BAB II LANDASAN TEORI
2.1
SISTEM
INFORMASI
MANAJEMEN
PERIZINAN
PENYELENGGARAAN PENYIARAN Menurut Mendel (2003) menyatakan bahwa “Tujuan Public Service Broadcasting biasanya tercermin dalam pendanaan, kepemilikan dan pemrograman lembaga penyiaran pelayanan publik yang pada akhirnya, kebutuhan untuk melayani masyarakat.” Inilah yang menjadi dasar dari Kemkominfo ini untuk mengembangkan lebih lagi pelayanan publik mereka dalam hal perizinan penyiaran. Karena Kemkominfo sendiri memberikan pelayanan kepada khalayak umum khususnya dalam Direktorat Penyiaran ini adalah Direktorat yang bersinggungan dengan pihak luar (pemohon izin/client). Pelayanan yang diberikan oleh Direktorat Penyiaran bersifat pelayanan internal dimana dalam melakukan pelayanan tersebut membutuhkan ketepatan, akurasi, rasa profesionalitas, dan keamanan data yang amat sangat dipercaya. Untuk itulah SIMP3 dibuat. SIMP3 melakukan semua proses yang berjalan dimana berpulang lagi kepada penilaian akan pelayanan yang disebut SLA (Service Level Agreement). Bahkan menurut Therier (2007) yang berbicara soal legalisasi dan regulasi, membuat sebuah peraturan seperti pada Tabel 2 (p.4) :
10
11
Tabel 2. Amandemen Pertama untuke menggariskan Zona Jurisprudential di Amerika Broadcasting Model
Indecency Regulations Political Airtime/ Access Rules Educational TV Mandates “Payola” Restrictions Extensive Ownership Limitations
Cable Model
“Must-Carry” Regulations “PEG” Access Mandates Some Educational TV Rules Some Ownership Limitations
Internet, Cinema, DVD & Print Model
Completely free, outside of libel law and some ownership limitations for newspapers
(Source : Theries,A. 2007. "WHY REGULATE BROADCASTING? TOWARD A CONSISTENT FIRST AMENDMENT STANDARD FOR THE INFORMATION AGE". Commlaw Conspectus. Amerika. Hal 4)
Dengan adanya regulasi diatas maka itu merupakan sebuah aturan untuk
mengembangkan
Sistem
Informasi
Manajemen
Perizinan
Penyelenggaraan Penyiaran yang dilakukan oleh Kemkominfo. Bahkan didalam Peraturan Menteri Komunikasi Dan Informatika Republik Indonesia No.18 / Per / M. Kominfo / 03 / 2009 Tentang Tata Cara Dan Proses Perizinan Penyelenggaraan Penyiaran Oleh Pemerintahan Daerah Provinsi Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota Bab1 pasal 1 Ayat 6 yang berbunyi “Lembaga Penyiaran adalah penyelenggara penyiaran baik Lembaga Penyiaran Publik, Lembaga Penyiaran Swasta, Lembaga
Penyiaran
Komunitas,
maupun
Lembaga
Penyiaran
12
Berlangganan, yang dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku” dan hal lainnya diatur dalam Peraturan menteri Kemkominfo No.18. Secara umum regulasi terdapat didalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia no.28 tahun 2008 juga menjelaskan tata laksana proses perizinan penyelenggaraan penyiaran. Yang didalamnya lebih spesifik menggambarkan tata laksana penyelenggaraan perizinan penyiaran untuk Televisi dan Radio. Berikut regulasi-regulasi lengkap yang mengatur tentang penyiaran televisi dan radio swasta di Indonesia : Regulasi Tentang Televisi Lembaga
Peraturan Menteri Kominfo
Tentang Penyelenggaraan
Penyiaran
No. 43 / Per /
Penyiaran Melalui Sistem Stasiun
Swasta
M.Kominfo/10/2009
Jaringan Oleh Lembaga Penyiaran Swasta Jasa Penyiaran Televisi
Lembaga
Peraturan Menteri Kominfo
Penyelenggaraan Layanan
Penyiaran
No :30 / PER /
Televisi Protokol Internet
Televisi
M.KOMINFO / 8 / 2009
(internet Protocol Television / Iptv) Di Indonesia
Digital Regulasi Tentang Radio Radio Amatir
Peraturan Dirjen SDPPI
Tentang Petunjuk Pelaksanaan
dan Radio
NOMOR :
Perizinan Amatir Radio Dan
Komunitas
210/DIRJEN/2011
Ujian Amatir Radio
13
PERATURAN
Tentang Penyelenggaraan Amatir
MENKOMINFO NOMOR:
Radio
33 / PER / M.KOMINFO / 08 / 2009
Masih
banyak
undang-undang
tentang
penyelenggaraan
Komunikasi di Indonesia. Sebagai contoh : Lembaga Penyiaran Publik tertuang dalam Peraturan Pemerintah No.11 tahun 2009 juga untuk Lembaga Penyiaran Komunitas dalam Peraturan Pemeritah No.51 tahun 2009. Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa proses perizinan ada disetiap sis mulai dari televisi nasional sampai kepada televise berbayar diatur dalam sebauh epraturan menteri begitu juga untuk perizinan radio baik dari amatir sampai kepada radio swasta yang besar. Semua undang-undang dan peraturan yang dibuat dalam sebuah negara biasanya untuk menciptakan iklim tertib dalam menciptakan sebuah Sistem Informasi. Bahkan Sistem Informasi seperti ini di beberapa negara mendapat nilai yang positif bahkan mereka menciptakan sebuah new value yang baik. Sebagai contohnya, salah satunya di Tanzania. Berdasarkan dari visi dan misi yang mereka punya adalah menuju sebuah Goal. Seperti yang telah direncanakan oleh Kementrian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) Republik Indonesia dalam tulisan yang dibuat oleh Supriatna,A, (2010) dimana “Perencanaan Penerapan Teknologi Informasi (Information Technology/IT) pada tataran tingkat Pemerintahan Pusat perlu penataan yang akurat. Saat ini kehadiran teknologi informasi
14
perlu dipertimbangkan untuk menjadi bagian strategis dalam lingkup Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Dukungan teknologi ini penting demi keberlangsungan pengelolaan yang maksimal dari seluruh sumber energi dan mineral yang dibebankan pada kementerian ESDM.” Hal ini pula yang ingin ditanamkan pada Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia dalam Sistem Informasi Penyiaran yaitu membuat penataan kerja dan sistem yang baik serta berlangsung transparan kepada publik. Untuk melakukan hal ini tidaklah mudah untuk itu Direktorat Penyiaran memerlukan tools audit bagi mereka contohnya COBIT. Didalam tulisan Supriatna, A, (2010) mengemukakan ,” COBIT merupakan good practices lintas suatu domain dan framework, dimana terjadi proses dan menyajikan aktivitas yang bisa dikelola dan merupakan struktur yang logis.” Bahkan dengan menggunakan COBIT, menurut ISACA dalam jurnal mereka “BUSINESS CONTINUITY PLAN (BCP) REVIEW FROM IT PERSPECTIVE” (2005), dikatakan dengan menggunakan COBIT dapat menetapkan 3 hal : Standarisasi, Pedoman, dan Prosedur. Jadi dengan menerapkan COBIT 4.1 bisa saling mengecek setiap aktiftas dalam domain dari setiap aktifitas yang berbeda-beda. Dalam thesis ini disajikan aktifitas dari domain Delivery and Support serta Monitor and Evaluate. SIMP3 dibangun karena kebutuhan mendesak dari Direktorat Penyiaran dimana mereka merumuskan bentuk aplikasi ini sebagai komunikasi 2 arah antara pemohon/user dengan pihak Direktorat Penyiaran. Hasil perumusan ini dijadikan sebagai bentuk strategic plan
15
yang baru dan ingin menghasilkan value added bagi pemohon/user. SIMP3 berlatar belakang dari pemohon yang mengajukan izin-izin dan banyak proses yang terbengkalai di tengah proses perizinan.
2.1.1
Cobit 4.1 Menurut paper COBIT versi 4.1 (2007), merupakan sebuah best
practices yang disusun sama dengan framework ISO 27002 yang dikeluarkan oleh ISACA. Seperti yang telah dijelaskan dibagian 2.1 Dalam penulisan studi kasus ini akan berfokus untuk melihat 2 fase dari COBIT sebagai Framework peningkatan kinerja untuk Sistem Informasi Manajemen Penyiaran dari Kemkominfo RI, yaitu fase “Delivery & Support” dan “Monitor & Evaluate” bagian ini diperlukan karena melihat sistem ini sudah dibangun dan berjalan secara baik. COBIT 4.1 digunakan untuk mengaudit sistem ini menjadi sebuah sistem yang layak untuk dipakai dan dapat menilai kinerja mereka, karena sistem ini ke depannya menjadi sebuah sistem yang harus “zero downtime” karena menjadi sebuah “integrated system”. Sistem Informasi Penyiaran di Kemkominfo ini menjadi sebuah landasan awal bagi Direktorat Penyiaran untuk menjadikan Sistem Informasi Penyiaran mempunyai nilai balik bagi negara dan bangsa. Dengan menjalankan SOP yang telah ditetapkan bersama dengan kaidahkaidah COBIT yang telah baik secara Internasional. COBIT 4.1 sendiri mempunyai 4 bagian besar yaitu :
16
•
Plan and Organize (PO) – Sebagai bagian bentuk awal untuk menyesuaikan solusi yang cocok.
•
Acquire and Implement (AI) – Sebagai bagian dari solusi dan caracara melewatkan level maturitinya.
•
Delivery and Support (DS) – Hasil Keluaran yang dapat dilihat dan bisa diukur.
•
Monitoring and Evaluate (ME) – Bagian yang memastikan semua proses berjalan dengan baik.
Gambar 2.1 Framework dari COBIT 4.1
Bagian point Delivery & Support (DS) dan Monitor & Evaluate (ME). merupakan bagian dari framework COBIT 4.1 yang dapat melihat perbaikan kinerja dari Sistem Informasi Penyiaran ini. Hasil yang nanti akan didapatkan haruslah sebuah maturity model. Maturity Model itu sendiri menurut COBIT Focus (2010) p.3 adalah Proses menilai tingkat kematangan saat proses dengan mengidentifikasi kesenjangan dan menyiapkan peta jalan untuk perbaikan.
17
2.1.2.1 Plan & Organize Plan & Organize meruapakan langkah awal didalam COBIT dimana bertujuan untuk melihat rencana dan bagaimana mengatur keseluruhan nantinya. Bagian ini merupakan sebuah rencana strategis untuk melihat peluang dan keterbatasan yang akan terjadi, juga menilai kinerja saat ini, dan mengidentifikasi sumber daya manusianya. Menurut ISACA (2007) bagian Plan and Organize ini sendiri dipecah lagi menjadi 10 bagian (p.27): •
PO1 Define a Strategic IT Plan
•
PO2 Define the Information Architecture
•
PO3 Determine Technological Direction
•
PO4 Define the IT Processes, Organisation and Relationships
•
PO5 Manage the IT Investment
•
PO6 Communicate Management Aims and Direction
•
PO7 Manage IT Human Resources
•
PO8 Manage Quality
•
PO9 Assess and Manage IT Risks
•
PO10 Manage Projects
2.1.2.2 Acquire & Implement Acquire & Implement merupakan langkah kedua didalam COBIT dimana bertujuan untuk kebutuhan (langkah-
18
langkah
yang
akan
dilakukan)
juga
haruslah
diimplementasikan dengan baik dan benar. Menurut ISACA Bagian Acquire & Implement mempunyai 7 bagian (p.73) : • AI1 Identify Automated Solutions • AI2 Acquire and Maintain Application Software • AI3 Acquire and Maintain Technology Infrastructure • AI4 Enable Operation and Use • AI5 Procure IT Resources • AI6 Manage Changes • AI7 Install and Accredit Solutions and Changes
2.1.2.3 Delivery & Support Seperti yang sudah dijelaskan diatas, bahwa bagian Delivery & Support bertujuan untuk melihat bahwa sistem ini dapat dilihat nilai efektifitasnya sebagai bagian dari perbaikan kinerja dari Direktorat Penyiaran Kementrian Komunikasi & Informatika. Menurut ISACA (2007) bagian Delivery dan Support ini sendiri dipecah lagi menjadi 13 bagian (p.100) : •
DS1 Define and Manage Service Levels
•
DS2 Manage Third-party Services
•
DS3 Manage Performance and Capacity
•
DS4 Ensure Continuous Service
•
DS5 Ensure Systems Security
19
•
DS6 Identify and Allocate Costs
•
DS7 Educate and Train Users
•
DS8 Manage Service Desk and Incidents
•
DS9 Manage the Configuration
•
DS10 Manage Problems
•
DS11 Manage Data
•
DS12 Manage the Physical Environment
•
DS13 Manage Operations
2.1.2.4 Monitoring & Evaluate Untuk bagian Monitoring & Evaluate bertujuan untuk bagian yang memastikan semua proses berjalan dengan baik dengan proses monitoring sebagai proses perbaikan kinerja dari Direktorat Penyiaran Kementrian Komunikasi & Informatika. Menurut ISACA (2007) bagian Delivery dan Support ini sendiri dipecah lagi menjadi 13 bagian (p.153) : •
ME1 Monitor and Evaluate IT Performance
•
ME2 Monitor and Evaluate Internal Control
•
ME3 Ensure Compliance With External Requirements
•
ME4 Provide IT Governance
2.2 PERBAIKAN KINERJA DENGAN KONSEP BCP Perbaikan Kinerja untuk Sistem informasi Manajemen ini menggunakan prinsip-prinsip dari Business Continuity Plan (BCP) dimana ada beberapa bagian
20
yang harus dijalankan oleh Kemkominfo untuk lebih meningkatkan performa kerja dari system dan kinerja mereka. Menurut Wilder, D (2008, p.6) mengatakan “setiap bentuk bisnis pasti akan bergerak cepat dalam pertumbuhan ekonomi, ini juga sejalan dengan besar atau kecilnya Instansi Pemerintahan dimana mereka pasti akan melindungi bisnisnya dari berbagai kemungkinan bencana”. Untuk itu dapat dilihat bahwa hal ini menjadi sangat penting sejalan dengan adanya Sistem informasi Manajemen Penyelenggaraan Perizinan Penyiaran ini. Memang ada beberapa pendekatan yang cocok untuk melihat hal ini seperti pendekatan dengan ITIL atau ISO 27000, tetapi dalam hal ini untuk lebih melihat lebih dalam lagi digunakan COBIT sebagai bagian dari Perbaikan Kinerja dari studi kasus ini. Hal perbaikan kinerja Sistem Informasi Penyiaran ini juga dipakai ditulis oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Menurut Hartanto, I. D., & Tjahyanto, A. (2008) faktor-faktor yang diukur dalam penilaian kematangan tingkat maturity dengan menggunakan 6 (enam) atribut : •
Awareness and Communication (AC),
•
Policies, Standards and Procedures (PSP),
•
Tools and Automation (TA),
•
Skill and Expertise (SE),
•
Responsibilities and Accountabilities (RA),
•
Goal Setting and Measurement (GSM).
Dari 6 (enam) point diatas jika mau dipelajari lebih dalam lagi, kita dapat melihat penjabaran yang lebih khusus lagi adalah dengan mempelajari metode penilaian dan performa dari sebuah sistem yang diteliti oleh sebuah lembaga
21
USAID Center for Development Information and Evaluation (1996) terbagi menjadi 7 (tujuh) kriteria penilaian: •
DIRECT : dilakukan dengan melakukan pengukuran sedekat mungkin tetapi tidak di justifikasi menjadi terlalu tinggi / terlalu rendah.
•
OBJECTIVE : objek tujuan tidak memiliki ambiguitas tentang apa yang sedang diukur.
•
ADEQUATE : sampling dari sebuah kelompok, indikator kinerja dan indikator pendampingnya harus mengukur secara memadai mengakibatkan pertanyaan.
•
QUANTITATIVE : Harus melakukan pendekatan secara kuantitatif
•
DISAGGREGATED : Harus dipisahkan berdasarkan variabel-variabel yang cocok sebagai pelaporan.
•
PRACTICAL : Data dapat diperoleh dengan cara yang tepat waktu dan dengan biaya yang wajar.
•
RELIABLE : Pertanyaan dari sebuah reliabilitas adalah apakah data yang di dapatkan cukup berkualitas untuk mengambil keputusan Kita juga akan melihat faktor - faktor efisiensi dari sistem yang
mempengaruhi kinerja menurut Kaner (2003), Faktor - faktor dalam menghitung efektif dari sebuah sistem adalah : •
Penghitungan Multidimensional sebuah sistem
•
Penghitungan Based on multiple samples
•
Penghitungan kinerja secara individual
22
Sebenarnya ada beberapa faktor lain seperti : •
Pendekatan secara kualitatif
•
Mencari dari beberapa sumber luar
•
Mengharapkan feedback yang baik untuk penghitungan secara “kasar”
Menurut Coskun dan Bayyurt .p86. (2008) dari pengukuran efektifitas tersebut dapat dijabarkan hasil akhir yang akan didapat sebagai berikut :
Gambar 2.2 Hal-Hal Umum yang dicapai dari penghitungan keefektifan penggunaan sistem (source : Ali Coşkun, N. B. (2008). European Journal of Economics, Finance And Administrative Sciences. Measurement Frequency of Performance Indicators and Satisfaction on Corporate Performance: A Survey on Manufacturing Companies, 86..)
Sebagai skema dari peningkatan kinerja, sebuah jurnal dari INECE (2008, p.10) memberikan gambaran skema yang hampir sama dengan European Journal Diatas yaitu sebuah framework 3 tahap untuk model untuk Identifikasi, Pengembangan dan indikator yang digunakan sebagai berikut :
23
Gambar 2.3 Skema 3 (tiga) model untuk peningkatan kinerja (source : Enforcement, I. N. (2008, April). PERFORMANCE MEASUREMENT GUIDANCE FOR COMPLIANCE AND ENFORCEMENT PRACTITIONERS. hal. 10.)
Hal yang didapat dari studi kasus ini adalah sebuah perbaikan kinerja pada sisi yang dapat menguntungkan dari sisi kebutuhan Direktorat Penyiaran itu sendiri serta mendapatkan nilai tambahan lainnya seperti: •
Menekan biaya operasional.
•
Menghemat waktu operasional.
•
Mengetahui tingkat kepuasan dari Relasi dengan customer.
•
Dapat melihat dengan jelas kapabilitas dari karyawan-karyawan.
Menurut Retna (2010, p. 3) yang merujuk lagi kepada Kim et al (1998) ”Kesuksesan suatu sistem informasi dapat didefinisikan sebagai suatu tingkat dimana sistem informasi memberikan kontribusinya kepada organisasi dalam
24
pencapaian tujuannya” dengan membuat sebuah framework hubungan perbaikan kinerja yang merujuk kepada Myers et al. (1997) dengan gambar sebagai berikut :
Gambar 2.4 Model Ukuran-Ukuran Penilaian Kesuksesan Sistem Informasi
2.3
UJI VALIDITAS Uji Validitas adalah sebuah metode pencarian nilai keaslian dari sebuah
rangkaian data yang dianalisa. Lebih jauh menurut Professional Testing Inc. (2006) mengatakan ,” The validity of a test is critical because, without sufficient validity, test scores have no meaning. The evidence you collect and document about the validity of your test is also your best legal defense should the exam program ever be challenged in a court of law.” Jadi Nilai Validitas atau keabsahan itu sendiri sangat penting untuk menunjang kelancaran dalam analisa data untuk menjadi bukti yang kuat. Dalam uji validitas itu sendiri hasil dapat dilihat dengan menggunakan sebuah rentang jarak yang sudah ditentukan secara standarisasi tergantung dari derajat kebebasan (df) yang dipergunakan tergantung dari ada di level berapa derajat kebebasan yang dipergunakan. Derajat kebebasan itu sendiri bisa dicari
25
dengan menggunakan software dari SPSS, dalam hal ini dipergunakan perangkat lunak SPSS v18.0 dengan sample sebanyak 40 orang (keseluruhan populasi)
2.4
UJI REABILITAS Menurut Professional testing, Inc., (2006) hal yang diutarakan tentang uji
reliabilitas adalah “Test reliability is the aspect of test quality concerned with whether or not a test produces consistent results.” Jadi dalam uji reliabilitas hal yang ingin dilihat adalah kualitas dari test itu sendiri bukan dari alur prosedurnya itu sendiri. Dalam uji reliabilitas yang paling umum adalah menggunakan metode alpha cronbach, dimana reliabilitas itu sendiri bisa dikatakan valid ketika diatas nilai dari alpha cronbach diatas dari 0,80. Hasil semua analisa dari reabilitas dicari dengan menggunakan perangkat lunak statistik yaitu SPSS v18.0 dengan sample sebanyak 40 orang (keseluruhan populasi).