BAB II KONSEP DASAR
A Anatomi dan fisiologi 1. Anatomi organ dan reproduksi wanita Organ reproduksi wanita terbagi atas organ eksterna dan organ interna. Organ eksterna berfungsi dalam kopulsi, sedangkan organ interna berfungsi dalam ovulasi, sebagai tempat fertilitas sel telur dan perpindahan blastosis, dan sebagai tempat implantasi, dapat dikatakan berfungsi untuk pertumbuhan dan kelahiran janin. a. Organ eksterna, terdiri atas : 1). Mons pubis Mons pubis atau mons veneris adalah bantalan berisi lemak yang terletak dipermukaan anterior simphisis pubis. Setelah pubertas kulit mons pubis tertutup rambut ikal yang membentuk pola distribusi tertentu (escutcheon). 2). Labia mayora Merupakan dua buah lipatan kulit dengan jaringan lemak dibawahnya yang berlanjut ke bawah sebagai perluasan dan mons pubis dan menyatu menjadi perineum. Pada wanita menjelang dewasa ditumbuhi oleh pubis lanjutan dan mons veneris. Secara embirologis labia mayora homolog dari skrotum pada pria. Setelah melahirkan beberapa kali, labia mayora menjadi tidak terlalu menonjol dan pada usia lanjut biasanya menjadi keriput, panjang
6
labia mayora 7 – 8 cm, lebar 2 – 3 cm, tebal 1 – 1,5 cm, dan agak meruncing pada ujung bawah. Pada nullipara kedua sisi labia terletak berdekatan sehingga menutupi sama sekali jaringan dibawahnya. Sedangkan multipara labia mayora bisa terbuka lebar. Labia mayora berlanjut menjadi monspubis, dibagian posterior sedangkan pada daerah medial bergabung menjadi komisura posterior. Pada labia mayora banyak terdapat kelenjar minyak. Dibawah kulitnya terdapat jaringan ikat pada yang kaya akan serabut elastin dan jaringan lemak, tetapi hampir tidak ditemukan unsur otot. Pada bagian bawah kulit terdapat gumpalan lemak yang merupakan bagian terbesar labia, pada jaringan lemak ini terdapat suatu pleksus venosus yang sebagai akibat trauma eksternal dapat robek dan membentuk hematoma. 3) Labia minora Jaringan berwana kemerahan yang kedua sisinya menyatu pada ujung atas vulva disebut labia minora atau nimfe. Labia minora merupakan dua buah lipatan tipis kulit yang terletak disebelah dalam labia mayora. Labia mayora adalah lipatan jaringan yang tipis dan bila terbuka terlihat lembab dan kemerahan, menyerupai selaput mukosa. Jaringan ini ditutupi oleh epitel gepeng berlapis dengan banyak tonjolan papilla, tidak ditemukan folikel rambut namun banyak terdapat folikel sebasea dan kadang-kadang terdapat kelenjar keringat.
7
4) Klitoris Klitoris identik dengan penis pada pria kira-kira sebesar kacang hijau sampai cabai rawit dan ditutupi oleh frenulum klitoris-klitoris terdiri dari : a). Glans Glans terdiri dari sel-sel berbentuk fusi tormis b). Korpus Terdapat 2 korpora kavernosa, dimana pada dindingnya terdapat serabut otot polos c). Krura Bentuknya tipis dan panjang berawal dipermukaan inferior ramus iskiopubis menyatu tepat dibawah pertengahan arkus pubis membentuk korpus klitoris. Panjang klitoris jarang melebihi 2 cm bahkan dalam keadaan ereksi sekalipun dan posisinya sangat berlipat karena tarikan labia minora. Akibatnya ujung klitoris mengarah ke bawah dan menuju liang vagina. 5) Vulva Vulva adalah bagian alat kandungan luar yang berbentuk lonjong, berukuran panjang mulai dari klitoris, kanan kiri dibatasi bibir kecil, sampai ke belakang dibatasi perineum
8
6) Vestibulum Merupakan daerah berbentuk buah amandel yang dibatasi labia minora dilateral dan memanjang dari klitoris diatas hingga fourchet dibawah. Vestibulum adalah jaringan fungsional pada wanita yang berasal dan urogenital pada embrio. Pada tahap kematangan terdapat 6 buah lubang uretra, vagina, 2 kelenjar saluran kelenjar bartholini dan kadang kala terdapat duktus dari kelenjar vestibularis mayor yaitu kelenjar bartholini. Kelenjar ini terletak dibawah otot konstriktor vagina dan kadang kala ditemukan tertutup sebagian oleh bulbus vestibularis. 7) Introitus vagina Introitus vagina adalah pintu masuk ke vagina. Dilindungi oleh labia minora, dapat dilihat jika bibir kecil dibuka, ditutupi oleh selaput dara (hymen) 8) Selaput dara (hymen) Merupakan selaput yang menutupi introitus vagina. Biasanya berlubang membentuk semilunaris, anulinaris, tapisan, septata atau fimbria. Bila tidak berlubang disebut atresia himenalis atau hymen imperforate, hymen akan robek pada koitus
apalagi setelah
bersalin. Sisanya disebut kuruntula hymen atau sisa hymen. 9) Orifisium uretra eksterna (lubang kemih) 2/3 bagian bawah uretra terletak tepat diatas dinding depan vagina dan bermuara pada meatus uretra. Meatus uretra terletak pada garis
9
tengah vestibulum 1-1,5 cm dibawah arkus pubis, letaknya dekat dengan bagian atas liang vagina dan biasanya terlihat menonjol berkerut-kerut. 10) Perineum Perineum terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm. Jaringan yang menopang perineum adalah diafragma peluis dan urogenital. Perineum terdiri dari otot yang dilapisi dengan kulit menjadi penting karena perineum dapat robek selama melahirkan. b. Organ internal 1). Vagina Vagina merupakan saluran fibromuskuler elastis yang membentang keatas dan kebelakang mulut vulva hingga uterus. Dinding anterior vagina memiliki panjang kurang lebih 7,5 cm dan dinding posteriornya 9 cm. Vagina mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai saluran keluar dari uterus, dilalui sekresi uterus, dan kotoran menstruasi, sebagai organ kopulasi dan sebagai jalan lahir saat persalinan. Dinding vagina terdiri dari 4 lapisan : a). Lapisan epitel gepeng berlapis, pada lapisan ini tidak terdapat kelenjar tetapi cairan akan merembes melalui epitel untuk memberikan kelembababan. b). Jaringan efektif areoler yang dipasok pembuluh dengan baik. c). Jaringan otot polos berserabut longitudinal dan sirkuler.
10
d) Lapisan luar jaringan ikat fibrosa berwarna putih. Fornik berasal dari kata latin yang artinya selokan. Pada tempat servik menjulur kedalam kubah vagina terbentuk sebuah selokan melingkar yang mengelilingi serviks. Fornik ini terbagi menjadi empat bagian. Fornik posterior, anterior, dan dua buah fornik lateral. 2) Uterus Uterus merupakan organ muskuler yang sebagian tertutup oleh peritoneum atau serosa. Bentuk uterus menyerupai buah pir yang gepeng. Uterus wanita yang tidak hamil terletak pada rongga panggul antara kandung kemih dianterior dan rectum di posterior. Uterus wanita nullipara panjang 6-8 cm, dibandingkan dengan 9-10 cm pada wanita multipara. Berat uterus wanita yang pernah melahirkan antara 50-70 gram sedangkan wanita yang belum pernah melahirkan beratnya 80 gr atau lebih. Uterus terdiri atas : a). Fundus uteri Merupakan bagian uterus proksimal, disitu kedua tuba fallopi berinsersi ke uterus. Didalam klinik penting diketahui sampai dimana fundus uteri berada oleh karena tuanya kehamilan dapat diperkirakan dengan perabaan fundus uteri.
11
b) Korpus uteri Merupakan bagian uterus yang terbesar, rongga yang terdapat pada korpus uteri disebut kavum uteri. Dinding korpus uteri terdiri dari 3 lapisan = serosa, muskola, dan mukosa. Mempunyai fungsi utama sebagai janin berkembang. c) Servik uteri Servik merupakan bagian uterus dengan bagian khusus, terletak dibawah istimus. Servik memiliki serabut otot polos, namun terutama terdiri atas jaringan kolagen, ditambah jaringan elastin serta pembuluh darah. Kelenjar ini berfungsi mengeluarkan secret yang kental dan lengket dari kanalis servikalis. Jika saluran kelenjar serviks tersumbat dapat terbentuk kista retensi berdiamater beberapa millimeter yang disebut sebagai folikel nabothian. Secara histolik uterus terdiri atas : a). Endometrium di corpus uteri dan endoserviks di serviks uteri Merupakan bagian terdalam dari uterus yaitu lapisan mukosa yang melapisi rongga uterus pada wanita yang tidak hamil. Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar dan jaringan dengan banyak pembuluh darah yang berkeluk-keluk. Ukuran endometrium bervariasi yaitu 0,5 mm hingga 5 mm. endometrium terdiri dari epitel permukaan, kelenjar dan
12
jaringan mesenkim antar kelenjar yang ada didalamnya banyak terdapat pembuluh darah. Epitel permukaan endometrium terdiri dari satu lapisan sel kolumner tinggi, bersilia dan tersusun rapat. Kelenjar uterine berbentuk tubuler merupakan invaginasi dari epitel, kelenjar ini menghasilkan cairan alkalis encer yang berfungsi menjaga rongga uterus tetap lembab. b) Miometrium Miometrium merupakan jaringan pembentuk sebagian besar uterus dan terdiri atas kumpulan otot polos yang disatukan jaringan ikat dengan banyak serabut elastin didalamnya. Menurut Schwalm dan Dubnauszky, 1996 banyak serabut otot pada uterus sedikit demi sedikit berkurang kearah kaudal, sehingga pada serviks otot hanya merupakan 10 % dari massa jaringan. Selama masa kehamilan terutama melalui proses hipertrofi, miometrium sangatmembesar, namun tidak terjadi perubahan yang berarti pada otot diserviks. c) Lapisan serosa, yakni peritorium visceral Uterus sebenarnya terapung-apung dalam ronga peluis dengan jaringan ikat dan ligamentum yang menyokongnya. Ligamentum yang memfiksasi uterus adalah :
13
(1). Ligamentum cardinal sinistra et dextra (mackenrodt) Yaitu ligamentum yang terpenting mencegah suplai uterus tidak turun, terdiri atas jaringan ikat tebal dan berjalan dari serviks dan puncak vagina kearah lateral dinding pelvis. Didalamnya banyak pembuluh darah antara lain vena dan arteri uterina. (2). Ligamentum sakro uterinum sinistra et dextra Yaitu ligamentum yang menahan uterus agar tidak banyak bergerak, berjalan dari serviks bagian belakang, kiri dan kanan, kearah sacrum kiri dan kanan. (3). Ligamentum rotundum sinistra et dextra Yaitu ligamentum yang menahan uterus dalam antefleksi dan berjalan dari sudut uteri kiri dan kanan, kedaerah inguinal kiri dan kanan. (4). Ligamentum latum sinistra et dextra Yaitu ligamentum yang meliputi tuba, berjalan dari uterus kearah sisi, tidak banyak mengandung jaringan ikat. Dibagian dorsal ligamentum ini ditemukan indung telur (ovarium sinistra et dextra). (5). Ligamentum infudibula pelvicum Yaitu ligamentum yang menahan tuba fallopi berjalan dari arah infundibulum kedinding pelvis. Didalamnya terdapat urat-urat saraf. Saluran-saluran limfe, arteri dan vena
14
ovarica. Istmus adalah bagian uterus antara servik dan corpus uteri diliputi oleh peritoneum visceral yang mudah sekali digeser dari dasarnya atau digerakkan didaerah plika vesiaka uterine. Uterus diberi darah oleh arteri uterine sinistra et dextra yang terdiri dari ramus eksenden dan desenden. Pembuluh darah yang lain yang memperdarahi uterus adalah arteri ovarica sinistra et dextra. Inversasi uterus terdiri atas system saraf simpatis, parasimpatis dan serebrospinal. Yang dari system parasimpatis ini berada dalam panggul disebelah kiri dan kanan os sacrum, berasal dari saraf sacral 2,3 dan 4 dan selanjutnya memasuki pleksus frankenhauser.yang dari system simpatis masuk kedalam rongga panggul sebagai pleksus hipogastrikus melalui bifurkasia aorta dan promontorium tenus kebawah dan menuju pleksus frankenhauser. Serabut saraf tersebut memberi intervasi pada miometrium dan endometrium. Kedua system simpatik dan parasimpatik mengandung unsure motorik dan sensorik. Simpatik menimbulkan kontraksi
dan
vasokontriksi
sedangkan
parasimpatik
mencegah kontraksi dan menimbulkan vasodilatasi. 3) Tuba fallopi Tuba fallopi merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu uterina hingga suatu tempat didekat ovarium dan merupakan jalan
15
ovum mencapai rongga uterus. Panjang tuba fallopi antara 8-14 cm, tuba tertutup oleh peritoneum dan lumenya dilapisi oleh membran mukosa. Tuba fallopi terdiri atas : a). Pars interstisialis Bagian yang terdapat di dinding uterus b). Pars ismika Merupakan medial tuba yang sempit seluruhnya c). Pars ompularis Bagian yang terbentuk agak lebar tempat konsepsi terjadi d). Pars infundibulun Bagian ujung tuba yang terbuka kearah abdomen dan mempunyai fimbria. Fimbria penting artinya bagi tuba untuk menangkap telur untuk kemudian menyalurkan kedalam tuba. 4) Ovarium Ovarium merupakan organ yang berbentuk seperti buah amandel, fungsinya untuk perkembangan dan pelepasan ovum, serta sintesis dan sekresi hormon steroid. Ukuran ovarium, panjang 2,5-5 cm, lebar 1,5-5 cm, dan tebal 0,6-1 cm. setelah menopause ovarium sangat kecil. Normalnya, ovarium terletak pada bagian atas rongga panggul dan menempel pada lekukan dinding lateral pelvis diantara iliaka eksternal yang divergen dan pembuluh darah hipogastrik
16
fossa ovaroca weldeyer. Ovarium melekat pada ligamentum latum melalui mesovarium. Struktur umum pada ovarium dapat dibedakan menjadi : a). Korteks Ketebalannya sesuai dengsn usia dan menjadi semakin tipis dengan bertambahnya usia. Dalam lapisan inilah ovarium dan folikel de graaf. Bagian yang paling luar dari korteks yang kusam dan keputih-putihan dikenal sebagai tunika albuginea, dimana permukaannya terdapat lapisan tunggal epitel muboid yaitu epitel germinal dari waldeyer. b). Medulla Terdiri
atas
jaringan
penyambung
longgar
yang
berkesinambungan dengan yang dari mesovarium. Terdapat sejumlah besar arteri dan vena dalam medulla dan sejumlah kecil serat otot polos yang berkesinambungan, serat otot berfungsi dalam pergerakan ovarium. Ovarium disuplai oleh saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Saraf simpatis berasal dari ovarica yang menyertai pembuluh ovarica, beberapa berasal dari pleksus yang mengelilingi cabang ovarica dari arteri uterina. 2. Fisiologi post partum Perubahan fisiologi post partum menurut (Farrel, 2002 : 225) antara lain :
17
a. Involusio Yaitu proses fisiologis pulihnya kembali alat kandungan ke keadaan sebelum hamil, terjadi karena masing-masing sel menjadi lebih kecil karena sytoplasmanya yang berlebihan dibuang. 1). Involusio uterus Terjadi setalah plasenta lahir, uterus akan mengeras karena kontaksi dan reaksi pada otot-ototnya, dapat diamati dengan pemeriksaan tinggi fundus uteri. a). Setelah plasenta lahir hingga 12 jam pertama TFU 1-2 jari dibawah pusat. b). Pada hari ke-6 TFU normalnya berada dipertengahan simphisis pubis dan pusat c). Padahari ke-9 TFU sudah tidak teraba 2). Involusio tempat melekatnya placenta Setelah plasenta dilahirkan, tempat melekatnya plasenta menjadi tidak beraturan dan ditutupi oleh vaskuler yang kontraksi serta trombosis pada endometrium terjadi pembekuan skar sebagai proses penyembuhan luka. Proses penyembuhan luka pada endometrium
ini
memungkinkan
untuk
implantasi
dan
pembentukan plasenta pada kehamilan yang akan datang. b. Lochea Yaitu kotoran yang keluar dari liang senggama dan terdiri dari jaringan-jaringan mati dan lendir berasal dari rahim dan liang senggama.
18
Menurut pembagiannya : 1). Lochea rubra Berwarna merah, terdiri dari lendir dan darah, terdapat pada hari kesatu dan kedua. 2). Lochea sanguinolenta Berwarna coklat, terdiri dari cairan bercampur darah dan pada hari ke 3-6 post parfum. 3). Lochea alba Berwarna putih / jernih, berisi leukosit, sel epitel, mukosa servik dan bakteri atau kuman yang telah mati, pada hari ke 1-2 minggu setelah melahirkan. 3. Adaptasi fisik a.
Tanda-tanda vital Suhu meningkat, dehidrasi karena perubahan hormonal tetapi bila suhu diatas 38 0C dan selama 2 hari dalam 10 hari pertama post partum perlu dipikirkan kemungkinan adanya infeksi saluran kemih, endometritis dan sebagainya. Pembengkakan buah dada pada hari ke 2 atau ke 3 post partum dapat menyebabkan kenaikan suhu, walaupun tidak selalu.
b.
Adaptasi kardiovaskuler 1). Tekanan darah stabil, penurunan tekanan darah sistolik + 20 mmHg dapat terjadi pada saat ibu berubah posisi berbaring keduduk. Keadaan
sementara
sebagai
kompensasi
kardiovaskuler
19
terhadap penurunan tekanan dalam rongga panggul dan perdarahan. 2) Denyut nadi berkisar 60 – 70 kali permenit, berkeringat dan menggigil mengeluarkan cairan yang berlebihan dari sisa-sisa pembakaran melalui kulit sering terjadi terutama malam hari. c. Adaptasi traktus urinarius Selama proses kehamilan persalinan kandung kemih mengalami trauma yang dapat mengakibatkan oedem dan menghilangkan sensitifitas terhadap tekanan cairan. Perubahan ini dapat menyebabkan tekanan yang berlebihan dan pengosongan yang tidak sempurna. Biasanya ibu mengalami ketidakmampuan untuk buang air kecil selama 2 hari pertama setelah melahirkan. d. Adaptasi system gastrointestinal Diperlukan waktu 3-4 hari sebelum faal usus kembali normal meskipun kadar progesterone menurun setelah melahirkan namun asupan makanan juga mengalami penurunan selama 1-2 hari. e. Adaptasi system endokrin Perubahan buah dada, umumnya produksi ASI baru berlangsung pada hari ke 2-3 post partum, buah dada tampak membesar, keras dan nyeri. f. Adaptasi system musculoskeletal Otot dinding abdomen teregang secara bertahap selama kehamilan mengakibatkan hilangnya kekenyalan otot. Keadaan ini terlihat jelas setelah melahirkan dinding perut tampak lembek dan kendor.
20
g. Perineum Setelah partus perineum menjadi kendor karena sebelumnya meregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada post natal hari ke 5 perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendor dari keadaan sebelum melahirkan (nuliparia). h. Laktasi Setelah partus, pengaruh menekan dari esterogen dan progesterone terhadap hipofisis hilang penuh hormon-hormon hipofisis kembali antara lain, laktogenic hormone (prolaktin) yang akan menghasilkan pula mammae yang telah dipersiapkan pada masa hamil terpengaruh akibat kelenjar-kelenjar susu dilaksanakan. Umumnya produksi air susu baru berlangsung betul pada hari ke 2-3 post partum. 4. Adaptasi fungsional Ada 3 fase pada ibu post partum, yaitu : a. Fase taking in (fase dependent) 1) Selama 1-2 hari pertama, dependensi sangat dominan pada ibu dan ibu lebih memfokuskan pada dirinya sendiri. 2) Beberapa
hari
setelah
melahirkan
akan
menangguhkan
keterlibatannya dalam tanggung jawab sebagai ibu dan ia lebih mempercayakan kepada orang lain dan ibu akan lebih baik meningkatkan kebutuhan akan nutrisi dan istirahatnya.
21
3) Menunjukkan kegembiraan yang sangat, misalnya menceritakan tentang
pengalaman
kehamilan,
melahirkan
dan
rasa
ketidaknyamanan. b. Fase taking hold (fase independent) 1) Ibu sudah menunjukkan perluasan focus perhatiannya yaitu dengan memperlihatkan bayinya. 2) Ibu mulai tertarik melakukan perawatan pada bayinya. 3) Ibu mulai terbuka menerima pendidikan kesehatan bagi dirinya dan bayinya. c. Fase letting go (fase interpenden) Fase ini merupakan suatu keadaan menuju peran baru 1) Ketidaktergantungan dalam merawat diri dan bayinya lebih meningkat. 2) Mengenal bayi bahwa bayi terpisah dari dirinya. (Bobak, 2004) B. Sectio Caesaria 1. Pengertian Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus. (Wiknjosastro, 1999) Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina (Rustam Mochtar, 1998)
22
Post partum adalah suatu masa yang dimulai setelah partus selesai dan berakhir kira-kira 6 minggu. Akan tetapi seluruh alat genetalia baru pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan (Wiknjosastro,1999 ) Letak sungsang adalah keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri (Wiknjosastro, 1999) Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa post partum dengan sectio caesaria atas indikasi letak sungsang adalah suatu cara melahirkan janin dengan cara pembedahan pada dinding depan perut atau vagina karena janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. 2. Macam-macam pembedahan Sectio Caesaria Sectio caesaria dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam yaitu : a. Sectio caesaria klasik (Menurut Sanger) Lebih mudah dimulai dari insisi segmen bawah rahim dengan indikasi: 1). Sectio caesaria yang diikuti dengan sterilisasi 2). Terdapat penbuluh darah besar sehingga diperkirakan akan terjadi robekan segmen bawah rahim dan perdarahan 3). Pada letak lintang 4). Kepala bayi telah masuk pintu atas panggul
23
Keuntungan : Mudah dilakukan karena lapangan operasi relatif luas Kerugian : Kesembuhan luka operasi relatif sulit, kemungkinan terjadi ruptur uteri pada kehamilan berikutnya lebih besar, kemungkinan terjadi perlekatan dengan dinding abdomen lebih besar a. Sectio caesaria transperitoneal profunda (Menurut Kehrer) Sectio caesaria yang merupakan persalinan dengan morbiditas dan mortalitas rendah adalah persalinan yang paling konservatif. Indikasi dari ibu : 1). Primigravida dengan kelainan letak 2). Primipara tua dengan disertai : kelainan letak, disproporsi sefalo pelvik 3). Terdapat kesempitan panggul 4). Komplikasi kehamilan yaitu preeklamsi-eklamsi Indikasi dari bayi : a). Fetal distress / gawat janin b). Malpresentasi dan malposisi kedudukan janin c). Kegagalan persalinan vakum Keuntungan : Segmen bawah rahim lebih tenang, kesembuhan baik, tidak banyak menimbulkan perlekatan Kerugian :
24
Terdapat kesulitan pada waktu mengeluarkan janin, terjadi perluasan luka insisi dan menimbulkan perdarahan b. Sectio caesaria ekstraperitonial (Menurut Water / Latzco) Operasi tipe ini tidak banyak dikerjakan lagi karena perkembangan antibiotika, dan untuk menghindarkan kemungkinan infeksi yang dapat ditimbulkannya. Tujuannya menghindari kontaminasi kavum uteri oleh infeksi yang terdapat diluar uterus 3. Indikasi sectio caesaria : a. Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior) b. Panggul sempit Holmer mengambil batas terendah untuk melahirkan janin vias naturalis ialah CV : 8 cm. Panggul depan CV : 8 cm dapat dipastikan tidak dapat melahirkan janin yang normal, harus diselesaikan dengan sectio caesaria, CV antara 8-10 cm boleh dicoba dengan partus percobaan, baru setelah gagal dilakukan sectio caesaria sekunder c. Disproporsi sefalo pelvik yaitu ketidakseimbangan antara ukuran kepala dengan panggul d. Ruptur uteri mengancam e. Partus lama (Prolanged labor) f. Partus tidak maju g. Distorsia servik h. Preeklamsi dan hipertensi i. Mal presentasi janin
25
1. Letak lintang Greenhill dan easman sama-sama sependapat a. Bila ada kesempitan panggul, maka sectio caesaria adalah cara yang terbaik dalam segala letak lintang dengan janin, hidup dan besar biasa b. Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio caesaria, walau tidak ada perkiraan panggul sempit c. Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara-cara lain 2. Letak sungsang Macam-macam letak sungsang Berdasarkan komposisi dari bokong dan kaki dapat ditentukan beberapa bentuk letak sungsang sebagai berikut : a. Letak sungsang murni (frank breech) Terjadi bila diperiksa teraba bokong, kedua kaki menjungkit keatas sampai kepala bayi, kedua kaki bertindak sebagai spalk b. Letak bokong kaki sempurna (complete breech) Terjadi bila diperiksa teraba bokong, kedua kaki berada di samping bokong c. Letak bokong tak sempurna (incomplete breech) Terjadi bila diperiksa teraba bokong, disamping bokong teraba satu kaki
26
d. Letak kaki (incomplete breech lain) Bila bagian terendah teraba salah satu dan kedua kaki atau lutut, dapat dibedakan : letak kaki, bila kaki terendah, letak lutut bila lutut terendah (Ida Bagus, 1998) Penyebab letak sungsang dapat berasal dari : 1. Sudut ibu a. Keadaan rahim 1). Rahim arkuatus 2). Septum pada rahim 3). Uterus duplek 4). Mioma bersama kehamilan b. Keadaan placenta 1). Placenta letak rendah 2). Placenta previa c. Keadaan jalan lahir 1). Kesempitan panggul 2). Deformitas tulang panggul 3). Terdapat tumor menghalangi jalan lahir dan perputaran keposisi kepala 2. Sudut janin Pada janin terdapat berbagai keadaan yang menyebabkan letak sungsang :
27
a. Tali pusat pendek atau lilitan tali pusat b. Hidrosefalus atau anensefalus c. Kehamilan kembar d. Hidromnion atau oligohidramnion e. Prematuritas Dalam keadaan normal, bokong mencari tempat yang lebih luas sehingga terdapat kedudukan letak kepala. Disamping itu kepala janin merupakan bagian terbesar dan keras serta paling berat. Melalui hukum gaya berat, kepala janin akan menuju kearah pintu atas pinggul. Dengan gerakan kaki janin, ketegangan ligamentum rotundum dan kontraksi braxon hicks, kepala janin berangsur-angsur masuk kepintu atas panggul. (Ida Bagus, 1998: 361).
4. Manifestasi klinik a. Pernafasan 1). Pernafasan meningkat karena hipoventilasi, posisi salah, pembalut ketat pada dada dan abdomen atas, kegemukan. 2). Kecepatan pernafasan turun karena pengaruh obat : anestesi, narkotika, sedative. b. Tekanan darah 1). Meningkat jika dalam keadaan cemas, nyeri, distensi, kandung kemih. 2). Tekanan darah turun jika terjadi shock karena kehilangan cairan atau hemoragi.
28
c. Suhu 1). Terjadi kenaikan karena reaksi stress 2). Suhu turun karena dinginnya ruang operasi dan ruang pemulihan d. Nadi 1). Meningkat karena nyeri, cemas, dilatasi perut. 2). Kecepatan nadi turun karena kebanyakan dosis digitalis. e. Kenyamanan 1). Terdapat nyeri, mual, tumpah. 2). Sikap tidur nyaman dan memperlancar ventilasi. (Long, 1996) 5. Fase-fase penyembuhan luka a. Fase I (termasuk respon inflammatory) berlangsung selama 3 hari 1) Penutupan luka (darah membeku) 2) Fagositosis jaringan rusak dan bakteri 3) Pembentukan arus darah ke luka b. Fase II berlangsung 3 – 14 hari setelah bedah 1) Kolagen dikumpulkan 2) Regenarasi sel epitel 3) Luka, granulasi jaringan c. Fase III berlangsung dari minggu kedua sampai minggu keenam 1) Tambahan pengumpulan kolagen 2) Pembuluh darah terjepit 3) Luka : pertumbuhan jaringan menarik tinggi
29
d. Fase IV berlangsung beberapa bulan setelah bedah 1) Kolagen menciut dan memadat 2) Luka : membentuk ceruk parut, tipis dan putih (Long, 1996 : 69) 6. Komplikasi Komplikasi akibat sectio caesaria antara lain : a. Infeksi Puerperal (nifas) Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum keadaan pembedahan sudah ada gejala-gejala infeksi intra partum / ada factor-faktor yang merupakan gejala infeksi 1) Infeksi bersifat ringan, kenaikan suhu beberapa hari saja 2) Sedang dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung 3) Berat dengan peritonitis sepsis ileus paralitik. Hal ini sering kita jumlah pada partus terlambat, dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intraportal karena ketuban yang telah lama Penanganannya adalah dengan pemberian cairan elektrolit dan antibiotic yang adekuat dan tepat b. Perdarahan Rata-rata darah hilang akibat sectio caesaria 2 kali lebih banyak daripada yang hilang dengan kelainan melalui vagina. Kira-kira 8001000 ml yang disebabkan oleh banyaknya pembuluh darah yang terputus dan terbuka, atonia uteri dan pelepasan pada plasenta
30
c. Emboli pulmonal Terjadi karena penderita dengan insisi abdomen kurang dapat mobilisasi di bandingkan dengan melahirkan melalui vagina (normal) d. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi terlalu tinggi e. Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan mendatang (Rustam, 1998) 7. Pengkajian Fokus a. Biodata 1) Identitas pasien Yang berisi : Nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, agama, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, alamat 2) Penanggung jawab Yang berisi : Nama, umur, pekerjaan, hubungan dengan pasien b. Riwayat kesehatan 1) Keluhan utama §
Pasien mengeluh nyeri pada daerah sekitar jahitan sectio caesaria
2) Riwayat penyakit sekarang §
Pasien mengeluh nyeri pada daerah luka jahitan sectio caesaria
3) Riwayat penyakit dahulu §
Apakah pernah dilakukan section caesaria sebelumnya
§
Apakah ada abortus pada kehamilan sebelumnya
31
§
Apakah ada perdarahan pada kehamilan sebelumnya
§
Apakah mempunyai riwayat hipertensi
§
Apakah mempunyai riwayat diabetes mellitus
§
Apakah mempunyai riwayat jantung
§
Apakah mempunyai riwayat asma
4) Riwayat penyakit keluarga §
Adakah didalam keluarga yang pernah mengalami section caesaria
§
Adakah didalam keluarga pernah mengalami abortus
§
Adakah didalam keluarga pernah mengalami perdarahan / anemia
§
Adakah didalam keluarga mempunyai riwayat hipertensi, diabetes mellitus, asma, jantung
5) Riwayat kehamilan G
P
A
HPHT dan HPL 6) Riwayat persalinan 7) Riwayat haid / menstruasi §
Menarche pada umur
§
Siklus haid (teratur 28 hari)
§
Gangguan menstruasi (dismenorea, amenorea, dll)
32
8. Pola Kesehatan Fungsional a. Sirkulasi Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600 – 800 ml b. Integritas ego §
Dapat menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan sampai ketakutan, marah dan menarik diri
§
Klien / pasangan dapat memiliki pertanyaan atau salah terima peran dalam pengalaman kelahiran
§
Mungkin mengekspresikan ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru
c. Eliminasi §
Kateter mungkin terpasang : urin jernih, pucat
§
Bising usus tidak ada, samar atau jelas
d. Makanan / cairan Abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal e. Neurosensori Kerusakan gerakan dan sensasi dibawah tingkat anesthesia spiral epidural f. Nyeri / ketidaknyamanan §
Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber : misalnya trauma bedah / insisi, nyeri penyerta, distensi kandung kemih / abdomen, efek-efek anesthesia
§
Mulut sering kering
33
g. Pernafasan Bunyi paru jelas dan vesikuler h. Keamanan §
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda atau kering atau utuh
§
Jalur parenteral, bila digunakan, paten, dan sisi bebas eritema, bengkak dan nyeri tekan (Doenges, 2001)
9. Pemeriksaan Diagnostik §
Jumlah darah lengkap, hemoglobin (Hb) / hematokrit (Ht) : mengkaji perubahan dan kadar praoperasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan
§
Urinalisasi kultur urine, darah, vagina, dan lokhea : pemeriksaan tambahan didasarkan pada kebutuhan individual
34
Kurang pengetahuan
Kelemahan fisik
Defisit perawatan diri
Potensial efektifnya laktasi
Adekuat
- reflek hisap kulit
Uterus
Spontan
Perubahan fisiologis
- Bayi menolak
Gangguan rasa nyaman : nyeri
Tidak efektifnya laktasi
Intoleransi aktifitas
Nyeri
Penurunan tonus otot dan motilitas usus turun Kontraksi uterus meningkat Konstipasi
Tidak Adekuat
Kurang informasi
Bobak, 2004 dkk
Peningkatan hormon prolaktin
Mandiri
Sumber :
Penurunan hormon estrogen dan progesteron
Mampu menyesuaikan dengan keluarga
Belajar perubahan baru
Dependen butuh perlindungan
ASI keluar
Laktasi
Letting go
Taking hold
Taking in
Perubahan psikologis
Post section caesaria
Tindakan pembedahan
Persalinan
Letak sungsang
Faktor indikasi Sectio Caesaria
Risiko infeksi
Invasi bakteri
Pintu masuk kuman
Terputusnya kontinuitas jaringan
Luka post section caesaria
Defisit volume cairan
Perdarahan
10. Pathways
35
11. Diagnosa keperawatan a.
Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan, efek anestesi, efek hormonal, distensi kandung kemih (Doengoes, 2001).
b.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya insisi pembedahan dan
terputusnya kontinuitas jaringan sekunder akibat pembedahan
(Doengoes, 2001). c.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh terhadap bakteri sekunder pembedahan (Carpenito, 2000).
d.
Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah dalam pembedahan (Doengoes, 2001).
e.
Gangguan eliminasi BAB : Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot sekunder terhadap anestesi, kurang masukan, nyeri perineal / rektal (Doengoes, 2001).
f.
Tidak efektifnya laktasi berhubungan dengan perpisahan dengan bayi (Carpenito, 2000).
g.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik (Doengoes, 2001).
h.
Kurang pengetahuan mengenai perubahan fisiologis, periode pemulihan dan kebutuhan perawatan diri berhubungan dengan kurangnya informasi (Doengoes, 2001).
36
12. Fokus Intervensi Dx.l Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan, efek anestesi, efek hormonal distensi kandung kemih (Doengoes, 2001). Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang Kriteria hasil: 1.
Klien mengungkapkan berkurangnya nyeri
2.
Klien tampak rileks, mampu tidur / istirahat dengan tepat
Intervensi : 1.
Tentukan karakteristik dan lokasi ketidaknyamanan Rasional : Membedakan karakteristik khusus dari nyeri, membantu membedakan nyeri pasca operasi dan terjadinya komplikasi (misalnva : ileus, retensi kandung kemih atau infeksi, dehidens luka).
2.
Evaluasi tekanan darah (TD) dan nadi. Rasional : Nyeri dapat menyebabkan gelisah serta TD dan nadi meningkat.
3.
Anjurkan penggunaan teknik pernafasan dan relaksasi dan distraksi Rasional : Merilekskan otot, dan mengalihkan perhatian dan sensori nyeri.
4.
Anjurkan ambulasi dini Rasional :
37
Menurunkan pembentukan gas dan meningkatkan peristaltik untuk menghilangkan ketidaknyamanan. 5.
Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi Rasional : Meningkatkan kenyamanan.
Dx.2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya insisi pembedahan dan terputusnya kontinuitas jaringan sekunder akibat pembedahan (Doengoes, 2001). Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat meningkatkan dan melakukan aktivitas sesuai kemampuan tanpa disertai nyeri. Kriteria
Hasil
:
Klien
dapat
mengidentifikasikan
faktor-faktor
yang
menurunkan toleransi aktivitas. Intervensi: 1.
Kaji respon klien terhadap aktivitas Rasional: Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada klien dalam keluhan kelemahan, keletihan yang berkenaan dengan aktivitas.
2.
Catat tipe anestesi yang diberikan pada saat intra partus pada waktu klien sadar Rasional : Pengaruh anestesi dapat mempengaruhi aktivitas klien.
38
3.
Anjurkan klien untuk istirahat Rasional : Dengan
istirahat
dapat
mempercepat
pemulihan
tenaga
untuk
beraktivitas, klien dapat rileks. 4.
Bantu dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari sesuai kebutuhan Rasional : Dapat memberikan rasa tenang dan aman pada klien karena kebutuhan aktivitas sehari-hari dapat terpenuhi dengan bantuan keluarga dan perawat.
5.
Tingkatkan aktivitas secara bertahap Rasional : Aktivitas sedikit demi sedikit dapat dilakukan oleh para klien sesuai yang diinginkan, meningkatkan proses penyembuhan dan kemampuan koping emosional.
Dx.3 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh terhadap bakteri sekunder pembedahan (Carpenito, 2000). Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan infeksi tidak terjadi. Kriteria hasil : 1.
Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, color, dolor, tumor dan fungsiolaesa)
2.
Tanda-tanda vital normal terutama suhu (36-37° C)
Intervensi : 1.
Monitor tanda-tanda vital
39
Rasional : Suhu yang meningkat, dapat menunjukkan terjadinya infeksi (color) 2.
Kaji luka pada abdomen dan balutan Rasional: Mengidentifikasi apakah ada tanda-tanda infeksi adanya pus.
3.
Menjaga kebersihan sekitar luka dan lingkungan klien, rawat luka dengan tehnik antiseptik Rasional: Mencegah kontaminasi silang / penyebaran organisme infeksius.
4.
Catat / pantau kadar Hb dan Ht Rasional: Resiko infeksi Post Partum dan pemyembuhan buruk meningkat bila kadar Hb rendah dan kehilangan darah berlebihan.
5.
Kolaborasi pemberian antibiotik Rasional: Antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi.
Dx.4 Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah dalam pembedahan (Doengoes, 2001). Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan defisit volume cairan dapat diminimalkan. Kriteria hasil: Membran mukosa lembab, kulit tidak kering, Hb : 12 gr Intervensi: 1.
Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran
40
Rasional: Dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasikan pengeluaran cairan / kebutuhan pengganti dan menunjang intervensi. 2.
Berikan bantuan pengukuran berkemih sesuai kebutuhan, misal : privasi, posisi duduk, air yang mengalir dalam bak, mengalirkan air hangat diatas perineum. Rasional: Meningkatkan,
relaksasi,
otot
perineal
dan
memudahkan
upaya
pengosongan. 3.
Catat munculnya mual / muntah Rasional: Masa Post Op, semakin lama durasi anestesi semakin besar resiko untuk mual. Mual yang lebih dan 3 hari Post Op mungkin dihubungkan untuk mengontrol rasa sakit atau terapi obat lain.
4. Periksa pembalut, banyaknya perdarahan Rasional: Perdarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada hemoragi 5.
Kolaborasi pemberian cairan sesuai program Rasional: Mengganti cairan yang telah hilang.
Dx. 5 Gangguan eliminasi BAB : Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otor sekunder terhadap anestesi, kurang masukan, nyeri perineal / rectal (Doengoes, 2001).
41
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi gangguan eliminasi BAB: Konstipasi Kriteria hasil : Klien mendapatkan kembali pola eliminasi biasanya / optimal dalam 4 hari pasca partum Intervensi: 1.
Auskultasi terhadap adanya bising pada keempat kuadran Rasional: Menentukan kesiapan terhadap pemberian makan per oral.
2. Palpasi abdomen, perhatikan distensi atau ketidaknyamanan Rasional: Menandakan pembentukan gas dan akumulasi atau kemungkinan ileus paralitik. 3.
Anjurkan cairan oral adekuat (6-8 gelas / hari), peningkatan diet makanan serat. Rasional: Cairan dan makanan serat (buah-buahan dan sayuran) dapat merangsang eliminasi dan mencegah konstipasi.
4.
Anjurkan latihan kaki dan pengencangan abdominal, tingkatkan ambulasi dini. Rasional: Latihan kaki mengencangkan otot-otot abdomen dan memperbaiki motilitas abdomen.
42
5. Kolaborasi pemberian pelunak feses Rasional: Melunakkan feses, merangsang peristaltik, dan membantu mengembalikan fungsi usus.
Dx.6 Tidak efektifnya laktasi berhubungan dengan perpisahan dengan bayi (Carpenito, 2000). Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan laktasi efektif Kriteria hasil: 1. Klien dapat membuat suatu keputusan 2.
Klien
dapat
mengidentifikasi
aktivitas
yang
menentukan
atau
meningkatkan menyusui yang berhasil. Intervensi: 1.
Kaji isapan bayi, jika lecet pada putting. Rasional: Menentukan kemampuan untuk memberikan perawatan yang tepat.
2.
Anjurkan tehnik Breast Care dan menyusui yang efektif. Rasional: Memperlancar laktasi.
3. Anjurkan pada klien untuk memberikan ASI ekslusif. Rasional: ASI dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bagi bayi sebagai pertumbuhan optimal.
43
4.
Berikan informasi untuk rawat gabung Rasional: Menjaga, meminimalkan tidak efektifhya laktasi.
5. Anjurkan
bagaimana
cara
memeras,
menangani,
menyimpan
dan
mengirimkan / memberikan ASI dengan aman. Rasional: Menjaga agar ASI tetap bisa digunakan dan tetap higienis bagi bayi.
Dx.7 Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik (Doengoes, 2001). Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan defisit keperawatan tidak terjadi. Kriteria hasil: 1.
Klien mendemontrasikan
teknik-teknik untuk memenuhi kebutuhan
perawatan diri. 2.
Klien mengidentifikasi/menggunakan sumber-sumber yang tersedia. Intervensi:
1.
Pastikan berat / durasi ketidaknyamanan Rasional: Nyeri dapat mempengaruhi respons emosi dan perilaku sehingga klien mungkin tidak mampu berfokus pada perawatan diri sampai kebutuhan fisik.
44
2.
Tentukan tipe-tipe anestesia Rasional: Klien yang telah menjalani anestesia spinal dapat diarahkan untuk berbaring datar dan tanpa bantal untuk 6-7 jam setelah pemberian anestesia.
3. Ubah posisi klien setiap 1 -2 jam Rasional: Membantu mencegah komplikasi bedah seperti flebitis. 4.
Berikan bantuan sesuai kebutuhan (perawatan mulut, mandi, gosokan punggung dan perawatan perineal). Rasional: Memperbaiki harga diri, meningkatkan perasaan kesejahteraan.
5.
Berikan pilihan bila mungkin (jadwal mandi, jarak selama ambulasi). Rasional: Mengizinkan beberapa otonomi meskipun tergantung pada bantuan profesional.
6. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi Rasional: Menurunkan ketidaknyamanan, yang dapat mempengaruhi kemampuan untuk melaksanakan perawatan diri.
45
Dx.8 Kurang pengetahuan berhubungan dengan mengenai perubahan fisiologis, periode pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan perawatan diri (Doengoes, 2001). Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien mengerti tentang perubahan
fisiologis, periode pemulihan,
perawatan diri
dan kebutuhan
perawatan bayi. Kriteria hasil: Klien fisiologis,
mengungkapkan
kebutuhan-kebutuhan
pemahaman
individu,
hasil
tentang
perubahan
yang diharapkan.
Intervensi: 1. Kaji kesiapan dan motivasi klien untuk belajar Rasional: Penyuluhan diberikan untuk membantu mengembangkan pertumbuhan Ibu, maturasi dan kompetensi. 2. Kaji keadaan fisik klien Rasional: Ketidaknyamanan dapat mempengaruhi konsentrasi dalam menerima penyuluhan. 3.
Berikan inforaiasi tentang perubahan fisiologis dan psikologis yang normal. Rasional: Membantu klien mengenali perubahan normal.
4. Diskusikan program latihan yang tepat sesuai ketentuan. Rasional:
46
Program latihan dapat membantu torus otot-otot, meningkatkan sirkulasi, menghasilkan gambaran keseimbangan tubuh dan meningkatkan perasaan sejahtera. 5. Demontrasikan teknik-teknik perawatan diri Rasional: Membantu orang tua dalam penguasaan tugas-tugas baru.
47