BAB II LANDASAN TEORI A. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN 1. Pengertian Pendidikan Orang Tua Pendidikan merupakan proses yang lebih besar dari sekedar aktivitas persekolahan, pendidikan yang mengesampingkan perbedaan madzhab dan orientasi merupakan proses pengembangan sosial yang mengubah individu dari sekedar makhluk biologis menjadi makhluk sosial agar dapat hidup bersama realitas zaman dan masyarakatnya. Dengan kata lain pendidikan merupakan proses pemberian sifat sosial kemanusiaan (humanisme) kepada makhluk hidup. Pendidikan adalah segala usaha orang dewasa (orang tua) dalam pergaulanya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan.1 Menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Bahwa "Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, Bangsa dan Negara".2 Menurut Ki Hajar Dewantara dalam Kongres Taman Siswa yang pertama pada tahun 1930 yang menyebutkan pendidikan pada umumnya berarti daya upaya untuk menunjukkan bertambahnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter) pikiran (intelektual) dan tubuh anak.3
1
Syiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak Dalam Keluarga, (Jakarta : Rineka Cipta), 2004, hal 2 2 Undang – Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003, (Jakarta : CV Mini Jaya Abadi, 2003, hal 5 3 Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, (Jakarta : Rineka Cipta), Edisi I, 2004, hal 4
5
6
Pendidikan secara umum yaitu meliputi semua perbuatan dan usaha manusia dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuan, serta keterampilanya kepada generasi muda sebagai usaha menyiapkan diri agar dapat memenuhi hidupnya baik jasmani maupun rohani. Pengertian pendidikan menurut Rupert C. Lodge yang dikutip oleh Zuharini mengatakan bahwa the word education is used, sometimes in a wider, sometimes in a narrower sense. In the wider sense, all experience is said to be education and in narrower sense education is restricted to that function, it is background and it’s outlook to the member of the rising generation in practise identical with schooling formal intruction under controled condition Artinya : “Kata pendidikan digunakan kadang dalam arti yang luas dan kadang dalam arti yang sempit. Dalam arti luas, semua pengalaman dikatakan sebagai pendidikan, dan dalam arti yang sempit pendidikan terbatas pada fungsinya. Yaitu memberikan latar belakang / dasar dan pandangan hidup pada generasi yang sedang tumbuh yang dalam prakteknya identik dengan sekolah formal dibawah kondisi yang terkendali. 4 Menurut Saiful Bahri Djamarah orang tua adalah pendidik dalam keluarga, dalam hal ini adalah ayah dan ibu.5 Jadi dengan melihat definisi tersebut diatas, maka penulis simpulkan pendidikan orang tua berarti suatu pendidikan yang dilaksanakan oleh orang dewasa (bapak dan ibu) yang bertanggung jawab dan bertugas dalam mendidik anak – anaknya untuk mencapai kedewasaan. Pendidikan yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya bersifat kodrati, seperti yang dikatakan oleh Imam Samsul Nizar Al Walid atau orang tua adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi afektif, kognitif maupun psikkomotorik.
4
Zuharini dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara ; 1995), hal. 10 Syiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak Dalam Keluarga, (Jakarta : Rineka Cipta), 2004, hal 27 5
7
2. Jenis – Jenis Pendidikan Jenis pendidikan adalah pendidikan yang dikelompokan sesuai dengan sifat dan tujuanya6. Menurut Undang – undang Sistem Pendidikan Nasional, pelaksanaan pendidikan dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu : a.
Pendidikan formal Yaitu jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. a.1. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan ini diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan ketrampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah. Fungsi pendidikan dasar, antara lain memberikan dasar bekal pengembangan kehidupan pribadi dan kehidupan bermasyarakat. Juga berfungsi untuk mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah. Pendidikan dasar wajib diikuti oleh setiap warga negara guna membekali dengan pengetahuan dasar, nilai dan sikap dasar, serta ketrampilan dasar. Pendidikan dasar dapat dilaksanakan melalui sekolahsekolah agama, serta melalui pendidikan luar sekolah. Sekarang program pendidikan dasar dilaksanakan selama sembilan tahun.7 a.2. Pendidikan menengah yang terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA) Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan ini diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan
6 7
Fuad Ihsan, Op Cit, hal. 20 Ibid, hal. 129 – 130
8
mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan social, budaya alam sekitar, serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi. Pendidikan menengah terdiri atas : pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, dan pendidikan keagamaan. Fungsi pendidikan menengah umum mempersiapkan untuk mengikuti pendidikan tinggi. Sedangkan fungsi pendidikan menengah kejuruan adalah mempersiapkan untuk memasuki lapangan kerja sesuai dengan pendidikan kejuruan yang diikutinya atau mengikuti pendidikan keprofesian pada tingkat pendidikan tinggi. a.3. Pendidikan tinggi, merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi.8 Pendidikan tinggi adalah lanjutan pendidikan menengah yang dipersiapkan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan atau professional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian. b.
Pendidikan non formal Yaitu jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.9 Sedangkan jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidikan
sekolah meliputi : 1.
Pendidikan Umum Pendidikan umum diselenggarakan pada jenjang pendidikan dasar dan jenjang pendidikan menengah. Sebagai contoh SMU, SLTP, dan lain sebagainya.
8
Undang – Undang RI. No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003, Jakarta, 2003, hal 16 9 Ibid, hal. 6
9
2.
Pendidikan kejuruan Pendidikan
kejuruan
merupakan
pendidikan
yang
mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja pada bidang tertentu dan diselenggarakan pada jenjang pendidikan menengah.10 Misalnya STM mempersiapkan peserta didik untuk dapat belajar dalam bidang teknik (mesin, sipil, elektro dan sebagainya). 3.
Pendidikan Luar Biasa Pendidikan luar biasa diselengarakan pada jenjang pendidikan dasar dan jenjang pendidikan menengah, contohnya SLB (Sekolah Luar Biasa) untuk tuna rungu, tuna netra, cacat mental dan sebagainya.
4.
Pendidikan kedinasan Ini diselenggarakan pada jenjang pendidikan menengah dan jenjang pendidikan tinggi. Dapat diambil contoh, sekolah dinas luar negeri dari DEPLU.
5.
Pendidikan Keagamaan Misalnya : pesantren, Madrasah, sekolah seminar dan lain sebagainya.
6.
Pendidikan Akademik Diselenggarakan pada jenjang pendidikan tinggi, misalnya Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, Akademi dan sebagainya.
7. Pendidikan Profesional Diselenggarakan pada jenjang pendidikan tinggi terutama pada kesiapan penerapan keahlian tertentu. Seperti dokter, dokter spesialis, notaris dan sebagainya. 8. Pendidikan Luar Sekolah Termasuk jenis ini adalah kursus-kursus, kelompok belajar yang sangat penting adalah pendidikan keluarga. Selain jenjang pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah di atas juga diselenggarakan pendidikan pra sekolah sebagai persiapan untuk 10
Ibid, hal 128
10
memasuki sekolah dasar, yaitu pendidikan pra sekolah. Pendidikan ini diselenggarakan untuk meletakkan dasar-dasar kearah pembangunan sikap, pengetahuan, ketrampilan, dan daya cipta yang diperlukan anak untuk hidup di lingkungan masyarakat serta memberikan bekal kemampuan dasar untuk memasuki jenjang sekolah dasar dan mengembangkan diri sesuai dengan asas pendidikan sedini mungkin dan seumur hidup.11 3. Faktor – faktor pendidikan Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi pendidikan terdiri atas : 1)
Faktor tujuan Tujuan
merupakan
faktor
yang terpenting di dalam
pendidikan untuk diarahkan kemana anak-anak yang kita didik ini, tergantung daripada tujuan pendidikan.12 Mengenai tujuan ini ada dua macam yaitu : a. Tujuan umum Tujuan
umum
pendidikan
adalah
melaksanakan,
mewujudkan dan memelihara perkembangan cita-cita kehidupan suatu bangsa serta mengarahkan penghidupan pengalaman mereka kepada kenyataan dan cita-cita yang dianutnya. b. Tujuan khusus Merupakan tujuan pendidikan yang harus dicapai bagi tiap-tiap tingkatan maupun jenis pendidikan dengan mengingat kebutuhan dan keadaan perkembangan anak. 2)
Faktor anak didik
3)
Tingkat pendidikan anak ditinjau dari segi pedagogis antara lain : 1. usia 0 – 2 tahun : masa asuhan 2. usia 2 – 12 tahun : masa pendidikan jasmaniah 3. usia 12 – 15 tahun : masa pendidikan akal 4. usia 15 – 20 tahun : masa pembentukan watak dan pendidikan agama13 Faktor pendidik Yang termasuk faktor pendidik adalah sebagai berikut :
11
Ibid 129 Ibid, hal. 8 13 Fuad Ihsan, Loc Cit, hal. 38 12
11
a. Orang tua b. Orang dewasa yang bertanggung jawab c. Faktor lingkungan dan sekitarnya14 4)
Faktor alat Yang termasuk alat pendidikan antara lain anak-anak yang dilahirkannya. Dari keluarga itu orang tua dituntut peranannya untuk merawat, melindungi dan menghidupi bagi anggota keluarganya, disamping memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral dan pendidikan kepada anak. Tetapi dari berbagai peran tersebut hal yang sangat penting adalah mempersiapkan hari depan bagi anaknya dengan kesadaran memasukkan anak ke pendidikan formal. Yang menjadi tujuan utama pendidikan untuk pembentukan pribadi disamping juga mempunyai tujuan sosial yang membuat anak-anak menjadi cakap dalam menjalankan kewajibannya di masyarakat,
misalnya
dengan
memberikan
kepada
mereka
kepandaian yang memungkinkan dalam pendidikan terdapat suatu hubungan pergaulan antara dua pihak, yaitu pihak orang tua sebagai pendidik dan anak sebagai terdidik. Kadang-kadang pendidikan tidak dapat tercapai karena adanya kesalahan – kesalahan tindakan orang tua, diantaranya adalah : 4.1. Anak dipandang sebagai orang dewasa kecil Banyak orang beranggapan bahwa anak itu sama dengan orang dewasa dalam ukuran kecil meskipun tidak dikatakan terangterangan tetapi dalam prektek mendidiknya ternyata anggapan ini diterapkan
msalnya anak umur 5 tahun dihukum berat
karena berdusta. 4.2. Anak dipandang sebagai mahluk yang tidak berdaya (tak punya kemampuan mengerti).
14
Fuad Ihsan, Loc 25
12
Kebalikan dari sikap tersebut diatas yang memperlakukan dan menganggap anak sebagai mahluk yang tak berdaya misalnya, orang tua menganggap sepi tanpa kehadiran anak dan selalu was-was terhadap tindakan anak sehingga meskipun anaknya sudah cukup besar mereka kurang diberi kebebasan. 4. Tanggung Jawab Orang Tua dalam Mendidik Anak Tanggung jawab orang tua terhadap anaknya terlihat dalam bentuk yang bermacam-macam. Yaitu dimulai sejak menyambut kelahiran anak, memberi nama yang baik, memperlakukan dengan lembut dan kasih sayang, menanamkan rasa kasih sayang, mendidik dengan akhlak yang baik, menanamkan aqidah, melatih anak untukberlaku adil, memberi hiburan, dan menghormati anak, menempatkan di lingkungan yang baik, memperkenalkan kerabat, serta
mendidik anak untuk bertetangga dan
bermasyarakat. Abdullah Nasikh Ulwan membagi tanggung jawab orang tua antara lain mendidik bersentuhan langsung dengan pendidikan iman, pendidikan moral, pendidikan fisik, pendidikan rasio/akal, pendidikan kejiwaan, pendidikan sosial dan pendidikan seksual.15 Konteknya dengan tanggung jawab orang tua dalam pendidikan, orang tua merupakan pendidik pertama dan utama dalam keluarga. Orang tua adalah model yang harus ditiru dan diteladani. Sebagai figur orang tua harus memberikan contoh yang terbaik bagi anak dalam keluarga bersikap dan berperilaku yang mencerminkan akhlak yang mulai. Oleh karena itu Islam mengajarkan kepada orang tua agar selalu mengajarkan sesuatu yang baik-baik saja kepada anak mereka. sebagaimana sabda Rasulullah saw :
(ﻋّﻠﻤٌﻮا اَوﻻ َ َد آٌﻢ اﻟﺨَﻴ َﺮ َوَا ّد ﺑٌﻮهٌﻢ )رواﻩ ﻋﺒﺪ اﻟﺮزاق ﺳﻌﺪ اﺑﻦ ﻣﻨﺼﻮر َِ
15
Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua Dan Anak Dalam Keluarga , (Jakarta : Rineka Cipta), Cetakan 1, 2004, hal 29
13
Artinya : “Ajarkanlah kebaikan kepada anak-anak kamu dan didiklah mereka dengan budi pekerti yang baik” 16. Maksud ayat diatas bahwa sebagai orang tua bertugas dan tanggung jawab terhadap pendidikan anak menjadi teladan atau figur, contoh dalam mendidik anaknya, lebih-lebih dalam pembentukan watak dan budi pekerti, akhlakul karimah, latihan ketrampilan dan pendidikan kesosialan, seperti tolong menolong dan sebagainya. Pembentukan budi pekerti yang baik merupakan tujuan pertama dalam Islam, yang akan mencerminkan akhlak yang mulia. Sedangkan pribadi yang mulia itu adalah pribadi yang utama yang ingin dicapai orang tua dalam mendidik anak. Namun sayangnya tidak semua orang tua dapat melakukanya, banyak faktor yang menjadi penyebabnya. Seperti orang tua yang sibuk dan bekerja keras siang dan malam dalam hidupnya untuk memenuhi kebutuhan materi anak-anaknya, waktunya dihabiskan di luar rumah, jauh dari keluarga, tidak sempat mengawasi perkembangan, tidak punya waktu untuk memberi bimbingan sehingga pendidikan akhlak anak terabaikan. Berpijak dari hal tersebut mendidik anak adalah tanggung jawab orang tua dalam keluarga, oleh karena itu sesibuk apapun pekerjaan yang harus diselesaikan, meluangkan waktu demi pendidikan anak adalah lebih baik. Orang tua yang bijaksana adalah orang tua yang lebih mendahulukan pendidikan anak daripada mengurusi pekerjaan siang dan malam. B. HASIL BELAJAR 1. Pengertian Prestasi Belajar Untuk mengetahui tentang prestasi belajar siswa maka terlebih dahulu harus mengetahui apa yang dimaksud dengan prestasi, dan apa pula yang dimaksud dengan belajar. Sebelum membahas lebih lanjut, akan 16
Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyatul Aulad Fil Islam Diterjemahkan Dengan Judul Pendidikan Anak Dalam Islam (1) Oleh Drs. Jamaluddin Miri, Lc., Pustaka Amani, Jakarta, 1995, hal 181.
14
penulis kemukakan mengenai pengertian prestasi. Pengertian prestasi adalah hasil yang telah dicapai. Sedangkan mengenai prestasi belajar terlebih dahulu penulis kemukakan beberapa pendapat para ahli. Secara obyektif menurut para ahli mengemukakan tentang definisi belajar adalah : 1. “Learning as a relatively permanent change in behaviour traceable to experience and practice.”17 (Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relative tetap yang diakibatkan oleh pengalaman dan latihan.) 2. "Learning is shown by a change in behaviour as a result of experience.18 3. Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan19 Dari definisi-definisi yang dikemukakan tersebut diatas dapat diambil kesimpulan bahwa “belajar” adalah proses perubahan perilaku seseorang yang dilakukan dengan sengaja pada suatu lingkungan yang dihasilkan karena pengetahuan, latihan dan pengalaman. Perilaku ini mengandung pengertian yang luas, hal ini mencakup pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, sikap dan sebagainya. Perilaku ini ada yang tampak dan ada pula yang tidak tampak, bisa diamati, dan ada pula yang terlihat. Perilaku yang dapat diamati disebut behaviour performance, sedangkan yang tidak dapat diamati disebut kecenderungan perilaku atau behaviour tendency. Pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, sikap dan sebagainya yang dimiliki
seseorang
tidak
dapat
diidentifikasi,
karena
merupakan
kecenderungan perilaku saja. Hal ini dapat diidentifikasi bahkan dapat diukur dari penampilan (behaviour performance). Penampilan ini dapat 17
Mustaqim, Op Cit, hal 33 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada), 2002, Cet 11, hal 231 19 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta : Raja Grafindo Persada), 2005 Cet 5, hal 63 18
15
berupa kemampuan menjelaskan, menyebutkan sesuatu atau melakukan sesuatu perbuatan. Jadi hasil dari proses perubahan perilaku itu akan tampak melalui penampilan. Proses belajar seringkali diartikan dengan menuntut ilmu pengetahuan. Sebab seseorang mengalami perubahan perilaku sebelum memiliki ilmu pengetahuan, baik yang diperoleh secara formal ataupun nonformal, sehingga dalam kehidupan manusia belajar menempati posisi yang sangat penting. Mengingat pentingnya belajar, islam menganjurkan kepada umatnya agar selalu menuntut ilmu sepanjang hayatnya sebagaimana sabda Rasulullah saw :
اﻃﻠﺒﻮا اﻟﻌﻠﻢ وﻟﻮ ﺑﺎاﻟﺼﻴﻦ ﻓﺎ’ن ﻃﻠﺐ اﻟﻌﻠﻢ ﻓﺮﻳﻀﺔ ﻋﻠﻰ آﻞ ﻣﺴﻠﻢ )رواﻩ (اﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﺒﺮ ﻋﻦ اﻧﺲ Artinya : Tuntutlah ilmu sejak mulai di ayunan sampai liang lahad (diriwayatkan ibnu abdil Bar, dari Anas).20 Hadist di atas seperti dalam telaah esensi pendidikan dan pembelajaran akan meliputi identifikasi ciri yang yang diantaranya adalah proses pendidikan berlangsung dengan seluruh tahap perkembangan seorang sepanjang hayatnya (life long education – belajar tiada akhir)21 Sehingga secara ringkas hasil belajar diantaranya adalah : 1. Ranah Kognitif Dalam ranah kognitif ini terdapat enam hal, yaitu : a. Pengetahuan Istilah pengetahuan dimaksudkan sebagai terjemahan dari kata knowledge dalam taksonomi Bloom. Sekalipun demikian, makanya tidak sepenuhnya tepat, sebab dalam istilah tersebut termasuk pula pengetahuan faktual disampung pengetahuan
20
As Suyuthy, Al Imam Jalaluddin, Al Jamius Shoghir Juz 1, Daru Ahyail Kutub Al Arabiyah, Indonesia, (Th. hal 44) 21 Umar Shihab, Kontektualitas Al Qur’an, (Jakarta, Penerbit Penamadani), 2003, hal 153
16
hafalan atau diingat seperti rumus, batasan, definisi, istilah dan lain-lain. Hasil belajar pengetahuan termasuk kognitif tingkat rendah yang paling rendah. Tipe belajar ini menjadi prasyarat tipe belajar berikutnya.
b. Pemahaman Pemahaman
misalnya
menjelaskan
dengan
susunan
kalimatnya sendiri sesuatu yang dibaca atau didengarnya, memberi contoh lain dari yang dicontohkan, atau menggunakan petunjuk penerapan pada suatu kasus. Pemahaman dapat dibedakan dalam tiga kategori yaitu: Tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari terjemahan dalam arti yang sebenarnya, mengartikan bahasa arab kedalam bahasa Indonesia. Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yaitu menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya,
atau
menghubungkan
grafik
dengan
kejadian,
membedakan yang pokok dengan yang bukan pokok. Pemahaman tingkat ketiga adalah pemahaman ekstrapolasi. Dengan ini seorang diharapkan mampu melihat dibalik yang tertulis, dapat memperluas persepsi, dimensi kasus, ataupun masalahnya. c. Aplikasi Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi konkrit atau situasi khusus. Abstraksi tersebut mungkin berupa ide, teori, atau petunjuk teknis, menerapkan situasi baru disebut aplikasi. d. Analisis Analisis adalah usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hirakhirnya atau susunannya. Dengan analisis diharapkan seseorang mempunyai
17
pemahaman yang komprehensif dan dapat memilahkan integritas menjadi bagian-bagian yang tetap terpadu. e. Sintesis Sintesis adalah penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam bentuk menyeluruh. f. Evaluasi Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara bekerja, standar tertentu. 2. Ranah Afektif Ranah afektif berkenaan dengan sifat dan nilai. Beberapa ahli mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif meliputi: a. Reciving/Attending, yaitu semacam kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar, dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. b. Responding atau jawaban, yaitu reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. c. Valuing, (Penilaian) berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulasi. d. Organisasi, yaitu pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lainnya. e. Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yaitu keterpaduan sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. 3. Ranah Psikomotor Hasil belajar psikomotor tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan yaitu: a.
Gerakan reflek (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar).
b.
Keterampilan pada gerakan-gerakan sadar.
18
c.
Kemampuan perceptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris dan lain-lain.
d.
Kempuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan dan ketepatan.
e.
Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks.
2. Jenis-jenis belajar a. Menurut Muhamad Athiyah Al-Abrosyi, jenis belajar ada tiga : Belajar pengetahuan, belajar keterampilan, belajar perasaan dan hati. b. Dr. Muhamad Al Hadi Afify jenis belajar ada empat : aqal, akhlaq, fisik, sosial c. Robert M. Gagne - Ketrampilan motorik - Sikap - Kemahiran intelektual - Informai verbal - Pengetahuan kegiatan intelektual d. Prof. Dr. Nasution • Belajar berdasarkan pengamatan • Belajar berdasarkan gerak • Belajar berdasarkan hafalan • Belajar karena masalah (pemecahan masalah) • Belajar berdasarkan emosi22 e. Benyamin S. Bloom dkk : Membagi belajar (disebut juga sebagai tujuan pendidikan ) menjadi tiga bagian atau daerah sasaran pendidikan, yaitu : ranah kognitif, afektif, dan psikomotor23 o
Ranah kognitif Tipe hasil belajar pengetahuan hafalan tentang hal-hal khusus,
cara
dan
sarana
tentang
hal-hal
pengetahuan universal dan abstraksi Tipe belajar pengertian
22 23
Mustaqim, Psikologi Pendidikan, (Semarang : IAIN), 2003, hal 35 – 36 Saifudin Azwar, Tes Prestasi, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar), 1996, Edisi 2, hal. 8
khusus,
19
meliputi kemampuan : menerjemahkan, menafsirkan, dan ekstrapolasi Penerapan Kemampuan siswa menerapkan suatu abstraksi pada situasi konkret atau khusus. Abstraksi tersebut dapat berbentuk ide, teori, petunjuk teknis prinsip atau generalisasi Tipe belajar analisis Siswa dapat menguraikan, memilah – milah. Tipe hasil belajar sintesis Siswa dapat menghubungkan materi – materi menjadi kesatuan baru, dapat menyimpulkan dan membuat prinsip umum. Tipe hasil belajar evaluasi Yaitu memberi keputusan tentang nilai sesuatu yang ditetapkan dengan mempunyai sudut pandang yang tertentu, misalnya sudut pandang tujuan, metode, materi dan lain sebagainya. o
Ranah afektif (rasa) Menyimak Memperhatikan,
mewujudkan
sikap
menerima,
atau
menolak. Merespon seperti
kesediaan
berpartisipasi/terlibat,
kesediaan
memanfaatkan (sikap respontif) Menghargai Mencakup menerima nilai, mengharapkan nilai, dan merasa wajib mengabdi nilai Mengorganisasi nilai Meliputi mengkonseptualisasi nilai dan organisasi system nilai Mewatak
20
Menjelmakan dalam pribadi dan perilaku sehari –hari o
Ranah psikomotor (karsa) •
Mengindra Hal ini dapat berbentuk mendengarkan, melihat, meraba, mengecap, dan membau
•
Kesiagaan diri Meliputi
konsentrasi
mental,
berpose
badan.
Dan
mengembangkan perasaan •
Bertindak secara terpimpin Meliputi gerakan menirukan, dan mencoba melakukan tindakan
•
Bertindak secara komplek Ini adalah taraf mahir, dan gerak/ketrampilan disertai berbagai improvisasi24
Sehingga dengan melihat penjelasan tersebut, secara garis besar penulis menyimpulkan bahwa jenis belajar dapat dibagi tiga : a. Jenis belajar ketrampilan Dalam lingkungan keluarga anak kecil sudah mulai belajar jenis ini, misalnya memungut benda-benda, memakai pakaian, memakai alat-alat makan dan sejenisnya. b. Jenis belajar pengetahuan dan pemahaman Pendidik/orang
tua
dalam
membantu
anak
agar
memperoleh
kesan/tanggapan yang benar dan jelas, seyogyanya mengusahakan dan menyediakan lingkungan nyata atau mendekati nyata dengan memberi kesempatan kepada mereka bisa mengamati langsung atau dengan bantuan barang tiruan, gambar-gambar, rekaman-rekaman, peta dan lain-lain. c. Jenis belajar sikap Sikap adalah kecenderungan jiwa individu untuk menerima atau menolak sesuatu hal/orang berdasarkan penilaian terhadap sesuatu hal/orang tersebut bagi dirinya. Sikap tidak bisa muncul secara tiba-tiba, melainkan 24
Mustaqim, Op Cit, hal 39
21
melalui proses. Untuk menanamkan sikap terhadap nilai-nilai/normanorma kepada anak harus dikenalkan, diberi pengertian yang cukup, jelas mengenai manfaat dan keburukan jika melanggar norma dengan penjelasan
yang
bisa
diterima,
artinya
sesuai
dengan
tingkat
perkembangan mereka. 3. Teori Belajar. Teori belajar sangat beraneka macam dan setiap teori mempunyai landasan dasar perumusannya. Bila ditinjau dari landasan dasar itu teori belajar mencakup tiga teori antara lain : a.
Teori Conditioning Menurut teori Conditioning, belajar adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang menimbulkan reaksi (respons). Untuk menjadikan seseorang itu belajar maka harus diberikan syarat-syarat (conditions) tertentu. Yang perlu diperhatikan belajar menurut teori ini adalah latihanlatihan yang kontinew25. Bila dilihat secara cermat teori ini sangat menonjol peranan latihan dan kebiasaan atau pengaruh dari luar saja sedangkan peranan aku
atau
pribadi
manusia
dalam
menentukan
reaksi
atau
perbuatannya kurang mendapatkan perhatian, penganut teori ini mengatakan bahwa segala tingkah laku manusia adalah hasil dari conditioning, yakni hasil dari latihan-latihan atau kebiasaankebiasaan mereaksi terhadap syarat-syarat atau perangsang tertentu yang dialaminya di dalam kehidupanya. Bila diteliti secara cermat, teori ini sangat menonjolkan peranan latihan dan kebiasaan, atau pengaruh dari luar saja. Sedangkan peranan aku atau pribadi manusia dalam menentukan reaksi atau perbuatanya kurang diperhatikan. 25
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Terjemah Pengantar Guru Besar Psikologi UI, (Bandung : Raja Grafindo Persada), 2002, hal. 95
22
b.
Teori Connectionism Dalam teori ini, mengatakan bahwa belajar adalah hubungan antara stimulus dan respon atau belajar melalui proses trial and error (mencoba dan mengalami kegagalan) dan law of effect yang berarti bahwa segala tingkah laku yang mengakibatkan suatu keadaan yang memuaskan (cocok dengan tuntutan situasi) akan diingat dan dipelajari dengan sebaik-baiknya.26 Seorang tokoh dalam teori ini adalah Torndike yang mengatakan bahwa organism itu (juga manusia) sebagai mekanisme, yang hanya bergerak atau bertindak jika ada perangsang yang mempengaruhi dirinya. Terjadinya otomatisme dalam belajar menurut Torndike disebabkan adanya law of effect itu. Karena adanya law of effect maka terjadilah hubungan (connection) atau asosiasi antara tingkah laku reaksi yang dapat mendatangkan sesuatu dengan hasilnya (effect), karena adanya koneksi antara reaksi dengan hasilnya itu maka teori ini dinamakan teori Connectionism.
c.
Teori Psikologi Gestalt. Teori belajar menurut Psikologi Gestalt manusia adalah individu yang merupakan kebulatan utuh antara jasmani dan rohani.27 Menurut Gestalt “belajar bukan hanya sekedar merupakan proses antara stimulus-respon yang makin lama makin kuat karena adanya latihan-latihan atau ulangan-ulangan, tetapi belajar terjadi jika ada pengertian. Pengertian itu muncul apabila seseorang setelah beberapa saat mencoba memahami suatu masalah dan tiba-tiba muncul adanya kejelasan. Terlihat olehnya hubungan antara unsur yang satu dengan yang lain kemudian dipahami tentang kaitannya dan dimengerti maknanya.28
26
Ibid hal 93 – 94 Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung : Remaja Karya), 2001, hal 33 28 Ibid, hal 33 27
23
Jadi secara ringkas dapat dijelaskan bahwa belajar menurut psikologi Gestalt adalah suatu proses rentan penemuan-penemuan baru dengan bantuan pengalaman yang sudah ada. Prof. Dr. Oemar Hamalik, dalam bukunya Guru dalam Proses Belajar Mengajar menjelaskankan teori belajar menjadi dua kelompok, yaitu 1) teori belajar asosiasi dan 2) teori belajar Gestalt. Menurut beliau, sebelum munculnya kedua teori tersebut sebenarnya sudah muncul teori belajar, yaitu teori belajar menurut psikologi daya (faculty theory) yang dipelopori oleh Christian Von Wolff. Menurut para ahli psikologi daya, mental itu terdiri atas sejumlah daya yang satu sama lainnya terpisah, seperti daya mengamati, mengingat, menanggapi, menghayal, dan berfikir. Setiap daya dapat dilatih, seperti mengingat, dapat dilatih dengan hafalan, berfikir melaului berhitung, demikian pula daya-daya yang lainnya. “Belajar menurut teori ini adalah meningkatkan kemampuan dayadaya melalui latihan. Nilai suatu bahan pelajaran terletak pada nilai formalnya, bukan pada nilai materialnya”.29 Para ahli psikologi asosiasi mempunyai pandangan yang berbeda dengan ahli psikologi daya. Menurut ahli psikologi asosiasi, prilaku individu pada hakekatnya terjadi karena adanya pertalian atau hubungan antara stimulus (rangsang) dan respon (jawab)… dengan membuat kode S untuk stimulus dan R untuk respon, dapat dikataklan bahwa suatu S mempunyai ikatan dengan R tertentu. Oleh karena itu teori ini dikenal juga dengan S – R bond theori. Belajar menurut teori ini adalah membentuk ikatan atau hubungan antara S – R.30 Bila diteliti secara cermat, maka akan terlihat suatu persamaan antara konsepsi Drs. M. Ngalim Purwanto dengan Oemar Hamalik, bahwa pada pokoknya teori belajar dikelompokan ke dalam tiga kelompok, yaitu: 1. Psikologi daya, yang dipelopori Christian Von Wollf, yang pada dasarnya M. Ngalim Purwanto juga mengakui adanya teori ini dan dibahasnya secara terpisah. Dia cenderung memasukkan teori 29 30
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar , (Jakarta : Sinar Grafika Offset), 2003, hal. 37 Ibid, hal. 7
24
Conditioning yang sebenarnya juga mendekati teori daya yang mengatakan bahwa prilaku manusia itu merupakan Conditioning, yaitu hasil latihan – latihan atau kebiasaan – kebasaan mereaksi terhadap perangsang tertentu yang dialaminya di dalam kehidupannya. Teori ini dipelopori oleh Pavlov. 2. Psikologi asosiasi, yang sebenarnya juga dinamakan teori Conectinism yang di pelopori oleh Edward lee thormdike, yang menatakan bahwa perilaku individu itu pada hakekatnya terjadi arena pertalian atau hubugan antara stimulus dan respon. 3. Psikologi Gestalt, yang di pelopori oleh wolf gang kohler, yang mengatakan bahwa belajar adalah suatu proses rentetan penemuan dengan bantuan pengalaman – pengalaman yang sudah ada. Jadi pribadi memegang peranan yang paling sentral. Ketiga teori belajar tersebut nampaknya memang berbeda, ini disebabkan karena perbedaan jenis belajar yang diselidiki. Belajar ada yang bertaraf rendah, ada yang bertaraf tinggi, ada yang belajar dalam tingkat biologis, ada yang bertingkat rokhaniyah, ada yang bersifat skill atau kecekatan, dan ada yang bersifat rasional, dan sebagainya. Jadi, dalam menilai benar tidaknya pendapat yang penulis kemukakan dari hasil pemikiran para pakar ilmu pendidikan, harus dipandang dari segi tertentu yang sesuai dengan jenis – jenis belajar yang di selidikinya. Yang penting, bagi pendidik ialah mengambil manfaat dari teori – teori itu dan menggunakannya dalam praktek sesuai situasi dan materi yang dipelajari dan diajarkan. Jadi prestasi belajar merupakan hasil yang telah dicapai dari perbuatan belajar.
31
Prestasi belajar yang dicapai seorang individu merupakan hasil
interaksi berbagai faktor, yang oleh Drs. H. Abu Ahmadi dan Drs. Widodo Supriyono, dalam bukunya psikologi belajar, diolongkan menjadi dua
31
768
WJS purwadartinta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka), 1989, hal.
25
golongan yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Yang tergolong faktor internal adalah a. faktor jasmaniah (fisiologis) baik yang bersifat bawaan, maupun yang di peroleh. Yang termasuk faktor ini misalnya penglihatan, pendengaran, setruktur tubuh, dan sebagainya b. faktor psikologis, baik yang bersifat bawaan maupun yang di peroleh, yang terdiri atas : 1. faktor intelektif yang meliputi a. faktor potensial, yaitu kecerdasan dan bakat b. faktor kecakapan nyata yaitu potensi dan prestasi yang telah dimiliki. 2. faktor non intelektif, yaitu unsur unsur kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat, keutuhan, motifasi emosi, penyesuaian diri. 3. Faktor kematangan fisik maupun psikis Yang tergolong faktor eskternal adalah : a. Faktor sosial yang terdiri atas : lingkungan keluarga, ligkungan sekolah, lingkungan masyarakat, lingkungan kelompok b. Faktor budaya, seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian. c. Faktor lingkungan fisik, seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar, iklim. d. Faktor lingkungan spiritual atau keamanan 32 Faktor – faktor tersebut sangat erat kaitannya dengan prestasi belajar seseorang. Syekh Muslih Abdur Razaq, dalam kitabnya Ta’limul muta’alim mengemukakan konsep tentang hal – hal yang berkaitan dengan
syarat
berprestasi dalam belajar/menuntut ilmu, beliau berkata dalam syi’ir :
اﻻﻻ ﺗﻨﺎل اﻟﻌﻠﻢ اﻻ ﺑﺴﺘﺔ ﺳﺎﻧﺒﻴﻚ ﻋﻦ ﻣﺠﻤﻮﻋﻬﺎ ﺑﺒﻴﺎن ذآﺎء وﺧﺮص واﺻﻄﺒﺎر وﺑﻠﻐﺔ وارﺷﺎد اﺳﺘﺎذ وﻃﻮل زﻣﺎن Artinya : Ingatlah, sesungguhnya engkau tidak akan memperoleh ilmu, kecuali dengan memenuhi dengan enam syarat yang akan saya terangkan secara jelas, yaitu cerdas, memiliki kemauan keras, sabar, ada biayanya, mengikuti petunjuk guru, dan waktu yang cukup lama. 33 Untuk lebih jelasnya, maka akan penulis uraikan sebagai berikut : a. Faktor – faktor fisiologis
32
Abu Ahmadi, Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta : Rineka cipta), 1990, hl. 131 Syekh Ahmad Muslih Abdul Razaq, Syarah Ta’limul Muta’allim, (Menara Kudus), 1963, hal. 55 33
26
Faktor fisiologis merupakan faktor yang ada pada diri si pelajar yang berupa kondisi fisik dan panca indra yang dimiliki. Kondisi fisik dan panca indra seseorang dapat mempengaruhi proses belajarnya. Misalnya saja kesehatan jasmani, pandangan mata, pendengaran, dan sebagainya sehingga jika keadaan jasmani pelajar itu dalam keadaan baik maka akan mendukung proses belajar mereka, sebaliknya bila kondisi jasmani kurang sehat, juga akan menghambat keberhasilan proses balajarnya. Oleh karena itu dianjurkan Oleh karena itu dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi, memilih pola istirahat dan olahraga ringan yang sedapat mungkin terjadwal atau berkesinambungan. b. Faktor – faktor psikologis Faktor psikologis adalah faktor yang ada pada diri seseorang/ faktor kejiwaan, yang dapat berupa bakat, minat, kecerdasan, motifasi, kemampuan kognitif, dan situasi batin, yang berupa perasaan tenang, gelisah dan sebagainya. Kesemuanya itu sangat berpengaruh terhadap proses dan keberhasilan belajar seseorang atau pelajar. Bagi orang yang psikisnya mantap, maka belajarnya pun mantap, begitu pula dengan hasil/Prestasi belajarnya, dan sebaliknya jika
kondisi
psikisnya
labil,
maka
proses
belajar
dan
keberhasilannyapun sulit diharapkan. c. Faktor – Faktor Non Sosial Yang dimaksud dengan faktor nonsosial disini adalah faktor – faktor dari luar diri sipelajar itu sendiri, serta bentuk kehidupan lainnya, dimana faktor non sosial ini berupa lingkungan alam yang meliputi keadaan, tempat, udara, cuaca, waktu, alat – alat yang digunakan dalam belajar, dan yang sejenisnya. Faktor – faktor ini dapat berpengaruh positif atau negatif terhadap proses belajar si pelajar. Oleh karena itu, agar proses belajar dapat berhasil dengan baik, maka harus disiapkan lingkungan alam yang merupakan faktor – faktor yang mendukung, dan dihindari faktor – faktor yang menghambat kegiatan belajar atau yang menimbulkan hasil
27
belajar yang negatif, atau yang tidak sesuai dengan tujuan belajar itu sendiri. d. Faktor – faktor sosial Yang dimaksud dengan faktor sosial disini adalah faktor diluar diri si pelajar yang berupa lingkungan manusia atau masyarakat. Yang termasuk faktor sosial ini adalah faktor keluarga/ keadaan rumah tangga, guru, teman – teman bergaul, dan orang – orang yang ada di lingkungan sekelas atau dia belajar. Ligkungan sosial ini memang sangat besar pengaruhnya terhadap belajar dan hasil/ prestasi belajar anak atau si pelajar. Situasi keluarga yang harmonis, guru yang arif bijaksana, teman yang baik, dan lingkungan masyarakat lain yang damai akan berpengaruh positif dalam belajar dan watak kepribadian pelajar, begitu pula sebaliknya. Oleh karenanya ciptakanlah lingkungan sosial bagi anak didik yang sesuai dengan tujuan yang diharapkan, agar proses belajar dapat bernilai dan berhasil sebagai mana yang diharapkan. C.
PENGARUH LATAR BELAKANG PENDIDIKAN ORANG TUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA Sebelum pembahasan sebelumnya telah dikemukakan beberapa hal yang berkaitan dengan pendidikan, serta prestasi belajar. Maka dalam sub bab ini secara khusus akan penulis kaji tentang pengaruh latar belakang pendidikan orang tua terhadap prestasi belajar siswa Madrasah Aliyah Al Irsyad Gajah Demak. Sebelum masalah ini dibahas, terlebih dahulu penulis kemukakan tentang beberapa pendapat : Menurut Zamakhsari Dhofier bahwa tinggi rendahnya pengetahuan seseorang itu diukur dengan jumlah buku yang telah dipelajari dan dari ulama/guru mana ia telah belajar (peroleh)34.sebagai orang tua mempunyai
34
Abuddin Nata, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, Grasindo, Jakarta, 2001, hal 169
28
peran dan tanggung jawab yang tinggi dalam mendidik anaknya, baik dalam pertumbuhan dan perkembangan mereka. Di dalam kitab Ta’limul Mutaallim disebutkan bahwa semakin tinggi intelektualitas seseorang maka akan terasa semakin rendah dirinya. Orang yang semakin tinggi ilmunya bukan semakin sombong tapi merasa semakin kecil diirnya, sehingga mempunyai budi pekerti, sikap, nilai dan moral yang baik dan berwawasan yang luas dalam membentuk manusia untuk masa depan. Ditegaskan dalam sebuah hadits
ﺣﺪ ﺛﻨﻲ اﺳﺤﺎق اﺧﺒﺮﻧﺎ ﻋﺒﺪ اﻟﺮزاق اﺧﺒﺮﻧﺎ ﻣﻌﻤﺮ ﻋﻦ هﻤﺎم ﻋﻦ اﺑﻲ ﻣﺎ ﻣﻦ ﻣﻮﻟﻮد اﻻ ﻳﻮﻟﺪ: ﻗﺎل رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ: هﺮﻳﺮة ﻗﺎل )رواﻩ اﻟﺒﺨﺎر.... ﻋﻠﻰ اﻟﻔﻄﺮﻩ ﻓﺎﺑﻮاﻩ ﻳﻬﻮداﻧﻪ وﻳﻨﺼﺮاﻧﻪ وﻳﻤﺠﺴﺎﻧﻪ (وﻣﺴﻠﻢ Artinya
: berkata kepadaku Ishak, Abdul Rozaq memberitahukan kepada kami, Muamar memberitahukan kepada kami dari Hamam, dari Abu Hurairahia berkata : Rasulullah saw bersabda : Tidaklah anak yang dilahirkan itu telah membawa fitrah (kecenderungan untuk percaya kepada Allah), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut beragama Yahudi, Nasrani (H.R. Bukhari Muslim)35. Dengan demikian dapat penulis simpulkan bahwa pendidikan anak
yang dipengaruhi oleh faktor dari luar yang diantaranya faktor keluarga, pendidik yaitu orang tua mereka sedikit banyak mempunyai pengaruh yang dalam pendidikan anak. Sebab kita tahu bahwa seorang anak dari berasal dari keluarga yang baik,berilmu maka akan memiliki intelegensi yang baik. Kemana orang tua akan mengarahkan mereka untuk masa depannya. Oleh karena itu orang yang mempunyai peran penting dan tanggung jawab dalam memberikan pendidikan anak sangat dibutuhkan suatu pendidikan bagi orang tua. Dengan dibuktikan adanya fakta bahwa kurang harmonisnya antara orang tua dan anak yang diasuhnya karena
35
Al Imam Abi Abdillah Muhammad Ibn Isma’il Ibn Ibrahim Ibn Al Mughirah Ibn Bardizabati Al Bukhari Al Ja’fy, Shahih Bukhari, (Darul Kutub Al Ilmiyyati, hal 269
29
kesadaran mengenai pentingnya lembaga pendidikan bagi orang tua masih sangat rendah. Oleh karena itu tingkat pendidikan orang tua sangatlah berpengaruh terhadap cara-cara mendidik dan membimbing anak, sebab semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki oleh orang tua, maka mereka akan memiliki sifat-sifat didik dan cara-cara berfikir yang lebih rasional. Sebaliknya makin rendah tingkat pendidikan dan jabatan orang tua maka makin kecil kesempatan seorang anak untuk menyelesaikan pendidikannya. Hal-hal yang menyebabkan anak putus sekolah adalah : a. Status sosial ekonomi, karena kebutuhan biaya yang mendesak maka akan menyebabkan kebutuhan pendidikan mereka terkesampingkan sehingga anak berhenti sekolah sebelum tamat. b. Rendahnya kesadaran orang tua mengenai pentingnya sebuah pendidikan. Pendidikan dapat menumbuhkan manusia dalam hal berfikir luas dan lebih memahami akan arti hak dan kewajiban mereka sebagai manusia serta menjadikan manusia yang modernitas tanpa menghilangkan nilainilai tradisional yang mengarah ke masa depan. Pandangan yang demikian akan dapat terealisasikan pada akrtivitas orang tua dalam rangka mempersiapkan masa depan anak-anaknya. Blau
dan
Duncan
yang dikutip oleh Philip
Robinson
mengemukakan bahwa : “Pendidikan memperoleh arti yang semakin besar bagi status pada umunya dan bagi pengalihan kedudukan sosial dari orang tua kepada anak. Status yang lebih tinggi tidak lagi dapat diwarisi secara langsung melainkan harus disahkan oleh karena itu prestasi-prestasi yang nyata yang diakui secara sosial”.36 Jadi disini dapat penulis simpulkan bahwa orang tua yang berlatar pendidikan tinggi baik formal maupun nonformal melalui pemikiran yang rasional akan terangsang kepada hal-hal yang sifatnya menguntungkan. 36
Philip Robinson, Perspectives on the Sociology of Education, Terjemahan Perspektif Pendidikan Dalam Sosiologi (Jakarta : Rajawali), 1986, hal 298
30
Oleh karena itu tidak mustahil apabila pendidikan orang tua berpengaruh terhadap motivasi anak untuk mencapai prestasi. D.
KAJIAN PENELITIAN YANG RELEVAN Sebagai bahan kajian pustaka, penulis menemukan hasil penelitian sebelumnya yang ada kaitannya dengan skripsi ini : a. Skripsi karya Bibit dalam Risalah yang berjudul “Pengaruh Bimbingan Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Siswa di SD Islam Al-Khotimah Randusari Semarang Selatan”, merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana muda dalam ilmu tarbiyah, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Tahun 1984. Penelitian ini sudah dilakukan sekitar 20 tahun yang lalu dengan metode analisis Product Moment Karl Pearson dengan memakai peta korelasi. Sedangkan perbedaannya dengan skripsi yang penulis lakukan adalah Pengaruh latar belakang Pendidikan Orang Tua terhadap Prestasi Belajar Siswa. Lain dari itu, penulis lebih terfokus pada pengaruh latar belakang pendidikan orang tua terhadap prestasi belajar siswa. b. Skripsi saudara Siti Noor Jannah, mahasiswa Fakultas Ekonomi IKIP Veteran Semarang, lulus pada Tahun 1998 meneliti tentang “Pengaruh Obyek Wisata Menara Kudus Terhadap Minat Berwiraswasta Bagi Penduduk Desa Kauman dan Langgar Dalem Kecamatan Kota Kabupaten Kudus. Penelitian ini memfokuskan pada pengaruh Keberadaan Obyek Wisata. Kesamaannya dengan skripsi yang penulis garap adalah pengaruh (variabel x). Skripsi tersebut mempunyai dua variabel pengaruh obyek wisata (x) dan minat berwiraswasta (y). Maka analisis yang digunakan adalah menggunakan rumus regresi linier.