antara aliran air tanah pada bulan ke-n dengan aliran air tanah pada awal bulan tersebut. Faktor resesi aliran tanah dipengaruhi oleh sifat geologi DPS. Dalam perhitungan ketersediaan air Metode FJ Mock, besarnya nilai k didapat dengan cara coba-coba sehingga dapat dihasilkan aliran seperti yang diharapkan. 11. Initial Storage (IS). Initial storage atau tampungan awal adalah perkiraan besarnya volume air pada awal perhitungan. IS di lokasi studi diasumsikan sebesar 100 mm. 12. Penyimpangan air tanah (Ground Water Storage). Penyimpangan air tanah besarnya tergantung dari kondisi geologi setempat dan watu. Sebagai permulaan dari simulasi harus ditentukan penyimpangan awal
(initial storage) terlebih dahulu. Persamaan yang digunakan dalam perhitungan penyimpanan air tanah adalah sebagai berikut : Vn = k x n-1 + 0,5 (1 + k) I .................................................................... (2.5) Vn = vn-vn-1 .......................................................................................... (2.6) dengan, Vn = volume air tanah bulan ke-n, K
= qt/qo = faktor resesi aliran tanah,
Qt
= aliran air tanah pada waktu bulan ke-t,
Qo = aliran air tanah pada awal bulan (bulan ke-0), vn-1 = volume air tanah bulan ke-(n-1), dan vn
= perubahan volume aliran air tanah.
13. Aliran Sungai. Aliran dasar = infiltrasi – perubahan aliran air dalam tanah, Aliran permukaan = volume air lebih – infiltrasi, Aliran sungai = aliran permukaan + aliran dasar. Air yang mengalir di sungai merupakan jumlah dari aliran langsung (direct run off), aliran dalam tanah (interflow) dan aliran tanah (base flow). Besarnya masing-masing aliran tersebut adalah: a. Interflow = infiltrasi – volume air tanah, b. Direct run off = water surplus – infiltrasi c. Base flow = aliran yang selalu ada sepanjang tahun, d. Run off = interflow + direct run off + base flow. 2.4.1
Keadaan Iklim Data klimatologi merupakan data-data dasar yang diperlukan untuk
menentukan kebutuhan pokok tanaman akan air yang didasarkan pada keadaan pola tanam yang ada. Data klimatologi yang diperlukan yaitu curah hujan (r), temperatur/suhu udara (t), kelembaban udara (Rh), penyinaran matahari (n) dan kecepatan angin (u).
2.4.2
Temperatur Udara Suhu mempengaruhi curah hujan, laju evaporasi dan traspirasi. Suhu juga
dianggap sebagai salah satu faktor yang dapat memperkirakan dan menjelaskan kejadian dan penyebaran air di muka bumi. (Chay Asdak, 2010). Temperatur sedikit bervariasi dari bulan ke bulan dan variasi bulanan jarang melebihi 1o C. Temperatur bisa dihubungkan dengan elevasi: T = 26 – 0,006 × ( ±1o C). Temperatur di Introduksi dengan ketepatan secukupnya di dalam persamaan Penman. Variabilitas 1o C berpengaruh ± 2-3% pada Evapotranspirasi. 2.4.3
Kelembaban Relatif Salah satu fungsi utama kelembaban udara adalah sebagai lapisan pelindung
permukaan bumi. Kelembaban udara dapat menurunkan suhu dengan cara menyerap atau memantulkan, sekurang-kurangnya, setengah radiasi matahari gelombang pendek yang menuju kepermukaan bumi, kelembaban relatif (Rh) yang dapat ditulis dalam bentuk (ea/es) x 100%. (Chay Asdak, 2010). Kelembaban relatif rata-rata tahunan bervariasi antara 80% dan 90% dari stasiun ke stasiun. Harga bulanan jarang yang kurang dari 70% atau lebih dari 95%. Variasi kelembaban relatif ± 5% berpengaruh terhadap evapotrasnpirasi sebesar 2-3%. 2.4.4
Penyinaran Matahari Radiasi (S) matahari sangat bervariasi diseluruh faktor-faktor di Indonesia,
itu tergantung pada musim lokasi atau ketinggian. Radiasi biasanya diukur langsung dari suatu hubungan lama penyinaran matahari dalam bentuk: Re = R ( a + Bs ) .....................................................................................`(2.7) Dengan, Re
: radiasi yang diterima suatu pembukaan. Hubungan ini dapat di rumuskan dalam bentuk Penman sebagai berikut:
Re = R ( 0,18 + 0,55 S ). Percobaan faktor S sangat kuat pengaruhnya dalam evapotranspirasi, variabilitas ± 10% sinar matahari ( meliputi rata-rata S = 65% ) akan berpengaruh
± 9%. Hal ini begitu jauh saling berpengaruh dengan 3 faktor lainnya dalam daerah variabilitas normal. 2.4.5
Kecepatan Angin Dalam satu hari, kecepatan dan arah angin dapat berubah-ubah. Perubahan
ini seringkali disebabkan oleh adanya beda suhu antara daratan dan lautan. Angin umumnya bertiup dari bidang permukaan lebih dingin ke bidang permukaan yang lebih hangat. Pada siang hari di bulan kemarau, arah angin cenderung bertiup dari lautan ke arah daratan yang lebih hangat, (Chay Asdak, 2010). Kecepatan angin (W) pada sabuk tropis umumnya lemah dan lembab tidak secara penuh mengenai kecepatan angin dengan ketinggian. Kecepatan udara ratarata adalah 2-3 m/det. variasi ±1 m/det (53,7 mil/hari) berpengaruh ±3% terhadap evapotraspirasi. 2.5
Debit Andal
Debit andal adalah debit sungai yang di harapkan selalu ada sepanjang tahun untuk keperluan irigasi. Mengingat bahwa debit sungai dapat berubah dari waktu ke waktu, sedangkan debit untuk kebutuhan irigasi haruslah kontinu dan selalu ada, maka penentuan besarnya debit andal untuk setiap bulannya adalah penting. Hal ini dimaksudkan untuk mencukupi kebutuhan secara teratur agar tercipta rencana pola tanam yang sesuai dengan debit yang tersedia. Dalam hal ini Direktorat irigasi memberi batasan/definisi bahwa debit andal adalah debit minimum sungai untuk kemungkinan terpenuhi yang sudah ditentukan yang dapat dipakai untuk irigasi, ( Labdul. B 1992 ). Kemungkinan terpenuhi ditetapkan 80 %, atau dengan kata lain kemungkinan bahwa debit sungai lebih rendah dari debit andal 20 %. Debit ini biasa pula disebut sebagai debit dengan peluang 80 % atau Q 80. Untuk menentukan kemungkinan terpenuhi atau tidak terpenuhi, data debit yang ada disusun dengan urutan kecil ke besar. Catatan mencakup N tahun sehingga nomor tingkatan m debit dengan kemungkinan tak terpenuhi dapat dihitung dengan rumus: m = 0,20 x N. ......................................................................................... (2.8)
2.6
Kebutuhan Air
Total kebutuhan air di sawah (gross field water requirement) umumnya ditentukan oleh faktor-faktor yang meliputi: Penggunaan konsumtif tanaman, penyiapan lahan, perkolasi atau rembesan dan penggantian lapisan air. Sedangkan kebutuhan air bersih di sawah (net field water requirement) disamping memperhitungkan faktor-faktor di atas juga memperhitungkan curah hujan efektif pada daerah yang diteliti. Selanjutnya untuk memperhitungkan kebutuhan air di sawah, maka efisiensi dari jaringan irigasi turut diperhitungkan. Hal ini mengingat sebelum air sampai ke petakan sawah, sebelumnya air tersebut dialirkan melalui saluran-saluran distribusi, yaitu saluran-saluran tersier, sekunder dan saluran induk. Didalam saluran-saluran tersebut terjadi kehilangan-kehilangan air, terutama pada saluran tanah karena rembesan, dan sebagainya. Sehingga untuk perhitungan pengambilan dari sumbernya (bendung), maka banyaknya air irigasi tersebut perlulah ditambahkan banyaknya air yang hilang pada sistem jaringan tersebut. Perhitungan kebutuhan air pada daerah irigasi ini didasarkan pada neraca air (water balance) dan kebutuhan air di sawah. Hal ini di maksudkan agar terciptanya pola tanam akhir yang sesuai untuk daerah irigasi ini, (KPI-01 Hal 28).
2.6.1 Penggunaan Konsumtif Tanaman Penggunaan Konsumtif Tanaman (Crop Comsumtive use) didefinisikan sebagai jumlah air pada suatu areal tanah yang dipergunakan untuk transpirasi, pembentukan jaringan tumbuh-tumbuhan dan evaporasi yaitu air diuapkan dari tanah dan air yang diintersepsi oleh tanaman, (KPI-01 hal 32). Metode
pendugaan
evapotranspirasi
(estimate
method)
dilakukan
berdasarkan faktor-faktor iklim yang mempengaruhi evapotranspirasi. Metode ini lebih banyak digunakan disebabkan oleh sulitnya mendapatkan pengukuranpengukuran yang akurat dilapangan. Suatu kelompok peneliti dari FAO mengenai kebutuhan
konsumtif
tanaman
mengemukakan
suatu
hubungan
antara
evapotranspirasi tanaman (Et crop) dengan evapotranspirasi tanaman acuan (Eto) dengan koefisien tanaman (kc). Hubungan yang direkomendasikan oleh FAO ini dalam bentuk rumus dapat ditulis sebagai berikut: Etc = kc x Eto....................................................................................... (2.9) Dimana, Etc
: penggunaan konsumtif tanaman (mm/hr)
Eto
: evapotranspirasi tanaman acuan (mm/hr)
kc
: koefisien tanaman.
Disamping itu pula FAO menganjurkan dimana untuk daerah terdapat data pengukuran mengenai suhu, kelembaban, kecepatan angin dan lama penyinaran matahari atau radiasi, bentuk persamaan penman yang dimodifikasi menurut FAO ini adalah: ETo = w (0,75 Rs – Rn1) + (1 – w) f(u) (ea – ed) .............................. (2.10) Dimana, Eto
: evapotranspirasi tanaman acuan (mm/hr)
W
: faktor untuk memperhitungkan suhu
Rn
: radiasi bersih (netto) dengan evaporai (mm/hr)
F (u)
: fungsi yang berhubungan dengan angin
(ea-ed) : perbedaan antara tekanan uap jenuh pada suhu udara rata-ratadengan tekanan uap udara sebenarnya rata-rata (m bar).
c
: faktor penyesuaian untuk mengkompensasi kondisi siang dan malam.
2.6.2 Penyiapan Lahan dan Penggantian Lapisan Air Tindakan operasional pertama yang dilaksanakan secara umum pada jadwal penanaman (pola tanam) pada suatu daerah irigasi adalah penyiapan lahan (land prepiration). Penyiapan lahan ini meliputi: pengolahan lahan sawah (puddling), penjenuhan (presaturation) dan penggenanagan sawah pada awal transplantasi. Kebutuhan air untuk pengolahan lahan (puddling water requirement) umumnya menentukan kebutuhan maksimum air irigasi pada suatu daerah irigasi. Pengolahan lahan untuk keperluan penanaman padi sawah akan membutuhkan air irigasi lebih banyak dari pada pengolahan lahan untuk palawija. Faktor-faktor penting yang menentukan besarnya kebutuhan air untuk menyalesaikan pekerjaan penyiapan lahan dan jumlah air yang diperlukan selama penyiapan lahan berlangsung. Jangka waktu penyiapan lahan bervariasi dan umumnya ditentukan oleh tersedianya tenaga kerja dan ternak penghela atau traktor untuk menggarap tanah. Perhitungan kebutuhan air irigasi selama penyiapan lahan digunakan metode yang dikembangkan oleh Van de Goor dan Zijlstra (1968),(KPI-01 hal 30) Metode tersebut didasarkan pada laju air konstan dalam I/det selama penyiapan lahan dan menghasilkan rumus sebagai berikut: M . ek IR = ........................................................................................... (2.11) (ek - 1) Dimana, IR : Kebutuhan air irigasi ditingkat persawahan (mm/hr) M : Kebutuhan air untuk mengganti/mengkompensasi kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi disawah yang sudah dijenuhkan: M = Eo + P (mm/hr) Eo : evaporasi air terbuka yang diambil 1,1 Eto selama penyiapan lahan (mm/hr) P : perkolasi.
2.6.3 Perkolasi Perkolasi diartikan sebagai kecepatan air yang meresap ke bawah atau ke samping tanah. Perkolasi merupakan faktor yang menentukan kebutuhan air tanaman (ETc = evaporasi konsumtif). Laju perkolasi sangat bergantung kepada sifat-sifat tanah, tekstur tanah dan kemampuan butir-butir tanah untuk mengikat air (sifat phisis tanah) serta kedalaman air tanah. Makin berat tanahnya (silt clay) angkanya makin kecil dan makin ringan tanahnya (pasir) angkanya makin besar. Besarnya angka perkolasi hampir sama sepanjang musim tanam, kecuali bila pada suatu saat terjadi kekeringan, sehingga permukaan sawah menjadi retak-retak, dengan demikian angka perkolasi akan besar. Dari hasil-hasil penyelidikan tanah pertanian dan penyelidikan kelulusan, besarnya laju perkolasi serta tingkat kecocokan tanah untuk pengolahan tanah dapat ditetapkan dan dianjurkan pemakaian nya. Guna menentukan laju perkolasi, tinggi muka air tanah juga harus diperhitungkan. Perembesan terjadi akibat meresapnya air melalui tanggul sawah, (KPI-01 hal 36) 2.6.4 Curah Hujan Efektif Curah hujan efektif adalah curah hujan yang jatuh selama tumbuh tanaman yang dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif tanaman. Kebutuhan air tanaman dapat dipenuhi secara penuh atau sebagian oleh curah hujan. Namun tidak semua curah hujan adalah efektif dan sebagian bisa hilang oleh limpasan permukaan (surface run off), perkolasi dalam (deep perkolasi) atau evaporasi. Sebagian dari hujan yang besar dan intensitas tinggi yang dapat masuk dan tersimpan di daerah akan dengan keefektifan yang rendah. 2.6.5 Efisiensi Irigasi Efisiensi irigasi (e) adalah angka perbandingan dari jumlah debit air irigasi yang dipakai dengan jumlah debit air irigasi yang dialirkan dan dinyatakan dalam persen (%). Untuk tujuan-tujuan perencanaan, dianggap seperempat atau sepertiga dari jumlah air yang diambil akan hilang sebelum air itu sampai di sawah. Kehilangan ini disebabkan oleh kegiatan eksploitasi, evaporasi dan rembesan. Efisiensi irigasi keseluruhan rata-rata berkisar antara 59% - 73%. Kebutuhan air
didalam jaringan atau kebutuhan air yang harus disadap dari pintu sadap pada bendung untuk dimasukkan kedalam jaringan, lebih besar dari pada kebutuhan air dipetak sawah, karena masih diperlukan untuk mengganti air yang hilang didalam jaringan. Kehilangan air didalam jaringan ini dapat disebabkan oleh kehilangan pada saat eksploitasi (operation loos) dan kehilangan pada penghantaran (conveyance loos). Kehilangan pada eksploitasi ini dipengaruhi oleh keterampilan dari petugas-petugas eksploitasi dan juga dipengaruhi oleh kondisi jaringan (pintu-pintu, bangunan-bangunan pengatur dan bangunan-bangunan pengukur debit). 2.7
Pola Tanam dan Kebutuhan Air
Perhitungan kebutuhan air pada daerah irigasi ini didasarkan pada neraca air (water balance) antara lain yang tersedia pada sungai (debit andalan) dan kebutuhan air irigasi (di sawah). Hal ini dimaksudkan tercipta pola tanam akhir yang sesuai untuk daerah irigasi ini. Pada umumnya jumlah air yang dibutuhkan untuk penyiapan lahan dapat ditentukan berdasarkan kedalaman serta porositas tanah di sawah, (KPI-01 hal 28).