BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Sistem Kelistrikan di Indonesia Tenaga listrik dihasilkan di pusat-pusat pembangkit listrik seperti PLTA, PLTU, PLTG, PLTGU, PLTP dan PLTD. Pada umumnya pusat pembangkit tenaga listrik berada jauh dari pengguna tenaga listrik, untuk mentransmisikan tenaga listrik dari pembangkit ini, maka diperlukan penggunaan tegangan tinggi 150/70 kV (TT), atau tegangan ekstra tinggi 500 kV (TET). Tegangan yang lebih tinggi ini diperoleh dengan transformator penaik tegangan (step up transformator). Pemakaian tegangan tinggi ini diperlukan untuk berbagai alasan efisiensi, antara lain, penggunaan penampang penghantar menjadi efisien, karena arus yang mengalir akan menjadi lebih kecil, ketika tegangan tinggi diterapkan. Setelah saluran transmisi mendekati pusat pemakaian tenaga listrik, yang dapat merupakan suatu daerah industri atau suatu kota, tegangan, melalui gardu induk (GI) diturunkan menjadi tegangan menengah (TM) 20 kV. Tegangan menengah dari GI ini melalui saluran distribusi primer, untuk disalurkan ke gardugardu distribusi (GD) atau pemakai TM. Dari saluran distribusi primer, tegangan menengah (TM) diturunkan menjadi tegangan rendah (TR) 220/380 V melalui
7
saluran tegangan rendah ke konsumen tegangan rendah. Sistem distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik. Sistem distribusi ini berguna untuk menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya listrik besar (Bulk Power Source) sampai ke konsumen atau pelanggan. Jadi fungsi distribusi tenaga listrik adalah : 1)
Pembagian atau penyaluran tenaga listrik ke beberapa tempat (pelanggan)
2)
Merupakan sub sistem tenaga listrik yang langsung berhubungan dengan pelanggan, karena catu daya pada pusat-pusat beban (pelanggan) dilayani langsung melalui jaringan distribusi. Secara umum ditunjukkan seperti gambar di bawah ini :
Pembangkitan
Jaringan Transmisi 150 kV
Gardu Induk ( GI )
Trafo Step Up
Pelanggan industri dan komersil Pelanggan rumah tangga
Jaringan Distribusi Sekunder 220 / 380 V
Gambar 2.1 Perjalanan listrik dari pembangkit sampai ke pelanggan [2]
8
Gambar 2.2 Diagram Distribusi Tenaga Listrik [4]
2.2 Jaringan Tegangan Menengah Jaringan Tegangan Menengah adalah jaringan tenaga listrik yang berfungsi untuk menghubungkan gardu
induk sebagai suplay tenaga listrik
dengan gardu-gardu distribusi. Sistem tegangan menengah yang pada umumnya adalah 20 kV. Jaringan ini mempunyai struktur/pola sedemikian rupa, sehingga dalam pengoperasiannya mudah dan handal. Pola jaringan yang digunakan pada sistem distribusi terdapat beberapa macam, antara lain :
9
1. Sistem Radial Pola ini merupakan pola yang paling sederhana dan umumnya banyak digunakan di daerah pedesaan / sistem yang kecil. Umunya menggunakan SUTM (Saluran Udara Tegangan Menengah), Sistem Radial tidak terlalu rumit, tetapi memiliki tingkat keandalan yang rendah.
Gambar 2.3 Sistem Radial [4]
2. Sistem Loop Merupakan pengembangan dari sistem radial, sebagai akibat dari diperlukannya kehandalan yang lebih tinggi dan umumnya sistem ini dapat dipasok dalam satu gardu induk. Dimungkinkan juga dari gardu induk lain tetapi harus dalam satu sistem di sisi tegangan tinggi, karena hal ini diperlukan untuk melakukan manuver beban pada saat terjadi gangguan. Terdapat dua macam dari sistem loop, yaitu open loop dan close loop. Ditunjukkan dengan gambar dibawah ini :
10
Gambar 2.4 Sistem Open Loop [4]
Sistem close loop ini layak digunakan untuk jaringan yang dipasok dari satu gardu induk, memerlukan sistem proteksi yang lebih rumit biasanya menggunakan rele arah (bidirectional). Sistem ini mempunyai kehandalan yang lebih tinggi dibanding sistem yang lain.
Gambar 2.5 Sistem Close Loop [4]
3.
Sistem Spindle Sistem ini pada umumnya banyak digunakan. Memiliki kehandalan yang
relatif tinggi karena disediakan satu expres feeder / penyulang tanpa beban dari gardu induk sampai gardu hubung. Biasanya pada tiap penyulang terdapat gardu tengah (middle point) yang berfungsi untuk titik manufer apabila terjadi gangguan pada jaringan tersebut.
11
Tabel 3.1 Karakteristik kabel JTR dan SR
Gambar 2.6 Sistem Spindle [4]
2.3 Jaringan Tegangan Rendah Berdasarkan penempatan jaringan, jaringan tegangan rendah dibedakan menjadi 1.
Saluran Udara Tegangan Rendah (SUTR)
Saluran ini merupakan penghantar yang ditempatkan di atas tiang (di udara). Ada dua jenis penghantar yang digunakan, yaitu penghantar tak berisolasi (kawat) dan penghantar berisolasi (kabel). Penghantar tak berisolasi mempunyai berbagai kelemahan, seperti rawan pencurian dan rawan terjadi gangguan phase-phase maupun phase-netral. 2.
Saluran Kabel Tegangan Rendah (SKTR) Saluran ini menempatkan kabel di bawah tanah. tujuan utama penempatan
di bawah tanah pada umumnya karena alasan estetika, sehingga penggunaan SKTR umumnya adalah komplek perumahan dan daerah perindustrian. Keuntungan penggunaan kabel ini adalah estetika yang lebih indah, tidak
12
terganggu oleh pengaruh-pengaruh cuaca. Kelemahan kabel ini adalah jika terjadi gangguan sulit menemukan lokasinya dan jika terjadi pencurian dengan suntikan di bawah tanah petugas kesulitan mengungkapnya.
Gambar 2.7 Gardu Tiang Trafo Distribusi dan Bagian-Bagiannya [2]
2.4 Rangkaian Listrik Tiga Fasa Listrik arus bolak–balik 3 fasa adalah arus bolak–balik yang terdiri dari tiga keluaran yang disebut dengan fasa, dengan bentuk sinusoide yang nilai tegangannya sama, frekwensi sama tetapi masing-masing berbeda 1/3 periode (120 0) V1 = Vm
0O
V2 = Vm
-120O
V3 = Vm
-240O
(2.1)
13
Gambar 2.8 Grafik Suplai Tegangan Kondisi Seimbang [3]
Pada gambar nampak bahwa antara tegangan fase satu dengan yang lainnya mempunyai perbedaan fase sebesar 120º Pada umumnya fase dengan sudut fase 0º disebut dengan fase R, fase dengan sudut fase 120º disebut fase S dan fase dengan sudut fase 240º disebut dengan fase T. Perbedaaan sudut fase tersebut pada pembangkit dimulai dari adanya kumparan yang masing-masing tersebar secara terpisah dengan jarak 120º. Arus yang mengalir pada setiap beban dinyatakan dengan I=
V R
(2.2)
Pada ketiga fasanya bisa dituliskan sebagai berikut IA =
V∠ 0 ° = Im ∠ − θ Z∠ θ
IB =
V∠ − 120° = Im ∠( −120° − θ ) Z∠θ
IC =
V∠ − 240° = Im ∠( −240° − θ ) Z∠θ
14
(2.3)
Dalam rangkaian tiga fasa empat kawat seperti gambar 2.9 dibawah ini mempunyai titik netral yang nilainya harus 0 karena titik netral tersebut merupakan penjumlahan arus ketiga fasanya.
IC
IN
IA
IB
Gambar 2.9 Rangkaian hubung bintang-bintang (Y-Y) [5]
IN = IA + IB + IC = 0
(2.4)
2.5 Daya pada Rangkaian Listrik Tiga Fasa Karena beban Z mempunyai/membentuk pergeseran sudut terhadap V (sebagai referensi) maka arus beban Ib yang mengalirpun membentuk sudut yang sama searah dengan sudut dari Z sebesar φ. Hal ini berakibat timbulnya 3 macam daya. a.
Daya aktif
: P (watt)
b.
Daya reaktif
: Q (VAR)
c.
Daya semu
: S (VA)
Hubungan ketiga daya tersebut adalah sebagai berikut :
r rr S = P + JQ P = S cos θ
(2.5)
Q = S sin θ
15
Segitiga daya
P φ
S Q
Q
S
φ P Beban bersifat kapasitif
Beban bersifat induktif
Gambar 2.10 Segitiga daya [4]
Perhitungan 3 Phasa : S = √3 xV x I
(VA)
(2.6)
P = √3 x V x I x cos θ Q = V x I x √3 j X sin θ
(Watt) (VAR)
(2.7) (2.8)
Dimana : V = Tegangan Phasa-phasa (380 Volt) I = Arus Phasa
2.6 Pengaruh Arus Netral Dalam Sistem Distribusi
Arus netral ini sangat berpengaruh pada sistem jika arus netralnya berlebihan, dalam hal ini dapat mengakibatkan antara lain :
► Terjadinya kegagalan pengawatan pada kawat netral ► Timbulnya panas yang berlebihan pada transformator ► menurunnya kwalitas daya. Masalah tersebut perlu kita pikirkan seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan akan energi listrik dan kehandalan peralatan untuk mengurangi biaya pemeliharaan sistem distribusi listrik.
16
Jadi fenomena arus netral ini harus dilihat secara seksama karena dapat mengakibatkan kerugian yang sangat besar. Sekaligus penanggulangannya yaitu dengan meminimalisir arus netral di gardu-gardu distribusi agar dapat mengurangi kerugian yang lebih lanjut.
2.7 Transformator Distribusi 2.7.1 Prinsip Kerja Transformator Trafo distribusi yang umum digunakan adalah trafo step down 20/0,4 kV, tegangan fasa-fasa sistem JTR adalah 380 Volt, karena terjadi drop tegangan maka tegangan pada rak TR dibuat diatas 380 Volt agar tegangan pada ujung beban menjadi 380 Volt. Pada kumparan primer akan mengalir arus jika kumparan primer dihubungkan ke sumber listrik arus bolak-balik, sehingga pada inti transformator yang terbuat dari bahan ferromagnet akan terbentuk sejumlah garis-garis gaya magnet (fluks). Karena arus yang mengalir merupakan arus bolak-balik maka fluks yang terbentuk pada inti akan mempunyai arah dan jumlah yang berubah-ubah. Jika arus yang mengalir berbentuk sinus maka fluks yang terjadi akan berbentuk sinus pula. Karena fluks tersebut mengalir melalui inti yang mana pada inti tersebut terdapat lilitan primer dan lilitan sekunder maka pada lilitan primer dan sekunder tersebut akan timbul ggl (gaya gerak listrik) induksi, tetapi arah dari ggl induksi primer berlawanan dengan arah ggl induksi sekunder sedangkan frekuensi masing-masing tegangan tersebut sama dengan frekuensi sumbernya.
17
Gambar 2.11 Fluks magnet trafo [10]
Michael Faraday meyimpulkan bahwa tegangan gerak listrik imbas didalam sebuah rangkaian listrik adalah sama dengan perubahan fluks yang melalui rangkaian tersebut
(2.9) Tanda negatif menunjukkan bahwa arus induksi akan selalu mengadakan perlawanan terhadap yang menghasilkan arus induksi tersebut Fluks sinusoidal akan mengakibatkan terbangkitnya tegangan E1
(2.10)
maka pada sisi sekunder, fluks tersebut akan mengakibatkan timbulnya tegangan E2
(2.11)
18
Dimana :
e = gaya gerak listrik (ggl) N = jumlah lilitan
Gambar 2.12 Transformator Distribusi [7]
2.7.2 Perhitungan pada Transformator Daya transformator bila ditinjau dari sisi tegangan tinggi (primer) dapat dirumuskan sebagai berikut : S = √3 . V . I
(2.12)
dimana : S V I
: : :
daya transformator (kVA) tegangan sisi primer transformator (kV) arus jala-jala (A) Sehingga untuk menghitung arus beban penuh (full load) dapat
menggunakan rumus : IFL =
S
(2.13)
3 .V
dimana : IFL
:
arus beban penuh (A) 19
S V
: :
daya transformator (kVA) tegangan sisi sekunder transformator (kV)
2.8
Ketidakseimbangan Beban pada Transformator Ketidakseimbangan beban sering terjadi, salah satunya dikarenakan
pembagian beban yang tidak sama untuk masing-masing fasa pada sistem distribusi. Selain itu ketidakseimbangan dikarenakan besarnya impedansi saluran yang tidak sama untuk masing-masing kawat penghantar saluran distribusi. Yang dimaksud dengan keadaan seimbang adalah suatu keadaan di mana :
•
Ketiga vektor arus / tegangan sama besar.
•
Ketiga vektor saling membentuk sudut 120º satu sama lain.
Sedangkan yang dimaksud dengan keadaan tidak seimbang adalah keadaan di mana salah satu atau kedua syarat keadaan seimbang tidak terpenuhi. Kemungkinan keadaan tidak seimbang ada 3 yaitu :
•
Ketiga vektor sama besar tetapi tidak membentuk sudut 120º satu sama lain.
•
Ketiga vektor tidak sama besar tetapi membentuk sudut 120º satu sama lain.
•
Ketiga vektor tidak sama besar dan tidak membentuk sudut 120º satu sama lain.
20
IS
IT
IS
o
120
135o
IT
120o
120o
120o
105o `
IN `
IR + IT IR
IR
(a)
(b)
Gambar 2.13 Vektor Diagram Arus [7]
Gambar 2.13 (a) menunjukkan vektor diagram arus dalam keadaan seimbang. Di sini terlihat bahwa penjumlahan ketiga vektor arusnya (IR, IS, IT) adalah sama dengan nol sehingga tidak muncul arus netral (IN). Sedangkan pada Gambar 2.13 (b) menunjukkan vektor diagram arus yang tidak seimbang. Di sini terlihat bahwa penjumlahan ketiga vektor arusnya (IR, IS, IT) tidak sama dengan nol sehingga muncul sebuah besaran yaitu arus netral (IN) yang besarnya bergantung dari seberapa besar faktor ketidakseimbangannya.
2.9
Dampak dari Ketidakseimbangan Tegangan dan Arus [8] Jika [I] adalah besaran arus fasa dalam penyaluran daya sebesar P pada
keadaan seimbang, maka pada penyaluran daya yang sama tetapi dengan keadaan tak seimbang besarnya arus-arus fasa dapat dinyatakan dengan koefisien a, b dan c sebagai berikut :
[I R ] = a [I ] [I S ] = b [I ] [IT ] = c [I ]
(2.14)
21
dengan IR , IS dan IT berturut-turut adalah arus di fasa R, S dan T. Misalnya daya sebesar P disalurkan melalui suatu saluran dengan penghantar netral. Apabila pada penyaluran daya ini arus-arus fasa dalam keadaan seimbang, maka besarnya daya dapat dinyatakan sebagai berikut :
P = 3 . [V] . [I] . cos ϕ
(2.15)
dengan : P : V : cos ϕ :
daya pada ujung kirim tegangan pada ujung kirim faktor daya
Daya yang sampai ujung terima akan lebih kecil dari P karena terjadi penyusutan dalam saluran. Bila faktor daya di ketiga fasa dianggap sama walaupun besarnya arus berbeda,
besarnya daya yang disalurkan dapat
dinyatakan sebagai : P = (a + b + c) . [V] . [I] . cos ϕ
(2.16)
Apabila persamaan (2.15) dan persamaan (2.16) menyatakan daya yang besarnya sama, maka dari kedua persamaan itu dapat diperoleh persyaratan untuk koefisien a, b, dan c yaitu : a+b+c = 3
(2.17)
dimana pada keadaan seimbang, nilai a = b = c = 1 Ketidakseimbangan dari tegangan transformator primer menghasilkan ketidakseimbangan dari tegangan-tegangan sekunder dan penambahan rugi-rugi daya tanpa beban. Transformator modern dikonstruksi sebagai piranti tiga fasa simetris. Sehingga, ketidakseimbangan arus dari beban-beban tak seimbang dan tegangan-tegangan tak seimbang akan mempengaruhi transformator. Dampak
22
negatif dari ketidakseimbangan tegangan dan arus tergantung pada konfigurasi transformator. Sehingga, harus diberikan perhatian secara lebih detail pada susunan lilitan transformator. Ketidakseimbangan
dalam
kabel-kabel
suplai
menyebabkan
ketidakseimbangan dari arus-arus reaktif dalam kawat kabel, yang menyebabkan perubahan
dari
kebutuhan
daya
reaktif.
Dalam
keseluruhan
kawat,
ketidakseimbangan dari arus menyebabkan ketidakseimbangan pada penurunan tegangan sepanjang kawat. Hal ini juga menyebabkan kenaikan dari arus-arus netral yang menyebabkan kerusakan pada peralatan proteksi. Sehingga berdasarkan persamaan : Ploss = I2R
(2.18)
Dimana : Ploss I R
: : :
losses pada penghantar (watt) arus yang mengalir pada penghantar (A) tahanan penghantar (Ω)
Maka untuk rugi yang berasal dari arus yang mengalir pada penghantar netral trafo adalah PN = IN2. RN
(2.19)
dimana : PN IN RN
: : :
losses pada penghantar netral trafo (watt) arus yang mengalir pada netral trafo (A) tahanan penghantar netral trafo (Ω)
Perhitungan biaya kerugian yang ditimbulkan Biaya = daya (watt) x waktu (jam) x tarif dasar listrik/kWh
23
(2.20)
2.10 Tegangan Jatuh (Voltage Drop) Jatuh tegangan adalah selisih antara tegangan ujung dan pengiriman dan tegangan ujung penerimaan. Drop tegangan pada sistem distribusi dapat terjadi pada : a.
Penyulang tegangan menengah
c. Sambungan rumah
b.
Tranformator Distribusi
d. Instalasi rumah
c.
Jaringan tegangan rendah
Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan tenaga listrik adalah besarmya nilai tegangan jatuh. Tegangan jatuh didefinisikan sebagai perbedaan tegangan antara sisi kirim dengan sisi terima. Tegangan jatuh pada jaringan tegangan rendah merupakan hasil perkalian arus dengan impedansi dari panjang konduktor yang dialiri beban, sehingga seolah-olah konduktor tersebut merupakan salah satu beban dari suatu sistem. Untuk menghitung tegangan jatuh dapat dinyatakan dengan persamaan berikut : VD = I x L x Z
(2.21)
VD = I x L x (R cos θ + X sin θ)
(2.22)
Keterangan : VD = Drop Tegangan I = Arus pada titik pembebanan (Amp) L = Panjang saluran / jaringan (km) Rac = Resistansi saluran (ohm/km) Xac = Reaktansi saluran (ohm/km)
Atau bisa digunakan rumus seperti berikut : Vd = Vs – Vr
(2.23)
dimana, Vs = Tegangan sisi kirim dan Vr = Tegangan sisi terima.
24
Selain harga impedansi saluran yang menyebabkan jatuh tegangan pada jaringan khususnya jaringan tegangan rendah yaitu adanya arus beban itu sendiri, yang mana pada JTR arus bebannya adalah arus konsumen. Untuk mengetahui besarnya arus pada masing-masing beban tiang dapat dilakukan berdasarkan pengukuran disisi sekunder trafo, besar arus tiap phasa (R,S,T,N). Selain itu dapat juga dilakukan dengan menggunakan perhitungan dengan persamaan sebagai berikut : KVA = I x kV
(2.24)
maka : I=
KVA kV
(2.25)
Drop tegangan akan semakin besar apabila dipengaruhi oleh suplai tegangan
pada sistem distribusi yang ada rendah, power faktor yang jelek, sistem satu phasa dan ketidakseimbangan jaringan atau beban. Terdapat beberapa cara utama untuk mengatasi atau mengurangi drop tegangan yang tinggi adalah : 1. Menambah power faktor dengan pemasangan kapasitor. 2. Rekonduktor jaringan dengan ukuran yang lebih besar. 3. Penyeimbangan jaringan. 4. Mengurangi jumlah beban dan panjang jaringan.
2.11
Cara menyeimbangkan beban pada gardu distribusi [11]
2.11.1 Proses penyeimbangan beban 1. Kumpulkan data-data beban puncak gardu, daya tersambung gardu, beban masing-masing fasa, baik total maupun perjurusan atau percabangan,
25
faktor permintaan, total maupun perjurusan atau percabangan, beban titik netral, total maupun perjurusan atau percabangan. 2. Hitung beban rata-rata per fasa, baik total maupun masing-masing jurusan atau percabangan. 3. Hitung jumlah beban yang lebih dan yang kurang dari masing-masing fasa terhadap beban rata-rata per fasa, baik untuk total, per jurusan atau percabangan. 4. Hitung besarnya daya tersambung dari masing-masing fasa yang harus dikurangi dan yang harus ditambah, baik untuk total maupun per jurusan atau percabangan, dengan cara membagi hasil hitung pada butir 3. dengan angka faktor permintaan (demand factor) di masing-masing fasa yang bersangkutan. 5. Hitung jumlah sambungan rumah (SR)/Titik Sambung yang akan dipindahkan, dengan cara membagi jumlah daya yang akan dipindahkan dengan satuan daya tersambung masing-masing pelanggan (450 VA, 900 VA, 1300 VA atau 2200 VA dsb.) 6. Buat pemberitahuan tentang rencana penyeimbangan beban kepada seluruh pelanggan yang tersambung di gardu yang bersangkutan (kemungkinan adanya pemadaman sementara). 7. Laksanakan penyeimbangan beban dengan memindahkan sambungan rumah (SR) dari fasa yang berlebih kepada fasa yang kurang, dengan cara memadamkan sementara fasa yang berlebih (bila di jaringan tidak ada tanda-tanda fasa atau tidak memiliki alat pendeteksi fasa) untuk
26
mempermudah pengalihan beban.
Untuk pelanggan 3 fasa harus
dipadamkan total 8. Periksa dan teliti hasilnya dengan pengukuran beban pada setiap fasa secara total dan per jurusan di gardu maupun di percabangan jaringan tegangan rendah. Jurusan TRAFO
Jurusan Jurusan Jurusan
LBS
Percabangan Percabangan Percabangan
Keterangan :
titik ukur penyeimbangan beban
Gambar 2.14 Titik ukur penyeimbangan beban dan pekerjaan penyembangan beban [11]
2.11.2 Contoh Penyeimbangan beban gardu distribusi Skala prioritas penyeimbangan untuk gardu distribusi digunakan skala prioritas,
pengukuran
dilakukan
pada
saat
beban
puncak
saja.
Titik
pengukurannya pada gardu di setiap penghantar. Diketahui Data-data sebagai berikut : - Kapasitas Trafo
= 50 kVA
- KWh Salur (MDI) = 17860 kWh
27
- Beban Fasa R
= 85 Ampere
- Beban Fasa S
= 41 Ampere
- KWh Jual = 13456 kWh
- Beban Fasa T
= 33 Ampere
- Power Faktor (Cos Phi ) = 0,85
- Arus Netral
= 28 Ampere
- Tegangan Fasa RN = 225 volt
- Daya Tersambung Gardu = 109.900
- Tegangan Fasa SN = 225 volt
VA
- Tegangan Fasa TN = 225 volt
Perhitungan penyeimbangan beban:
•
Beban Puncak
= (85x225)+(41x225)+(33x225) = 19125+9225+7425 = 35.775 VA
•
Load factor
•
Demand Factor Gardu
= 0.5 (asumsi faktor beban untuk pedesaan)
= 35775 / 50000 = 0.71
•
Beban Rata-rata= (85 + 41 + 33) / 3 = 53 Ampere Beban (+ / -) Fasa R = 53 - 81 = - 28 Ampere ( harus dikurangi ) Beban (+ / -) Fasa S = 53 - 41 = + 12 Ampere ( harus ditambah ) Beban (+ / -) Fasa T = 53 - 33 = + 20 Ampere ( harus ditambah )
•
Daya Tersambung Yang Harus Dipindah = (28 x 225 ) / 0,71 = (6300 VA) / 0,71 = 8873.23VA
•
Jumlah Titik Sambung Yang Harus Dipindah = (8873.23VA ) / 450 VA
28
= 19 Titik Sambung ( jika dipilih 450 VA per Pelanggan )
•
Jumlah Titik Sambung Yang Harus Dipindah = (8873.23VA ) /
900 VA
= 9 Titik Sambung ( jika dipilih
•
900 VA per Pelanggan )
Jumlah Titik Sambung Yang Harus Dipindah = (8873.23VA ) / 1.300 VA = 7 Titik Sambung ( jika dipilih 1.300 VA per Pelanggan )
2.12 Memahami Standing Operating Procedure (SOP) & K3 [9] 2.12.1 Memahami Standing Operating Procedure (SOP) Sebelum melakukan pengukuran hal yang harus diperhatikan adalah pemahaman dan implementasi SOP dan K3. SOP adalah suatu bentuk ketentuan tertulis berisi prosedur/langkah-langkah kerja melaksanakan suatu kegiatan.
yang dipergunakan untuk
Dalam bahasa Indonesia SOP disebut dengan
Prosedur Tetap dan disingkat Protap. Dalam setiap pengukuran dan aktivitas lain, SOP dan K3 harus selalu diperhatikan. Sebagai contoh, apabila kita ingin melakukan penyeimbangan beban maka penyeimbangan dilakukan dengan memindahkan beban fasa di PHB-TR atas jurusan yang dianggap dapat memberikan kontribusi penurunan I nol pada Jaringan TR untuk keseluruhan kegiatan ini, hanya boleh dilakukan bila teknisi lapangan dan perencanaan di Kantor PLN yakin bahwa dalam jaringan tersebut tidak ada pelanggan tiga fasa. Untuk menghindari hal
tersebut maka dibuatlah SOP yang berisi
langkah-langkah yang tertata guna melaksanakan kegiatan.
29
prosedur
2.12.2 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Sumber hukum yang paling mendasar tentang keselamatan kerja di Indonesia ialah Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Undang-undang ini dibuat dengan menimbang bahwa : a. Bahwa
setiap tenaga kerja berhak
mendapat perlindungan atas
keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional. b. Bahwa setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya c. Bahwa setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan efisien. d. Bahwa berhubung dengan itu perlu diadakan segala daya upaya untuk membina norma-norma perlindungan kerja e. Bahwa pembinaan norma-norma itu perlu diwujudkan dalam Undang-undang yang memuat ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik dan teknologi. Misalnya
PLN
sebagai
perusahaan
yang
kegiatan
usahanya
membangkitkan, menyalurkan, mendistribusikan, dan melayani pelanggan. Maka setiap manusia yang terlibat dalam kegiatan usaha tersebut harus dijamin
30
keselamatan dan kesehatannnya. Dan orang lain yang berada di sekitar kegiatan usaha
maupun yang menggunakan produk energi listrik juga harus terjamin
keselamatan dan kesehatannya.
2.13 Pengukuran Trafo Distribusi Manual Menggunakan Tang Ampere a. Peralatan 1) Tang Ampere Digital 2) Master Key Ls. Board 3) Pena 4) Formulir Pengukuran Beban 5) Senter 6) Tangga
b. Prosedur Pengukuran Pengukuran trafo distribusi dilakukan melalui langkah - langkah sebagai berikut : 1. Mempersiapkan Perlatan kerja dan K3 yang dibutuhkan 2. Buka pintu ls board dengan menggunakan master key letakkan posisi Switch tang ampere ke posisi 400 A AC, kemudian ukur Phase R, S, T,
N induk, lalu catat di formulir pengukuran beban. 3. Kemudian lakukan pengukuran di R, S, T, N jurusan, lalu masukkan data hasil pengukuran di formulir pengukuran beban. 4. Lalu, ubah posisi switch ke posisi V AC (tegangan ) 5. Ukur tegangan di masing – masing Phase ( R – S, S – T, T – R ), lalu masukkan data hasil pengukuran kedalam formulir pengukuran beban.
31
6. Lalu ukur tegangan antara phase dengan netral ( R – N, S – N, T – N), Lalu masukkan data hasil pengukuran kedalam formulir pengukuran beban. 7. Lalu Tutup Kembali Pintu Ls. Board dan jangan lupa kunci kembali . 8. Lalu hasil Pengukuran yang ditulis di formulir pengukuran beban di masukkan ke program perngukuran beban trafo, dari sini akan terlihat % pembebanan trafo dan beban yang pincang pada trafo tsb.
R
S
T
N
Tang-kW meter pengukuran beban dan tegangan penghantar Fasa R
Tang-amper meter pengukuran arus penghantar Netral
Tang-kW meter pengukuran beban dan tegangan penghantar Fasa S
Tang-kW meter pengukuran beban dan tegangan penghantar Fasa S
a Ilustrasi pengukuran dengan menggunakan tang ampere
32
b. Aktivitas pengukuran dengan tang ampere Gambar 2.15 Pengukuran menggunakan tang ampere [11]
c. Input data ke komputer. Hasil pemeriksaan selanjutnya di input ke dalam database (Microsoft Excel) sehingga dari hasil pengisian data tersebut maka akan terlihat beban mana
saja yang pincang dan % pembenanan pada trafo tersebut (overload atau tidaknya trafo tersebut)
2.14
Pengukuran dengan menggunakan MONALISA ASTRI
2.14.1 Pengenalan MONALISA ASTRI MONALISA ASTRI adalah system pemantauan gardu jarak jauh dengan metode IT
sejalan dengan kebutuhan PLN untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kepada pelanggan dan keamanan asset distribusi. Guna keperluan tersebut MONALISA ASTRI dirancang dengan pendekatan 3 aspek pemantauan secara remote dengan menggunakan pemanfaatan SMS GSM yaitu :
33
1. Monitoring, untuk memonitor parameter ukur adalah tegangan, arus, suhu, frekuensi, kwh, harmonisa, dll. 2. Detect, untuk mendeteksi kondisi / keberadaan komponen gardu distribusi seperti grounding, pintu panel PHB-TR, busbar, dll. 3. Control, untuk melakukan control turn on/off (saklar), pada kontrol lampu jalan atau kebutuhan lainya yang diperlukan di unit Cabang / Rayon /Ranting. MONALISA ASTRI dilengkapi dengan sistem alarm yang akan memberitahukan kondisi abnormal dari kondisi gardu distribusi seperti kehilangan tegangan, arus lebih, dan lain lain. MONALISA ASTRI dirancang multiuser, dengan menggunakan aplikasi berbasis web, plus handphone. MONALISA ASTRI juga dapat merespon permintaan data diluar pengambilan data berkala dengan menggunakan SMS via HP ke nomor SIM gardu yang diinginkan, missal Reg Cek kirim ke no sim gardu. Sistem MONALISA ASTRI juga mengeluarkan output berupa print out dari hasil pengukuran dalam format hard copy maupun soft copy (excel), PDF, yang akan dimanfaatkan untuk keperluan assesmen gardu distribusi. Data data yang di pantau disesuaikan dengan SPLN sehingga misalnya monitoring data beban puncak dapat diketahui dengan lebih presisi baik waktu dan besarannya, berikut monitoring yang lainnya.
34
Gambar 2.16 Konseptual arsitektur system MONALISA ASTRI [13]
Gambar 2.17 Blok diagram MONALISA ASTRI [13]
2.14.2 Aplikasi WEB Merupakan aplikasi yang dibangun untuk menayangkan informasi hasil pembacaan alat RTC (Monalisa Astri) yang ditempatkan di WEB. Aplikasi ini merupakan aplikasi web yang dinamis, dibangun menggunakan scripting language PHP. Database yang digunakan adalah MySQL.
Merupakan sentral operasi dari sistem yang mana fungsi aplikasi ini selain untuk mengatur kinerja RTC, juga berfungsi untuk menampung data hasil pembacaan serta meng-uplink data ke aplikasi WEB.
35
1. Tampilan Halaman pembuka.
Gambar 2.18 Tampilan izin masuk aplikasi [13]
2. Tampilan Halaman awal .
Lokasi gardu Data gardu dan hasil pembacaan pengukuran Daftar Gardu distribusi
Gambar 2.19 Tampilan halaman utama monalisa astri [13]
3. Tampilan Halaman data logger.
Gambar 2.20 Tampilan table hasil pembacaan yang tersimpan dalam data logger [13]
36
4. Tampilan Input Data.
Gambar 2.21 Tampilan input data /setting data gardu [13]
5. Tampilan Halaman pendukung grafik.
Gambar 2.22 Tampilan grafik suhu gardu RYN225 tgl 2-5-2011 [13]
37
6. Tampilan lembar data alarm.
Gambar 2.23 Tampilan lembar acknowledge alarm dan formulir penanganannya. [13]
Data yang tampil dapat di download ke dalam bentuk ms.exel dan atau di preview dan di print Tanggal
Waktu
2012-04-26 2012-04-26 2012-04-26 2012-04-26 2012-04-26 2012-04-26 2012-04-26 2012-04-26 2012-04-26 2012-04-26 2012-04-26 2012-04-26 2012-04-26 2012-04-26 2012-04-25 2012-04-25 2012-04-25 2012-04-25 2012-04-25
13:33:26 12:33:26 11:33:26 10:33:26 09:33:26 08:33:26 07:33:26 05:33:26 03:33:26 02:33:26 06:33:26 04:33:26 01:33:26 00:33:26 23:33:25 22:33:25 22:10:25 21:24:25 21:24:25
VRN VSN VTN VRS VRT VST
IR
IS
IT
IN
f
T
P
S
pf
202 206 209 211 221 216 219 216 218 215 222 220 209 213 215 211 215 207 207
121 115 105 82 73 84 81 103 94 99 102 100 102 120 119 126 128 143 140
130 107 104 96 90 99 108 109 120 125 129 118 125 131 139 143 151 154 152
132 108 100 96 93 76 78 115 98 138 97 112 121 149 147 153 139 138 132
25 25 22 21 24 29 33 29 36 37 36 28 29 34 35 39 38 41 42
49 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 49 50 49 50 50 50 50
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
837806 837737 837667 837608 837548 837499 837440 837309 837172 837103 837382 837242 837023 836947 836859 836776 836739 836671 836670
869436 869365 869293 869232 869169 869117 869056 868920 868779 868707 868996 868851 868625 868547 868457 868372 868334 868265 868264
0.97 0.97 0.96 0.96 0.95 0.95 0.96 0.96 0.96 0.97 0.96 0.96 0.97 0.97 0.97 0.97 0.97 0.97 0.97
209 215 217 219 228 222 225 223 225 222 228 227 216 222 224 219 224 216 216
203 208 211 212 221 216 219 216 218 214 221 220 209 213 217 212 217 208 209
358 365 371 375 390 381 387 381 386 381 392 390 371 379 383 374 383 367 368
348 354 359 363 379 370 376 370 374 367 380 377 358 365 369 362 369 355 356
361 369 374 377 391 381 386 383 386 381 392 390 372 380 385 377 385 370 371
THD THD THD THD THD THD THD IR IS IT VRN VSN VTN VRS 7.3 5.9 8.1 6.5 9.2 7.3 8.2 10 9.6 9.8 9.1 10 7.3 7.2 9.4 11.2 10.2 9.2 9.6
Gambar 2.24 Tampilan dalam bentuk exel [13]
38
6.4 8.5 7.3 9.1 9.3 9.1 9.9 10.7 10.1 10.1 9.8 11.5 8.2 9.2 7.6 10 9.6 10.2 10.8
6.1 7.9 8.1 6.7 7.1 8.7 9 10.7 10.2 6 9.6 9.5 7.1 6 6.3 5.5 7.2 9 9.1
2.2 1.5 1.6 1.5 1.4 1.8 1.9 2.1 1.8 1.9 2.2 1.8 1.9 1.9 2 1.8 1.9 1.9 1.9
2 1.5 1.4 1.4 1.4 1.8 1.8 2.1 1.7 1.7 2.2 1.8 1.8 1.8 1.8 1.6 1.6 1.8 1.8
2.2 1.8 1.7 1.5 1.5 2.2 2.1 2.4 2 1.9 2.3 2.1 2 1.9 1.8 1.3 1.4 1.6 1.6
2 1.4 1.4 1.3 1.3 1.7 1.7 2 1.6 1.7 2.2 1.7 1.7 1.8 1.9 1.6 1.7 1.7 1.7
THD THD VST VRT 2.2 1.7 1.7 0 1.5 2 2 2.3 2.1 1.9 2.4 2 1.9 2 2 1.5 1.6 1.8 1.7
2.1 1.6 1.5 3.6 1.5 2 1.9 2.3 1.9 1.9 2.1 2 1.9 1.9 1.8 1.5 1.5 1.7 1.7