6
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kelengkapan Pengisian Persetujuan Tindakan Kedokteran 2.1.1. Pengertian Kelengkapan Menurut kamus besar bahasa Indonesia lengkap adalah tidak ada kurangnya, segalanya yang sudah dilengkapkan atau disediakan. Disebutkan pada Permenkes No. 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit menyebutkan bahwa pengisian informed consent wajib lengkap 100%. Pemenuhan Standar Pelayanan Rumah Sakit digunakan untuk peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit. Berdasarkan Ruthan Russo dalam chapter 7, Best practices in Health Record Documentation, a Documentatin for Health Record pg. 369 menyatakan bahwa: praktek terbaik dalam pendokumentasian Rekam Medis meliputi kepastian kualitas yang tertinggi dari data informasi. Ini merupakan tugas dari Ahli Pendokumentasian Klinis /APK ( Clinical Documentation Specialist). Melakukan program untuk peningkatan
kualitas
dari
Pendokumentasian
Klinis
(Clinical
documentation Improvement= CDI). Tujuan utama dari program CDI adalah
memastikan
bahwa
dokter
memberikan
informasi/pendokumentasian yang terlengkap, jelas, dapat dipercaya,
6
7
tepat waktu, dapat dibaca dan tepat, konsisten dengan temuan klinis (hasil pemeriksaan) dalam Rekam Medis. Di Amerika, Department of Health and Human Services (HHS) bagian Office Inspector General (OIG) merekomendasikan petunjuk kelengkapan minimum pendokumentasian Rekam Medis wajib: 1) Rekam Medis lengkap dan dapat dibaca 2) Tercantum diagnose yang lalu dan sekarang dalam Rekam Medis 3) Mengidentifikasikan fator risiko kesehatan secara cepat 4) Ada alasan untuk meminta pemeriksaan diagnostic dan penunjang lain 5) Mendokumentasikan perkembangan pasien dan reaksi perubahan pengobatan dan revisi lain dari diagnose 6) Pendokumentasian saat masuk harus ada alasan dirawat bersama riwayat yang relevan, temuan dari pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan awal, penilaian- penilaian, kesan klinis, diagnose, rencana asuhan, tanggal pelayanan dan identitas pemberi pelayanan yang dapat dibaca. 2.1.2. Pengertian Persetujuan Tindakan Kedokteran Menurut Permenkes No.290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 1 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran memberikan definisi Persetujuan Tindakan Kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap
8
mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien. Menurut Konsil Kedokteran Indonesia suatu persetujuan dianggap sah apabila: a. Pasien telah diberi penjelasan atau informasi. b. Pasien atau yang sah mewakilinya dalam keadaan cakap ( kompeten) untuk memberikan keputusan atau persetujuan. c. Persetujuan harus dibrikan secara sukarela. 2.1.3. Jenis Persetujuan Tindakan Kedokteran Menurut Konsil Kedokteran Indonesia tahun 2006, Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent) dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu: a. Implied Consent, yaitu persetujuan yang dianggap telah diberikan walaupun tanpa pernyataan resmi, yaitu pada keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa pasien, tindakan menyelamatkan kehidupan (life saving) tidak memerlukan Informed Consent. b. Expresed Consent, yaitu persetujuan tindakan medis yang diberikan secara eksplisit, baik secara lisan (oral) maupun tertulis (written) Menurut
Sanjoyo
(2007)
pasien
memiliki
hak
untuk
memperoleh atau menolak pengobatan dan terdapat beberapa jenis persetujuan antara lain:
9
a. Ijin langsung (express consent): pasien atau wali segera menyetujui usulan pengobatan yang ditawarkan oleh dokter atau pihak RS (bisa lisan atau tertulis) b. Ijin secara tidak langsung (implied consent) tindakan pengobatan dilakukan dalam keadaan darurat yang dilakukan untuk menyelamatkan jiwa pasien c. Persetujuan khusus: pasien wajib mencantumkan pernyataan bahwa kepadanya telah diberikan penjelasan suatu informasi terhadap apa yang akan dilakukan oleh tim medis terhadap pasien. Pada informed consent, pasien sendiri yang harus menandatangani persetujuan kecuali pasien tersebut tidak mampu. 2.1.4. Manfaat Persetujuan Tindakan Kedokteran Menurut Konsil Kedokteran Iindonesia tahun 2006, manfaat Persetujuan Tindakan Kedokteran yaitu: a. Kerahasiaan dan pengungkapan informasi Dokter membutuhkan persetujuan pasien untuk dapat membuka informasi pasien, misalnya kepada perusahaan asuransi. b. Pemeriksaan Skrining Memeriksa individu yang sehat, misalnya untuk mendeteksi tanda awal ddari kondisi yang potensial mengancam nyawa individu tersebut, harus dilakukan dengan perhatian khusus. c. Pendidikan
10
Pasien dibutuhkan persetujuannya bila mereka dilibatkan dalam proses belajar- mengajar. Jika seorang dokter melibatkan mahasiswa ( co-ass) ketika sedang menerima konsultasi pasien, maka pasien perlu diminta persetujuannya. Demikian pula apabila dokter ingin merekam, membuat foto ataupun membuat film video untuk kepentingan pedidikan. d. Penelitian Melibatkan pasien dalam sebuah penelitian merupakan proses yang lebih memerlukan persetujuan dibandingkan pasien yang akan menjalani perawatan. Sebelum dokter memulai penelitian dokter tersebut harus mendapat persetujuan dari panitia etika penelitian. Dalam hal ini Departemen Kesehatan telahh menerbitkan beberapa panduan yang berguna. 2.1.5. Komponen Persetujuan Tindakan Kedokteran Menurut Hatta(2008), Persetujuan Tindakan Kedokteran memiliki 7 komponen yaitu kompeten untuk memahami dan membuat keputusan, sukarela dalam membuat keputusan, penjelasan yang informative, jujur dan lengkap, rekomendasi atau rencana tindakannya, pemahaman atas informasi yang diberikan, dan pembuatan keputusan. Menurut Konsil Kedokteran Indonesia, persetujuan diberikan oleh individu yang kompeten. Ditinjau dari segi usia, maka seseorang dianggap kompeten apabila telah berusia 18 tahun atau lebih atau telah pernah menikah. Sedangkan anak- anak yang berusia 16 tahun atau
11
lebih tetapi belum berusia 18 tahun dapat membuat persetujuan tindakan kedokteran tertentu yang tidak berisiko tinggi apabila mereka dapat menunjukkan kompetensinya dalam membuat keputusan. Alasan hukum yang mendasar adalah sebagai berikut: a. Berdasarkan kitab Undang- Undang Hukum Perdata maka seseorang yang berumur 21 tahun atau lebih atau telah menikah dianggap sebagai orang dewasa dan oleh karenanya dapat memberikan persetujuan. b. Berdasarkan UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak maka setiap orang yang berusia 18 tahun atau lebih dianggap sebagai orang yang sudah bukan anak- anak. Dengan demikian mereka dapat diperlakukan sebagaimana orang dewasa yang kompeten, dan oleh karenanya dapat memberikan persetujuan. c. Mereka yang telah berusia 16 tahun tetapi belum 18 tahun memang masih tergolong anak menurut hukum, namun dengan menghargai hak individu untuk berpendapat sebagaimana juga diatur dalam UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, maka mereka dapat diperlakukan seperti orang dewasa dan dapat memberikan persetujuan tindakan kedokteran tertentu, khususnya yang tidak berisiko tinggi. Untuk itu mereka harus dapat menunjukkan kompetensinya dalam menerima informasi dan membuat keputusan dengan bebas. Selain itu persetujuan atau penolakan mereka dapat dibatalkan oleh orang tua atau wali atau penetapan pengadilan.
12
Kompeten yaitu cakap untuk menerima informasi, memahami, menganalisanya, dan menggunakannya dalam membuat persetujuan atau penolakan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi. Seseorang dianggap kompeten untuk memberikan persetujuan, apabila: a. Mampu memahami informasi yang telah diberikan kepadanya dengan cara yang jelas, menggunakan bahasa yang sederhana dan tanpa istilah yang terlalu teknis. b. Mampu mempercayai informasi yang telah diberikan. c. Mampu mempertahankan pemahaman informasi tersebut untuk waktu yang cukup lama dan mampu menganalisisnya dan menggunakannya untuk membuat keputusan secara bebas. 2.1.6. Aturan - aturan Persetujuan Tindakan Kedokteran Menurut the Medical Defence Union menyatakan bahwa ada lima syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya Persetujuan
Tindakan
Kedokteran yaitu: a. Diberikan secara bebas. b. Diberikan oleh orang yang sanggup membuat perjanjian. c. Telah dijelaskan bentuk tindakan yang akan dilakukan sehingga pasien dapat memahami tindakan itu perlu dilakukan. d. Tindakan itu juga dilakukan pada situasi yang sama. 2.1.7. Informasi yang dijelaskan Persetujuan Tindakan Kedokteran Menurut Undang- undang praktek kedokteran pasal 45, dalam memberikan penjelasan sekurang- kurangnya mencakup:
13
a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis b. Tujuan tindakan medis yang akan dilakukan c. Alternatif tindakan dan risikonya d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan. Menurut Konsil Kedokteran Indonesia disebutkan yaitu terdapat 12 kunci informasi yang sebaiknya diberikan kepada pasien: a. Diagnosis dan prognosis secara rinci dan juga prognosis apabila tidak diobati. b. Ketidakpastian tentang diagnosis (diagnosis kerja dengan diagnosis banding) termasuk pilihan pemeriksaan lanjutan sebelum dilakukan pengobatan. c. Pilihan
pengobatan
atau
penatalaksanaan
terhadap
kondisi
kesehatannya, termasuk pilihan untuk tidak diobati. d. Tujuan dari rencana pemeriksaan atau pengobatan; rincian dari prosedur atau pengobatan yang dilaksanakan, termasuk tindakan subside seperti penanganan nyeri, bagaimana pasien seharusnya mempersiapkan diri, rincian apa yang akan dialami pasien selama dan sesudah tindakan, termasuk efek samping yang biasa terjadi dan yang serius. e. Untuk setiap pilihan tindakan, diperlukan keterangan tentang kelebihan
atau
keuntungan
dan
tingkat
kemungkinan
keberhasilannya, dan diskusi tentang kemungkinan resiko yang
14
serius atau sering terjadi, dan perubahan gaya hidup sebagai akibat dari tindakan tersebut. f. Nyatakan bila rencana pengobatan tersebut adalah upaya yang masih eksperimental. g. Bagaimana dan kapan kondisi pasien dan akibat sampingannya akan dimonitor atau dinilai kembali. h. Nama dokter yang bertanggungjawab secara keseluruhan untuk pengobatan tersebut, serta bila mungkin nama - nama anggota tim lainnya. i. Bila melibatkan dokter yang sedang mengikuti pelatihan atau pendidikan, maka sebaiknya dijelaskan peranannya didalam rangkaian tindakan yang akan dilakukan. j. Mengingatkan kembali bahwa pasien dapat mengubah pendapatnya setiap waktu. Bila hal itu dilakukan maka pasien bertanggungjawab penuh atas konsekuensi pembatalan tersebut. k. Mengingatkan bahwa pasien berhak memperoleh pendapat kedua dari dokter lain. l. Bila memungkinkan, juga diberitahukan tentang perincian biaya. 2.1.8. Persetujuan Tindakan Kedokteran diperlukan pada saat: Dengan mengacu kepada anjuran General Medical Council (GMC) di Inggris, KKI (2006) memberikan petunjuk bahwa persetujuan tertulis atau Persetujuan Tindakan Kedokteran diperlukan pada keadaankeadaan sebagai berikut:
15
a. Bila tindakan terapeutik bersifat kompleks atau menyangkut risiko atau efek samping yang bermakna. b. Bila tindakan kedokteran tersebut bukan dalam rangka terapi. c. Bila tindakan kedokteran tersebut memiliki dampak yang bermakna bagi kedudukan kepegawaian atau kehidupan pribadi dan social pasien. d. Bila tindakan yang dilakukan adalah bagian dari suatu penelitian Rujukan di atas menjelaskan informed consent harus diberikan pada semua tindakan yang memiliki risiko atau efek samping yang bermakna. Hal mana juga terhadap tindakan medis yang dapat mengancam status kepegawaian atau kehidupan pribadi juga sosial. Contoh suatu tindakan medis yang dapat menimbulkan kecacatan sehingga seorang harus kehilangan pekerjaan dan perikehidupan social
dalam
masyarakat.
Pemberi
Persetujuan
Tindakan
Kedokteran juga harus diberikan pada suatu tindakan medis yang bukan dengan tujuan terapi, termasuk di dalammya adalah untuk penelitian dan pendidikan. 2.1.9. Pemberi Penjelasan Pemberi informasi yang berkaitan dengan Persetujuan Tindakan Kedokteran adalah dokter yang akan melakukan tindakan medis itu sendiri. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI, No. 585/MEN.KES/PER/IX/1989, Pasal 6 (1) Dalam hal tindakan bedah (operasi) atau tindakan invasive lainnya, informasi harus
16
diberikan oleh dokter yang akan melakukan operasi itu sendiri, (1) Dalam keadaan tertentu dimana tidak ada dokter sebagaimana dimaksud ayat (1) informasi harus diberikan oleh dokter lain dengan pengetahuan atau petunjuk dokter yang bertanggungjawab. Penjelasan seharusnya diberikan oleh dokter yang akan melakukan tindakan medis itu sendiri, bukan orang lain, misalnya perawat. Penjelasan diberikan dengan bahasa dan kata- kata yang dapat dipahami oleh pasien sesuai dengan tingkat pendidikan dan ‘kematangannya’, serta situasi emosionalnya. Dokter harus berusaha mengecek apakah penjelasannya memang dipahami dan dapat diterima pasien. Jika belum, dokter harus mengulangi lagi uraiannya sampai pasien memahami benar. Dokter tidak boleh berusaha mempengaruhi atau mengarahkan pasien untuk menerima dan menyetujui tindakan medis yang sebenarnya diinginkan dokter (Jacobalis, 2005). Dari uraian diatas menunjukkan bahwa informasi yang harus diberikan kepada pasien adalah sangat penting bagi pasien, sehingga harus diberikan oleh dokter yang akan melakuka tindakan itu sendiri. Informasi juga harus diberikan dengan cara sedemikian rupa sehingga pasien dapat mengerti dan memahami tentang kondisi dirinya. Dalam memberikan informasi seorang dokter juga harus memperhatikan tingkat pendidikan dan kondisi emosional pasien. Hal tersebut agar pasien dapat membuat keputusan tentang tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya sebaik- baiknya. Oleh karena itu maka
17
seorang dokter juga tidak boleh mempengaruhi atau mengarahkan pasien dengan alasan apapun dengan tujuan agar pasien meyetujui suatu tindakan medis terhadap dirinya, sesuai dengan keinginan dokter.
2.1.10.
Tujuan Penjelasan Persetujuan Tindakan Kedokteran Tujuan penjelasan yang lengkap adalah agar pasien menentukan sendiri keputusannya sesuai dengan pilihan dia sendiri (Persetujuan Tindakan Kedokteran). Karena itu, pasien juga berhak untuk menolak tindakan medis yang dianjurkan. Pasien juga berhak untuk meminta pendapat dokter lain (second opinion), dan dokter yang merawatnya- berbeda dengan di masa lalu tidak boleh merasa tersinggung, apalagi langsung mengatakan “silahkan saudara mau ke dokter
manapun,
tapi
saya
tidak
bertanggungjawab
lagi”
(Jacobalis,2005). Dari uraian di atas maka tujuan memberikan penjelasan dalam Persetujuan Tindakan Kedokteran adalah agar pasien dapat mengerti dan memahami tentang kondisinya sebelum mengambil suatu keputusan bagi dirinya. Hal tersebut juga memberikan kesempatan pada pasien untuk mempertimbangkan tentang keputusan yang akan
18
diambil. Pasien juga dapat mempertimbangkan tentang alternative lain dan bahkan melakukan second opinion. Sungguhpun demikian seorang dokter dituntut tetap memberikan penjelasan secara etis dengan cara komunikasi yang sebaik- baiknya sehingga pasien dan keluarganya tidak tersinggung. 2.1.11.
Kewenangan memberikan Persetujuan Tindakan Kedokteran dan cara memberikan Persetujuan Tindakan Kedokteran Siapa yang berhak memberikan persetujuan atau menyatakan menolak tindakan medis. Pada dasarnya, pasien sendiri jika ia dewasa dan sadar sepenuhnya. Menurut penjelasan Pasal 45 UU No. 29/ 2004 tersebut diatas, apabila pasien sendiri berada di bawah pengampuan, persetujuan atau penolakan tindakan medis dapat diberikan oleh keluarga terdekat, antara lain suami/isteri, ayah/ibu kandung, anak- anak kandung atau saudara- saudara kandung. Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien tidak diperlukan persetujuan. Namun, setelah pasien sadar atau dalam kondisinyang sudah memungkinkan, segera diberikan penjelasan dan dibuat persetujuan. Cara memberikan Persetujuan Tindakan Kedokteran dapat diberikan secara tertulis, secara lisan, atau secara isyarat. Dalam bahasa aslinya, yang terakhir ini dinamakan implied consent. Misalnya, jika pasien mengangguk atau langsung membuka baju jika
19
dokter mengatakan “Boleh saya memeriksa saudara?” Untuk tindakan medis dengan risiko tinggi (misalnya pembedahan atau tindakan invasive lainnya), persetujuan harus secara tertulis, ditandatangani oleh pasien sendiri atau orang lain yang berhak dan sebaiknya juga saksi dari pihak keluarga. Menurut Permenkes No. 585 tahun 1989 mengenai Persetujuan Tindakan Medis, maka yang berhak memberikan persetujuan atau menandatangani perjanjian adalah pasien yang sudah dewasa 9 di atas 21 tahun atau sudah menikah dan dalam keadaan sehat mental. Sedapat mungkin Persetujuan Tindakan Medis ditandatangani sendiri oleh pasien. Namun dalam praktek di lapangan Persetujuan Tindakan Medis lebih sering ditandatangani oleh keluarga pasien. Hal ini berkaitan dengan kesiapan mental pasien untuk menjalani tindakan medik maupun untuk menandatangani Persetujuan Tindakan Medis Tersebut. Untuk pasien dibawah umur 21 tahun dan pasien dengan gangguan jiwa maka yang menandatangani Persetujuan Tindakan Medis adalah orang tua atau keluarga terdekat atau walinya. Untuk pasien yang tidak sadar, pingsan atau tidak didampingi oleh keluarga terdekat dan secara medis dalam keadaan gawat darurat dan perlu dilakukan tindakan segera atau yang bersifat menyelamatkan kehidupan tidak diperlukan persetujuan. Menurut Konsil Kedokteran Indonesia (2006) yang dapat memberikan persetujuan adalah individu yang kompeten, ditinjau
20
dari usia, maka seseorang dianggap kompeten apabila telah berusia 18 tahun atau lebih atau telah pernah menikah. Sedangkan anak anak yang berusia 16 tahun atau lebih tetapi belum berusia 18 tahun dapat membuat persetujuan tindakan kedokteran tertentu yang tidak berisiko apabila mereka dapat menunjukkan kompetensinya dalam membuat keputusan. Suatu persetujuan tindakan medis atau informed consent dianggap sah apabila pasien telah diberi penjelasan/informasi, pasien atau yang sah mewakilinya dalam keadaan cakap (kompeten) untuk memberikan keputusan/persetujuan dan persetujuan harus diberikan secara suka rela. Kadang - kadang orang menekankan pentingnya pematangan formulir persetujuan tindakan kedokteran. Meskipun formulir tersebut penting dan sangat menolong dan kadang - kadang diperlukan secara hukum, tetapi penandatanganan formulir itu sendiri tidak mencukupi, yang lebih penting adalah mengadakan diskusi yang rinci dengan pasien dan didokumentasikan di dalam rekam medis (Konsil Kedokteran Indonesia, 2006). Ketika dokter mendapat persetujuan tindakan kedokteran, maka harus diartikan bahwa persetujuan tersebut terbatas pada hal- hal yang telah disetujui. Dokter tidak boleh bertindak melebihi lingkup persetujuan tersebut, kecuali dalam keadaan gawat darurat, yaitu dalam rangka menyelamatkan nyawa pasien atau mencegah kecacatan (gangguan kesehatan yang bermakna). Oleh karena itu
21
sangat pentingnya diupayakan agar persetujuan juga mencakup apa yang harus dilakukan jika terjadi peristiwa yang tidak diharapkan dalam
pelaksanaan
tindakam
kedokteran
tersebut
(Konsil
Kedokteran Indonesia, 2006). 2.1.12.
Masa Berlaku Persetujuan Tindakan Kedokteran Menurut Konsil Kedokteran Indonesia, 2006 tidak ada satu ketentuan pun yang mengatur tentang lama keberlakuan suatu persetujuan tindakan kedokteran. Teori menyatakan bahwa suatu persetujuan akan tetap sah sampai dicabut kembali oleh pemberi persetujuan atau pasien. Namun demikian, bila muncul informasi baru, misalnya tentang adanya efek samping atau alternative tindakan
yang
baru,
maka
pasien
harus
diberitahu
dan
persetujuannya dikonfirmasikan lagi. Apabila terdapat jeda waktu antara saat pemberian persetujuan hingga dilakukannya tindakan, maka alangkah lebih baiknya apabila ditanyakan kembali apakah persetujuan tersebut masih berlaku. Hal- hal tersebut pasti juga akan membantu pasien terutama bagi mereka yang sejak awal memang masih ragu- ragu atau masih memiliki pertanyaan. 2.1.13.
Format Persetujuan Tindakan Kedokteran 1) Format persetujuan tindakan kedokteran
22
Menurut Konsil Kedokteran Indonesia (2006) format persetujuan tindakan kedokteran harus mencakup atau berisi antara lain: a. Dokter pelaksana tindakan b. Pemberi informasi c. Penerima informasi/pemberi persetujuan d. Jenis informasi yang meliputi: Diagnosis (WD&DD), Dasar diagnosis, Tindakan kedokteran, indikasi tindakan, komplikasi dari tindakan, prognosis dan alternative dan risiko tindakan yang lain. e. Pernyataan dari yang menerima informasi, bahwa telah memberikan informasi secara benar dan jelas dan memberikan kesempatan untuk bertanya atau berdiskusi yang disertai kolom tanda tangan. f. Pernyataan dari yang menerima informasi, bahwa telah menerima informasi sebagaimana yang diberikan pemberi informasi dan kolom tanda tangan untuk penerima informasi. g. Identitas pemberi persetujuan yang meliputi: nama, umur, jenis kelamin dan alamat. h. Pernyataan persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan
oleh
dokter
terhadap
nama,
kekerabatan, umur, jenis kelamin dan alamat.
hubungan
23
i. Tempat, tanggal, bulan, tahun dan jam dibuat. j. Tanda tangan dan nama terang yang memberikan pernyataan dan nama serta tanda tangan dua orang saksi.
2.1.14.
Kelengkapan
formulir
Persetujuan
Tindakan
Kedokteran
sebagai rekam medis Menurut Konsil Kedokteran Indonesia (2006) maksud dari aspek hukum adalah mempunyai nilai hukum dan isinya menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan dalam rangka usaha menegakkan hukum serta penyediaan bahan tanda bukti untuk menegakkan keadilan. Sedangkan rekam medis yang bermutu adalah: a. Akurat, menggambarkan proses dan hasil akhir pelayanan yang diukur secara benar. b. Lengkap, mencakup seluruh kekhususan pasien dan system yang dibutuhkan dalam analisis hasil ukuran. c. Terpercaya, dapat digunakan dalam berbagai kepentingan d. Valid atau sah sesuai dengan gambaran proses atau produk hasil akhir yang diukur e. Tepat waktu, dikaitkan dengan episode pelayanan yang terjadi f. Dapat digunakan untuk kajian, analisis, dan pengambilan keputusan
24
g.
Seragam, batasan sebutan tentang elemen data yang dibakukan dan konsisten penggunaanya di dalam maupun di luar organisasi
h. Dapat dibandingkan dengan standar yang disepakati diterapkan i. Terjamin kerahasiaannya j. Mudah diperoleh melalui system komunikasi antar yang berwenang Menurut Konsil Kedokteran Indonesia (2006) beberapa kewajiban pokok yang menyangkut isi Persetujuan Tindakan Kedokteran sebagai rekam medis yang berkaitan dengan aspek hukum adalah: a. Segala gejala atau peristiwa yang ditemukan harus dicatat secara akurat dan langsung b. Setiap tindakan yang dilakukan tetapi tidak ditulis, secara yuridis dianggap tidak dilakukan c. Rekam medis harus berisikan fakta dan penilaian klinis d. Setiap tindakan yang dilakukan terhadap pasien harus dicatat dan dibubuhi paraf e. Tulisan harus jelas dan dapat dibaca juga oleh orang lain f. Kesalahan yang diperbuat oleh tenaga kesehatan lain karena salah baca dapat berakibat fatal g. Tulisan yang tidak dibaca, dapat menjadi boomerang bagi si penulis, apabila rekam medis ini sampai ke pengadilan h. Jangan menulis tulisan yang bersifat menuduh atau mengkritik teman sejawat atau tenaga kesehatan yang lainnya
25
i. Jika salah menulis, coretlah dengan satu garis dan diparaf, sehingga yang dicoret masih bisa dibaca j. Jangan melakukan penghapusan, menutupi dengan tip-ex atau mencoret - coret sehingga tidak bisa dibaca ulang k. Jangan merubah catatan rekam medis dengan cara apapun kaarena bisa dikenai pasal penipuan 2.1.15. Persetujuan Tindakan Kedokteran Dalam Hukum Nasional Di Indonesia Dalam Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pada pasal 4-8 disebutkan setiap orang berhak atas kesehatan, askes atas sumber daya, pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau; menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan, lingkungan yang sehat, informasi dan edukasi kesehatan yang seimbang dan bertanggungjawab, dan informasi tentang data kesehatan dirinya. Selanjutnya secara khusus mengenai Persetujuan Tindakan Kedokteran, ditegaskan dalam pasal 56 ayat 1, yaitu: “Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap”. Undang - undang lainnya yang bersinergi dengan Undang - Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran. Dalam pasal 45 ditegaskan bahwa:
26
a. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan. b. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap. c. Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang kurangnya mencakup: 1) Diagnosis dan tata cara tindakan medis; 2) Tujuan tindakan medis yang dilakukan; 3) Alternative tindakan lain dan risikonya 4) Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi;dan 5) Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan Mengenai hak pasien, UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang meliputi: a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat 3. b. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain. c. Mendapat pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan medis d. Menolak tindakan medis. e. Mendapatkan isi rekam medis. Selanjutnya dalam Undang - Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dalam pasal 32 menyebutkan bahwa setiap pasien mempunyai hak sebagai berikut:
27
a. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit. Selain mendapatkan hak, seorang pasien juga dibebani dengan sejumlah kewajiban diantaranya diatur dalam pasal 53 Undang - Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, yang meliputi: a. Memberi informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya. b. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter dan dokter gigi. c. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana layanan kesehatan. d. Memberi imbalan jasa atas pelayanan yang diterima. Sebagai manusia juga yang memiliki hak asasi sebagaimana seorang pasien, tenaga medispun memiliki hak dan kewajiban tenaga medis. Di dalam UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik keokteran, pada pasal 50 disebutkan adanya hak- hak dokter. Keharusan karena profesi dokter adalah pekerjaan yang sah, dengan ketentuan bahwa prektek dan profesinya didasarkan atas aturan yang berlaku dan sesuai dengan standart serta kompetensi. Berdasarkan teori di atas yang dimaksud kelengkapan Persetujuan Tindakan Kedokteran yaitu terisinya dengan lengkap
28
semua variable yang tertera pada lembaran Persetujuan Tindakan Kedokteran. Persetujuan Tindakan Kedokteran yang lengkap yaitu berisi : a. Identitas yang menyatakan, yaitu dokter pelaksana, pemberi informasi, dan penerima informasi / penerima persetujuan. b. Kelengkapan informasi yang penting, yaitu diagnosis kerja, dasar diagnosis, tindakan kedokteran, indikasi tindakan, tata cara, tujuan, risiko, komplikasi, prognosis, alternatif & risiko, dan lain-lain. c. Autentifikasi, yaitu nama dokter yang menjelaskan, tanda tangan dokter yang menjelaskan, nama penerima informasi, dan tanda tangan penerima informasi. d. Catatan yang baik, yaitu tidak ada coretan, tidak ada tip-ex dan tidak ada bagian yang kosong.
2.2.Komunikasi Efektif 2.2.1. Pengertian komunikasi Efektif Menurut Webster New Collogiate Dictionary komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi antara individu melalui sistem lambang-lambang, tanda- tanda atau tingkah laku. Komunikasi adalah suatu upaya yang disengaja dan mempunyai tujuan.
29
Komunikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar, disengaja, serta sesuai dengan tujuan atau keinginan dari pelakunya. Pengertian sadar, disini menunjukkan bahwa kegiatan komunikasi yang dilakukan seseorang sepenuhnya berada dalam kondisi psikologis yang terkontrol, bukan dalam keadaan mimpi. Disengaja, maksudnya bahwa komunikasi yang dilakukan memang sesuai dengan kemauan dari pelakunya. Sedangkan tujuan yang diharapkan berarti menunjuk pada hasil atau akibat yang diinginkan. Tujuan komunikasi mencakup banyak hal, tergantung pada keinginan atau harapan dari masingmasing pelakunya (Riswandi, 2013). 2.2.2. Komponen Komunikasi Efektif Definisi Lasswell secara eksplisit dan kronologis menjelaskan tentang lima komponen yang terlibat dalam komunikasi yaitu: 1) Siapa (pelaku komunikasi pertama yang mempunyai inisiatif atau sumber. 2) Mengatakan apa (isi informasi yang disampaikan) 3) Kepada siapa (pelaku komunikasi lainnya yang dijadikan sasaran penerima) 4) Melalui saluran apa (alat/ saluran penyampaian informasi) 5) Dengan akibat/ hasil apa (hasil yang terjadi pada diri penerima) 2.2.3. Unsur Komunikasi Efektif Berdasarkan Definisi Lasswell dapat diturunkan 5 unsur komunikasi yang saling bergantung satu sama lain yaitu:
30
1) Sumber (source) Pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi. Sumber boleh jadi seorang individu, kelompok, organisasi, perusahaan, atau Negara. 2) Pesan Apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima. Pesan merupakan seperangkat symbol verbal atau nonverbal yang mewakili perasaan, nilai, gagasan, atau maksud sumber tersebut. Pesan mempunyai 3 komponen yaitu, makna, digunakan untuk menyampaikan pesan, dan bentuk atau organisasi pesan. 3) Saluran atau media Yaitu
alat
atau
wahana
yang
digunakan
sumber
untuk
menyampaikan pesannya kepada penerima. Pada dasarnya saluran komunikasi manusia adalah 2 saluran, yaitu cahaya dan suara. Saluran juga merujuk pada cara penyampaian pesan, apakah langsung (tatap muka) atau lewat media (cetak dan elektronik). 4) Penerima (receiver) Penerima yaitu orang yang menerima dari sumber. Berdasarkan pengalaman masa lalu, rujukan nilai, penetahuan, persepsi, pola pikir, dan perasaan, penerima pesan menafsirkan seperangkat symbol verbal dn atau non verbal yang ia terima.
31
5) Efek Efek yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan tersebut, misalnya terhibur, menambah pengetahuan, perubahan sikap, atau bahkan perubahan perilaku. 2.2.4. Indikator Komunikasi Efektif Menurut Riswandi (2013) Terdapat 5 indikator komunikasi efektif, yaitu: a. Pengertian Pengertian adalah pengetahuan atau pemahaman seseorang tentang sesuatu hal atau informasi yang diperolehnya. b. Kesenangan Konsep ini berhubungan dengan perasaan/emosi. Kesenangan adalah salah satu bentuk emosi manusia. c. Hubungan sosial yang baik Yang dimaksud dalam hal ini adalah adanya interaksi sosial manusia dengan manusia lainnya. Dalam konteks ini interaksi social tersebut hendaklah bernilai positif/baik. d. Perubahan sikap Sikap adalah kecenderungan seseorang untuk merespon atau bereaksi terhadap objek tertentu. Sikap ini baru tampak/kelihatan jika
direalisasikan/diwujudkan
perbuatan/perilaku/tindakan.
dalam
bentuk
32
e. Tindakan Tindakan atau perilaku adalah petunjuk yang paling mudah dilihat sebagai tanda telah berlangsung suatu proses komunikasi efektif, meskipun paling sulit untuk menggerakkan orang untuk melakukan suatu perilaku/perbuatan. 2.2.5. Konsep Komunikasi Efektif Menurut Riswandi (2013), proses komunikasi efektif meliputi lima konsep yang secara mudahnya disingkat dengan REACH, yaitu: 1. Respect Respect berarti sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran pesan yang kita sampaikan. 2. Empathy Empati adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. 3. Audible Makna dari audible adalah dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Jika empati berarti kita harus mendengar terlenih dahulu ataupun mampu menerima umpan balik dengan baik, maka audible berarti pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan. 4. Clarity Selain bahwa pesan harus dapat dimengerti dengan baik, maka hokum keempat yang terkait dengan itu adalah kejelasan dari pesan itu
33
sendiri sehingga tidak menimbulkan multi inteprestasi atau berbagai penafsiran yang berlainan. 5. Humble Hukum kelima dalam membangun komunikasi yang efektif adalah sikap rendah hati. Sikap ini merupakan unsure yang terkait dengan hokum pertama untuk membangun rasa menghargai orang lain, biasanya didasari oleh sikap rendah hati yang kita miliki. Menurut Santoso Sastropoetro berkomunikasi efektif berarti bahwa komunikator dan komunikan sama- sama memiliki pengertian yang sama tentang suatu pesan, atau sering disebut dengan the communication is in tune. Agar komunikasi dapat berjalan secara efektif, harus dipenuhi beberapa syarat: a. Menciptakan suasana komunikasi yang menguntungkan b. Menggunakan bahasa yang mudah ditangkap dan dimengerti c. Pesan yang disampaikan dapat menggugah perhatian atau minat bagi pihak komunikan d. Pesan dapat menggugah kepentingan komunikan yang dapat menguntungkan. e. Pesan
dapat
membubuhkan
suatu
penghargaan
bagi
pihak
komunikan. 2.2.6. Komunikasi Antar Pemberi Pelayanan/ Praktisi Menurut Standar Akreditasi Rumah Sakit dalam Manajemen Komunikasi dan Informasi (MKI) 4 Maksud dan tujuan komunikasi
34
efektif di dalam rumah sakit adalah merupakan suatu issue/ persoalan kepemimpinan. Jadi, pimpinan rumah sakit memahami dinamika komunikasi antar anggota kelompok professional, dan antara kelompok profesi, unit structural; antara kelompok professional dan non professional; antara kelompok professional kesehatan dengan manajemen; antara professional kesehatan dan keluarga; serta dengan pihak luar rumah sakit, sebagai beberapa contoh. Pimpinan rumah sakit bukan hanya menyusun parameter dari komunikasi yang efektif, tetapi juga berperan sebagai panutan (role model) dengan mengkomunikasikan secara efektif misi, strategi, rencana dan informasi lain yang relevan. Pimpinan memberi perhatian terhadap akurasi dan ketepatan waktu informasi dalam rumah sakit. Elemen Penilaian MKI.4 yaitu: a. Pimpinan menjamin terjadinya proses untuk mengkomunikasikan informasi yang relevan di seluruh rumah sakit secara tepat waktu b. Terjadi komunikasi yang efektif di rumah sakit antar program rumah sakit c. Terjadi komunikasi yang efektif dengan pihak luar rumah sakit d. Terjadi komunikasi yang efektif dengan pasien dan keluarga e. Pimpinan mengkomunikasikan misi dan kebijakan penting, rencana, dan tujuan rumah sakit kepada semua staf. Berdasarkan teori di atas, yang dimaksud komunikasi efektif yaitu suatu bentuk kegiatan yang dilakukan dan mempunyai tujuan tertentu. Dalam
35
komunikasi efektif tersebut diharapkan memperoleh feedback yang baik. Proses komunikasi yang efektif, dalam hal ini mencakup dimensi yaitu, respect, empathy, audible, clarity, dan humble. 2.3.1.
Kerangka Teori Proses komunikasi yang efektif, dalam hal ini mencakup kriteria yaitu, pemahaman, kesenangan, hubungan sosial yang baik, perubahan sikap, dan tindakan. Komunikasi efektif yang terjadi antara pasien dengan dokter yaitu adanya kerja sama yang baik antara dokter dan pasien dalam menunjang kelengkapan pengisian persetujuan tindakan kedokteran. Kelengkapan Persetujuan Tindakan Kedokteran yaitu terisinya dengan lengkap semua variabel yang tertera pada lembaran Persetujuan Tindakan Kedokteran. Komunikasi efektif yang terjadi antara dokter dengan pasien akan sangat berpengaruh pada kelengkapan pengisian Persetujuan Tindakan Kedokteran. Pengisian Persetujuan Tindakan Kedokteran harus diisi dengan lengkap ( identitas yang menyatakan persetujuan, kelengkapan informasi yang penting, autentifikasi, catatan yang baik), karena akan berpengaruh pada aspek hukum, mutu pelayanan dan akreditasi. Selain faktor di atas, terdapat juga faktor lain yaitu SPO dan persepsi namun tidak diteliti.
36
Bagan Kerangka Teori Komunikasi
Kelengkapan Persetujuan Tindakan Kedokteran
-respect -empathy
-
-audible -clarity
-
-humble
SPO
identitas yang menyatakan persetujuan kelengkapan informasi yang penting autentifikasi catatan yang baik
Persepsi
2.3.2. Kerangka konsep Dalam penelitian ini yang ingin diteliti adalah komunikasi efektif, (Independen) dan kelengkapan
pengisian
Kedokteran sebagai variabel terikat (Dependen).
Persetujuan Tindakan
37
Bagan kerangka konsep Variabel INDEPENDENT
Variabel
DEPENDENT X1:Komunikasi
Y: Kelengkapan pengisian persetujuan
Efektif
tindakan kedokteran
2.3.2. Hipotesis Berdasarkan pernyataan masalah yang telah di kemukakan pada bab sebelumnya maka hipotesis penelitian yang di rumuskan adalah : H 0 : tidak ada hubungan antara komunikasi efektif dengan kelengkapan pengisian Persetujuan Tindakan Kedokteran. H1:
ada hubungan antara komunikasi efektif dengan kelengkapan
pengisian Persetujuan Tindakan Kedokteran.
38
2.3.4. Defenisi Operasional 1. Variabel Dependent
No 1
Variabel Dependen
Defenisi Operasional
Kelengkapan Kelengkapan pengisian lembar formulir Persetujuan Tindakan Kedokteran yang telah dilaksanakan sesuai dengan jenis pelayanan pasien berdasarkan permenkes 129 tahun 2008
Dimensi 1.Identitas yang menyatakan persetujuan 2.Kelengkapa n informasi yang penting 3.Autentifikas i 4.Catatan yang baik
Cara Ukur
Alat Ukur
Observasi
Daftar tilik
Hasil Ukur
Skala Ukur
0 = Nominal lengkap (100%) 1 = tidak lengkap (kurang dari 100%). (Permenke s 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit)
2. Variabel Independent
NO
Variabel Independen
1
Komunikasi
Dimensi
Skala Ukur
Defenisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Komunikasi efektif yang terjadi antara dokter dengan pasien dalam menunjang kelengkapan pengisian Persetujuan Tindakan Kedokteran
1.Respect Observasi 2.Empathy 3.Audible 4.Clarity 5.Humble
Kuesione r
0 = baik, apabila Nom skor komunikasi inal > mean 1 = kurang baik, apabila < mean
39