BAB II KAJIAN TEORITIS
A.
Hakikat Persepsi
a.
Pengertian Persepsi Setiap orang yang berfikir dan mempunyai kemampuan analisa terhadap
suatu kejadian atau fakta, akan memberikan rangsangan untuk memunculkan suatu persepsi pada suatu objek. Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan, yaitu suatu stimulus yang diterima oleh individu melalui alat reseptor yaitu indera, dimana indera merupakan alat yang berfungsi sebagai penghubung antara individu dengan dunia luarnya. Persepsi juga dikatakan sebagai stimulus yang diindera oleh individu, diorganisasikan kemudian diinterpretasikan sehingga individu menyadari dan mengerti tentang apa yang diindera. Dengan demikian persepsi adalah proses yang terjadi pada setiap individu dalam memasukkan pesan atau informasi kedalam otak manusia sehingga manusia dapat memahami dan mengerti tentang apa yang sedang diamati. Persepsi juga dikatakan sebagai
pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-
hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi sebagai suatu integrated dari individu terhadap stimulus yang diterimanya, oleh karena itu apapun yang ada dalam diri individu baik pikiran, perasaan, maupun pengalaman-pengalaman individu akan ikut aktif berpengaruh dalam proses persepsi.
7
8
Beberapa pendapat ahli yang terkait dengan pengertian persepsi banyak dikemukakan dalam dunia pendidikan, seperti yang di kemukakan oleh Walgito (1993:34) mengemukakan bahwa : “Persepsi seseorang merupakan proses aktif yang memegang peranan, bukan hanya stimulus yang mengenainya tetapi juga individu sebagai satu kesatuan dengan pengalaman-pengalamannya, motivasi serta sikapnya yang relevan dalam menaggapi stimulus. Individu dalam hubungannya dengan dunia luar selalu melakukan pengamatan untuk dapat mengartikan rangsangan dan alat indera dipergunakan sebagai penghubung antara individu dengan dunia luar. Agar proses pengamatan itu terjadi maka diperlukan objek yang diamati. Alat indera yang cukup baik dan perhatian merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam pandangan seseorang terhadap sesuatu yang akan membuat respon bagaimana dan dengan apa seseorang akan bertindak. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Rosyadi (2001:5) yang mengutip dari pendapat Leavitt dimana persepsi dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu pandangan secara sempit dan luas. Pandangan yang sempit mengartikan persepsi sebagai penglihatan, bagaimana seseorang melihat sesuatu. Sedangkan pandangan yang luas mengartikannya sebagai bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Sebagian besar dari individu menyadari bahwa dunia yang sebagaimana dilihat tidak selalu sama dengan kenyataan, jadi berbeda dengan pendekatan sempit, tidak hanya sekedar melihat sesuatu tapi lebih pada pengertiannya terhadap sesuatu tersebut. Berdasarkan pendapat para ahli yang telah diuraikan diatas maka dengan demikian persepsi dapat disimpulkan sebagai suatu cara seseorang dalam menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan berdasarkan pengalaman tentang suatu objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh.
9
b.
Syarat-syarat Terjadinya Persepsi Persepsi sebagai sebuah informasi terhadap suatu objek yang di cerna oleh
manusia, maka tidak semua informasi yang diterima menjadi sebuah persepsi. Ada beberapa syarat informasi yang di cerna oleh manusia yang memungkinkan terjadinya sebuah persepsi. Menurut Walgito (2010:70) dalam mempersepsikan suatu objek ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Syarat-syarat tersebut antara lain sebagai berikut: 1) Adanya objek yang dipersepsi, dimana objek dapat menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor; 2) Adanya alat indera atau reseptor, yaitu merupakan alat untuk menerima stimulus; dan 3) Adanya perhatian, perhatian merupakan langkah pertama sebagai persiapan dalam mengadakan persepsi. Tanpa perhatian tidak akan terjadi persepsi. Berangkat dari hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa untuk mengadakan persepsi ada syarat-syarat yang bersifat Fisik atau kealaman, Fisiologis dan Psikologis yang harus terpenuhi agar proses persepsi dapat terjadi dengan baik. Syarat pertama yang harus dipenuhi dalam mengadakan persepsi yaitu syarat fisik. Syarat fisik merupakan suatu bentuk yang dapat merangsang alat indera yang berada disekitar individu. Bentuk-bentuk yang dapat merangsang alat indera tersebut bisa berupa manusia, benda atau peristiwa yang dapat didengar, dicium, diraba dan dirasakan termasuk fisik. Sedangakan syarat selanjutnya yaitu syarat fisiologis. Syarat fisiologis merupakan syarat yang terkait dengan kelengkapan organ tubuh yang dimiliki individu untuk dapat merespon segala rangsangan yang datang, termasuk didalamnya alat indera, alat saraf sensori dan otak. Sedangkan yang terkait dengan syarat psikologis menyangkut
10
tentang kebutuhan, kesiapan dan perhatian individu dalam menerima atau menyadari apa yang sedang diamati. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terjadinya proses persepsi adalah sebagai berikut: Objek atau sasaran akan menimbulkan stimulus atau rangsangan apabila stimulus mengenai alat indera atau reseptor. Proses ini dinamakan proses kealaman (fisik). Stimulus yang diterima oleh alat indera dilanjutkan oleh syaraf sensorik ke otak. Proses ini dinamakan proses fisiologis. Kemudian terjadilah suatu proses di otak, sehingga individu dapat menyadari apa yang ia terima dengan reseptor itu, oleh karena itu apa yang diperhatikan akan betul-betul disadari dan dimengerti oleh individu tersebut. Proses yang terjadi dalam otak atau pusat kesadaran itulah yang dinamakan proses psikologis. c.
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi Persepsi seseorang dalam menangkap informasi dan peristiwa-peristiwa
dipengaruhi oleh banyak hal. Menurut Rosyadi (2001:99) ada dua faktor yang dapat mempengaruhi persepsi individu yaitu faktor personal dan faktor struktural. Faktor personal antara lain pengalaman, proses belajar, kebutuhan, motif dan pengetahuan terhadap objek psikologis. Sedangkan faktor struktural yang dapat mempengaruhi persepsi meliputi lingkungan keadaan sosial, hukum yang berlaku, nilai-nilai masyarakat yang dapat terjadi bila : 1) Suatu kejadian tidak biasa dapat menarik perhatian seseorang, 2) Suatu kejadian memiliki konsekuensi yang bersifat personal, 3) Seseorang ingin mengetahui motif yang melatar belakangi orang lain dalam melakukan sesuatu.
11
Menurut Lestari (2001:131) yang mengutip pendapat dari Brems dan Kasim bahwa persepsi sosial memiliki beberapa elemen, yaitu : a) Person, yaitu orang yang menilai orang lain. b) Situasional, urutan kejadian yang terbentuk berdasarkan pengalaman orang untuk menilai sesuatu. c) Behavior, yaitu sesuatu yang dilakukan oleh orang lain. Mar’at (2001: 131) juga mengemukakan bahwa persepsi ditentukan oleh faktor fungsional dan struktural. Faktor fungsional atau faktor personal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu. Faktor faktor yang bersifat personal itu antara lain : 1) Kebutuhan individu ; Faktor ini dapat dilihat dari bagaimana kuatnya seseorang individu mencari obyek-obyek atau pesan yang dapat memberikan jawaban sesuai dengan dirinya. 2) Pengalaman ; Pengalaman dikaitkan dengan ingatan, artinya kemampuan seseorang untuk dapat mengingat kejadian-kejadian masa lalu
untuk mampu mengetahui suatu
rangsangan dalam pengertian luas. 3) Usia : dapat dilihat dari kematangan umur individu dalam mempersepsikan sesuatu. 4) Perhatian ; dapat dilihat dari energi yang dikeluarkan individu untuk dapat memfokuskan perhatiannya terhadap objek yang diamati. 5) Minat ; kecenderungan seseorang untuk memperhatikan tipe tertentu dari stimulus. 6) Suasana hati ; Keadaan emosi mempengaruhi perilaku seseorang dalam menerima, berekasi dan mengingat sesuatu yang diamati. Sedangkan faktor struktural atau faktor dari luar individu antara lain : lingkungan keluarga, hukum-hukum yang berlaku dan nilai-nilai dalam masyarakat. Dengan demikian faktor struktural merupakan faktor yang semata-mata dihasilkan dari stimuli fisik dan efek-efek syaraf yang ditimbulkan pada sistem syaraf individu.
12
Dari berbagai pendapat para ahli yang telah dikemukakan pada uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa ada dua faktor yang dapat mempengaruhi persepsi yakni faktor fungsional atau faktor personal dan faktor srtuktural. Kedua faktor tersebut merupakan faktor-faktor yang berasal dari dalam dan luar individu yang secara penuh dapat mempengaruhi individu dalam menerima, mengingat, memahami serta bereaksi terhadap suatu objek yang sedang diamati. B.
Hakikat Warga Belajar Warga belajar adalah sekelompok orang yang mengikuti suatu proses
pembelajaran yang dilakukan diluar jalur persekolahan. Menurut Sihombing (2001:36) warga belajar adalah anggota masyarakat yang ikut dalam satu pembelajaran yang tidak hanya sebatas penerima akan tetapi warga belajar sebagai pemilik dan penentu serta terlibat dalam menentukan apa yang diinginkannya untuk dipelajari. Sedangkan menurut Juknis PKH (2012) warga belajar program PKH di definisikan sebagai warga masyarakat yang mengikuti kursus atau pelatihan dibidang keterampilan tertentu sesuai minat dan bakatnya. Dalam andragogi warga belajar dipandang sebagai individu yang kaya akan pengalaman oleh karena itu pembelajaran dalam konteks Pendidikan Luar Sekolah selalu melibatkan warga belajar dari tahap perencanaan program yang akan dilaksanakan sampai pada tahap evaluasi program. Hal ini dilakukan agar program yang dilaksanakan benar-benar menjadi tanggung jawab bersama antara warga belajar dengan pengelola program sehingga terjadi kebersamaan pula dalam menyuksekan program yang telah direncanakan.
13
Menurut Sudjana (2000) yang mengutip pendapat dari Darkenwald dan Meriam, seseorang disebut dewasa, apabila ia telah melewati masa pendidikan dasar dan telah termasuk usia kerja, yaitu sejak berumur 15 tahun. Dan dalam pembelajaran orang dewasa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya adalah stategi pembelajarannya. Dimana stategi pembelajaran pada orang dewasa tentu berbeda dengan strategi yang digunakan dalam pembelajaran anak-anak. Dalam pembelajaran
orang dewasa, strategi yang digunakan harus melihat
prinsip-prinsip orang dewasa itu sendiri. Hal ini karena orang dewasa :1) Orang dewasa memiliki konsep diri; 2) Orang dewasa memiliki akumulasi dan pembelajaran; 3) Orang dewasa memiliki kesiapan belajar; 4) Orang dewasa menginginkan dapat segera memanfaatkan hasil belajarnya; 5) Orang dewasa memiliki kemampuan belajar; 6) Orang dewasa dapat belajar efektif apabila melibatkan aktivitas mental dan fisik. 1. Orang dewasa memiliki konsep diri. Orang dewasa berpersepsi bahwa dirinya mampu membuat suatu keputusan, dapat menghadapi resiko sebagai akibat keputusan yang ia atau mereka ambil, dan mengatur kehidupannya secara mandiri. Harga diri amat penting penting bagi orang dewasa, dan sangat kurang memerlukan pengakuan terhadap harga dirinya. Perilaku yang terkesan untuk menggurui, memerintah, merendahkan cenderung akan ditanggapi negatif oleh orang dewasa. Implikasi praktis dalam pembelajaran ialah apabila orang dewasa dihargai dan difasilitasi maka mereka melibatkan diri optimal dalam pembelajaran. Kegiatan belajarnya akan berkembang ke arah belajar
14
antisipatf dan belajar secara partisipatif dengan berfikir dan berbuat didalam dan terhadap kehidupannya. 2. Orang dewasa memiliki akumulasi akan pengalaman. Setiap orang dewasa mempunyai pengalaman dan situasi dan interaksi, serta pengalaman diri yang berbeda antara seseorang dengan yang lainnya sesuai dengan perbedaan latar belakang kehidupan dan lingkungannya. Pengalaman situasi merupakan sederet suasana yang dialami orang dewasa pada masa lalu yang dapat digunakan untuk merespon situasi saat ini. Pengalaman dalam interaksi menyebabkan pertambahan kemahiran orang dewasa dalam hal memadukan kesadaran untuk melihat dirinya dari segi pandangan orang lain. pengalaman diri adalah kecakapan orang dewasa pada masa kini sebagai akibat pengalaman dalam berbagai situasi masa lalu. Implikasi praktis dalam pembelajaran, orang dewasa akan mampu melakukan rembug berdasarkan pengalaman yang telah dimilikinya. Pengalaman mereka dapat dijadikan sumber belajar yang kaya untuk dimanfaatkan dalam pembelajaran. Orang dewasa yang mempelajari sesuatu yang baru cenderng dimaknai optimal dengan menggunakan pengalaman lama. Sejalan dengan itu orang dewasa sebagai peserta didik perlu dilibatkan sebagai sumber belajar. 3. Orang dewasa memiliki kesiapan belajar. Kesiapan belajar orang dewasa akan seirama dengan peran yang ia tampilkan dalam tugas dan pekerjaannya
sehari-hari.
Implikasinya
akan
urutan
program
pembelajarannya perlu disusun berdasarkan urutan tugas yang
15
diperankan oleh orang dewasa, bukan berdasarkan logis mata pelajaran. Penyesuaian materi atau atau muatan dari setiap kegiatan belajar perlu direlevansikan dengan setiap kebutuhan belajar dan tugas/pekerjaan peserta didik orang dewasa dalam lingkungan msyarakat. 4. Orang dewasa menginginkan dapat segera memanfaatkan hasil belajarnya. Orang dewasa berpartisipasi dalam pembelajaran karena ia senang merespons materi dan proses pembelajaran karena ia sedang merspons materi dan proses pembelajaran yang berhubungan dengan peran dalam kehidupannya. Kegiatan akan belajarnya senantiasa berorientasi pada pemecahan masalah yang relevan dengan peranan orang dewasa dalam kehidupannya. 5. Orang dewasa memiliki kemampuan belajar. Kemampuan dasar untuk belajar tetap dimiliki oleh setiap orang, khususnya orang dewasa sepanjang hayatnya. Penurunan akan kemampuan belajar pada usia tua bukan terletak pada intensitas dan kapasitas intelektualnya, melainkan pada kecepatan belajarnya, implikasi praktisnya ialah pendidik perlu mendorong orang dewasa sebagai peserta didik untuk belajar sesuai dengan kebutuhan belajarnya dan cara belajar yang ia inginkan. 6. Orang dewasa dapat belajar efektif apabila melibatkan aktivitas mental dan fisik. Orang dewasa dapat menentukan apa yang akan ia pelajari, dimana dan bagaimana strategi atau cara mempelajarinya, serta kapan melakukan kegiatan belajar. Orang dewasa melakukan kegiatan belajar dengan cara melibatkan pikiran, perasaan, dan perbuatannya.
16
Dengan demikian dalam proses pembelajaran orang dewasa baik dalam bentuk latihan atau pembelajaran yang lain, yang dibutuhkan oleh orang dewasa adalah suasana nyaman, kolegial dan tidak seperti sekolah. Hal ini karena orang dewasa lebih suka self directed learning. Disamping itu orang dewasa lebih suka terlibat dalam merancang program, sehingga konten program akan memberikan kepuasan terhadap kebutuhan belajar orang dewasa itu sendiri. Yang dibutuhkan orang dewasa adalah seorang fasilitator dan bukan guru karena itu proses pembelajaran yang berlangsung partisifatif akan sangat menentukan keberhasilan pembelajaran itu sendiri. C.
Konsep Penyelenggaraan Kecakapan Hidup (life Skill)
a.
Pengertian Penyelenggaraan Penyelenggaraan atau biasa disebut dengan pengelolaan berasal dari kata
“kelola” yang mengandung arti serangkaian pekerjaan atau usaha sekelompok orang untuk melakukan serangkaian kerja untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Pada hakekatnya yang dimaksud dengan penyelenggaraan adalah rangkaian kegiatan
yang
berintikan
perencanaan,
pengorganisasian,
pelaksanaan,
pengawasan dan evaluasi yang bertujuan untuk memanfaatkan dan menggali sumber daya alam yang dimiliki secara efektif dan efisien
dalam rangka
mencapai tujuan organisasi yang telah ditentukan. Adapun inti dari konsep penyelenggaraan adalah : 1) perencanaan; 2) pengorganisasian; 3) pelaksanaan; 4) pengawasan; dan 5) evaluasi
17
Perencanaan / planning adalah suatu kegiatan yang dilakukan, seperti membuat tujuan kelompok dan diikuti berbagai rencana kemudian menganalisis faktor-faktor pendukung maupun penghambat dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan tersebut, sebelum kegiatan yang sesungguhnya dilaksanakan. Menurut Terry (2003:46) perencanaan merupakan pemilihan dan penggabungan fakta, menggunakan asumsi-asumsi tentang masa depan dalam membuat visualisasi dan perumusan kegiatan yang diusulkan dan memang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Pengorganisasian adalah suatu kegiatan pengaturan pada sumber daya manusia dan sumber daya fisik lain yang dimiliki kelompok untuk menjalankan rencana yang telah ditetapkan. Tujuan dari pengorganisasian adalah untuk membimbing semua pihak yang terlibat untuk dapat bekerjasama secara efektif Pelaksanaan adalah segala rangkaian kegiatan yang diwujudkan secara nyata dalam rangka mencapai tujuan tertentu, pelaksanaan suatu program merupakan hal yang sangat penting karena berhasil atau tidaknya pelaksanaan suatu program sering kali dikaitkan dengan matangnya proses perencanaan. Pengawasan adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pencapaian hasil dari apa yang telah direncanakan. Melalui pengawasan dapat dilakukan perbaikan dan penyempurnaan terhadap kegiatan-kegiatan yang belum sempat terlaksana maupun tujuan-tujuan yang belum tercapai. Evaluasi; Dalam proses pembelajaran, evaluasi menjadi sesuatu hal yang sangat penting karena pihak-pihak yang terkait dalam penyelenggaraan program atau kegiatan ingin mengetahui perkembangan penyelenggaraan program tersebut.
18
Menurut Widiyoko (2009:6) Evaluasi merupakan proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk mengumpulkan, mendeskripsikan, menginterpretasikan dan menyajikan informasi tentang suatu program untuk dapat digunakan sebagai dasar dalam membuat suatu keputusan, menyusun kebijakan maupun menyusun program selanjutnya. b.
Prinsip-prinsip penyelenggaraan dalam pendidikan nonformal. Pendidikan nonformal adalah pendidikan yang bersifat fleksibel, efektif dan
efisien pelaksanaannya serta dapat menghasilkan lulusan yang memiliki kecakapan dalam waktu yang singkat. Oleh karena itu pendidikan nonformal sangat mudah dilaksanakan dan hasil yang dicapai sesuai dengan yang diharapkan. Untuk mencapai hasil yang diharapkan maka dalam pelaksanaan pendidikan nonformal harus diselenggarakan atas dasar prinsip-prisip penyelenggaraan pendidikan
nonformal.
penyelenggaraan
dalam
Menurut pendidikan
Sudjana
(2004:273)
nonformal
meliputi:
Prinsip-prinsip keterpaduan,
berkelanjutan, keserasian, kemampuan sendiri, dan kaderisasi. Prinsip keterpaduan artinya program yang diselenggarakan disusun bersama masyarakat atas dasar kebutuhan bersama dalam berbagai aspek kehidupan. Perencanaan program menggabungkan perencanaan dari masyarakat dan perencanaan dari pemerintah, sehingga program yang dilaksanakan dapat berintegrasi dengan pembangunan nasional dan daerah. Pelaksanaan dan evaluasi program dilakukan oleh masyarakat dengan dibantu oleh pihak lain baik dari pemerintah, para ahli maupun dari lembaga-lembanga terkait. (Sudjana. 2004:274)
19
Prinsip berkelanjutan artinya memberi arah bahwa penyelenggaraan program
pendidikan
nonformal
tidak
dilakukan
sekaligus
akan
tetapi
diselenggarakan secara bertahap, terus menerus menuju kearah yang lebih baik. Program yang telah berhasil merupakan titik awal untuk program berikutnya sedangkan suatu program yang perlu diperbaiki dan dikembangkan menuntut adanya kegiatan lanjutan. Sementara itu, Prinsip keserasian artinya bahwa program yang dilaksanakan memperhatikan keserasian antara kebutuhan masyarakat, lembaga-lembaga dan pemerintah. Keserasian ini tercermin dalam kegiatan yang bertumpu pada kebutuhan masyarakat banyak dan pemerintah (Sudjana.2004). Prinsip kemauan sendiri artinya bahwa program yang disusun dan dilaksanakan dengan berangkat dari kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat. Keikutsertaan pihak-pihak luar ialah untuk memberi dorongan sehingga masyarakat dapat mendayagunakan sumber-sumber yang mereka miliki secara efisien dan efektif. pengelolaan dan
Sedangkan Prinsip kaderisasi memberi isyarat bahwa
kelanjutan program pembangunan masyarakat hanya akan
terlaksana dengan baik dan berkelanjutan apabila di masyarakat tersebut terdapat kader-kader yang berasal dari masyarakat yang mempunyai sikap, pengetahuan, keterampilan dan aspirasi membangun untuk memenuhi kepentingan bersama dan untuk mempersiapkan hari depan masyarakat yang lebih baik. (Sudjana 2004:275) Prinsip keterpaduan, berkelanjutan, keserasian, kemampuan sendiri dan kaderasisasi, memperjelas strategi pembangunan masyarakat sebagai upaya terencana dari masyarakat yang dibantu oleh pemerintah sehingga dalam program
20
pembangunan masyarakat terdapat keterpaduan antara kegiatan masyarakat dan program-program instansi pemerintah. Program atau kegiatan pembangunan masyarakat tidak dilakukan sekali tuntas melainkan merupakan upaya yang berlanjut sehingga suatu kegiatan akan menumbuhkan kegiatan lain atau kegiatan berikutnya. Upaya bersama itu bertopang pada kemampuan masyarakat yang diujudkan dalam swadaya dan kegotongroyongan, kreativitas, dan sikap inovatif dari masyarakat itu sendiri. Sedangkan pihak pemerintah atau bantuan dari pihak lainnya berfungsi sebagai pendorong agar masyarakat dapat menggunakan dan mengembangkan kemampuannya. Untuk menyelenggarakan, memperluas dan melanjutkan kegiatan
pembangunan masyarakat sesuai dengan meningkatnya
kebutuhan dan kepentingan masyarakat maka kader pembangunan yang berasala dari masyarkat itu sendiri perlu disiapkan dan ditingkatkan baik jumlah maupun mutunya (Sudjana 2004:275) D.
Konsep Kecakapan Hidup
a.
Pengertian Kecakapan Hidup Kecakapan hidup adalah kecakapan yang dimiliki seseorang yang
merupakan interaksi dari berbagai pengetahuan dan kecakapan sehinggga mereka mampu untuk mandiri dalam kehidupannya. “Paradigma pendidikan kecakapan hidup dimasyarakat lahir sebagai gagasan untuk mengantisipasi keterpurukan kualitas
pembelajaran
atau
peserta
didik
yang
kurang
mampu
mengimplementasikan kompetensi yang dimilikinya. Konsep ini dikembangkan sesuai dengan kondisi dan potensi yang dimiliki lembaga penyelenggara pendidikan kecakapan hidup pada suatu lembaga pendidikan merupakan wacana
21
pengembangan kurikulum yang telah lama menjadi perhatian para pakar kurikulum” (Tyler dalam satori 2002 : 2) Menurut Dirjen PLSP, Direktorat Tenaga Teknis: 2003, “Kecakapan Hidup diartikan sebagai kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mau dan berani menghadapi problema hidup dan penghidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya” (http://pkbmpls.wordpress.com diakses tanggal 25 desember 2011) Dengan demikian Pendidikan Kecakapan Hidup (life skills) lebih luas dari sekedar keterampilan bekerja, apalagi sekedar keterampilan manual. Pendidikan kecakapan hidup merupakan konsep pendidikan yang bertujuan untuk mempersiapkan warga belajar agar memiliki keberanian dan kemauan menghadapi masalah hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan kemudian
secara kreatif menemukan solusi serta mampu mengatasinya.
Meskipun terdapat perbedaan dalam pengertian kecakapan hidup, namun esensinya sama yaitu bahwa kecakapan hidup adalah kemampuan, kesanggupan, dan keterampilan yang diperlukan oleh seseorang untuk menjalankan kehidupan dengan nikmat dan bahagia. Oleh karena itu, pendidikan kecakapan hidup adalah, pendidikan yang memberi bekal dasar dan latihan yang dilakukan secara benar kepada peserta didik serta didasari nilai-nilai kehidupan sehari-hari agar yang bersangkutan mampu, sanggup, dan terampil menjalankan kehidupannya, yaitu dapat menjaga kelangsungan hidup dan perkembangannya. Dengan definisi tersebut, maka pendidikan kecakapan hidup harus merefleksikan nilai-nilai
22
kehidupan nyata sehari-hari, baik yang bersifat preservative maupun progresif. Pendidikan perlu diupayakan relevansinya dengan nilai-nilai kehidupan nyata sehari-hari. Dengan cara ini, pendidikan akan lebih realistis, lebih kontekstual. Tidak akan mencabut peserta didik dari akarnya, sehingga pendidikan akan lebih bermakna bagi peserta didik dan akan tumbuh subur. Seseorang dikatakan memiliki kecakapan hidup apabila yang bersangkutan mampu, sanggup, dan terampil menjalankan kehidupan dengan nikmat dan bahagia. Kehidupan yang dimaksud meliputi kehidupan pribadi, kehidupan keluarga, kehidupan tetangga, kehidupan perusahaan, kehidupan masyarakat, kehidupan bangsa, dan kehidupankehidupan lainnya. Ciri kehidupan adalah perubahan dan perubahan selalu menuntut kecakapan-kecakapan untuk menghadapinya. Oleh karena itu, sudah sewajarnya jika PLS mengajarkan kecakapan hidup. Dalam konteks Pendidikan Luar Sekolah pengertian kecakapan hidup lebih luas dari konsep tentang keterampilan untuk bekerja, baik di sektor formal, informal maupun nonformal. Karena pendidikan kecakapan hidup lebih menekankan pada kemampuan apa yang relevan yang harus dipelajari oleh warga belajar dalam kehidupan sehari-hari atau kemampuan apa yang harus dikuasai setelah menyelesaikan satuan program belajar tertentu, bahan belajar apa yang harus mereka pelajari sehingga ada jaminan bahwa
dengan benar-benar
mempelajarinya maka peserta didik akan mampu menguasai keterampilan tertentu tersebut serta tetap eksis dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Perkembangan ilmu pengetahuan dalam masyarakat menutup perkembangan kemampuan kecakapan hidup itu sendiri. Pengembangan program kecakapan
23
hidup pada umumnya bersumber pada kajian bidang-bidang tertentu : (1) the world of work (dunia kerja); (2) practical living skills, (keterampilan praktis); (3) personal growt and management, (manajemen dan pertumbuhan pribadi); dan (4) social skills, (keterampilan sosial) Dalam Pendidikan Luar Sekolah
yang dilaksanakan di Indonesia,
penyelenggaraan pendidikan kecakapan hidup sangat relevan jika dikaitkan dengan kelompok lulusan SMP dan SMU yang tidak melanjutkan sekolah, karena pengembangan pendidikan kecakapan hidup pada jenjang tersebut diharapkan dapat menolong mereka untuk memiliki harga diri dan pekerjaan dalam mencari nafkah dengan memanfaatkan peluang yang ada dilingkungan masyarakat. Menurut Slamet, 2002 bahwa pendidikan berbasis kecakapan hidup sebaiknya di tempuh melalui lima tahap, yaitu : 1.
Didefinisikan dari hasil penelitian, pilihan-pilihan nilai, dan dugaan para ahli tentang nilai-nilai kehidupan yang berlaku.
2.
Kurikulum/program
dikembangkan
berdasarkan
kompetensi
kecakapan hidup yang telah dirumuskan yang memungkinkan dapat diajarkan/dikembangkan kepada peserta didik disusun berdasarkan kompetensi yang telah dipilih. 3.
Penyelenggaraan kecakapan hidup perrlu dilaksanakan dengan jitu agar kurikulum berbasis kacakapan hidup dapat dilaksanakan secara cermat.
4.
Evaluasi kecakapan hidup perlu dibuat berdasarkan kompetensi yang telah dirumuskan pada langkah kedua,
24
5.
Informasi yang telah diperoleh digunakan utuk mengembangkan kompetensi kecakapan hidup yang menunjukkan kemampuan dan keterampilan
untuk
menjaga
kelangsungan
hidup
dan
perkembangannya dalam dunia yang sarat perubahan. Dalam konteks Pendidikan Luar Sekolah, penyelenggaraan program pendidikan kecakapan hidup memiliki beberapa sikap yang harus dikuasai oleh peserta didik atau warga belajar, sikap atau keterampilan yang harus dikuasai oleh warga belajar itu menyangkut tentang kecakapan yang bersikap umum (generic life skill) dan juga bersifat keterampilan spesifik atau kejuruan. Menurut Dadang Yunus L (2008) ”Indikator yang terkandung dalam life skills tersebut secara konseptual dikelompokkan : (1) Kecakapan mengenal diri (self awarness) atau sering juga disebut kemampuan personal (personal skills), (2) Kecakapan berfikir rasional (thinking skills) atau kecakapan akademik (akademik skills), (3) Kecakapan sosial (social skills), (4) Kecakapan vokasional (vocational skills) sering juga disebut dengan keterampilan kejuruan artinya keterampilan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu dan bersifat spesifik (spesifik skills) atau keterampilan teknis (technical skills)” (http://pkbmpls.wordpress.com diakses tanggal 25 desember 2011) Jenis-jenis kecakapan hidup lebih jelas meliputi kecakapan-kecakapan sebagai berikut : 1. Kecakapan personal (personal skills), yaitu suatu kecakapan yang terkait langsung dengan kemampuan pribadi seseorang dalam menyadari diri, dan potensi dirinya, berfikir rasional, dan kemampuan personal seseorang
25
melakukan penyesuaian diri, baik dalam dirinya sendiri maupun keluarganya atau dengan lingkungannya. Kecakapan penyesuaian diri kedalam disebut dengan self adjusment, dan kecakapan penyesuaian diri keluar lebih dikenal dengan self adaptation. Sesuia dengan karakteristik dan tugas perkembangan peserta didik, peserta didik ini memiliki kemandirian dalam menolong dirinya sendiri, meskipun masih dibawah pengawasan dan bimbingan orang tua, guru, dan dewasa lainnya. Inilah yang disebut dengan kecakapan personal. Jenis kecakapan personal ini pada dasarnya dibentuk pada proses pendidkan dan pengalaman yang berasal dari lingkunagan. 2.
Kecakapan kesadaran diri (self awareness) ; yaitu suatu kecakapn seseorang dalam memahami atau menyadari siapa dirinya, hakikat dirinya, dan eksistensi dirinya, terutama dalam hubungannya dengan maha pencipta dan dalam hubungannya dengan sesama manusia. Oleh karena itu, dalam setia kecakap hidup ini hendaknya didasarkan atas nilai-nilai religius yang berakhlak atau berbudi pekerti yang luhur. Selain itu, kecakapan kesadaran diri ini berkaitan erat pula dengan keadaran seseorang terhadap potensi yang terkandung dalam dirinya.
3.
Kecakapan berfikir rasional (thingking skill) adanya dorongan mental anak pada usia dini untuk memasuki dunia konsep-konsep berfikir, logika, simbol (lambang) dan bentuk-bentuk komunikasi verbal dan nonverbal seperti layaknya orang dewasa, tampaknya juga menuntut pembekalan kecakapan berfikir untuk hidup sehari-hari.
26
4.
Kecakapan penyesuaian diri (self adjustment skills atau self adaptation skills); yang ditandai dengan lahirnya kemampuan untuk melakukan penyesuaian kediri sendiri.
5.
Kecakapan sosial (social skills) atau banyak kali pula disebut kecakapan antar personal yaitu suatu kecakapan seseorang dalam berhubungan dengan komunikasi, serta bekerja sama dengan orang lain, baik secara individual, maupun kelompok sosial. Kecakapan sosial banyak kali pula disebut perilaku sosial seseorang yang diekspresikan dalam hubungan dengan orang lain.
Sementara kecakapan hidup yang lebih spesifik yaitu kecakapan yaitu suatu kecakapan khusus yang dimiliki seseorang dalam menghadapi problema bidang khusus tertentu pula. Kecakapan spesifik ini, biasanya disebut pula sebagai kompetensi teknis yang terkait langsung dengan materi pelajaran atau bidang studi tertentu. Berbagai kecakapan tersebut, pada gilirannya akan memberi kontribusi yang efektif terhadap implementasi program pendidikan kecakapan hidup dilapangan. b.
Tujuan Pendidikan Kecakapan Hidup Pendidikan kecakapan hidup sebagai pendidikan yang diselenggarakan
diluar sistem pendidikan formal, dan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan hidup peserta didik, maka dalam pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup memiliki dua tujuan yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Secara umum tujuan pendidikan kecakapan hidup yang dilaksanakan melalui jalur nonformal adalah untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan
27
dan sikap warga belajar dibidang pekerjaan usaha tertentu sesuai dengan minat, bakat, perkembangan fisik dan jiwanya serta potensi lingkungan sehingga mereka memiliki bekal kemampuan untuk bekerja atau berusaha mandiri guna meningkatkan kualitas hidupnya. Sementara itu Tujuan khusus adalah memberikan pelayanan pendidikan kecakapan hidup kepada warga belajar agar : a.
Memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap yang dibutuhkan dalam memasuki dunia kerja baik bekerja mandiri dan pengahasilan yang semakin layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
b.
Memiliki kesadaran yang tinggi tentang pentinganya pendidikan untuk dirinya sendiri maupun untuk anggota keluarganya
c.
Memiliki etos kerja yang tinggi serta dapat menghasilakan karya-karya yang unggul dan mampu bersaing dipasar global
d.
Mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan sepanjang hayat (life long education) dalam rangka mewujudkan keadilan setiap lapisan masyarakat.
c.
Kriteria
dan
Sasaran
Penyelenggaraan
Program
Pendidikan
Kecakapan Hidup. Kriteria dalam penyelenggaraan Program pendidikan kecakapan hidup ini harus meliputi: a. Penggalian berdasarkan karakteristik masyarakat dan potensi daerah setempat.
28
b. Pengembangan berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan kelompok sasaran. c. Adanya dukungan dari pemerintah setempat. d. Prospektif untuk berkembang dan berkesinambungan. e. Ketersediaan nara sumber teknis dan prasarana untuk praktek keterampilan yang memadai. f. Memiliki dukungan lingkungan (perusahaan, lembaga pendidikan, dan lain-lain). g. Memiliki potensi untuk mendapatkan dukungan pendanaan dari berbagai sektor. h. Berorientasi pada peningkatan kompetensi keterampilan berusaha. Adapun sasaran dalam penyelenggaraan Program Pendidikan Kecakapan Hidup (life skill) ini adalah sebagai berikut: a. Diprioritaskan bagi masyarakat usia 16 - 44 tahun yang tidak sekolah dan tidak bekerja. b. Warga belajar binaan SKB (Sanggar Kegiatan Belajar) atau warga masyarakat putus atau tamat SD/SLTP. c. Berasal dari keluarga miskin atau tidak mampu. d. Memiliki minat dan bakat tertentu (Dirjen PLSP, Direktorat Tenaga Teknis, 2004:14). d.
Manfaat Kecakapan Hidup Penyelenggaraan pendidikan kecakapan hidup (life skill) diarahkan pada
pengentasan kemiskinan dan upaya memecahkan masalah pengangguran. Oleh
29
karena itu, pemilihan keterampilan yang akan dipelajari oleh warga belajar didasarkan atas kebutuhan masyarakat, potensi lokal dan kebutuhan pasar, sehingga diharapkan memberikan manfaat yang positif bagi warga belajar, masyarakat sekitar dan pemerintah. 1. Manfaat bagi warga belajar a. Memiliki keterampilan, pengetahuan, kemampuan dan sikap sebagai bekal berusaha sendiri atau bekerja pada perusahaan yang terkait. b. Memiliki penghasilan yang dapat digunakan untuk menghidupi diri sendiri dan keluarganya. c. Memiliki penghasilan yang dapat digunakan untuk meningkatkan profesionalisme dan atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. d. Memiliki keterampilan, pengetahuan, kemampuan dan sikap positif bermanfaat, yang dapat ditularkan kepada sesama. 2. Manfaat bagi masyarakat a. Pengangguran berkurang. b. Tumbuhnya aneka mata pencaharian baru yang diusahakan oleh masyarakat sekitar. c. Berkurangnya kesenjangan sosial. d. Keamanan masyarakat membaik. 3. Manfaat bagi pemerintah a. Meningkatnya kualitas sumber daya manusia. b. Produktivitas bangsa meningkat. c. Mencegah urbanisasi.
30
d. Tumbuhnya kegiatan usaha ekonomi masyarakat. e. Mencegah kerawanan sosial (Dirjen PLSP, Direktorat Tenaga Teknis, 2004:11). E.
Penyelenggaraan Program Pendidikan Kecakapan Hidup
a.
Perencanaan Program Pendidikan Kecakapan Hidup Dalam merencanakan suatu program, lembaga penyelenggara harus
menyusun dan mengembangkan serangkaian usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Perencanaan program Pendidikan Kecakapan Hidup tersebut meliputi : a) kurikulum dan bahan ajar, b) sarana dan prasarana belajar, c) startegi pembelajaran dan d) biaya. Pada tahap perencanaan program pendidikan kecakapan hidup hal yang paling utama direncanakan menyangkut kurikulum dan bahan ajar. Kurikulum dan bahan ajar program Pendidikan Kecakapan Hidup, minimal meliputi: 1. Kompetensi personal: Berperilaku sesuai dengan norma agama, hukum, sosial dan budaya nasional; Beriman & bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, bersikap adil, dan jujur; Berkepribadian terpuji; Memiliki etos kerja, tanggung jawab, dan percaya diri. 2. Kompetensi sosial: Bersikap terbuka, obyektif, dan tidak diskriminatif; Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan teman sejawat, pendidik/instruktur, dan masyarakat sekitar; Beradaptasi dengan kondisi sosial di lingkungan sekitar. 3. Kompetensi akademik: Kemampuan beranalisis sederhana, berfikir dengan logika,
kemampuan
pengetahuan
dasar,
kemampuan
mengambil
31
keputusan; Menggali ide-ide, kemauan untuk mencoba, melakukan uji coba dibidangnya secara ilmiah. 4. Kompetensi profesional/vocational; kemampuan di bidang vokasi tertentu dan memiliki keterampilan mata pencaharian yang mencakup: pemilihan bahan dan alat, pelayanan jasa dan produksi, pemasaran, manajemen usaha, dan pengelolaan keuangan. Kurikulum dan bahan ajar pendidikan kecakapan hidup disusun dan dikembangkan oleh lembaga yang bersangkutan atau diadopsi/dimodifikasi dari sumber lain sesuai kebutuhan dunia kerja dan/atau usaha mandiri. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan program pendidikan kecakapan hidup disesuaikan dengan bidang keterampilan/vokasi dan tingkat kompetensi yang harus dicapai peserta didik. Pembelajaran kursus dan pelatihan minimal 200 jam pelajaran, dengan asumsi setiap pertemuan selama 4 jam pembelajaran/hari, @60 menit/jam pelajaran, 5 hari per minggu selama 10 minggu. (Juknis PKH, 2012). Sarana dan prasarana yang digunakan minimal memenuhi persyaratan teknis yang diperlukan dalam proses pembelajaran, diantaranya: (a) Ruang belajar teori dan praktik; (b) Ruang dan peralatan praktik sesuai dengan bidang keahlian/keterampilan yang diajarkan; (c) RPP/silabus; (d) Modul/bahan ajar; (e)Alat peraga. (Juknis PKH, 2012). Strategi pembelajaran program Pendidikan Kecakapan Hidup dilakukan melalui penelusuran minat, bakat, dan kemampuan dasar sedangkan
metode
pembelajaran meliputi : Teori diikuti dengan praktik, artinya bahwa pemberian teori dan praktik dilakukan secara bersamaan (learning by doing). Setelah
32
melakukan pembelajaran yang mengkolaborasikan antara teori dan praktik maka warga belajar
diikutkan dalam magang. Dari magang tersebut diadakanlah
evaluasi hasil belajar terhadap warga belajar tersebut. Jika warga belajar dinilai telah mampu menguasai pengertahuan dan keterampilan serta sudah dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata maka warga belajar tersebut akan mendapatkan penempatan kerja/pendampingan usaha. (Juknis PKH, 2012). Biaya pelaksanaan program pendidikan kecakapan hidup merupakan suatu hal yang tak kalah pentingnya yang harus di rencanakan jika ingin melaksankan atau menyelenggarakan program pendidikan kecakapan hidup. Menurut juknis PKH : 2012
Biaya kursus program Pendidikan Kecakapan Hidup dapat
bersumber dari: 1. Peserta didik. 2. Bantuan tidak mengikat (diantaranya dari perusahaan dalam bentuk Corporate Social Responsibility/CSR). 3. Bantuan stimulan dari pemerintah atau pemerintah daerah (Bantuan Operasional Program). b.
Pengorganisasian Program Pendidikan Kecakapan Hidup Pengorganisasian sangat penting dalam rangka menumbuhkan rasa percaya
diri dari masyarakat
mengenai keberadaan program Pendidikan Kecakapan
Hidup. Agar pengorganisasian program Pendidikan Kecakapan Hidup dapat berjalan dengan baik, maka berbagai peraturan dan ketentuan, mekanisme organisasi dan nilai-nilai serta perilaku harus disesuiakan untuk memungkinkan warga belajar dan pihak penyelenggara dapat berinteraksi secara efektif.
33
Pengorganisasian juga penting dilaksanakan karena tidak mungkin suatu program yang akan dilaksanakan hanya dikerjakan oleh satu orang. Oleh karena itu diperlukan banyak pikiran, tangan, dan keterampilan yang dihimpun menjadi satu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pengorganisasian juga bertujuan untuk membimbing semua pihak yang terlibat agar dapat bekerja sama secara efektif. c.
Pelaksanaan Program Pendidikan Kecakapan Hidup Pelaksanaan program PKH dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan
yang dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Pendidikan life skills dengan cakupan belajar yang relatif luas, maka pendekatan dalam pelaksanaannya diawali dengan langkah-langkah sebagai berikut :”(a) Analisis kebutuhan (need assessment) dengan teknis mencari informasi peluang usaha/kerja yang ada sesuai dengan jenis pembelajaran yang akan dilatihkan. (b) Analisis kebutuhan (need assessment) dengan cara mengembangkan usaha baru dengan memberdayakan potensi sumber daya sekitar” (http://www.pnpm-perdesaan.or.id diakses 15 desember 2011) Untuk melaksanakan program PKH maka harus mengacu pada prinsipprinsip sebagai berikut : 1. Etika sosio religius bangasa yang berdasarkan nilai-nilai pancasila dapat diintegrasikan 2. Pengembangan potensi wilayah dapat direflesikan dalam penyelenggaraan pendidikan
34
3. Penetapan menejmen berbasis masyarakat, kolaborasi semua unsur terkait yang ada dalam masyarakat. 4. Paradigma learning to life dan school for work dapat menjadi dasar kegiatan pendidikan, sehingga memiliki pertautan dalam dunia kerja. 5. Penyelenggaraan pendidikan harus senantiasa mengarahkan warga belajar agar : (a) membantu mereka menuju hidup sehat dan berkualitas, (b) mendapatkan pengetahuan dan wawasan yang lebih luas, dan (c) memiliki akses untuk mampu memenuhi standar hidupnya secara layak (Direktorat Pendidikan Menengah Umum, 2002). Adapun sasaran dari progaram PKH diprioritaskan kepada anggota masyarakat usia produktif usia 18 – 45 tahun, perempuan maupun laki-laki, putus sekolah dan belum memiliki pekerjaan, dengan kriteria sebagai berikut: 1. Memiliki kemauan untuk belajar dan bekerja 2. Memiliki komitmen mengikuti kegiatan belajar sampai dengan selesai yang dibuktikan dengan surat pernyataan kesediaan / kesanggupan belajar. 3. Domisili warga masyarakat desa yang berada pada lingkup satu kecamatan. d.
Pengawasan Program Pendidikan Kecakapan Hidup Pengawasan
merupakan
tindakan-tindakan
yang
dilakukan
untuk
mengendalikan jalannya roda organisasi agar tetap berada pada rencana yang telah ditetapkan. Menurut Plunkelt and Attener, 1983 (dalam “Warta Plus “ Media Informasi PLSP Edisi februari 2003) menyatakan ada tiga tahapan dalam pengawasan, yaitu: 1. Menentukan standart yang digunakan untuk mengukur.
35
2. Mengukur kinerja terhadap standar 3. Mengambil tindakan yang diperlukan untuk memperbaiki penyimpangan dari standart. Umberto Sihombing (2000:70) membagi pengawasan dalam dua jenis yang masing-masing mempunyai otoritas dalam bidang yang berbeda. Pengawasan itu antara lain : 1. Pengawasan internal yang dilakukan oleh struktur organisasi pemerintah dalam instansi Pendidikan Luar Sekolah, institusi inspektorat jenderal, institusi badan pengawas keuangan negara. 2. Pengawasan eksternal yang dilakukan oleh masyarakat dan lembagalembaga kemasyarakatan. e.
Evaluasi Program Pendidikan Kecakapan Hidup Evaluasi program PKH dapat dilakukan oleh: 1. Satuan dan program pendidikan yang sudah terakreditasi. 2. Lembaga Sertifikasi Kompetensi (LSK). 3. User (dunia usaha/dunia industri). (Juknis PKH, 2012).
F.
Usaha Untuk Membina Pelaksanaan Pendidikan Kecakapan Hidup di PKBM Salah satu lembaga yang didirikan oleh masyarakat yang keberadaanya
untuk memberikan alternatif pendidikan bagi masyarakat adalah PKBM. Menurut Adrianto (2010:125) PKBM merupakan instansi pemerintah yang dimiliki dan dikelola masyarakat dalam rangka memberikan pengetahuan dan keterampilan
36
kepada masyarakat
sesuai dengan minat dan bakat warga belajar, termasuk
didalamnya adalah pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup. Pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup di PKBM dapat dibina dan diarahkan ke arah sikap yang positif. Hal ini dapat terjadi jika dilakukan serangkaian kegiatan positif dan mengarah pada usaha untuk memperbaiki ekonomi keluarga. Dalam
upaya
membantu
program
pengentasan
kemiskinan
dan
pemberdayaan ekonomi pedesaan, telah dilaksanakan kelompok kerja usaha, beasiswa/magang dan khusus pendidikan luas sekolah oleh masyarakat (Diklusemas) serta pelatihan pembimbing kelompok usaha produktif. Jadi pemberdayaan potensi masyarakat dalam penyelenggaraan Pendidikan Luar Sekolah dilaksanakan melalui pusat kegiatan belajar mengajar masyarakat (PKBM). Terdapat beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk membina program kecakapan hidup untuk kesejahteraan hidup. Usaha tersebut antara lain dapat dilakukan sebagai berikut : 1.
Mengadakan sosialiasi tentang pentingnya pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup untuk kesejahteraan ekonomi keluarga oleh pelaksana PKBM. Pembinaan terhadap kegiatan pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup,
sesungguhanya merupakan tugas pengelola pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM). Dalam konteks ini pengelola PKBM merupakan institusi yang terdapat di kecamatan yang memiliki tugas dalam bidang kependudukan, kesehatan, kependidikan dan kesejahteraan keluarga.
37
Begitu besar
peran pengelola (PKBM) bagi pembangunan dan
pengembangan sumber daya manusia, tanpa mengenal lelah dan putus asa mereka mengunjungi penduduk desa, tidak jarang mereka ditolak dan tidak jarang pula penduduk menutup pintunya dengan penuh kecurigaan, karena pada sekarang ini masih banyak yang belum mengetahui manfaat dari PKBM. Bahkan ada PKBM yang menerima
ancaman dari masyarakat yang belum memahami manfaat
pendidikan kecakapan hidup untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan hidupnya. Namun dengan penuh kesabaran dan keuletan dari pengelola PKBM yang tidak henti-hentinya memberikan penjelasan-penjelasan kepada masyarakat. Berkat kerja keras tersebut akhirnya batu sandungan tersebut dapat disingkirkan dan akhirnya membuahkan hasil
yang tidak sia-sia. Namun dengan adanya
semangat dan motivasi yang tinggi dari pengelola PKBM diharapkan dapat mampu membina masyarakat terhadap pentingnya pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup dalam meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan keluarga. 2.
Mengadakan
pembinaan
yang
dilakukan
oleh
organisasi
kemasyarakatan. Tokoh masyarakat yang terdapat dalam organisasi kemasyarakatan yang ada di kecamatan pada umumnya memiliki kharisma yang tinggi untuk mempengaruhi dan membina sikap masyarakat agar memiliki sikap yang positif terhadap pelaksanaan
pendidkan
kecakapan
hidup.
Tokoh
masyarakat
yang
tergabungdalam organisasi kemasyarakatan dapat memanfaatkan kegiatan sosial maupun moment keagamaam untuk menjelaskan pada masyarakat tentang pentingnya pendidikan kecakapan hidup untuk diikuti.
38
Dalam konteks yang bersamaan tokoh masyarakat dapat memberikan penjelasan yang mampu meyakinkan masyarakat bahwa pendidikan kecakapan hidup merupakan program yang mampu membantu ekonomi keluarga, untuk kesejahteraan. Adanya penjelasan yang seperti ini yang diikuti dengan sikap persuasif dari tokoh masyarakat yang tergabung dalam organisasi kemasyarakatan diharapkan mampu membina dan memperbaiki sikap masyarakat terhadap pentingnya pendidikan kecakapan hidup untuk meningkatkan ekonomi keluarga. Jadi solusinya pendidikan kecakapan hidup jangan diciptakan hanya sekedar belajar untuk belajar, tetapi belajar untuk hidup.