BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian tentang Motorik Kasar 1. Pengertian Motorik Kasar Motorik kasar adalah kemampuan gerak tubuh yang menggunakan otot-otot besar, sebagian besar atau seluruh anggota tubuh motorik kasar diperlukan agar anak dapat duduk, menendang, berlari, naik turun tangga dan sebagainya (Sunardi dan Sunaryo, 2007: 113-114). Perkembangan motorik kasar anak lebih dulu dari pada motorik halus, misalnya anak akan lebih dulu memegang benda-benda yang ukuran besar dari pada ukuran yang kecil. Karena anak belum mampu mengontrol gerakan jari-jari tangannya untuk kemampuan motorik halusnya, seperti meronce, menggunting dan lain-lain. Bambang Sujiono (2007: 13) berpendapat bahwa gerakan motorik kasar
adalah kemampuan yang membutuhkan koordinasi sebagian besar
bagian tubuh anak. Gerakan motorik kasar melibatkan aktivitas otot-otot besar seperti otot tangan, otot kaki dan seluruh tubuh anak. Menurut Endang Rini Sukamti (2007: 72) bahwa aktivitas yang menggunakan otot-otot besar di antaranya gerakan keterampilan non lokomotor, gerakan lokomotor, dan gerakan manipulatif. Gerakan non lokomotor adalah aktivitas gerak tanpa memindahkan tubuh ke tempat lain. Contoh, mendorong, melipat, menarik dan membungkuk. Gerakan lokomotor adalah aktivitas gerak yang memindahkan tubuh satu ke tempat lain. Contohnya, berlari, melompat, jalan dan sebagainya, sedangkan gerakan yang manipulatif adalah aktivitas gerak
9
10
manipulasi benda. Contohnya, melempar, menggiring, menangkap, dan menendang. Berdasarkan uraian di atas, dapat ditegaskan bahwa kegiatan motorik kasar adalah menggerakkan berbagai bagian tubuh atas perintah otak dan mengatur gerakan badan terhadap macam-macam pengaruh dari luar dan dalam. Motorik kasar sangat penting dikuasai oleh seseorang karena bisa melakukan aktivitas sehari-hari, tanpa mempunyai gerak yang bagus akan ketinggalan dari orang lain, seperti: berlari, melompat, mendorong, melempar, menangkap, menendang dan lain sebagainya, kegiatan itu memerlukan dan menggunakan otot-otot besar pada tubuh seseorang. Dengan demikian yang dimaksud motorik kasar dalam penelitian ini adalah kemampuan yang membutuhkan koordinasi bagian tubuh anak seperti mata, tangan dan aktivitas otot kaki, dalam menyeimbangkan badan dan kekuatan kaki pada saat berjalan di atas papan titian.
2. Unsur-unsur Keterampilan Motorik Kasar Keterampilan motorik setiap orang pada dasarnya berbeda-beda tergantung pada banyaknya gerakan yang dikuasainya. Memperhatikan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan motorik kasar unsurunsurnya identik dengan unsur yang dikembangkan dalam kebugaran jasmani pada umumnya. Hal ini sesuai pendapat Depdiknas (2008: 1) bahwa perkembangan motorik merupakan perkembangan unsur kematangan dan
11
pengendalian gerak tubuh. Ada hubungan yang saling mempengaruhi antara kebugaran tubuh, keterampilan, dan kontrol motorik. Djoko Pekik Irianto Pekik (2000: 3) menyatakan bahwa kebugaran jasmani dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: (a) kebugaran statistik, (b) kebugaran dinamis, (c) kebugaran motoris. Bambang Sujiono (2007: 3-6) mengemukakan bahwa unsur-unsur kesegaran jasmani meliputi kekuatan, daya tahan, kecepatan, kelincahan, kelenturan, koordinasi, ketepatan dan keseimbangan. Lebih lanjut Bambang Sujiono (2007: 13) menyatakan bahwa gerakan yang timbul dan terjadi pada motorik kasar merupakan gerakan yang terjadi dan melibatkan otot-otot besar dari bagian tubuh, dan memerlukan tenaga yang cukup besar. Barrow Harold M., dan Mc Gee, Rosemary (1976: 120) menyatakan bahwa unsur-unsur keterampilan motorik terdiri atas: kekuatan, kecepatan, power, ketahanan, kelincahan, keseimbangan, fleksibilitas, dan koordinasi. Hal senada juga dijelaskan oleh Toho Cholik Mutohir dan Gusril (2004: 50-51) bahwa unsur-unsur keterampilan motorik di antaranya: a. Kekuatan adalah keterampilan sekelompok otot untuk menimbulkan tenaga sewaktu kontraksi. Kekuatan otot harus dimiliki anak sejak dini. Apabila anak tidak memiliki kekuatan otot tentu anak tidak dapat melakukan aktivitas bermain yang menggunakan fisik seperti: berlari, melompat, melempar, memanjat, bergantung, dan mendorong. b. Koordinasi adalah keterampilan untuk mempersatukan atau memisahkan dalam satu tugas yang kompleks. Dengan ketentuan bahwa gerakan koordinasi meliputi kesempurnaan waktu antara otot dengan sistem syaraf. Sebagai contoh: anak dalam melakukan lemparan harus ada koordinasi seluruh anggota tubuh yang terlibat. Anak dikatakan baik koordinasi gerakannya apabila anak mampu bergerak dengan mudah, lancar dalam rangkaian dan irama gerakannya terkontrol dengan baik.
12
c. Kecepatan adalah sebagai keterampilan yang berdasarkan kelentukan dalam satuan waktu tertentu. Misal: berapa jarak yang ditempuh anak dalam melakukan lari empat detik, semakin jauh jarak yang ditempuh anak, maka semakin tinggi kecepatannya. d. Keseimbangan adalah keterampilan seseorang untuk mempertahankan tubuh dalam berbagai posisi. Keseimbangan di bagi menjadi dua bentuk yaitu: keseimbangan statis dan dinamis. Keseimbangan statis merujuk kepada menjaga keseimbangan tubuh ketika berdiri pada suatu tempat. Keseimbangan dinamis adalah keterampilan untuk menjaga keseimbangan tubuh ketika berpindah dari suatu tempat ke tempat lain. Ditambahkannya bahwa keseimbangan statis dan dinamis adalah penyederhanaan yang berlebihan. Ditambahkan kedua elemen keseimbangan kompleks dan sangat spesifik dalam tugas dan gerak individu. e. Kelincahan adalah keterampilan seseorang mengubah arah dan posisi tubuh dengan cepat dan tepat pada waktu bergerak dari titik ke titik lain. Misalnya: bermain menjala ikan, bermain kucing dan tikus, bermain hijau hitam semakin cepat waktu yang ditempuh untuk menyentuh maupun kecepatan untuk menghindar, maka semakin tinggi kelincahanya. Dengan demikian unur-unsur yang diterapkan dalam kegiatan bermain papan titian meliputi: kekuatan, koordinasi dan kesimbangan. Unsur-unsur tersebut dibutuhkan anak pada saat melakukan aktivitas berjalan di atas papan titian.
B. Kajian tentang Pengembangan Motorik Kasar pada Anak TK 1. Pengertian Perkembangan Motorik Kasar Perkembangan motorik pada setiap anak mengalami perbedaan, ada anak yang mengalami perkembangan motoriknya sangat baik seperti yang dialami para atlet, tetapi ada anak yang mengalami keterbatasan. Selain itu juga dipengaruhi adanya jenis kelamin. Pengembangan motorik anak pra sekolah yang adalah bahwa suatu perubahan, baik fisik maupun psikis, sesuai dengan masa pertumbuhannya, keberadaan perkembangan motorik anak juga
13
dipengaruhi hal lain di antaranya asupan gizi, status kesehatan dan perlakuan motorik sesuai dengan masa perkembangan (Depdiknas, 2008: 6). Kegiatan dalam pengembangan fisik motorik lebih membuat anak enjoy karena lebih banyak kegiatan bermainnya. Seperti halnya pendapat David Elkind (Soemiarti Padmonodewo, 2003: 15) menyatakan bahwa anak-anak membutuhkan dukungan yang kuat untuk bermain dan kegiatan yang dipilih sendiri dengan tujuan untuk bertahan dalam stres yang ada sekarang dalam lingkungan anak. Bambang Sujiono (2007: 11) berpandapat bahwa gerakan motorik kasar adalah kemampuan yang membutuhkan koordinasi sebagian besar bagian tubuh anak. Gerakan motorik kasar melibatkan aktivitas otot-otot besar seperti otot tangan, otot kaki dan seluruh tubuh anak. Perkembangan motorik kasar anak lebih dulu dari pada motorik halus, misalnya anak akan lebih dulu memegang benda-benda yang ukuran besar daripada ukuran yang kecil. Karena anak belum mampu mengontrol gerakan jari-jari tangannya untuk kemampuan motorik halusnya, seperti meronce, menggunting dan lain-lain. Endang Rini Sukamti (2007: 72) menyatakan bahwa aktivitas yang menggunakan otot-otot besar di antaranya gerakan keterampilan non lokomotor, gerakan lokomotor, dan gerakan manipulatif. Gerakan non lokomotor adalah aktivitas gerak tanpa memindahkan tubuh ke tempat lain. Contoh, mendorong, melipat, menarik dan membungkuk. Gerakan lokomotor adalah aktivitas gerak yang memindahkan tubuh satu ke tempat lain. Contohnya, berlari, melompat, jalan dan sebagainya. Sedangkan gerakan yang manipulatif adalah aktivitas gerak manipulasi benda. Contohnya, melempar, menggiring, menangkap, dan menendang.
14
Pengembangan motorik anak memerlukan koordinasi antara otot-otot untuk keterampilan gerakannya, misalnya meloncat dalam ketinggian + 20 cm perlu kekuatan dan konsentrasi yang baik. Gerakan motorik kasar membutuhkan aktivitas otot tangan, kaki dan seluruh tubuh anak. Ada beberapa kegiatan yang dapat mengembangkan gerakan motorik anak. Misalnya aktivitas berjalan di atas papan tititan, melompat tali, senam, renang dan sebagainya. Hal tersebut selain dapat membuat senang anak juga dapat melatih anak untuk percaya diri. Bredekamp dan Copple (Tadkiroatun Musfiroh, 2008: 71) berpendapat bahwa anak usia 4 tahun sudah dapat melakukan aktivitas sebagai berikut: a. Berjalan dengan menggunakan tumit kaki, berjinjit, melompat tidak beraturan, dan berlari dengan baik. b. Berlari degan satu kaki selama 5 detik atau lebih, menguasai keseimbangan dengan berdiri di atas balok 4 inci, tetapi mengalami kesulitan meniti balok selebar 5 cm tanpa melihat kakinya. c. Menuruni tangga dengan kaki bergantian, dapat memperkirakan tempat kaki berpijak. d. Melompat dengan aturan tempo yang memadai dan mampu memainkan permainan-permainan yang membutuhkan reaksi cepat. e. Mulai mengkoordinasikan gerakan-gerakan pada saat memanjat atau berguling pada trampolin kecil (kain layar yang direntangkan untuk menampung akrobat). f. Menunjukkan kesadaran untuk menilai batas tingkah laku yang berbahaya dengan lebih baik, tetapi masih membutuhkan pengawasan dijalan atau perlindungan diri pada aktivitas yang penting. g. Menunjukkan peningkatan daya tahan dalam periode yang lebih lama, kadang-kadang terlalu bersemangat dan kehilangan kontrol diri dalam kegiatan kelompok. Gerakan motorik anak dapat berkembang dengan baik bila mendapat kesempatan untuk melakukan dengan leluasa untuk mencoba dan dapat bantuan serta peralatan yang dibutuhkan serta bimbingan dari orang dewasa atau pendidik baik secara formal maupun informal. Demikian halnya dengan
15
keterampilan motorik kasar anak kelompok B TK Piri Nitikan Yogyakarta, untuk pengembangan motorik kasar dilakukan dengan permainan dengan alat yaitu papan titian.
2. Tujuan Pengembangan Motorik Kasar pada Anak TK Pengembangan motorik kasar di TK bertujuan untuk memperkenalkan dan melatih gerakan kasar, meningkatkan kemampuan mengelola, mengontrol gerakan tubuh dan koordinasi, serta meningkatkan keterampilan tubuh dan cara hidup sehat, sehingga dapat menunjang pertumbuhan jasmani yang sehat, kuat dan terampil. Sesuai dengan tujuan pengembangan jasmani tersebut, anak didik dilatih gerakan-gerakan dasar yang akan membantu perkembangan motoriknya kelak (Depdiknas, 2008: 2). Pengembangan kemampuan dasar anak dilihat dari kemampuan motoriknya, sehingga guru-guru TK perlu membantu mengembangkan keterampilan motorik anak dalam hal memperkenalkan dan melatih gerakan motorik kasar anak, meningkatkan kemampuan mengelola, mengontrol gerakan tubuh dan koordinasi, serta meningkatkan keterampilan tubuh dan cara hidup sehat sehingga dapat menunjang pertumbuhan jasmani yang kuat, sehat
dan terampil.
Kompetensi anak TK yang diharapkan dapat
dikembangkan guru saat anak memasuki lembaga pra sekolah/TK adalah anak mampu melakukan aktivitas motorik secara terkoordinasi dalam rangka kelenturan dan kesiapan untuk menulis, keseimbangan, dan melatih keberanian (Siti Aisyah, 2008: 43).
16
3. Fungsi Pengembangan Motorik Kasar pada Anak TK Fungsi pengembangan motorik kasar pada anak TK (Depdiknas, 2008: 2), sebagai berikut: a. Melatih kelenturan dan koordinasi otot jari dan tangan. b. Memacu pertumbuhan dan pengembangan fisik/motorik, rohani dan kesehatan anak. c. Membentuk, membangun, dan memperkuat tubuh anak. d. Melatih keterampilan/ketangkasan gerak dan berpikir anak. e. Meningkatkan perkembangan emosional anak. f. Meningkatkan perkembangan sosial anak. g. Menumbuhkan perasaan menyenangi dan memahami manfaat kesehatan pribadi.
4. Metode Pengembangan Motorik Kasar Anak TK Metode merupakan cara untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Untuk mengembangkan motorik anak guru dapat menerapkan metode-metode yang akan menjamin anak tidak mengalami cidera dan menyesuaikannya dengan karakteristik anak TK. Hal-hal yang perlu dilakukan guru dalam pemilihan metode untuk meningkatkan motorik anak TK adalah menciptakan lingkungan yang aman dan kegiatan yang menantang, menyediakan tempat, bahan dan alat yang dipergunakan dalam keadaan baik, serta membimbing anak mengikuti kegiatan tanpa menimbulkan rasa takut dan cemas dalam menggunakannya. Untuk memilih metode pembelajaran yang sesuai tujuan pengembangan motorik anak. Selain itu, metode yang akan dipilih harus
17
memungkinkan anak bergerak dan bermain lebih leluasa, karena gerak adalah unsur utama pengembangan motorik anak. Metode bermain adalah metode pembelajaran anak usia prasekolah di mana anak-anak diajak untuk melakukan kegiatan bersama yang berupa: kegiatan yang menggunakan alat dan atau melakukan kegiatan (permainan) baik secara sendiri maupun bersama teman-temannya, yang mendatangkan kegembiraan, rasa senang dan asyik bagi anak. Dalam penelitian ini, menggunakan metode bermain papan titian dalam upaya mengembangkan kemampuan motorik anak kelompok B TK Piri Nitikan Yogyakarta.
5. Karakteristik Perkembangan Motorik Anak Usia 5-6 Tahun (TK B) Dalam pemilihan metode untuk mengembangkan keterampilan motorik anak, guru perlu menyesuaikannya dengan karakteristik anak TK yang selalu bergerak, susah untuk diam, mempunyai rasa ingin tahu yang kuat, senang bereksperimen dan menguji, mampu mengekspresikan diri secara kreatif, mempunyai imajinasi dan senang berbicara (Bambang Sujiono, 2005: 14). Menurut Bredekamp dan Copple (Bambang Sujiono, 2005: 15-16) anak usia 5-6 tahun sudah dapat melakukan aktivitas berikut ini: a. Berjalan dengan menggunakan tumit kaki, berjinjit, melompat tak beraturan, dan berlari dengan baik. b. Berdiri dengan satu kaki selama 5 detik atau lebih, menguasai keseimbangan, berdiri diatas balok 4 inci (10,16 cm), tetapi mengalami kesulitan meniti balok selebar 5 cm tanpa melihat kaki. c. Menuruni tangga dengan kaki bergantian, dapat memperkirakan tempat berpijak kaki. d. Dapat melompat dengan aturan tempo yang memadai dan mampu memainkan permainan-permainan yang membutuhkan reaksi cepat
18
e. Mulai mengkoordinasi gerakan-gerakannya pada saat memanjat atau berguling pada trampolin kecil (kain layar yang direntang untuk menampung akrobat). f. Menunjukkan peningkatan daya tahan dalam periode yang lebih lama, kadang-kadang terlalu bersemangat dan kehilangan control diri dalam kegiatan kelompok. Perkembangan anak usia 5-6 tahun sangatlah pesat. Pada usia ini, anak mulai mengembangkan keterampilan-keterampilan baru dan memperbaiki keterampilan yang sudah dimilikinya. Perkembangan ini juga ditunjukkan oleh keseimbangan yang baik dalam meniti balok titian/papan titian, melompati berbagai objek, meloncat dengan baik, melompati tali, melompat dan turun melewati beberapa anak tangga, memanjat, koordinasi gerakan berenang, dan bahkan mengendarai sepeda roda dua.
C. Kajian tentang Bermain 1. Pengertian Bermain Hurlock (Tadkiroaton Musfiroh, 2008: 1) menyatakan bahwa bermain adalah kegiatan yang dilakukan atas dasar suatu kesenangan dan tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Kegiatan tersebut dilakukan secara suka rela, tanpa paksaan atau tekanan dari pihak luar. Bermain sangat penting bagi anak, penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Para ahli sepakat, anakanak harus bermain agar anak dapat mencapai perkembangan yang optimal. Tanpa bermain, anak akan bermasalah dikemudian hari. Herbert Spencer (Catron, C.E. & Allen, J, 1999: 23) menyatakan bahwa anak bermain karena
19
anak mempunyai energi berlebihan. Energi ini mendorong mereka untuk melakukan aktivitas, sehingga anak terbebas dari perasaan tertekan. Terdapat lima pengertian bermain (Moeslichatoen, R., 2004: 33), antara lain: a. Bermain adalah sesuatu yang menyenangkan dan memiliki nilai positif bagi anak. b. Brmain tidak memiliki tujuan ekstrinsik namun motivasinya lebih bersifat instrinsik. c. Bersifat spontan dan sukarela tidak ada unsur keterpaksaan dan bebas dipilih oleh anak. d. Melibatkan peran aktif keikutsertaan anak. e. Memiliki hubungan sistematik yang khusus dengan sesuatu yang bukan bermain, seperti misalnya: kreativitas, pemecahan masalah, belajar bahasa, perkembangan sosial dan sebagainya. Pengertian ini menggambarkan apabila bermain menyenangkan anak akan terus melakukannya, namun bila sudah tidak menyenangkan anakpun akan langsung menghentikan permainan tersebut. Dalam hal ini terkandung interaksi antara anak dengan lingkungannya. Interaksi ini dapat dirangsang, dipertahankan atau dihentikan oleh faktor-faktor yang ada dalam hubungan antara anak dengan lingkungannya itu. Herbert Spencer (Catron, C.E. & Allen, J, 1999: 21) menyatakan bahwa bermain terjadi karena adanya energi yang berlebihan (surplus energi) dan hanya berlaku pada binatang serta manusia yang mempunyai tingkat evolusi yang lebih tinggi. Frobel (Soemiarti Padmonodewo, 2003: 102) menganggap bermain sangat penting dalam belajar. Anak menyadari bahwa kegiatan bermain yang dinikmati anak dan mainan yang paling disukai anak dapat digunakan untuk menarik perhatian juga mengembangkan kapasitas serta pengetahuan anak. Bermain dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan
20
yang dilakukan anak dengan spontan dan perasaan gembira, tidak memiliki tujuan ekstrinsik, melibatkan peran aktif anak, memiliki hubungan sistematik dengan hal-hal di luar bermain (seperti perkembangan kreativitas sebagai kemampuan kognitif) dan merupakan interaksi antara anak dengan lingkungannya serta memungkinkan anak melakukan adaptasi dengan lingkungannya itu. Spodek (Soemiarti Padmonodewo, 2003: 102) menjelaskan bahwa bermain merupakan suatu fenomena yang sangat menarik perhatian para pendidik, psikolog ahli filsafat dan banyak orang lagi sejak beberapa dekade yang lalu. Anak tertantang untuk lebih memahami arti bermain dikaitkan dengan tingkah laku manusia. Bermain benar-benar merupakan pengertian yang sulit dipahami karena muncul dalam beraneka ragam bentuk. Bermain itu sendiri bukan hanya tampak pada tingkah laku anak, tetapi pada usia dewasa bahkan bukan hanya pada manusia. Kemampuan mengontrol dan mengatur tubuh seperti menunjukkan kesadaran tubuh, kesadaran ruang, kesadaran ritmik, keseimbangan, kemampuan untuk mengambil start, kemampuan menghentikan gerak, dan mengubah arah (Catron, C.E. & Allen, J, 1999: 22). Anak yang memiliki kecerdasan gerak-kinestetik memiliki koordinasi tubuh yang baik. Gerakangerakan anak terlihat seimbang, luwes dan cekatan. Anak cepat menguasai tugas-tugas motorik halus seperti menggunting, melipat, menjahit, menempel, merajut, menyambung, mengecat clan menulis. Secara artistik anak memiliki
21
kemampuan menari dan menggerakkan tubuh mereka dengan luwes dan lentur. Rangsangan
terhadap
kecerdasan
gerak-kinestetik
membantu
perkembangan dan pertumbuhan anak. Sesuai dengan sifat anak, yakni suka bergerak, proses belajar hendaklah memperhatikan kecenderungan ini. Anakanak dengan kecenderungan kecerdasan ini belajar dengan menyentuh, memanipulasi dan bergerak. Menurut Gardner (Bambang Sujiono, 2005: 33) kecerdasan gerak-kinestetik mempunyai lokasi di otak serebelum (otak kecil) bangsal ganglia (otak keseimbangan) dan motor korteks. Kecerdasan ini memiliki ujud relatif bervariasi, bergantung pada komponen-komponen kekuatan dan fleksibilitas serta dominan seperti lari dan olahraga.
2. Manfaat Bermain bagi Anak Titik Setyawahyuni (2007: 17-18) menyatakan bahwa bermain memiliki manfaat-manfaat sebagai berikut: (a) manfaat fisik, (b) manfaat terapi, (c) manfaat kreatif, (d) pembentukan konsep diri, (e) manfaat sosial, dan (f) manfaat moral. a. Manfaat Fisik: Bermain aktif seperti berlari, melompat, melempar, memanjat, meniti papan titian dan sebagainya membantu anak mematangkan otot-otot dan melatih keterampilan anggota tubuhnya. b. Manfaat Terapi: Bermain memiliki nilai terapi. Dalam kehidupan sehari-hari anak butuh penyaluran bagi ketegangan sebagai akibat dari batasan lingkungan. Dalam hal ini bermain membantu anak mengekspresikan, perasaanperasaannya dan mengeluarkan energi yang tersimpan sesuai dengan tuntutan sosialnya. c. Manfaat Kreatif: Bermain memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan kreativitasnya. Anak dapat bereksperimen dengan gagasan-gagasan barunya baik dengan menggunakan alas
22
bermain maupun tidak. Sekali anak merasa mampu menciptakan sesuatu yang baru dan unik anak akan melakukannya kembali dalam situasi lain. d. Pembentukan Konsep Diri: Melalui bermain anak belajar mengenali dirinya dan hubungannya dengan orang lain. Anak menjadi tabu apa saja kemampuannya dan bagaimana perbandingannya dengan kemampuan anak-anak lain. Hal ini memungkinkan anak membentuk konsep diri yang lebih jelas dan realistik. e. Manfaat Sosial: Bermain dengan teman-teman sebaya membuat anak belajar membangun suatu hubungan sosial dengan anak-anak lain yang belum dikenalnya dan mengatasi berbagai persoalan yang ditimbulkan oleh hubungan tersebut. f. Manfaat Moral: Bermain memberikan sumbangan yang sangat penting bagi upaya memperkenalkan moral kepada anak. Di rumah maupun di sekolah anak belajar mengenai norma-norma kelompok, mana yang benar dan mana yang salah, bagaimana bersikap adil, jujur dan sebagainya. Bermain
tidak
sekedar
bermain-main,
bermain
memberikan
kesempatan pada anak untuk mengembangkan kemampuan emosional, fisik, sosial dan nalar mereka. Melalui interaksinya dengan permainan, seorang anak belajar meningkatkan toleransi anak terhadap kondisi yang secara potensial dapat menimbulkan frustrasi. Kegagalan membuat rangkaian sejumlah objek atau mengkonstruksi suatu bentuk tertentu dapat menyebabkan anak mengalami frustrasi. Dengan mendampingi anak pada saat bermain, pendidik dapat melatih anak untuk belajar bersabar, mengendalikan diri dan tidak cepat putus asa dalam mengkonstruksi sesuatu. Bimbingan yang baik bagi anak mengarahkan anak untuk dapat mengendalikan dirinya kelak di kemudian hari untuk tidak cepat frustrasi dalam menghadapi permasalahan kelak di kemudian hari (Titik Setyawahyuni, 2007: 18).
23
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditegaskan bahwa melalui bermain, anak juga berkesempatan untuk mengembangkan kemampuan nalarnya, karena melalui permainan serta alat-alat permainan anak-anak belajar mengerti dan memahami suatu gejala tertentu. Kegiatan ini sendiri merupakan suatu proses dinamis di mana seorang anak memperoleh informasi dan pengetahuan yang kelak dijadikan landasan dasar pengetahuannya dalam proses belajar berikutnya di kemudian hari. Konsep bermain dalam penelitian ini, adalah bermain papan titian.
D. Kajian tentang Bermain Papan Titian pada Anak TK 1. Pengertian Papan Titian Papan titian adalah permainan untuk melatih keseimbangan anak, terbuat dari kayu ringan dan kuat, sehingga dapat dipindah pindahkan di area sekolah. Papan titian dibuat dengan ukuran 15 x 120 x 20 cm dan dapat dicat dengan berbagai macam warna yang menarik. Papan titian berguna untuk menstimulasi sistem vestibular anak (Mainan Kayu, 2011). Menurut Ika PH (2010) bermain papan titian termasuk dalam kegiatan bermain aktif. Kegiatan bermain aktif merupakan kegiatan yang memberikan kesenangan dan kepuasan pada anak melalui aktivitas yang mereka lakukan sendiri, biasanya melibatkan banyak aktivitas tubuh/gerakan tubuh. Model atau bentuk papan titian disajikan melalui gambar di bawah ini :
24
Gambar 1. Model Papan Titian
2. Tujuan Bermain Papan Titian pada Anak TK Pengembangan dan pembinaan keterampilan motorik sangat diperlukan karena merupakan perkembangan unsur kematangan dan pengendalian gerak tubuh yang sangat diperlukan bagi kehidupan anak. Rendahnya keseimbangan kemampuan fisik motorik anak berjalan pada suatu papan titian membuat anak menjadi ragu dalam bermain, berlari, memanjat, bergelantung maupun yang dibutuhkan saat bersosialisasi dengan teman sepermainannya. Kegiatan berjalan di atas papan titian ini bertujuan untuk melatih keseimbangan, keberanian serta menumbuhkan rasa percaya diri. Berjalan pada papan titian bagi anak TK (Yani Mulyani dan Juliska Gracinia, 2007: 2) bertujuan untuk: a. Melatih kekuatan otot kaki. b. Melatih keseimbangan tubuh. c. Melatih menggerakkan badan dan kaki untuk kekuatan otot dan koordinasi. d. Melatih keberanian dan percaya diri.
25
3. Mengembangkan Gerak Keberanian, Keseimbangan dan Partisipasi Anak dengan Bermain Papan Titian Mengembangkan gerak keberanian, keseimbangan dan partisipasi anak dengan papan titian (Mohammad Muhyi Faruq, 2007: 72-76), antara lain: (a) melangkah di atas papan titian dengan langkah pendek, (b) melangkah di atas papan titian dengan langkah panjang, dan (c) melangkah di atas papan titian dengan langkah menyamping. a. Melangkah di Atas Papan Titian dengan Langkah Pendek Menyediakan sebuah papan titian yang aman untuk anak. Panjang titian tidak lebih dari 10 meter. Anak diminta untuk berjalan di atas papan titian dengan perlahan dan langkah-langkah kecil/pendek. Sewaktu-waktu anak boleh turun dan naik kembali untuk melanjutkan langkahnya sampai diujung papan titian. Setiap anak dapat mencoba beberapa kali dengan harapan anak menemukan titik keseimbangan yang sebenarnya, bersepatu atau tidak bersepatu. Anak-anak harus berjalan di atas papan titian satu persatu, tidak bersamaan dengan anak lain. b. Melangkah di Atas Papan Titian dengan Langkah Panjang Pada tahap ini saat melangkah di atas papan titian, anak-anak tidak boleh jatuh atau turun. Langkah kaki harus normal, agak panjang, dan kedua tangan bisa digunakan sebagai penyeimbang dengan cara merentangkannya. Jika anak jatuh atau turun sebelum sampai diujung papan titian, anak harus mengulanginya kembali. Anak-anak tidak hanya menggunakan aktivitas ini untuk bermainmain saja, anak juga harus merasakan bagaimana agar bisa menemukan keseimbagan badannya yang sebenarnya. c. Melangkah di Atas Papan Titian dengan Langkah Menyamping Anak melangkah di atas papan titian dengan berjalan menyamping. Hal ini dapat dilakukan secara perorangan atau berpasangan. Jika berpasangan, mereka harus saling berpegangan tangan, berjalan menyamping bersama, dan tidak ada yang boleh jatuh. Anak-anak harus berjalan menyamping secara perlahanlahan.
26
E. Kajian tentang Taman Kanak-kanak (TK) 1. Pengertian Taman Kanak-kanak Pendidikan Taman Kanak-kanak merupakan bagian dari pendidikan anak usia dini. Oleh sebab itu konsepsinya tidak berbeda, yakni sebagaimana didefinisikan dalam UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (Depdiknas, 2003: 2). Menurut Harun Rasyid (2008: 56) fokus pendidikan Taman Kanakkanak (TK) diselenggarakan secara formal, yaitu pendidikan TK dengan kisaran usia antara 4 sampai dengan 6 tahun. Menurut Mansur (2007: 90) TK adalah suatu upaya pendidikan atau pembinaan yang ditujukan kepada anak usia 4-6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani, agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Kisaran usia TK yang diselenggarakan di Indonesia dikelompokkan ke dalam kelompok A usia 4-5 tahun dan kelompok B usia 5-6 tahun). Lebih lanjut Mansur (2007: 91) menyatakan bahwa anak usia 0-8 tahun merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang paling penting untuk mengoptimalkan semua potensi anak yang terdiri dari kemampuan fisik maupun non fisik.
27
Berdasarkan definisi ini pendidikan TK didefinisikan sebagai suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak usia 4 sampai 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
2. Fungsi Taman Kanak-kanak (TK) Taman Kanak-kanak (TK) yang diselenggarakan di Indonesia berfungsi untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak. Memfasilitasi itu dilakukan melalui penyediaan pengalaman aktifitas bermain yang
bersifat mengembangkan secara terpadu dan
menyeluruh. Potensi multiple intelegence-nya agar anak tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal. Selain itu fungsi dari TK adalah membina, menumbuhkan, dan mengembangkan seluruh potensi anak usia dini secara optimal sehingga terbentuk perilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tahap perkembangan agar memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan selanjutnya. Di sini fungsi TK mempersiapkan layanan pendidikan bagi anak usia dini secara terencana untuk mengoptimalkan seluruh potensi yang dimiliki oleh masing-masing anak (Depdiknas, 2008: 1-2). Harun Rasyid (2008: 56-59) menyatakan bahwa fungsi dari TK adalah suatu aktivitas yang dilakukan secara bersungguh-sungguh, dalam rangka mendukung dan memperlancar tumbuh kembang anak secara optimal. Aktivitas
yang
dilakukan
itu
berupa
penyediaan
pengalaman
dan
28
perangsangan yang kaya dan bersifat mengembangkan. Dengan ikhtiar tersebut diharapkan tercipta suatu lingkungan
bermain dan belajar yang
menyenangkan, ramah, penuh kasih sayang, rileks, bebas bergerak dan gembira ria, tidak terkait berbagai aturan. Pendidikan TK adalah lingkungan kedua yang berfungsi juga sebagai tempat pendidikan di luar keluarga dan masyarakat (dengan orang luar). Di sini anak akan bergaul dengan orang lain sehingga baik secara langsung atau tidak langsung akan saling mempengaruhi pembentukan
perilaku anak.
Pendidikan di TK dikatakan sebagai lingkungan sekolah formal, yang telah terstruktur dan mempunyai program yang baku.
3. Tujuan Taman Kanak-kanak (TK) Pendidikan TK bertujuan untuk membantu mengembangkan seluruh potensi dan kemampuan fisik intelektual, emosional, moral, agama secara optimal dalam lingkungan pendidik yang kondusif dan kompetitif serta memberikan bekal kepada anak agar menjadi dewasa dan berkembang potensinya.
Dalam konteks pendidikan anak
usia dini,
pendidikan
mengandung makna sebagai ikhtiar menstimulasi anak secara konsisten, untuk menumbuhkan potensi-potensi yang dimiliki mereka (Harun Rasyid, 2008: 50). Seperti dinyatakan Oberlender (Harun Rasyid, 2008: 50) bahwa tujuan pendidikan anak usia dini ialah menstimulasi, membuat nyaman, pembiasaan yang konsisten dalam proses pelaksanaannya. Menstimulasi yang dimaksud ialah usaha orang dewasa mendorong anak untuk melakukan latihan-latihan
29
dasar secara berulang-ulang dan terus menerus sehingga akan menjadi terbiasa. Tujuan dari TK untuk mengembangkan seluruh potensi anak (the whole child), agar kelak dapat berfungsi sebagai manusia yang utuh sesuai falsafah suatu bangsa. Anak dapat dipandang sebagai individu yang baru mulai mengenal dunia. Anak juga perlu dibimbing agar memahami berbagai fenomena alam dan dapat melakukan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup di masyarakat. Interaksi anak dengan benda dan dengan
orang
lain
diperlukan
untuk
belajar
agar
mengembangkan kepribadian, watak, dan akhlak yang
anak
mampu
mulia. Usia dini
merupakan saat yang amat berharga untuk menanamkan nilai-nilai nasionalisme, kebangsaan, agama, etika, moral, dan sosial yang berguna untuk kehidupannya dan strategis bagi pengembangan suatu bangsa (Slamet Suyanto, 2003: 3-4). Pendidikan TK (Depdiknas, 2008: 3-4) bertujuan agar anak-anak: a. Mampu mengelola gerakan dan keterampilan tubuh, termasuk gerakan-gerakan yang mengontrol gerakan tubuh, gerakan halus, dan gerakan kasar. b. Memperoleh pengetahuan tentang pemeliharaan tubuh, kesehatan, dan kebugaran tubuh. c. Mampu berpikir secara kritis, memberi alasan, memecahkan masalah dan menemukan hubungan sebab akibat. d. Mampu memanfaatkan indera penglihatan dan dapat memvisualisasikan sesuatu obyek, termasuk mampu menciptakan imajinasi mental internal dan gambar-gambar. e. Mampu mengembangkan konsep diri dan sikap positif terhadap belajar, kontrol diri, dan rasa memiliki. f. Mampu mengembangkan keinginan tentang dunia, kepercayaan diri sebagai anak didik, kreatif, dan inisiatif pribadi. g. Mampu memahami keadaan diri manusia secara internal, refleksi diri, menyadari adanya kenyataan spiritual, moral, dan kepercayaan agama.
30
h. Mampu mengenal dan memahami, serta mengekspresikan flora fauna dan lingkungan alam sebagai kebesaran ciptaan Tuhan. i. Mampu mengenal peranan masyarakat. Kehidupan sosial dan aspek terhadap keragaman sosial dan budaya. j. Mampu menggunakan bahasa untuk berkomunikasi secara efektif yang bermanfaat untuk belajar dan berpikir. k. Mampu menghargai nilai-niai moral dan agama. l. Mampu mengenal pola-pola bunyi dalam suatu lingkungan yang bermakna, memiliki sensitivitas terhadap irama, serta mengapresiasi seni, kemanusiaan dan ilmu pengetahuan.
4. Karakteristik Anak Taman Kanak-kanak Sutadi (2003: 1) menyatakan bahwa karakteristik anak TK adalah usia prasekolah berkisar antara empat sampai enam tahun. Dari segi umur, anak TK memang sama, namun setiap anak mempunyai karakteristik sendiri. Setiap anak bersifat unik, keunikan ini dapat terjadi baik dalam segi fisik maupun psikis. Dari segi fisik misalnya, dapat terlihat perbedaan postur tubuh, warna kulit, bentuk wajah. Dari segi psikis dapat pula terjadi perbedan dalam berbagi kemampuan dan baik potensial maupun aktual yang sudah terwujud. Misalnya ada yang
secara potensial mempunyai bakat bahasa,
tetapi kurang dalam teknik. Anak lain mungkin berbakat dalam teknik tetapi kurang dalam
bahasa. Demikian juga dalam segi yang lain seperti
kecerdasan, minat, motif atau kebutuhan. Tiap-tiap anak mempunyai kondisi yang masing-masing berbeda. Dengan demikian dapat dipahami bahwa anakanak TK itu mempunyai perbedaan secara individual. Perbedaan ini penting diperhatikan oleh guru taman kanak-kanak agar lebih hati-hati memberikan perlakuan terhadap anak didiknya.
31
Soegeng Santoso (2002: 53) menyatakan bahwa dalam pembelajaran di TK, sangat disesuaikan dengan prinsip-prinsip pembelajaran dan juga sangat disesuaikan dengan karakteristik anak TK. Anak TK di antaranya suka meniru, ingin mencoba, spontan jujur, riang, suka bermain, banyak bergerak suka meniru julukan akunya, unik, ingin tahu atau suka bertanya. Anak yang suka bertanya berarti menunjukkan dalam diri anak terjadi proses berpikir. Proses berpikir anak adalah konkrit harus berdasarkan fakta anak belum dapat berpikir abstrak. Lebih lanjut Soegeng Santoso (2002: 70) menyatakan bahwa dalam pembelajaran di TK diperlukan alat peraga, misal: poster, gambar benda-benda sebenarnya. Dalam garis besar program kegiatan belajar TK dijelaskan bahwa tujuan program kegiatan belajar anak TK adalah untuk membantu meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan dan daya cipta yang diperlukan oleh anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya. Anak usia dini pertumbuhannya telah ditandai oleh berbagai karakteristik seperti jasmani (Slamet Suyanto, 2003: 54) terdiri (a) jasmani atau fisik, (b) motorik kasar, (c) motorik halus, (d) kognisi, (e) moral, (f) sosial, dan (f) emosi. a. Jasmani atau fisik, dari segi jasmani anak taman kanak-kanak mengalami pertumbuhan badan, otot kasar (gross muscle) dengan otot halus (fine muscle) yang selanjutnya disebut motorik kasar dan motorik halus. b. Motorik kasar (gross motor skill), yaitu otot kasar yang disusun oleh otot lurik otot ini berfungsi melakukan gerakan dasar tubuh yang
32
c.
d.
e.
f.
g.
terkoordinasi oleh otak, seperti berjalan, berlari, melompat, menendang, melempar, memukul, mendorong dan menarik, gerakan itu disebut gerakan dasar. Motor halus (fine motor skill), yaitu perkembangan otot halus dan fungsinya. Otot ini berfungsi untuk melakukan gerakan-gerakan bagian tubuh yang lebih spesifik seperti menulis, melipat, merangkai, mengancing baju, menali sepatu dan menggunting. Kognisi, pada tahap pra-operasional (2-7 tahun) ditandai dengan anak mulai menggunakan kata-kata untuk menunjuk benda. Kognitif yaitu kemampuan anak dalam menghubungkan beberapa konsep yang dialami atau dilaluinya lewat penginderaan sehingga memunculkan ide maupun kesimpulan melalui proses berpikir. Moral atau perilaku anak cenderung meniru atau mencontoh perilaku, baik secara terus menerus oleh orang dewasa agar anak mau meniru melalui pembiasaan-pembiasaan yang baik. Sosial, yaitu anak dapat menghargai dirinya sendiri dan memiliki harga diri dan self-image yang baik, sehingga diharapkan anak mampu bekerja sama atau bersosialisai dengan anak lain. Selain itu lawan bermain akan melahirkan individu yang tangguh yaitu kemampuan berbuat jujur, adil, bertanggung jawab, empati, suka menolong, gemar membantu orang lain, suka berkerjasama, pandai berkomunikasi dan mudah bergaul. Emosi adalah letupan perasaan yang muncul dari dalam diri anak. Emosi anak taman kanak-kanak didisain lewat bermain. Emosi anak biasanya malu, takut, agresif, ingin tahu dan rasa bahagia. Biarlah mereka berekspresi dan bereksplorasi terhadap lingkungannya untuk menjadi serba bisa.
5. Prinsip-prinsip Pembelajaran di Taman Kanak-kanak Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan kegiatan atau pembelajaran di TK (Depdiknas, 2004: 8-9), meliputi: (a) berorientasi pada perkembangan anak, (b) berorientasi pada kebutuhan anak, (c) bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain, (d) stimulasi terpadu, (e) lingkungan kondusif, (f) menggunakan pendekatan tematik, (g) aktif, kreatif, inovatif, efektif, dan menyenangkan, (h) menggunakan berbagai media dan
33
sumber belajar, (i) mengembangkan kecakapan hidup, (j) pemanfaatan teknologi, dan (k) pembelajaran bersifat demokratis. a. Berorientasi pada Perkembangan Anak Dalam melakukan kegiatan, pendidik perlu memberikan kegiatan yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak. Anak merupakan individu yang unik, maka perlu memperhatikan perbedaan secara individual. Dengan demikian dalam kegiatan yang disiapkan perlu memperhatikan cara belajar anak yang dimulai dari cara sederhana ke rumit, konkrit ke abstrak, gerakan ke verbal, dan dari ke-aku-an ke rasa sosial. b. Berorientasi pada Kebutuhan Anak Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak. Anak pada usia dini sedang membutuhkan proses belajar untuk mengoptimalkan semua aspek perkembangannya. Dengan demikian berbagai jenis kegiatan pembelajaran hendaknya dilakukan berdasarkan pada perkembangan dan kebutuhan masing-masing anak. c. Bermain sambil Belajar atau Belajar seraya Bermain Bermain merupakan pendekatan dalam melaksanakan pembelajaran di TK. Kegiatan pembelajaran yang disiapkan oleh pendidik hendaknya dilakukan dalam situasi yang menyenangkan dengan menggunakan strategi, metode, materi/bahan, dan media yang menarik serta mudah diikuti oleh anak. Melalui bermain anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan dan memanfaatkan objekobjek yang dekat dengan anak, sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi anak. Ketika bermain anak membangun pengertian yang berkaitan dengan pengalamannya. d. Stimulasi Terpadu Perkembangan anak bersifat sistematis, progresif dan berkesinambungan. Hal ini berarti kemajuan perkembangan satu aspek akan mempengaruhi aspek perkembangan lainnya. Karakteristik anak memandang segala sesuatu sebagai suatu keseluruhan, bukan bagian demi bagian. Stimulasi harus diberikan secara terpadu sehingga seluruh aspek perkembangan dapat berkembang secara berkelanjutan, dengan memperhatikan kematangan dan konteks sosial, dan budaya setempat. e. Lingkungan Kondusif Lingkungan pembelajaran harus diciptakan sedemikian menarik dan menyenangkan serta demokratis sehingga anak selalu betah dalam lingkungan sekolah baik di dalam maupun di luar ruangan. Lingkungan fisik hendaknya memperhatikan keamanan dan kenyamanan anak dalam bermain. Penataan ruang belajar harus disesuaikan dengan ruang gerak anak dalam bermain
34
f.
g.
h.
i.
j.
k.
sehingga anak dapat berinteraksi dengan mudah baik dengan pendidik maupun dengan temannya. Menggunakan Pendekatan Tematik Kegiatan pembelajaran dirancang dengan menggunakan pendekatan tematik. Tema sebagai wadah mengenalkan berbagai konsep untuk mengenal dirinya dan lingkungan sekitarnya. Tema dipilih dan dikembangkan dari hal-hal yang paling dekat dengan anak, sederhana, serta menarik minat. Aktif, Kreatif, Inovatif, Efektif, dan Menyenangkan Proses pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif, efektif, dan menyenangkan dapat dilakukan oleh anak yang disiapkan oleh pendidik melalui kegiatan-kegiatan yang menarik, menyenangkan untuk membangkitkan rasa ingin tahu anak, memotivasi anak untuk berpikir kritis, dan menemukan hal-hal baru. Pengelolaan pembelajaran hendaknya dilakukan secara demokratis, mengingat anak merupakan subjek dalam proses pembelajaran. Menggunakan Berbagai Media dan Sumber Belajar Setiap kegiatan untuk menstimulasi perkembangan potensi anak, perlu memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar, antara lain lingkungan alam sekitar atau bahan-bahan yang sengaja disiapkan oleh pendidik. Penggunaan berbagai media dan sumber belajar dimaksudkan agar anak dapat bereksplorasi dengan bendabenda di lingkungan sekitarnya. Mengembangkan Kecakapan Hidup Proses pembelajaran harus diarahkan untuk mengembangkan kecakapan hidup melalui penyiapan lingkungan belajar yang menunjang berkembangnya kemampuan menolong diri sendiri, disiplin dan sosialisasi serta memperoleh keterampilan dasar yang berguna untuk kelangsungan hidupnya. Pemanfaatan Teknologi Informasi Pelaksanaan stimulasi pada anak usia dini jika dimungkinkan dapat memanfaatkan teknologi untuk kelancaran kegiatan, misalnya tape, radio, televisi, komputer. Pemanfaatan teknologi informasi dalam kegiatan pembelajaran dimaksudkan untuk mendorong anak menyenangi belajar. Pembelajaran Bersifat Demokratis Proses pembelajaran di Taman Kanak-kanak memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berpikir, bertindak, berpendapat, serta berekspresi secara bebas dan bertanggung jawab.
35
F. Penelitian yang Relevan Penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini antara lain: 1. Penelitian oleh Tri Sujilah (2011), dengan judul “Upaya Peningkatan Keterampilan Motorik Kasar Anak Kelompok A melalui Permainan Kecil Hijau Hitam dan melempar Bola di TK ABA karanganyar Yogyakarta”. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas, yang dilaksanakan dalam 2 siklus tindakan. Setiap siklus tindakan terdiri dari 2 pertemuan, dengan jumlah subjek penelitian sebanyak 23 anak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bahwa dari 23 anak, untuk kriteria keterlibatan tampak 21 anak (92%) belum tampak 1 anak(4%) tidak tampak 1 anak (4%), unsur mau dan mampu tampak 21 anak (92%) belum tampak 2 anak (8%) semangat tampak 21 anak (92%) belum tampak 2 anak (8%) pada kemampuan koordinasi sudah bisa 14 anak (64%) belum bisa 6 anak (24%) yang tidak bisa 3 anak (12%). Hasil di siklus II pertemuan kedua, dari 23 anak kategori keterlibatan sudah tampak 22 anak (96%) belum tampak 1 anak (4%) mau dan mampu tampak 21 anak (92%) belum tampak 2 anak (8%) semangat tampak 21 anak (92%) belum tampak 1 anak (4%) tidak tampak 1 anak (4%). koordinasi sudah bisa 21 anak (92%) belum bisa 1 anak (4%) tidak bisa 1 anak (4%). 2. Penelitian oleh Sainah (2011), dengan judul ”Upaya Meningkatkan Keterampilan Motorik Kasar melalui Permainan Memantulkan Bola pada Anak Kelompok B1 TK ABA Karanganyar Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas, yang dilaksanakan dalam 2 siklus tindakan. Setiap siklus tindakan terdiri dari 2 pertemuan, dengan jumlah
36
subjek penelitian sebanyak 23 anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa permainan memantulkan bola dapat meningkatkan keterampilan motorik kasar pada anak kelompok B1 TK ABA Karanganyar Yogyakarta. Hasil kegiatan sebelum tindakan, anak yang bisa memantulkan bola dengan posisi di tempat sejumlah 5 anak atau sebesar 21,74%. Siklus I ada 11 anak atau sebesar 47,83% dan siklus II ada 20 anak atau sebesar 84,78%. Memantulkan bola dengan posisi berjalan, sebelum tindakan ada 3 anak atau 13,04%. Pada siklus I ada 10 anak atau sebesar 43,47% dan pada siklus II ada 19 anak atau sebesar 80,44% dari jumlah anak.
G. Kerangka Berpikir Pembelajaran pada anak TK bertujuan untuk membantu meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan dan daya cipta yang diperlukan oleh anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya. Pada usia ini, anak mulai mengembangkan keterampilan-keterampilan baru dan memperbaiki keterampilan yang sudah dimilikinya. Pengembangan dan pembinaan keterampilan motorik sangat diperlukan karena merupakan perkembangan unsur kematangan dan pengendalian gerak tubuh yang sangat diperlukan bagi kehidupan anak. Perkembangan ini juga ditunjukkan oleh keseimbangan yang baik dalam meniti balok titian atau papan titian. Bermain sangat penting bagi anak, penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak-anak harus bermain agar dapat mencapai perkembangan yang optimal. Tanpa bermain, anak akan bermasalah di kemudian hari. Dengan bermain juga akan dapat meningkatkan keterampilan
37
gerak anak-anak, menyalurkan hasrat bergerak dan menciptakan suasana kesenangan dan kegembiraan bagi anak-anak. Perkembangan fisik anak TK merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan dan dikembangkan. Oleh karena itu perlu menerapkan suatu metode pengembangan yang mendukung perkembangan tersebut menjadi optimal. Perkembangan kemampuan motorik kasar anak akan terlihat secara jelas melalui berbagai gerakan dan permainan yang dapat dilakukan. Peningkatan motorik kasar yang baik, cenderung diikuti oleh kemampuan berkembangnya seperti keterampilan sosial, keterampilan kerjasama dan disiplin. Kegiatan berjalan di papan titian bagi anak kelompok B di TK Piri Nitikan Yogyakarta, kenyataannya masih banyak anak yang belum berani dan belum menguasai keseimbangan. Kegiatan pengembangan motorik kasar anak dapat terlaksana dengan baik, maka anak dituntut memiliki perhatian dan daya tahan yang baik pula. Seperti disiplin, kerjasama, kecepatan bereaksi, jujur, berkonsentrasi sesuai kemampuan anak. Bermain papan titian di mana anak dapat belajar mengenali dirinya dan hubungannya dengan orang lain. Hal yang paling utama adalah membantu anak mematangkan otot-otot dan melatih keterampilan anggota tubuhnya. Dengan melakukan kegiatan bermain papan titian, diharapkan akan mengembangkan motorik kasar pada anak kelompok B TK Piri Nitikan Yogyakarta dengan baik. Pengembangan motorik kasar anak TK merupakan landasan
terpenting
bagi
perkembangan
peserta
didik
selanjutnya.
Kemampuan anak didik akan berkembang, apabila penerapan metode dan langkah-langkah dalam kegiatan bermain dilakukan sesuai prosedur.
38
H. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis dalam penelitian adalah melalui bermain papan titian dapat mengembangkan motorik kasar pada anak kelompok B TK Piri Nitikan Yogyakarta.