BAB II KONSEP DAKWAH ISLAM DAN PENYAKIT MASYARAKAT A. Tinjauan Umum Dakwah Islam Islam adalah agama dakwah, yang mengandung arti bahwa keberadaanya di muka bumi ini adalah disebarluaskan dan diperkenalkan kepada umat melalui aktivitas dakwah, bukan dengan paksaan, kekerasan, tidak pula dengan kekuatan pedang. (An-Nabiry, 2008:13) Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah
ayat 256 yang
berbunyi: Artinya: Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya, telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut[162] dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. (Depag, 2004:43) Hal ini dapat kita pahami, karena Islam adalah agama perdamaian, agama cinta kasih, agama pembebas dari belenggu perbudakan, agama yang mengakui hak dan kewajiban setiap individu. Dengan demikian, semakin jelaslah bahwa Islam merupakan satu-satunya agama samawi yang dititah oleh Allah SWT sebagai Rahmat bagi seluruh alam. Keberadaanya harus senantiasa diserukan dan disampaikan dariumat dan untuk
18
19
umat manusia seluruhnya. Penyampaian Islam pun dikemass dan disajikan dalam satu wadah amar ma’ruf nahi munkar. (An-Nabiry, 2008:11) Tidak bisa dipungkiri bahwa penyebaran agama Islam keseluruh dunia, adalah karena adanya proses dakwah Islam yang dilakukan oleh para ulama’ sebagai juru dakwah melalui aktivitas dakwahnya. a. Pengertian Dakwah 1. Arti Dakwah Menurut Bahasa Menurut Moh. Ali Aziz (2004: 2-3) dakwah dari segi etimologi (bahasa), da’wah berasal dari bahasa Arab ( ) دعوةda’watan yang berarti panggilan, ajakan dan seruan. Dakwah dalam arti menyeru, sebagaimana firman Allah SWT surat Yunus ayat 25:
Artinya :Allah menyeru (manusia ke Darussalam (surga) dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam). (Depag, 2004:211) Asmuni Syukir (1983: 17) menjelaskan bahwa dari etimologi (bahasa), dakwah berasal dari bahasa Arab ( ) دعوة: da’watan yang berarti panggilan, ajakan, dan seruan. Dalam ilmu tata bahasa Arab, kata dakwah berbentuk isim masdar. Kata ini berasal dari fi’il (kata kerja) da'a-yad'u-da'watan (memanggil, mengajak, atau menyeru).
20
Dengan demikian dakwah secara etimologi (bahasa) adalah proses penyampaian pesan-pesan tertentu yang berupa ajakan, seruan atau himbauan tersebut. 2. Arti Dakwah Menurut Istilah Pengertian dakwah secara terminologi (istilah) ada beberapa pakar ilmu dakwah yang telah mencoba untuk merumuskan istilah tersebut, diantaranya : Dzikron
Abdullah
berpendapat
semua
usaha
untuk
menyebarluaskan Islam dan merealisasikan ajaran di tengah masyarakat dan
kehidupannya
agar
mereka
memeluk
agama
Islam
dan
mengamalkannya dengan baik adalah dakwah. (Abdullah, 1989:7) Adapun menurut Asmuni Syukir dakwah dapat diartikan dalam dua segi atau dua sudut pandang yakni pengertian dakwah yang bersifat pembinaan dan pengertian dakwah yang bersifat pengembangan. Pembinaan
artinya
suatu
kegiatan
untuk
mempertahankan
dan
menyempurnakan sesuatu hal yang telah ada sebelumnya, sedangkan pengembangan
berarti
suatu
kegiatan
yang
mengarah
kepada
pembaharuan atau mengadakan sesuatu hal yang belum ada. (Syukir, 1983:20) Menurut Samsul Munir Amin, yang berpendapat bahwa dakwah merupakan suatu aktivitas yang dilakukan dengan sadar dalam rangka menyampaikan pesan-pesan agama Islam kepada orang lain agar mereka
21
menerima ajaran Islam tersebut dan menjalankanya dengan baik dalam kehidupan individu maupun masyarakat untuk mencapai kebahagiaan dunia maupun akhirat dengan menggunakan berbagai media dan caracara tertentu. (Amin, 2008: 7) Muhamad Sulthon berpendapat bahwa dakwah merupakan setiap usaha atau aktivitas dengan lisan atau tulisan dan lainnya yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman dan mentaati Allah SWT, sesuai dengan garis-garis aqidah dan syariat serta akhlak Islamiyah. (Sulthon, 2001:9) Sedangkan dakwah menurut Wardi Bhatiar adalah upaya mengubah situasi kepada situasi yang lain yang lebih baik sesuai ajaran Islam, atau proses mengajak manusia ke jalan Allah yaitu Islam. (Bahtiar, 1997:31) Dari beberapa definisi dakwah dia atas, meskipun terdapat kesamaan atau perbedaan dalam perumusan, namun bila dikaji bersamaan dan perbedaan tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Proses penyebaran agama Islam kepada orang lain supaya mereka memeluk agama Islam. 2. Usaha yang dilakukan atau diselenggarakan berupa mengajak orang lain untuk beriman dan mentaati perintah Allah SWT, amar ma’ruf atau perbaikan dan pembangunan masyarakat serta nahi munkar.
22
3. Dakwah itu merupakan suatu aktivitas atau usaha yang dilakukan dengan sengaja atau sadar. 4. Dakwah merupakan aktivitas yang bersifat menyeru, mengajak atau memanggil dengan metode tersendiri sesuai dengan kaidah Islam. 5. Usaha tersebut dimaksudkan untuk mencapai cita-cita dari dakwah itu sendiri yaitu kebahagiaan manusia di dunia maupun di akhirat. Dengan demikian dakwah menurut istilah merupakan sebuah upaya dan kegiatan baik dalam wujud ucapan maupun perbuatan, yang mengandung ajakan atau seruan kepada orang lain untuk mengetahui, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari, untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. b. Dasar Hukum Dakwah Pijakan dasar pelaksanaan dakwah adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits. Di dalam dua landasan normatif tersebut terdapat dalil naqli yang ditafsirkan sebagai bentuk perintah untuk berdakwah. Di dalamnya juga memuat tata cara dan pelaksanaan kegiatan dakwah. Perintah untuk berdakwah pertama kali ditujukan kepada para utusan Allah, kemudian kepada umatnya baik secara umum, berkelompok atau berorganisasi. Ada pula yang ditujukan kepada individu maupun keluarga dan sanak famili. Dasar hukum pelaksanaan dakwah tersebut antara lain:
23
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan berbantahlah kepada mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (Departemen Agama RI, 2002: 383). c. Tujuan Dakwah Islam Tujuan dakwah adalah terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan hidup manusiadi dunia dan di akhirat yang diridhai oleh Allah SWT. serta nilai-nilai atau hasil akhir yang ingin dicapai atau diperoleh oleh keseluruhan aktivitas dakwah. (Amin, 2009:60) Sedangkan menurut pendapat Moh. Ali Aziz, tujuan dakwah yaitu: 1. Untuk menegakkan ajaran Islam kepada setiap insan baik individu maupun masyarakat, sehingga manusia hidup dan berjalan sesuai dengan ajaran Islam. 2. Untuk mengajak seluruh manusia memeluk agama Islam, sehingga terbentuk manusia yang memiliki kualitas akidah, ibadah serta akhlak yang tinggi. 3. Untuk mengajak manusia kejalan yang lurus untuk menyembah Allah dan tidak menyekutukannya, agar manusia mendapat ampunan dan keselamatan dunia akhirat.
24
Secara umum tujuan dakwah di sini adalah mengajak umat manusia kepada jalan yang benar yang diridhoi Allah SWT, agar dapat hidup bahagia dan sejahtera dunia maupun akhirat. Sedangkan tujuan khusus dakwah adalah mengajak umat manusia yang sudah memeluk agama Islam untuk selalu meningkatkan ketaqwaannya kepada Allah SWT, memberikan pengajaran tentang syari’at Islam, membina mental agama (Islam) bagi kaum yang masih mu’alaf, dan mendidik, mengajar anak serta menjaga manusia agar tidak menyimpang dari fitrahnya, sehingga terwujud masyarakat yang beragama sesuai dengan ajaran Islam yang benar. (Aziz, 2004: 60-63). Tujuan
dakwah sangat menentukan dan berpengaruh terhadap
penggunaan metode, media, serta sasaran dakwah. Ini disebabkan karena tujuan merupakan arah gerak yang hendak dicapai dalam seluruh aktivitas dakwah. Tujuan dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu tujuan umum dakwah (major obyektivite) dan tujuan khusus dakwah (minor obyectivite) (Syukir, 1983: 4958). Tujuan dakwah secara umum yaitu menyelamatkan umat manusia, mengajak pada kebaikan dan meninggalkan keburukan
(amar ma‟ruf nahi
munkar), sedangkan tujuan dakwah khusus yaitu memberikan pengajaran tentang syari’at Islam, terlaksananya ajaran Islam yang benar berdasarkan keimanan, sehingga terwujud masyarakat yang beragama sesuai dengan ajaran (Pimay, 2006: 8-9)
Islam.
25
d. Unsur-Unsur Dakwah 1.
Subjek Dakwah (Da’i) Da’i adalah orang yang mengajak kepada orang lain baik secara langsung atau tidak langsung dengan kata-kata, perbuatan atau tingkah laku ke arah kondisi yang baik atau lebih baik menurut syari’at Al-Qur’an dan Sunnah. (Amin, 2009:68) Pada
dasarnya
da’i adalah pembantu dan penerus dakwah
para Rasul yang mengajak manusia pada
jalan
Allah.
Dengan
demikian da’i atau mubaligh sebagai komunikator, penerus dakwah Rasul, sudah barang tentu usahanya tidak hanya menyampaikan pesan semata-mata, tetapi da’i harus mengerti dan memahami dari efek komunikasinya terhadap komunikan,
maka
setiap
mubaligh
harus
mampu mengidentifisir dirinya sebagai pemimpin dari kelompok atau jamaahnya (Toto, 1998:84). Di samping itu juga sebagai seorang pelaku utama untuk mempengaruhi perubahan sikap dari komunikanya, yang dikenal dengan “agent of change” (Toto, 1998: 91). Agar pesan dalam dakwah itu sampai pada orang yang menerimanya, dimengerti, dipahami dan dihayati oleh penerima, seorang da’i dituntut persyaratan-persyaratan pengetahuan agama yang luas, pengetahuan kemasyarakatan dan inforamasi umum yang aktual. Lebih dari itu dituntut pula persyaratan untuk memiliki sifat- sifat mulia, watak yang luhur dan bukti perbuatan nyata (Anwar,1993: 174).
26
2.
Objek Dakwah (Mad’u) Unsur dakwah yang kedua adalah mad’u, yaitu manusia yang menjadi sasaran dakwah atau manusia penerima dakwah baik individu maupun kelompok, baik manusia beragama Islam maupun tidak. (Azis, 2004:90) Ditinjau dari segi kehidupan psikologis, masing-masing dari golongan masyarakat memiliki karakteristik yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya, sesuai dengan kondisi, pendidikan, lingkungan sosial, ekonomi, serta keagamaan, semua itu merupakan suatu hal yang pokok dalam dakwah. Karena hal tersebut akan sangat membantu dalam pelaksanaan dakwah, terutama dalam penentuan tingkat dan macam materi yang akan disampaikan, atau metode mana yang akan diterapkan, serta melalui media apa yang tepat untuk dimanfaatkan, guna menghadapi mad’u dalam proses dakwahnya. Menurut Hamzah ya’qub dikutip dari buku karangan Fathul Bahri An-Nabiry (2008:231), masyarakat yang menjadi sasaran dakwah dibagi dalam beberapa kelompok, antara lain: 1.
Umat yang berfikir praktis: tergolong didalamnya adalah orang-orang
yangberpendidikan
dan
berpengalaman.
Berhadapan
dengan
ini,
harus
kelompok
mampu
menyuguhkan dakwah dengan gaya dan bahasa yang dapat
27
diterima oleh akal sehat mereka, sehingga mereka mau menerima kebenarannya. 2.
Umat yang mudah dipengaruhi: yaitu suatu masyarakat yang mudah untuk dipengaruhi oleh paham baru, tanpa menimbang-nimbang secara matang apa yang dikemukakan kepadanya.
3.
Umat yang bertaqlid: yaitu golongan masyarakat yang fanatik buta bila berpegangan pada tradisi dan kebiasaan yang turun-temurun.
Masyarakat merupakan sasaran dakwah, dan masyarakat pada dasarnya sangat beragam, ada masyarakat yang vacum, atau steril. Masyarakat yang memang sudah beragama, dan lain agama, masyarakat pegunungan, perkotaan atau masyarakat marginal pinggiran ibu kota. Dari masyarakat ini pula nantinya timbul permasalahan yang disebabkan oleh beragamnya corak dan keadaannya, dengan berbagai persoalannya, dan nilai yang majemuk. Namun kesemuanya tetap memerlukan dakwah Islam oleh para ulama. Jadi sudah jelas bahwa masyarakat merupakan sasaran dakwah itu sendiri, yakni masyarakat yang berada diwilayah setempat dimana da'i tersebut bermukim. Lebih detailnya dalam Al-Qur'an Surat Al-Taubah ayat 122 yang berbunyi:
28
Artinya:”Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (kemedan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”(Depag, 2004: 206) Dari ayat diatas sudah jelas sekali bahwa ada pembagian tugas, di mana ada sebagian golongan atau kelompok yang memperdalam ilmuilmu, khususnya ilmu agama (Hamka, 1999: 3167). Karena mereka ini yang memberi peringatan dan petunjuk kepada umatnya (masyarakat). Sehingga ada kewajiban yang menyatakan bahwa orang yang berilmu harus menjadi pembimbing sekaligus memberikan petunjuk dan peringatan kepada masyarakat yang ada disekitarnya (umat). 3.
Materi Dakwah (Maddah) Materi dakwah (Maddah Ad-Da’wah) adalah pesan-pesan dakwah Islam atau segala sesuatu yang harus disampaikan subjek kepada objek dakwah, Yaitu keseluruhan ajaran Islam yang ada di dalam Kitabullah maupun Sunnah Rasul-Nya. (Amin, 2009:88) Secara konseptual pada dasarnya materi dakwah Islam tergantung pada tujuan dakwah yang hendak dicapai. Namun, secara global materi dakwah dapat diklasifikasikan menjadi tiga pokok, yaitu:
29
a.
Masalah Keimanan (Aqidah) Dalam masalah aqidah ini menyangkut keimanan atau kepercayaan terhadap Allah SWT, hal ini menjadi landasan fundamental dalam keseluruhan aktivitas seorang muslim, baik yang menyangkut sikap mental maupun sikap lakunya, dan sikap-sikap yang dimiliki. Dibidang aqidah ini bukan saja pembahasannya tertuju pada masalahmasalah yang wajib diimani, akan tetapi materi dakwah meliputi juga masalah- masalah yang dilarang sebagai lawannya, misalnya syirik (menyekutukan Tuhan), ingkar dengan adanya Tuhan dan sebagainya.
b.
Masalah Keislaman (Syariat) Syariat adalah seluruh hukum dan perundang-undangan yang terdapat dalam Islam, baik yang berhubungan manusia dengan Tuhan, maupun antar manusia. Dalam Islam, syariat berhubungan erat dengan amal lahir (nyata), dalam rangka mentaati semua peraturan atau hukum Allah, guna mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya dan mengatur antara sesame manusia. Masalah-masalah yang berhubungan dngan syariat bukan saja terbatas pada ibadah kepada Allah, akan tetapi masalah-masalah yang berkenaan dengan pergaulan hidup antar manusia juga diperlukan. Seperti hukum jual beli, berumah tangga, bertetangga, warisan, kepemimpinan dan amalamal saleh lainnya. Demikian juga larangan-larangan Allah seperti
30
meminum minuman keras, mencuri, berzina, dan membunuh, serta masalah-masalah yang menjadi materi dakwah Islam. c.
Masalah Budi Pekerti (Akhlakul Karimah) Masalah akhlak dalam aktivitas dakwah (sebagai materi dakwah) yakni melengkapi keimanan dan keislaman seseorang. Meskipun akhlak berfungsi sebagai pelengkap, bukan berarti masalah akhlak kurang penting dibandingkan dengan masalah keimanan dan keislaman, akan tetapi akhlak adalah sebagai penyempurna keimanan dan keislaman. (Amin, 2009:91) 1.
Sumber-sumber materi dakwah Menurut Asmuni Syukir (1983: 63) keseluruhan materi dakwah pada dasarnya bersumber dari dua sumber, yaitu: a. Al-Qur’an dan Al-Hadist Agama Islam adalah agama yang menganut ajaran kitab Allah yakni Al Qur'an dan AlHadist Rasulullah SAW, di mana keduanya merupakan sumber utama ajaran-ajaran Islam. Oleh karenanya materi dakwah Islam tidak dapat terlepas dari dua sumber pokok tersebut, bahkan bila tidak bersandar dari keduanya, maka seluruh aktivitas dakwah akan sia-sia dan dilarang oleh syari'at.
31
b. Opini Ulama (Ra’yu Ulama’) Islam
menganjurkan
umatnya
untuk
berpikir, berijtihad untuk menemukan hukumhukum sebagai tafsiran dan takwil dari Al Qur'an dan Hadist.Maka dari hasil pemikiran dan penelitian para ulama' ini dapat pula dijadikan sumber kedua setelah Al-Qur'an dan Al-Hadist. Dengan kata lain penemuan baru yang tidak bertentangan dengan kedua sumber tersebut dapat pula dijadikan sebagai sumber materi dakwah. 4.
Media Dakwah (Wasilah) Arti istilah media bila dilihat dari asal katanya (etimologi), berasal dari bahasa Latin yaitu medianyang berarti alat perantara, sedangkan kata media merupakan jamak dari pada kata media tersebut. (Syukir, 1983 : 163). Sedangkan Awaludin Pimay (2006 : 36) dalam bukunya "Metodologi Dakwah"menyatakan bahwa media dakwah adalah sarana yang digunakan oleh da'i untuk menyampaikan materi dakwah. Jadi media dakwah, dapat berupa barang (materi), orang tempat, kondisi tertentu dan sebagainya.
32
Pada masa kehidupan Nabi Muhammad SAW, media yang paling banyak digunakan adalah media auditif, yakni menyampaikan dakwah dengan lisan. Namun tidak boleh dilupakan bahwa sikap dan perilaku Nabi juga merupakan media dakwah secara visual, yaitu dapat dilihat dan ditiru oleh obyek dakwah (Pimay, 2006 : 36) Media dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Nonmedia Massa a. Manusia: utusan, kurir, dan lain-lain b. Benda: telepon, surat, dan lain-lain 2. Media Massa a. Media massa manusia: pertemuan, rapat umum, seminar, sekolah dan lain-lain. b. Media massa benda: spanduk, buku, selebaran, poster, folder, dan lain-lain. c. Media massa periodik-cetak dan elektronik: visual, audio, dan audio visual. Secara umum media-media benda yang dapat digunakan sebagai media dakwah dikelompokkan pada:
33
a.
Media Visual Media visual yang dimaksud adalah bahan-bahan atau alat yang dapt dioperasikan untuk kepentingan dakwah melalui indera penglihatan. Perangkat media visual yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan dakwah adalah film slide, transparansi, overhead proyektor (OHP), gambar, foto, dan lain sebagainya. (Amin, 2009:116)
b.
Media Audio Media audio dalam dakwah adalah alat-alat yang dapt dioperasikan sebagai sarana penunjang kegiatan dakwah yang ditangkap melalui indera pendengaran. Perangkat media audio yang biasa digunakan seperti, radio, tape recorder. (Amin, 2009:118)
c.
Media Audio Visual Media audio visual adalah media penyampaian informasi yang dapat menampilkan unsure gambar (visual) dan suara (audio) secara bersamaan pada saat mengkomunikasikan pesan dan informasi. Dengan demikian, sudah tentu media ini lebih sempurna jika dibandingkan media audio atau media visual saja. Dengan media ini kekurangjelasan media audio atau kekurangjelasan media visual dapat diatasi karena media audio visual dapat menayangkan unsure gerak gambar dan
34
suara. Adapun yang termaksud dalam media audio visual adalah Televisi, Film atau sinetron, d.
Media Cetak Media cetak adalah media untuk menyampaikan informasi melalui tulisan yang tercetak. Media cetak merupakan media yang sudah lama dikenal dan mudah dijumpai di mana-mana. Adapun yang termaksuk dalam media cetak antara lain buku, surat kabar, majalah, buletin, brosur, dan lain-lain. Media cetak menggunakan segala macam bahan yang dicetak di kertas. Melalui media cetak, ada beberapa tujuan yang ingin diharapkan, yaitu: a. Memotivasi tingkat perhatian atau perilaku seseorang b. Menyampaikan informasi c. Memberikan instruksi
5.
Metode Dakwah (Uslub) Sebelum melangkah lebih jauh, penulis akan mendefinisikan pengertian metode. Metode berasal dari bahasa Yunani methodos, yang merupakan gabungan dari kata meta dan hodos. Meta berarti melalui, mengikuti, atau sesudah, sedangkan hodos berarti jalan, arah, atau cara.
35
Jadi, metode bisa diartikan sebagai suatu cara atau jalan yang bisa ditempuh. (An Nabiry, 2008:238) Metode yang akurat untuk diterapkan dalam berdakwah, telah tertuang dalam al-Qur’an surat Al-Nahl ayat 125 :
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Depag, 2004:281) Berdasarkan ayat diatas, ada 3 metode dalam menyampaikan dakwah, yaitu Al-Hikmah (bijaksana), Mau'idhoh hasanah (pelajaran yang baik), dan Al-Mujadalah (berdiskusi). a. Bi al-hikmah Menurut Fathul Bahri An-Nabiry (2008 : 240) bi al-hikmah adalah meletakkan sesuatu sesuai pada tempatnya. Kata hikmah
ini
seringkali
diterjemahkan
dalam
pengertian
36
bijaksana yaitu suatu pendekatan sedemikian rupa sehingga akan timbul suatu kesadaran pada pihak mad'u untuk melaksanakan apa yang didengar dari dakwah itu, atas dasar kemauan sendiri, tidak merasa ada paksaan, konflik, maupun rasa tertekan. Dalam bahasa komunikasi hikmah menyangkut apa yang disebut sebagai frame of reference, field of referencedan field of experience, yaitu situasi total yang mempengaruhi sikap terhadap pihak komunikan (objek dakwah) (Muri'ah, 2000 : 39). Jadi bi al-hikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi yang dilakukan atas dasar persuasif, karena dakwah bertumpu pada human oriented, maka konsekuensi logisnya adalah pengakuan dan penghargaan pada hak-hak bersifat demokratis agar fungsi dakwah yang utama adalah bersifat informative. (Muri'ah, 2000 :40) b. Mau'idzah Hasanah (Nasehat yang Baik) Secara bahasa mau'idzah hasanah terdiri dari dua kata, mau'idzah dan hasanah.Mau'idzah berasal dari kata wa'adzaya'idzu - wa'dzan - idzatan, yang berarti nasihat, bimbingan, pendidikan
dan
peringatan.Sementara
hasanahmerupakan
37
kebalikan dari sayyiah yang artinya kebaikan lawannya kejelekan. (Suparta, 2003: 16). Secara etimologi (istilah) pengertian mau'idzah hasanah menurut Ali Mustafa Ya'qub adalah ucapan yang berisi nasihat-nasihat yang baik dimana ia dapat bermanfaat bagi orang yang mendengarkannya, atau argumen-argumen yang memuaskan, sehingga audien (mad'u) dapat membenarkan apa yang disampaikan oleh subyek dakwah (da'i). (Muri'ah, 2000:44). Sedangkan mau'idzah hasanah menurut Fathul Bahri An Nabiry (2008: 34) adalah kalimat atau ucapan yang diucapkan oleh seorang da'i atau mubaligh, disampaikan dengan cara yang baik berisikan petunjuk-petunjuk kearah kebajikan, diterangkan dengan
gaya
bahasa
yanga
sederhana,
supaya
yang
disampaikan itu dapat diungkap, dicerna, dihayati, dan pada tahapan selanjutnya dapat diamalkan. Dari beberapa definisi diatas, mau'idzah hasanah dapat diklasifikasikan dalam beberapa bentuk: 1.
Nasehat atau petuah
2.
Bimbingan, pengajaran (pendidikan)
3.
Petunjuk yang baik
38
4.
Kabar gembira dan peringatan (Al-Basyir dan AlNadzir)
5.
Wasiat(pesan-pesan positif).
Jadi mau'iddzah hasanahadalah nasehat yang baik, yang berupa petunjuk kearah kebaikan dengan bahasa yang baik yang dapat mengubah hati agar nasihat tersebut dapat diterima, berkenan dihati, enak didengar, menyentuh perasaan, lurus pikiran dan menghindari berbuat kasar sehingga mad,u dengan rela hati atas kesadarannya dapat mengikuti ajaran yang disampaikan oleh da'i. c. Mujadalah (Berdiskusi dengan Cara yang Baik) Mujadallah menurut istilah mujadalah merupakan tukar pendapat yang dilakukan dua pihak secara sinergik, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat. (Muri’ah, 2000: 48) Jadi mujadalah yang dimaksud disini adalah merupakan cara terakhir yang digunakan untuk berdakwah, manakala kedua cara sebelumnya tidak mampu. Biasanya cara ini untuk orang yang taraf berfikirnya cukup maju, kritis seperti ahlul kitab yang memang telah memiliki bekal keagamaan dari para utusan
sebelumnya.
Karena
itu
Al-Qur`an
juga
telah
39
memberikan perhatian khusus kepada ahlul kitab, yaitu untuk melarang berdebat (bermujadalah) dengan mereka, kecuali dengan cara yang baik. Sebagaimana dituangkan dalam AlQur`an surat Al-Ankabut ayat 46 :
Artinya: “Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka[1154], dan Katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada Kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan Kami dan Tuhanmu adalah satu; dan Kami hanya kepada-Nya berserah diri". (Depag, 2004:402) Dari ayat tersebut, terlihat bahwa Al-Qur`an menyuruh kaum muslim (terutama juru dakwah) agar berdebat dengan ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani) dengan cara yang baik, sopan, lemah lembut kecuali
jika
mereka
telah
memperlihatkan
keangkuhan
dankedzaliman yang keluar dari batas-batas kewajaran. Dalam hal ini jelas orang berdakwah dengan cara mujadalah tidak boleh beranggapan bahwa satu sebagai lawan yang lain,tetapi harus beranggapan bahwa teman yang benar, yang saling tolong menolong dalam mencari kebenaran. Terdapat beberapa pendapat yang
40
mengatakan bahwa metode dakwah itu hanya dua saja, yaitu hikmah dan mau'idzah hasanah, sedangkan mujadalah atau diskusi yang baik atau terbaik, hanyalah diperlukan untuk menghadapi objek dakwah yang bersifat kaku dan keras, sehingga dimungkinkan untuk berdebat, membantah dan sebagainya. (Muri'ah, 2000 : 48). Pendapat ini barang kali berangkat dari sebuah persepsi bahwa dakwah itu bersifat ovensif karena berupa ajakan atau mengundang pihak lain, sehingga relevan dengan metode hikmah dan mau'idzah hasanah, sementara berdiskusi bersifat devensif. Dalam buku "Meniti Jalan Dakwah Bekal Perjuangan Para Da'i" karangan Fathul Bahri An Nabiry (2008: 246) dalam menerapkan metode mujadalah, hendaknya seorang da'i memperhatikan beberapa hal, antara lain: 1. Dalam berdiskusi, seorang da'i tidak merendahkan lawan atau menjelek-jelekkan mereka, karena pada dasarnya tujuan diskusi
adalah
mencari
siapa
yang
menang
atau
kalah,melainkan untuk memudahkan supaya bisa sampai kepada kebenaran. 2. Diskusi bertujuan untuk menunjukkan kebenaran sesuai dengan ajaran Allah SWT dan hindarkanlah sesuatu yang dapat menyinggung perasaan si mad'u.
41
3. Dalam berdiskusi hendaknya seorang da'i harus tetap menghormati pihak lawan, sebab jiwa manusia itu tetap memiliki harga diri. d.
Metode Keteladanan Dikenal dengan istilah demonstration methodatau direct method yakni sesuatu diberikan dengan cara memperlihatkan sikap gerak-gerik, kelakuan, perbuatan, dengan harapan orang dapat menerima, melihat, memperlihatkan dan mencontohnya. Jadi dakwah dengan jalan memberikan keteladanan langsung, sehingga mad'utertarik untuk mengikuti kepada apa yang akan dicontohnya.
Dari keempat metode dakwah yang tergandung dalam Al-Qur`an, maka Muhammad Abduh dalam hal ini menyimpulkan bahwa ayat tersebut (An-Nahl ayat 125) menunjukkan adanya perbedaan tingkat taraf berfikir penerima dakwah yang harusdihadapi dengan cara yang penyampaian dakwah yang berbeda pola, yaitu : 1. Cara berdakwah dengan hikmah ditujukan kepada ahli pikir dan ahli ilmu yang kritis. 2. Cara berdakwah dengan mau'idzah hasanah ditujukan kepada masyarakat awam. 3. Cara berdakwah dengan mujadalah yang sebaik-baiknya ditujukan kepada orang-orang yang tingkat pemikirannya tidak dapat mencapai
42
tingkat sebagai ahli pikir atau ahli ilmu yang matang ilmunya, namun tidak jatuh kepada tingkat taraf berfikir orang awam (Abdullah, 1989 : 29). 4. Cara berdakwah dengan keteladanan ditunjukkan kepada orang-orang yang lebih menyukai praktek dari pada teori. B. Tinjauan Umum Komunitas dan Penyakit Masyarakat 1. Pengertian Komunitas Komunitas adalah sebuah kelompok sosial dari beberapa organisme yang berbagi lingkungan umumnya memiliki ketertarikan dan habitat yang sama. Dalam komunitas manusia, individu-individu di dalamnya dapat memiliki maksud, kepercayaan, sumber daya, preferensi, kebutuhan, resiko dan sejumlah kondisi lain yang serupa. Komunitas berasal dari bahasa Latin communitas yang berarti “kesamaan”, kemudian dapat diturunkan dari communis yang berarti “sama”, publik, dibagi oleh semua atau banyak”. (Wenger, 2002: 4). Menurut Crow dan Allan, komunitas dapat terbagi menjadi tiga komponen: 1. Berdasarkan Lokasi atau Tempat Wilayah atau tempat sebuah komunitas dapat dilihat sebagai tempat di mana sekumpulan orang mempunyai sesuatu yang sama secara geografis. 2. Berdasarkan minat Sekelompok orang yang mendirikan suatu komunitas karena mempunyai ketertarikan dan minat yang sama, misalnya agama, pekerjaan, suku, ras, maupun berdasarkan kelainan seksual.
43
3. Berdasarkan Komuni Komuni dapat berarti ide dasar yang dapat mendukung komunitas itu sendiri. (http://id.wikipedia.org/wiki/Komunitas) 2. Pengertian Patologi Sosial Menurut Koe Soe Khiam pada awal abad ke-19 dan awal abad 20-an, para sosiolog mendefinisikan patologi sosial sebagai semua tingkah laku yang bertentangan dengan norma kebaikan, stabilitas local, pola kesederhanaan, moral, hak milik, solidaritas kekeluargaan, hidup rukun bertetangga, disiplin, kebaikan, dan hukum formal. Secara etimologis, kata patologi berasal dari kata Pathos yang berarti disease, penderitaan, penyakit dan Logos yang berarti berbicara tentang atau ilmu.Jadi, patologi adalah ilmu yang membicarakan tentang penyakit atau ilmu tentang penyakit.Maksud dari pengertian di atas bahwa, patologi adalah ilmu yang membicarakan tentang asal usul dan sifatsifatnya penyakit. Konsep ini bermula dari pengertian penyakit dibidang ilmu kedokteran dan biologi yang kemudian diberlakukan pula untuk masyarakat karena menurut penulis google bahwa masyarakat itu tidak ada bedanya dengan organisme atau biologi sehingga dalam masyarakat pundikenal dengan konsep penyakit. Sedangkan kata social adalah tempat atau wadah pergaulan hidup antar manusia yang berinteraksi atau berhubungan secara timbal balik bukan manusia atau manusia dalam arti fisik.Tetapi dalam arti yang lebih luas yaitu community atau masyarakat.maka pengertian dari patologi social yang dianggap “sakit” disebabkan oleh faktor-faktor sosial atau ilmu tentang asal usul dan sifat-
44
sifatnya, penyakit yang berhubungan dengan hakekat adanya manusia dalam hidup di masyarakat. (http://socialworkjournal.wordpress.com/2009/10/15/sejarah-patologi-sosial/) Patologi social timbul akibat terjadinya tingkah laku yang menyimpang dengan tingkah laku abnormal atau maladjusted (tidak mampu menyesuaikan diri). Untuk memberikan definisi abnormalitas, perlu dikemukakan terlebih dahulu arti tingkah laku normal. Tingkah laku normal ialah tingkah laku yang adekuat (serasi, tepat) yang bisa diterima oleh masyarakat pada umumnya.(Kartono, 2013:13). Pribadi yang normal
secara
relatif
dekat
dengan
integrasi
jasmani-rohani
yang
ideal.Kehidupan psikisnya kurang lebih bersifat stabil, tidak banyak memendam konflik internal (konflik batin) dan konflik dengan lingkungan, hal ini bisa diartikan pribadi yang normal memiliki batin yang tenang, imbang, dan jasmaninya merasa sehat selalu. Sedangkan tingkah laku abnormal ialah tingkah laku yang tidak adekuat, tidak bisa diterima oleh masyarakat pada umumnya, dan tidak sesuai norma sosial yang ada. (Kartono, 2013:14). Pribadi abnormal pada umumnya jauh dari status integrasi baik secara internal dalam batin sendiri, maupun secara eksternal dengan lingkungan sosial.Pada umumnya mereka terpisah hidupnya dari masyarakat, sering didera oleh konflik batin dan tidak jarang dihinggapi gangguan mental.
45
Sosiolog mendefinisikan patologi sosial sebagai semua tingkah laku yang bertentangan dengan norma kebaikan, stabilitas lokal, pola kesederhanaan, moral, hak milik, solidaritas kekeluargaan, hidup rukun bertetangga, disiplin, kebaikan, dan hukum formal. (Kartono, 2013:2) a. Perilaku Menyimpang Perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan genetika. (www.http://id.wikipedia.org/wiki/Perilaku_manusia). Perilaku menyimpang (deviasi sosial) adalah tingkah laku yang menyimpang dari tendensi sentral atau cirri-ciri karakteristik rata-rata dari rakyat kebanyakan atau populasi yang bertentangan dengan hukum atau melawan peraturan yang legal. (Kartono, 2103:11) b. Aspek-aspek Tingkah Laku yang Menyimpang 1. Aspek Lahiriah, yang bisa kita amati dengan jelas. Aspek ini bisa dibagi dalam dua kelompok, yakni berupa: a. Deviasi lahiriah yang verbal dalam bentuk kata-kata makian, kata-kata kotor yang tidak senonoh dan cabul, sumpah serapah, dialek-dialek dalam dunia politik dan dunia kriminal, dan ungkapan-ungkapan sandi.
46
b. Deviasi lahiriah yang nonverbal yaitu semua tingkah laku yang nonverbal yang nyata kellihatan. 2. Aspek-aspek Simbolik yang tersembunyi. Khususnya mencakup sikap-sikap hidup, emosi-emosi, sentiment-sentimen, dan motivasimotivasi yang mengembangkan tingkah laku menyimpang. Yaitu berupa mens rea (pikiran yang paling dalam dan tersembunyi), atau berupa iktikad kriminal di balik semua aksi-aksi kejahatan dan tingkah
laku
menyimpang.
Sebagian
besar
tingkah
laku
menyimpang itu bersifat tersamar, tersembunyi, tidak kentara atau bahkan tidak bisa diamati. (Kartono, 2013:15-16) c. Macam-macam Deviasi dan Lingkungannya Deviasi atau penyimpangan perilaku bisa bersifat tunggal dan bisa juga bersifat jamak. Deviasi dapat dibedakan dalam tiga kelompok yaitu: a.
Individu dengan tingkah laku yang menjadi “masalah” merugikan dan destruktif bagi orang lain, akan tetapi tidak merugikan diri sendiri.
b.
Individu dengan tingkah laku menyimpang yang menjadi “masalah” bagi diri sendiri, akan tetapi tidak merugikan orang lain.
47
c.
Individu dengan deviasi tingkah laku yang menjadi “masalah” bagi diri sendiri dan bagi orang lain.
Deviasi tingkah laku tidak pernah berlangsung dalam isolasi, tidak berlangsung sui generis (unik khas satu-satunya dalam jenisnya), dan dalam keadaan vakum. Akan tetapi selalu berlangsung dalam satu konteks sosiokultural dan antar personal. Jadi, bisa bersifat organimis atau fisiologis, psikis, interpersonal, antarpersonal, dan kultural. Sehubungan dengan lingkungan sosiokultural, deviasi tingkah laku dibagi menjadi: 1. Deviasi Individual Deviasi individual ditimbulkan oleh ciri-ciri yang unik dari individu itu sendiri.Yaitu berasal dari anomali-anomali (penyimpangan dari hukum, kelainan-kelainan), variasi-variasi biologis, dan kelainankelainan psikis tertentu yang bersifat herediter ada sejak lahir. Kelainan ciri tingkah laku bisa juga disebabkan oleh penyakit dan kecelakaan. Jika tidak ada diferensi biologis, maka deviasi-deviasi bisa disebabkan oleh pengaruh sosial-kultural, yang membatasi dan merusak kualitas-kualitas psiko-fisik individu. Deviasi jenis ini seringkali bersifat simptomatik yaitu disebabkan oleh konflik-konflik intrapsikis yang kronis dan sangat dalam atau berasal dari konflik-konflik yang ditimbulkan oleh identifikasi yang kontroversal bertentangan satu dengan yang lain. Konflik-konflik
48
semacam ini mengakibatkan keterbelahan pribadi orang akan menjadi khaotis kacau dan kepribadiannya tidak terintegrasi dengan baik. 2. Deviasi Situsional Deviasi ini disebabkan oleh pengaruh bermacam-macam kekuatan situasional sosial di luar individu atau oleh pengaruh situasi, di mana pribadi yang bersangkutan menjadi bagian integral dari dirinya.Situasi tersebut memberikan pengaruh yang memaksa, sehingga individu tersebut terpaksa harus melanggar peraturan dan norma-norma umum atau hukum formal. Individu-individu tertentu bisa mengembangkan tingkah laku menyimpang dari norma-norma susila atau hukum, sebagai produk dari transformasi psikologis yang dipaksakan oleh situasi dan kondisi sosial. Aspek kebudayaan sering menimbulkan gejala deviasi sosial dan banyak mengandung konflik-konflik serta ketegangan sosial, serta menimbulkan banyak perilaku patologis, antara lain: a.
Berakhirnya feodalisme, namun kemudian muncul pola neofeodalisme yang mendewakan hak-hak individual dan mengutamakan egoisme, egosentrisme, serta pendewaan kepada nilai uang.
b. Berkurangnya kontrol sosial disebabkan oleh proses urbanisasi, industrialisasi, dan mekanisasi.
49
c. Menghebatnya rivalitas dan kompetisi untuk memperebutkan status sosial yang tinggi, serta kekayaan dan jabatan. d. Aspirasi materiil yang semakin menanjak, dengan menonjolkan pola hidup mewah. 3. Deviasi Sistematik Deviasi sitematik pada hakikatnya adalah satu subkultur, atau satu system tingkah laku yang disertai organisasi social khusus, status formal, peranan-peranan, nilai-nilai, rasa kebanggaan, norma, dan moral tertentu yang semuanya berbeda dengan situasi umum. Segala pikiran dan perbuatan yang menyimpang dari norma umum, kemudian dirasionalisasi atau dibenarkan oleh semua anggota kelompok dengan pola yang menyimpang itu. Sehingga penyimpangan tingkah laku deviasi-deviasi itu berubah menjadi deviasi yang terorganisasi atau deviasi sistematik. Pada umumnya, kelompok-kelompok deviasi itu mempunyai peraturan-peraturan yang sangat ketat, sanksi, dan hukumhukum yang sangat berat yang diperlukan untuk bisa menegakkan konformitas dan kepatuhan anggota-anggotanya. (Kartono, 2013:1725) d. Macam-Macam Penyakit Sosial Dalam Masyarakat Segala tindakan atau perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat dianggap sebagai bentuk penyimpangan. Bentuk-bentuk penyimpangan tersebut apabila terus
50
berkembang akan menyebabkan timbulnya penyakit sosial dalam masyarakat. Adapun bentuk-bentuk penyimpangan serta berbagai penyakit sosial yang ada dalam masyarakat bermacam-macam. Berikut ini macam-macam penyebab yang menimbulkan: 1. Mabuk Minuman keras adalah minuman dengan kandungan alkohol lebih dari 5%. Akan tetapi, berdasarkan ketetapan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), setiap minuman yang mengandung
alkohol,
berapa
pun
kadarnya,
dapat
dikategorikan sebagai minuman keras dan itu diharamkan (dilarang)
penyalahgunaannya.
Adapun
yang
dimaksud
penyalahgunaan di sini adalah suatu bentuk pemakaian yang tidak sesuai dengan ambang batas kesehatan.Artinya, pada dasarnya boleh digunakan sejauh hanya untuk maksud pengobatan atau kesehatan di bawah pengawasan dokter atau ahlinya. Dibeberapa daerah di Indonesia, terdapat jamu atau minuman tradisional yang dapat digolongkan sebagai minuman keras. Sebenarnya, jika digunakan tidak secara berlebihan jamu atau minuman tradisional yang dapat digolongkan sebagai minuman keras tersebut dapat bermanfaat bagi tubuh.Namun, sangat disayangkan jika jamu atau minuman tradisional yang dapat digolongkan sebagai minuman keras tersebut dikonsumsi secara berlebihan atau sengaja digunakan untuk mabuk-
51
mabukan. Para pemabuk minuman keras dapat dianggap sebagai penyakit masyarakat. Pada banyak kasus kejahatan, para pelaku umumnya berada dalam kondisi mabuk minuman keras. Hal ini dikarenakan saat seseorang mabuk, ia akan kehilangan rasa malunya, tindakannya tidak terkontrol, dan sering kali melakukan hal-hal yang melanggar aturan masyarakat atau aturan hukum. Minuman keras juga berbahaya saat seseorang sedang mengemudi, karena dapat merusak konsentrasi
pengemudi
sehingga
dapat
menimbulkan
kecelakaan. Pada pemakaian jangka panjang, tidak jarang para pemabuk minuman keras tersebut dapat meninggal dunia karena organ lambung atau hatinya rusak terpengaruh efek samping alkohol yang kerap dikonsumsinya. 2. Penyalahgunaan Narkotika Pada awalnya, narkotika digunakan untuk keperluan medis, terutama sebagai bahan campuran obat-obatan dan berbagai penggunaan medis lainnya. Narkotika banyak digunakan dalam keperluan operasi medis, karena narkotika memberikan efek nyaman dan dapat menghilangkan rasa sakit sementara waktu, sehingga pasien dapat dioperasi tanpa merasa sakit. Pada pemakaiannya di bidang medis, dibutuhkan seorang dokter ahli untuk mengetahuikadar yang tepat bagi manusia, karena obatobatan
yang
termasuk
narkotika
mempunyai
efek
52
ketergantungan
bagi
para
pemakainya.
Penyalahgunaan
narkotika dilakukan secara sembarangan tanpa memerhatikan dosis penggunaannya. Pemakaiannya pun dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dihirup asapnya, dihirup serbuknya, disuntikkan, ataupun ditelan dalam bentuk pil atau kapsul. Pengguna yang kecanduan, merusak sistem saraf manusia, bahkan dapat menyebabkan kematian. (http://www.crayonpedia.org/mw/BSE:Penyakit_Sosial_Sebag ai_Akibat_Penyimpangan_Sosial_dan_Upaya_Pencegahannya, 23/10/2013). 3. Perjudian Perjudian
adalah
pertaruhan
dengan
sengaja,
yaitu
mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu yang dianggap bernilai dengan menyadari adanya resiko dan harapan–harapan tertentu pada peristiwa–peristiwa permainan, perlombaan dan kejadiankejadian yang tidak atau belum pasti hasilnya.(Kartono, 2013:57) Menurut undang-undang Hukum Pidana Pasal 303 ayat 3, perjudian itu dinyatakan sebagai berikut : Main judi berarti tiap-tiap permainan yang kemungkinanya akan menang, pada umumnya tergantung pada untunguntungan saja, juga kalau kemungkinan bertambah besar,
53
karena pemain lebih pandai atau lebih cakap. Main judi mengandung segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain yang tidak diadakan oleh mereka yang turut berlomba atau main itu, deemikian juga segala pertaruhan lainya. (Buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana untuk Indonesia, hlm:1433) Pada mulanya perjudian itu berwujud permainan atau kesibukan mengisi waktu senggang guna menghibur hati jadi sifatnya rekreatif dan netral. Pada sifat yang netral ini, lambat laun ditambahkan unsur baru untuk merangsang kegairahan bermain dan menaikan ketegangan serta pengharapan untuk menang, yaitu barang taruhan berupa uang, benda atau tindakan yang bernilai. Pertaruhan dalam perjudian ini sifatnya murni spekulatif untung-untungan.Konsepsi untung-untungan itusedikit atau banyak selalu mengandung unsur kepercayaan mistik terhadap kemungkinan beruntung.Kebiaasaan berjudi mengkondisikan mental individu menjadi ceroboh, malas, mudah berspekulasi dan cepat mengambil resiko tanpa pertimbangan. Akses lebih lanjut antara lain sebagai berikut: a. Mendorong orang untuuk melakukan penggelapan uang kantor atau dinas dan melakukan tindak korupsi.
54
b. Energi dan pikiran menjadi berkurang, karena sehariharrinya didera oleh nafsu judi dan kerakusan ingin menang dalam waktu pendek. c. Badan menjadi lesu dan sakit-sakitan, karena kurang tidur, serta selalu dalam keadaan tegang tidak imbang. d. Pikiran menjadi kacau, sebab selalu digoda oleh harapan-harapan tidak menentu. e. Pekerjaan menjadi terlantar, karena segenap minatnya tercurah pada keasikan berjudi. f. Anak istri dan rumah tangga tidak lagi diperhatikan. g. Hatinya jadi sangat rapuh, mudah tersinggung dan cepat marah, bahkan sering eksplosif meledak-ledak secara membabi buta. h. Mentalnya terganggu dan menjadi sakit, sedang kepribadianya menjadi sangat labil. i. Mendorong orang untuk melakukan perbuatan kriminal, guna mencari modal untuk pemuas nafsu judinya yang tiidak terkendali. j. Ekonomi rakyat mengalami kegoncangan-kegoncangan, karena orang bersikap spekulatif dan untung-untungan, serta kurang serius dalam usaha kerjanya.
55
k. Berkurangnya iman kepada Tuhan, sehingga mudah tergoda melakukan tindak asusila.(Kartono, 2013:8384) 4. Kejahatan (Kriminalitas) Crime atau kejahatan secara yuridis formal adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, sifatnya asocial dan melanggar hukum serta undang-undang pidana. Sedangkan secara sosiologis kejahatan adalah semua bentuk ucapan, perbuatan, dan tingkah laku yang secara ekonomis, politis dan sosial-psikologis sangat merugikan masyarakat, melanggar norma-norma susila, dan menyerang keselamatan warga masyarakat (baik yang telah tercakup dalam undang-undang, maupun yang belum tercancum dalam undang-undang pidana). (Kartono, 2013:144-145) a. Jenis Kejahatan 1.
Rampok dan gangsterisme, yang sering melakukan operasi-operasinya bersama-sama dengan organisasiorganisasi legal.
2.
Penipuan-penipuan: dalam
bentuk
permainan-permainan judi
dan
penipuan
perantara-perantara
56
“kepercayaan”, pemerasan (blackmailing), ancaman untuk
mempublikasi
skandal
dan
perbuatan
perbuatan
kekerasan,
manipulative. 3.
Pencurian
dan
pelanggaran:
perkosaan, pembegalan, penjambretan, perampokan, pelanggaran lalu lintas, ekonomi, pajak, dan bea cukai. b. Jenis Penjahat Sarjana Capelli membagi tipe penjahat sebagai berikut: 1.
Penjahat yang melakukan kejahatan didorong oleh factor psikopatologis, dengan pelaku-pelakunya seperti, orang yang sakit jiwa dan orang yang berjiwa abnormal, namun tidak sakit jiwa.
2.
Penjahat yang melakukan tindak pidana oleh cacat badani-rohani, dan kemunduran jiwa raganya.
3.
Penjahat karena faktor sosial, yaitu: a.
Penjahat kebiasaan
b.
Penjahat kesempatan oleh kesulitan ekonomi atau kesulitan fisik.
4.
Penjahat kebetulan.
5.
Penjahat berkelompok
57
c. Kejahatan Menurut Objek Hukum 1.
Kejahatan
ekonomi:
fraude,
penggelapan,
penyelundupan, perdagangan barang-barang terlarang (bahan narkotika, buku dan bacaan pornografis, minuman keras, dan lain-lain), penyogokan dan penyuapan untuk mendapatkan monopoli-monopoli tertentu. 2.
Kejahatan pelanggaran
politik
dan
ketertiban
pertahanan umum,
keamanan,
pengkhianatan,
penjualan rahasia negara kepada agen asing, kejahatan tehadap keamanan negara dan kekuasaan negara. 3.
Kejahatan kesusilaan: pelanggaran seks, perkosaan, dan fitnahan.
4.
Kejahatan terhadap jiwa orang dan harta benda. (Kartono, 2013:149-152)
5. Korupsi Korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber
58
kekayaan negara dengan menggunakan wewenang, dan kekuatan-kekuatan formal untuk memperkaya diri sendiri. (Kartono, 2013:90) Praktik-praktik yang dapat dimasukkan dalam perbuatan korup antara lain ialah : penggelapan, penyogokan, penyuapan, kecerobohan administrasi dengan intense mencuri kekayaan negara, pemerasan, penggunaan kekuatan hukum atau kekuatan bersenjata untuk imbalan dan upah materiil, barter kekuasaan politik dengan sejumlah uang, penekanan kontrak-kontrak oleh kawan sepermainan untuk mendapatkan komisi besar bagi diri sendiri dan kelompok dalam penjualan pengampunan pada oknum-oknum yang melakukan tindak pidana agar tidak dituntut oleh yang berwajib dengan imbalan uang suap, eksploitasi dan pemerasan formal oleh pegawai dan pejabat resmi. (Kartono, 2013:93) 3. Hubungan Dakwah dengan Patolgi Sosial Pada hakekatnya dakwah adalah usaha atau upaya untuk merubah suatu keadaan tertentu menjadi keadaan lain yang lebih baik menurut tolak ukur agama Islam. Perubahan yang dimaksud terjadi dengan menumbuhkan kesadaran dan kekuatan pada diri objek dakwah. Dari sisi lain perubahan berarti juga upaya menjadikan objek dakwah mengetahui, mengamati dan mengamalkan Islam sebagai pandangan dan
59
jalan hidup. Dengan demikian dakwah juga merupakan proses untuk pendidikan masyarakat komunikasi, perubahan social atau pembangunan itu sendiri. Sedangkan patologi social sendiri menurut definisi di atas yang menjelaskan tentang penyakit yang berhubungan erat dengan hakekat kehidupan manusia di masyarakat. Jadi hubungan dakwah dengan patologi social itu sendiri sangatlah berkaitan erat sebagaimana tujuan dari dakwah itu sendiri “amar ma’ruf nahi munkar” yang berarti mengajak untuk berbuat baik dan mencegah sesuatu yang munkar. Dengan adanya hubungan timbal balik tersebut
esensi dari dakwah sendiri dapat teraplikasikan
dengan baik terhadap patologi social.