BAB II
DASAR TEORI
2.1
Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro Mikrohidro adalah istilah yang digunakan untuk instalasi pembangkit listrik yang mengunakan energi air. Kondisi air yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber daya (resources) penghasil listrik adalah yang memiliki kapasitas aliran dan ketinggian tertentu serta instalasi. Pembangkit listrik kecil yang dapat menggunakan tenaga air pada saluran irigasi dan sungai atau air terjun alam, dengan cara memanfaatkan tinggi terjunan (head, dalam m) dan jumlah debit airnya (m3/detik). Semakin besar kapasitas aliran maupun ketinggiannya dari istalasi maka semakin besar energi yang bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan energi listrik. PLTMH umumnya merupakan pembangkit listrik jenis run of river dimana head diperoleh dengan cara mengalihkan aliran air sungai ke satu sisi dari sungai tersebut selanjutnya mengalirkannya lagi ke sungai pada suatu tempat dimana beda tinggi yang diperlukan sudah diperoleh. Air dialirkan ke power house (rumah pembangkit) yang biasanya dibangun dipinggir sungai. Air akan memutar sudu turbin (runner), kemudian air tersebut dikembalikan ke sungai asalnya. Energi mekanik dari putaran poros turbin akan diubah menjadi energi listrik oleh sebuah generator. Pembangkit listrik tenaga air dibawah 200 kW digolongkan sebagai PLTMH.
Universitas Sumatera Utara
Biasanya Mikrohidro dibangun berdasarkan adanya air yang mengalir di suatu daerah dengan kapasitas dan ketinggian yang memadai. Istilah kapasitas mengacu kepada jumlah volume aliran air persatuan waktu (flow capacity) sedangan beda ketingglan daerah aliran sampai ke instalasi dikenal dengan istilah head. Mikrohidro juga dikenal sebagai white resources dengan terjemahan bebasnya yaitu ”energi putih”. Sebab instalasi pembangkit listrik seperti ini mengunakan sumber daya yang disediakan oleh alam dan ramah lingkungan. Suatu kenyataan bahwa alam memiliki air terjun atau jenis lainnya yang menjadi tempat air mengalir. Dengan perkembangan teknologi sekarang maka energi aliran air beserta energi dari pengaruh perbedaan ketinggian dengan daerah tertentu (tempat instalasi yang akan dibangun) akan dapat diubah menjadi energi listrik. Mikrohidro hanyalah sebuah istilah. Mikro artinya kecil sedangkan hidro artinya air. Dalam prakteknya istilah ini tidak merupakan sesuatu yang baku namun Mikrohidro, pasti mengunakan air sebagai sumber energinya. Yang membedakan antara istilah Mikrohidro dengan Minihidro adalah output daya yang dihasilkan. Mikrohidro dapat menghasilkan daya lebih rendah dari 100 kW, sedangkan minihidro daya keluarannya berkisar antara 101 sampai 1000 kW. Secara teknis, Mikrohidro memiliki tiga komponen utama yaitu air (sumber energi), turbin dan generator. Air yang mengalir dengan kapasitas tertentu disalurkan dengan ketinggian tertentu menuju rumah instalasi (rumah turbin). Di rumah instalasi, air tersebut akan menumbuk turbin dimana turbin akan menerima energi air tersebut dan mengubahnya
Universitas Sumatera Utara
menjadi energi mekanik berupa berputarnya poros turbin. Poros yang berputar
tersebut
kemudian
ditransmisikan
ke
generator
dengan
mengunakan kopling. Dari generator akan dihasilkan energi listrik yang akan masuk ke sistem kontrol arus listrik, sebelum dialirkan ke rumahrumah atau keperluan lainnya (beban). Begitulah secara ringkas proses Mikrohidro merubah energi aliran dan ketinggian air menjadi energi listrik. Peningkatan kebutuhan suplai daya ke daerah-daerah pedesaan di sejumlah negara, sebagian untuk mendukung industri-industri dan sebagian untuk menyediakan penerangan di malam hari. Kemampuan pemerintah yang terhalang oleh biaya yang tinggi untuk perluasan jaringan listrik, dapat membuat Mikrohidro memberikan sebuah sebuah alternatif ekonomi ke dalam jaringan. Hal ini dikarenakan Skema Mikrohidro yang mandiri dapat menghemat dari jaringan transmisi, karena skema perluasan jaringan tersebut biasanya memerlukan biaya peralatan dan pegawai yang mahal. Dalam kontrak, Skema Mikro Hidro dapat didisain dan dibangun oleh pegawai lokal, dan organisasi yang lebih kecil, dengan mengikuti peraturan yang lebih longgar dan menggunakan teknologi lokal, seperti untuk pekerjaan irigasi tradisional atau mesin-mesin buatan lokal. Pendekatan ini dikenal sebagai Pendekatan Lokal.
2.1.1. Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) pada dasarnya memanfaatkan energi potensial air Gatuhan air). Semakin tinggi jatuhan
Universitas Sumatera Utara
air (head) maka semakin besar energi potensial air yang dapat diubah menjadi energi listrik. Di samping faktor geografts yang memungkinkan, tinggi jatuhan air ( head) dapat pula diperoleh dengan membendung aliran air sehingga permukaan air menjadi tinggi. Secara umum lay-out sistem PLTMH merupakan pembangkit jenis run off river, memanfaatkan aliran air permukaan (sungai). Komponen sistern PLTMH tersebut terdiri dari banaunan intake (penyadap) bendungan, saluran pembavia, bak pengendap dan penenang, saluran pelimpah, pipa pesat, rumah pembangkit dan saluran pembuangan. Basic lay-out pada perencanaan pengembangan PLTMH dimulai dari penentuan lokasi intake, bagaimana aliran air akan dibawa ke turbin dan penentuan tempat rumah pembangkit untuk rnendapatkan tinggi jatuhan (head) optimum dan aman dari banjir.
2.1.2. Komponen-komponen Pembangkit Listrik Mikrohidro Berikut komponen-komponen Pembangkit Listrik Mikrohidro
:
Gambar 2.1.2 Komponen Besar Sebuah Skema Mikrohidro
Universitas Sumatera Utara
a. Diversion Weir dan Intake (Dam/Bendungan Pengalih dan Intake) Dam pengalih berfungsi untuk mengalihkan air melalui sebuah pembuka di bagian sisi sungai (‘Intake’ pembuka) ke dalam sebuah bak pengendap (Settling Basin).
Gambar 2.1.2(a). Diversion Weir dan Intake
b. Settling Basin (Bak Pengendap) Bak pengendap digunakan untuk memindahkan partikel-partikel pasir dari air. Fungsi dari bak pengendap adalah sangat penting untuk melindungi komponen-komponen berikutnya dari dampak pasir.
Gambar 2.1.2(b). Settling Basin (Bak Pengendap)
Universitas Sumatera Utara
c. Headrace (Saluran Pembawa) Saluran pembawa mengikuti kontur dari sisi bukit untuk menjaga elevasi dari air yang disalurkan.
Gambar 2.1.2(c). Headrace (Saluran Pembawa)
d. Headtank (Bak Penenang) Fungsi dari bak penenang adalah untuk mengatur perbedaan keluaran air antara sebuah penstock dan headrace, dan untuk pemisahan akhir kotoran dalam air seperti pasir dan ranting kayu.
Gambar 2.1.2(d). Headtank (Bak Penenang)
Universitas Sumatera Utara
e. Penstock (Pipa Pesat/Penstock) Penstock dihubungkan pada sebuah elevasi yang lebih rendah ke sebuah roda air, dikenal sebagai sebuah Turbin.
Gambar 2.1.2(e). Penstock (Pipa Pesat/Penstock)
f. Turbine and Generator (Turbin dan Generator) Perputaran gagang dari roda dapat digunakan untuk memutar sebuah alat mekanikal (seperti sebuah penggilingan biji, pemeras minyak, mesin bubut kayu dan sebagainya), atau untuk mengoperasikan sebuah generator listrik. Mesin-mesin atau alat-alat, dimana diberi tenaga oleh skema hidro, disebut dengan ‘Beban’(Load).
Gambar 2.1.2(f). Turbine and Generator (Turbin dan Generator)
Universitas Sumatera Utara
Tentu saja ada banyak variasi pada penyusunan disain ini. Sebagai sebuah contoh, air dimasukkan secara langsung ke turbin dari sebuah saluran tanpa sebuah penstock. Tipe ini adalah metode paling sederhana untuk mendapatkan tenaga air tetapi belakangan ini tidak digunakan untuk pembangkit listrik karena efisiensinya rendah.
2.1.3. Kelebihan Dan Kekurangan PLTMH Kelebihan- kebihan PLTMH sebagai berikut : 1. Merupakan pembangkit listrik dengan pemanfaatan
energi
terbarukan. 2. Biaya operasi yang relatip kecil karena tidak ada biaya bahan bakar, hanya biaya pemeliharaan. 3. Sumber potensi yang banyak terdapat di Indonesia 4. Teknologi yang relatif sederhana dan mudah dioperasikan. Sedangkan kekurangan sebuah PLTMH diantaranya adalah : 1. Lokasi potensi jauh dari beban, sehingga cenderung tidak ekonomis 2. Harga onderdil yang cenderung mahal 3. Penentuan tarif yang menyulitkan karena pertimbangan sosial yang dominan.
Universitas Sumatera Utara
2.2
Turbin Air Tenaga air mulai digunakan oleh manusia sudah sekitar 2000 tahun yang lalu yaitu ketika bangsa Yunani dan Romawi sudah mengenal kincir air, yang mana mereka meletakkan kincir air itu secara horizontal (arah poros kincir horizontal) di aliran sungai yang panjang. Kincir air ini digunakan tenaganya untuk menggiling jagung dengan menggunakan roda gigi. Tenaga air yang ditimbulkan oleh adanya energi potensial dan energi kinetik yang dimiliki oleh arus sungai yang mengalir tersebut yang akan memutar kincir air itu, oleh karena itu beroperasi penggilingan. Penggilingan menjadi tugas yang utama dilakukan dengan tenaga air kemudian, dan pada perkembangannya kincir ini kemudian dikembangkan oleh bangsa-bangsa di Asia dan Eropa Timur pada masa setelah itu yaitu sekitar abad ke 4.
Gambar 2.2. Kincir Air.
Universitas Sumatera Utara
Karena kincir air sudah terkenal di berbagai tempat di dunia pada waktu itu, maka manusia mulai memikirkan tentang bagaimana cara meningkatkan
kegunaan dari tenaga air tersebut. Manusia mulai
mengubah bentuk kincir air dari keadaan yang sebelumnya, hal ini merupakan suatu langkah yang penting bagi perkembangan teknologi kincir air pada waktu itu. Bentuk kincir pun mulai bervariasi ada yang dipasang secara horisontal dengan arah putaran roda dari kiri ke kanan. Pada awalnya, kincir air dipasang sedemikian sehingga pusat dari kincir tersebut berada di atas permukaan air dan arus air akan menggerakkan bagian bawah dari kincir tersebut sehingga kincir air dapat berputar. Kemudian, mereka akan mencelupkan kincir di bawah permukaan air yang melebihi dari orientasi yang sebelumnya. Pada abad ke 18, John Smeaton menguji kedua-duanya orientasi di atas dan menemukan bahwa kincir yang bekerja mendapatkan efisiensi yang lebih tinggi. Pada abad sesudahnya para insinyur telah dapat menyempurnakan kincir air menemukan dua peningkatan, diantaranya adalah sudu dari kincir air yang dibengkokkan dapat bekerja lebih baik ,dan yang kedua adalah dapat diketahui posisi yang lebih tepat dari roda sehingga dihasilkan kincir air yang
efisien.
Pengembangan
ini
membantu
orang-orang
dalam
penggunaan dari kincir air yang sudah mempunyai tenaga yang lebih dari sebelumnya. Tenaga yang lebih tersebut tidak hanya untuk menggiling hasil panen seperti jagung dan gandum, tetapi juga dapat digunakan sebagai tenaga untuk menggerakkan konveyor, sehingga masalah pengangkutan di dalam suatu pengilingan dapat diatasi dengan
Universitas Sumatera Utara
penggunaan tenaga kincir air. Pada abad ke 19, turbin air telah ditemukan, dan lambat laun mulai menggeser penggunaan dari kincir air. Manusia mulai meninggalkan kincir air karena melihat bahwa turbin air jauh lebih efisien dibanding dengan kincir air. Bagaimanapun, kincir air masih tersisa di seluruh dunia sampai hari ini. Di negara-negara berkembang, kebutuhan serta kemungkinan untuk membuat turbin setempat kian meningkat. Peralatan, mesin-mesin, bahan dan tenaga terlatih maupun staf teknis yang diperlukan telah tersedia, yang belum ada hanyalah informasi dan know-hownya. Salah satu kategori mesin yang digunakan untuk memanfaatkan tenaga air yang bisa dibuat setempat adalah turbin air. Banyak dijumpai adanya tradisi maju di beberapa negara dalam memproduksi, memasang dan mengoperasikan penggilingan bertenaga air kecil. Di negara Nepal pada awal tahun 1970an telah dibangun dan dipasang beberapa Turbin Aliran Silang (TAS) pertama. Beberapa selang kemudian dalam dekade yang sama sampai pada tahun 1990-an, TAS mulai menyebar lebih dari 600 penggilingan bertenaga air. Turbin Aliran Silang (TAS) adalah model yang paling sederhana, sementara TAS memerlukan kisaran tinggi terjunnya rendah dan debit air yang dibutuhkan sangat besar. Air yang mengalir mempunyai energi yang dapat digunakan untuk memutar roda turbin, karena itu pusatpusat tenaga air dibangun di sungai-sungai dan di pegununganpegunungan. Pusat tenaga air tersebut dapat dibedakan dalam dua golongan, yaitu pusat tenaga air tekanan tinggi dan pusat tenaga air tekanan rendah.
Universitas Sumatera Utara
2.2.1 Klasifikasi Turbin Air Turbin air dapat dikelompokkan dengan berbagai cara. Menurut H. Grengg, jenis turbin dapat digolongkan menjadi tiga sesuai dengan range dari head-nya, yaitu : 1. Turbin dengan head rendah. 2. Turbin dengan head medium. 3. Turbin dengan head tinggi.
Table 2.2.1. Pengelompokan Turbin. High
Medium
Low
Head
Head
Head
Cross Flow Impulse
Pelton
Cross Multi-Jet
Turbine
Turgo
Flow Pelton Turgo Propeller
Reaction Francis Turbine
Kaplan
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2.1. Empat Macam Runner Turbin Konvensional
Sedangkan menurut cara kerjanya, maka terdapat dua jenis turbin yaitu : 1. Turbin Impuls (aksi). 2. Turbin Reaksi.
Universitas Sumatera Utara
1. Turbin Impuls (aksi). Semua energi potensial air pada turbin ini dirubah menjadi menjadi energi kinetis sebelum air masuk/ menyentuh sudu-sudu runner oleh alat pengubah yang disebut nozel. Yang termasuk jenis turbin ini antara lain : Turbin Pelton dan Turbin Cross-Flow. 2. Turbin Reaksi. Pada turbin reaksi, seluruh energi potensial dari air dirubah menjadi energi kinetis pada saat air melewati lengkungan sudu-sudu pengarah, dengan demikian putaran runner disebabkan oleh perubahan momentum oleh air. Yang termasuk jenis turbin reaksi diantaranya : Turbin Francis, Turbin Kaplan dan Turbin Propeller.
2.2.2 Performance Turbin Cross-Flow Model turbin yang direncanakan adalah Model Rakitan Turbin Cross – Flow. Turbin Cross-Flow memiliki karakteristik yang spesifik dibanding jenis penggerak turbin lainnya diantaranya ialah :
Universitas Sumatera Utara
Gambar. 2.2.2.(a). Model Rakitan Turbin Cross–Flow.
Turbin Cross-Flow adalah salah satu turbin air dari jenis turbin aksi (impulse turbine). Prinsip kerja turbin ini mula-mula ditemukan oleh seorang insinyur Australia yang bernama A.G.M. Michell pada tahun 1903. Kemudian turbin ini dikembangkan dan dipatenkan di Jerman Barat oleh Prof. Donat Banki sehingga turbin ini diberi nama Turbin Banki kadang disebut juga Turbin Michell-Ossberger (Haimerl, L.A., 1960).
Pemakaian jenis Turbin Cross-Flow lebih menguntungkan dibanding dengan pengunaan kincir air maupun jenis turbin mikro hidro lainnya. Penggunaan turbin ini untuk daya yang sama dapat menghemat biaya pembuatan penggerak mula sampai 50 % dari penggunaan kincir air
Universitas Sumatera Utara
dengan bahan yang sama. Penghematan ini dapat dicapai karena ukuran Turbin Cross-Flow lebih kecil dan lebih kompak dibanding kincir air. Diameter kincir air yakni roda jalan atau runnernya biasanya 2 meter ke atas, tetapi diameter Turbin Cross-Flow dapat dibuat hanya 20 cm saja sehingga bahan-bahan yang dibutuhkan jauh lebih sedikit, itulah sebabnya bisa lebih murah. Demikian juga daya guna atau effisiensi rata-rata turbin ini lebih tinggi dari pada daya guna kincir air. Hasil pengujian laboratorium yang dilakukan oleh pabrik turbin Ossberger Jerman Barat yang menyimpulkan bahwa daya guna kincir air dari jenis yang paling unggul sekalipun hanya mencapai 70 % sedang effisiensi turbin CrossFlow mencapai 82 % ( Haimerl, L.A., 1960 ). Tingginya effisiensi Turbin Cross-Flow ini akibat pemanfaatan energi air pada turbin ini dilakukan dua kali, yang pertama energi tumbukan air pada sudu-sudu pada saat air mulai masuk, dan yang kedua adalah daya dorong air pada sudu-sudu saat air akan meninggalkan runner. Adanya kerja air yang bertingkat ini ternyata memberikan keuntungan dalam hal effektifitasnya yang tinggi dan kesederhanaan pada sistim pengeluaran air dari runner. Kurva di bawah ini akan lebih menjelaskan tentang perbandingan effisiensi dari beberapa turbin konvensional
Universitas Sumatera Utara
Grafik 2.2.2. Effisiensi Beberapa Turbin dengan Pengurangan Debit Sebagai Variabel
Dari kurva tersebut ditunjukan hubungan antara effisiensi dengan pengurangan debit akibat pengaturan pembukaan katup yang dinyatakan dalam perbandingan debit terhadap debit maksimumnya. Untuk Turbin Cross Flow dengan Q/Qmak = 1 menunjukan effisiensi yang cukup tinggi sekitar 80%, disamping itu untuk perubahan debit sampai dengan Q/Qmak = 0,2 menunjukan harga effisiensi yang relatif tetap ( Meier, Ueli,1981).
Dari kesederhanaannya jika dibandingkan dengan jenis turbin lain, maka Turbin Cross-Flow yang paling sederhana. Sudu-sudu Turbin Pelton misalnya, bentuknya sangat pelik sehigga pembuatannya harus dituang. Demikian juga runner Turbin Francis, Kaplan dan Propeller pembuatannya harus
melalui
proses
pengecoran/tuang.
Universitas Sumatera Utara
Tetapi runner Turbin Cross Flow dapat dibuat dari material baja sedang (mild steel) seperti ST.37, dibentuk dingin kemudian dirakit dengan konstruksi las. Demikian juga komponen-komponen lainnya dari turbin ini semuanya dapat dibuat di bengkel-bengkel umum dengan peralatan pokok mesin las listrik, mesin bor, mesin gerinda meja, bubut dan peralatan kerja bangku, itu sudah cukup.
Dari kesederhanaannya itulah maka Turbin Cross-Flow dapat dikelompokan sebagai teknologi tepat guna yang pengembangannya di masyarakat
pedesaan
memiliki
prospek
cerah
karena
pengaruh
keunggulannya sesuai dengan kemampuan dan harapan masyarakat.
Dari beberapa kelebihan Turbin Cross-Flow itulah, maka sampai saat ini pemakaiannya di beberapa negara lain terutama di Jerman Barat sudah tersebar luas, bahkan yang dibuat oleh pabrik Turbin Ossberger sudah mencapai 5.000 unit lebih, sebagaimana diungkapkan oleh Prof. Haimerl (1960) dalam suatu artikelnya sebagai berikut :
"Today, numerous turbines throughout the world are operating on the Cross-flow principle, and most of these (more than 5.000 so far) have been built by Ossberger"
Selanjutnya Prof. Haimerl (1960) menyatakan pula bahwa setiap unit dari turbin ini dapat dibuat sampai kekuatan kurang lebih 750 KW, dapat dipasang pada ketinggian jatuh antara 01 sampai 200 meter dengan debit air sampai 3.000 liter/detik. Cocok digunakan untuk PLTMH,
Universitas Sumatera Utara
penggerak instalasi pompa, mesin pertanian, workshop, bengkel dan lain sebagainya.
Turbin Cross-Flow secara umum dapat dibagi dalam dua tipe ( Meier, Ueli, 1981 ) yaitu :
1.
Tipe T1, yaitu Turbin Cross-Flow kecepatan rendah .
2.
Tipe T3, yaitu Turbin Cross-Flow kecepatan tinggi.
Kedua tipe turbin tersebut lebih dijelaskan oleh gambar berikut:
Gambar 2.2.2.(b). Dua Tipe Turbin Cross–Flow.
2.2.3. Cara Mengoperasikan Turbin Cross-Flow
Cara mengoperasikan Turbin Cross-Flow, pertama kali buka pintu utama di sekitar bendungan agar air dapat mengalir melalui kanal ke bak penenang. Setelah permukaan air di kolam penampung naik setinggi 1,5 meter di atas mulut pipa pesat hingga sebagian air ada yang terbuang
Universitas Sumatera Utara
melimpah melalui saluran limpah, maka pada saat itu pula pintu di mulut pipa pesat dibuka hingga pipa pesat penuh terisi namun pada saat itu air tak dapat masuk turbin sebab katup di bawah di dalam posisi menutup penuh. Selanjutnya sekarang kegiatan pengoperasian berlangsung di rumah pembangkit. Bukalah katup secara berkala dengan perantaraan regulator tangan sampai air dapat keluar dari nozel dan akhirnya memutarkan runner. Setelah runner berputar normal, lepaskan pasak penghubung katup – regulator, proses pengaturan katup ini selanjutnya dilakukan oleh governor mekanis. Selama pengoperasian awal ini, generator jangan dahulu dihubungkan dengan beban, namun setelah governor bekerja secara normal baru generator dihubungkan dengan beban. Untuk selanjutnya, penyesuaian pemakaian beban dengan pembukaan katup bekerja secara otomatis yang dilakukan oleh governor.
2.2.4 Perbandingan Karakteristik Turbin Air Kecepatan spesifik dari sebuah turbin juga dapat diartikan sebagai kecepatan ideal, persamaan geometris turbin, yang menghasilkan satu satuan daya tiap satu satuan head. Kecepatan spesifik tubin diberikan oleh perusahaan (dengan penilaian yang lainnya) dan dan selalu dapat diartikan sebagai titik efisiensi maksimum. Perhitungan tepat ini menghasilkan performa turbin dalam jangkauan head dan debit tertentu. Kecepatan spesifik setiap turbin mempunyai kisaran (range) tertentu berdasarkan data eksperimen. Kisaran kecepatan spesifik beberapa turbin air adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2.5. Kecepatan Spesifik Turbin. Turbin Pelton
12 < ns< 25
Turbin Francis
60 < ns< 300
Turbin Crossflow
40 < ns< 200
Turbin Propeller
250 < ns< 1000
Kecepatan spesifik (ns), menunjukkan bentuk dari turbin itu dan tidak berhubungan dengan ukurannya. Hal ini menyebabkan desain turbin baru yang diubah skalanya dari desain yang sudah ada dengan performa yang sudah diketahui. Kecepatan spesifik merupakan kriteria utama yang menunjukkan pemilihan jenis turbin yang tepat berdasarkan karakteristik sumber air. Dengan mengetahui kecepatan spesifik turbin, maka perencanaan dan pemilihan jenis turbin akan menjadi lebih mudah, bahkan dimensi dasar turbin dapat diestimasi (diperkirakan).
Grafik 2.2.5. Perbandingan Karakteristik Turbin.
Universitas Sumatera Utara