BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1
Kajian Teori
2.1.1 Hakikat Pembelajaran IPA SD A.
Hakikat IPA Kata sains berasal dalam bahasa inggris berarti yang merujuk pada
pengetahuan alam. Kamus mendefinisikan sains sebagai ilmu yang sistematis dan di rumuskan. Sains berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan pada pengamatan dan penelitian. Dengan demikian sains memiliki konsep sebagai tanggapan pemikiran manusia atas gejala-gejala yang terjadi di alam semesta yang telah di buktikan dalam suatu eksperimen. Jenkins & Whitefield (dalam Imade Alit Mariana, Wandi Praginda, 2009:15) “IPA merupakan rangkaian konsep dan skema konseptual yang saling berhubungan yang dikembangkan dari hasil eksperimentasi dan observasi serta sesuai untuk eksperimentasi dan observasi berikutnya. IPA merupakan ilmu yang pada awalnya diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif) namun pada perkembangan selanjutnya IPA juga diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori (deduktif). Ada dua hal berkaitan yang tidak terpisahkan dengan IPA, yaitu IPA sebagai produk , pengetahuan IPA yang berupa pengetahuan faktual , konseptual , prosedual , dan metakognitif dan IPA sebagai proses yaitu kerja ilmiah. Saat ini objek kajian IPA menjadi semakin luas meliputi konsep IPA, proses, nilai, dan sikap ilmiah, aplikasi IPA dalam kehidupan sehari-hari dan kreativitas (Kemendiknas, 2011). Cain dan Sund (1993) dalam Trianto (2007:100) mendefinisikan IPA sebagai “pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal) dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen”. Merujuk pada definisi Carin dan Sund tersebut IPA memiliki empat unsur utama, yaitu: a.
Sikap : IPA memunculkan rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat. Persoalan IPA dapat dipecahkan dengan menggunakan prosedur yang bersifat open ended.
b. Proses : Proses pemecahan masalahan dalam IPA memungkinkan adanya prosedur yang runtut dan sistematis melalui melalui metode ilmiah. Metode
7
8
ilmiah meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan. c.
Produk : IPA menghasilkan produk berupa fakta, prinsip, teori dan hukum.
d. Aplikasi : penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari. Dalam proses pembelajaran IPA keempat unsur itu diharapkan dapat muncul sehingga peserta didik dapat mengalami proses pembelajaran secara utuh dan menggunakan rasa ingin tahunya untuk memahami fenomena alam melalui kegiatan pemecahan masalah yang menerapkan langkah-langkah metode ilmiah. Dari uraian hakikat IPA dapat dipahami bahwa pembelajaran IPA berdasarkan prinsip-prinsip, proses yang mana dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa terhadap konsep-konsep IPA. Oleh karena itu pembelajaran IPA di sekolah dasar dilakukan dengan sederhana bukan hafalan terhadap kumpulkan konsep IPA, sehingga dengan demikian pembelajaran IPA akan mendapatkan pengalaman langsung melalui pengamatan, diskusi, dan penyelidikan sederhana, serta dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa yang diindikasikan dengan merumuskan masalah, menarik kesimpulan sehingga siswa mampu berpikir kritis melalui pembelajaran IPA.
B.
Tujuan pendidikan IPA di SD Pembelajaran IPA di sekolah dasar dikenal dengan pembelajaran ilmu
pengetahuan alam (IPA). Konsep IPA di sekolah dasar merupakan konsep yang masih terpadu. Adapun tujuan IPA di SD yang tertuang dalam (BSNP, 2006) diarahkan untuk : 1.
Memperoleh keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan , keindahan, dan keteraturan alam ciptaan–Nya.
2.
Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3.
Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi anatara IPA , lingkungan , teknologi , dan masyarakat.
9
4.
Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar , memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5.
Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara , menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.
6.
Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7.
Memperoleh bekal pengetahuan , konsep dan ketrampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTS.
C.
Karakteristik Bidang Kajian IPA IPA merupakan pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan data
dengan eksperimen, pengamatan, dan deduktif untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah gejala yang ada dapat dipercaya. Menurut Trianto (2007:104) pembelajaran IPA di sekolah sebaiknya : memberikan pengalaman peserta didik sehingga mereka kompoten melakukan pengukuran berbagai besaran fisis, menanamkan peserta didik pentingnya pengamatan empiris dalam menguji suatub pernyataan ilmiah, latihan berpikir kuantitatif yang mendukung kegiatan belajar matematika , yaitu sebagai penerapan matematika pada masalah-masalah nyata yang berkaitan dengan peristiwa alam, mempekenalkan dunia teknologi melalui kegiatan kreatif dalam kegiatan perancangan dan pembuatan alat-alat sederhana maupun penjelesan berbagai gejala dan keampuhan IPA dalam menjawab berbagai masalah.
2.1.2 Hasil belajar a.
Pengertian hasil belajar Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui
kegiatan belajar. Menurut Namawi dalam Ahmad susanto (2013:5) bahwa hasi belajar dapat diartikan sebagai “tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajarai materi yang ada di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang di peroleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu”. Menurut Suprijono dalam M. Thobroni (2015:20) “hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai,
10
pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan ketrampilan”. Sedangkan Menurut A. J. Romiszowski dalam Dr. Mulyono Abdurahman (2009:38) hasil belajar merupakan “keluaran dari suatu sistem pemrosesan masukan. Masukan dari sistem tersebut berupa bermacam- macam informasi sedangkan keluarannya adalah perbuatan atau kinerja”. Menurut Romiszowski , perbuatan merupakan penutunjuk bahwa proses belajar telah terjadi.dan hasil belajar dapat dikelompokan kedalam dua macam saja, yaitu pengetahuan dan ketrampilan. Pengetahuan terdiri dari 4 kategori yaitu : pengetahuan tentang fakta , pengetahuan tentang prosedur , pengetahuan tentang konsep , pengetahuan tentang prinsip. Ketrampilan juga terdiri dari 4 kategori , yaitu : ketrampilan untuk berpikir atau ketrampilan kognitif , ketrampilan untuk bertindak atau motorik , ketrampilan beraksi atau bersikap dan ketrampilan berinteraksi. Menurut Gagne (dalam M. Thobroni, 2015:20) hasil belajar berupa hal-hal berikut : 1.
Informasi verbal, yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis.
2.
Ketrampilan intelektual, yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang.
3.
Strategi kognitif, yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitif.
4.
Ketrampilan motorik, yaitu ketrampilan melakukan berbagai gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi sehingga terwujudnya otomatisme gerak jasmani.
5.
Sikap adalah kemampuan menolak atau menerima objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Dengan demikian dapat didimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan
perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. b.
Faktor – faktor yang mempengaruhi hasil belajar Wasliman menyatakan dalam Ahmad susanto (2013:12) hasil belajar yang
dicapai peserta didik merupakan “hasil interaksi antara berbagai faktor yang
11
mempengaruhi, baik faktor internal maupun eksternal”. Secara terperinci uraian mengenai faktor internal dan eksternal sebagai berikut: 1.
Faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik , yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor intrernal hal ini meliputi : kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan.
2.
Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar peserta didik. Faktor eksternal meliputi : keluarga, sekolah dan masyarakat.
2.1.3 Pendekatan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) A.
Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL) Kata kontekstual (contextual) berasal dari kata context yang berarti
hubungan , konteks , suasana , dan keadaan ( KUBI ,2002 :512). Sehingga Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat diartikan sebagai suatu pembelajaran yang menghubungkan dengan suasana tertentu. Menurut Depdiknas (2003:5) “Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan perencanaan dalam kehidupan sehari-hari”. Menurut Johnson (2011:65) “Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah sebuah sistem yang menyeluruh. CTL terdiri dari bagian-bagian yang saling terhubung, jika bagianbagian ini terjalin satu sama lain maka akan dihasilkan pengaruh yang melebihi hasil yang diberikan bagian-bagiannya secara terpisah”. Sedangkan menurut Gunawan (2010:79) pendekatan CTL merupakan “strategi pembelajaran yang mengaitkan materi pembelajaran secara alamiah dengan dunia nyata siswa sehingga siswa dapat membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan kehidupan siswa sebagai anggota keluarga dan masyarakat”. Dari konsep diatas terdapat 3 hal yang harus dipahami : CTL menekankan pada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi , artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. CTL mendorong agar
12
siswa dapat menemukan hubungan anatara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata. CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkan kedalam kehidupan sehari-hari, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa memahami materi yang dipelajarinya , akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Ciri-ciri kelas dengan model CTL menurut Asih dan Eka (2014:50) yang tercakup dalam model CTL adalah sebagai berikut : pengalaman nyata , kerjasama, gembira, bergairah, pembelajaran terintegrasi, menggunakan berbagai sumber, peserta didik aktif dan kritis, menyenangkan dan tidak membosankan, sharing dengan teman, guru kreatif. Menurut Dody Hermana (2010:61) dalam pengajaran CTL memungkinkan terjadinya bentuk belajar yang penting yaitu: 1. Mengaitkan adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti kontruktivisme. Guru megaitkan apa yang telah diketahui siswa dengan informasi baru. 2. Mengalami
adalah
ini
belajar
CTL
dimana
mengaitkan
berarti
menghubungkan informasi baru dengan pengalaman maupun pengetahuan sebelumnya, 3. Menerapkan merupakan kegiatan siswa menerapkan suatu konsep ketika ia melakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru dapat memotivasi siswa dengan memberikan latihan yang realistik dan relevan. 4. Kerjasama dengan melakukan kerjasama siswa dapat mengatasi masalah yang kompleks dengan sedikit bantuan. 5. Mentransfer, peran guru membuat bermacam-macam pengalaman belajar dengan fokus pada pemahaman bukan hafalan.
B.
Komponen Pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL) Sistem CTL mencakup 8 komponen (Dharma Kusuma, 2010:6-13) berikut
ini:
13
1.
Membuat hubungan – hubungan yang bermakna.
CTL bertujuan membantu para siswa melihat makna pada materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan materi tersebut dengan konteks kehidupan harian mereka, konteks pribadi , sosial dan budaya mereka. 2.
Melakukan pekerjaan yang berarti
CTL tidak memisahkan teori dan praktik atau ilmu kerja lapangan. Dalam CTL penguasaan isi pelajaran bukan dengan melalui kata-kata belaka , juga lebih dari sekedar mengamati peragaan atau demonstrasi , tetapi adalah dengan melakukan pekerjaan yang berarti bagi si pembelajar. 3.
Melaksankan proses belajar yang diatur sendiri ini adalah proses mengajar
belajar yang bertumpu pada prinsip pengoorganisasian diri. Jadi prinsip pengorganisasian diri menggiring kita untuk belajar agar survival, tumbuh dan berkembang. 4.
Bekerja sama
CTL menuntut kita bekerja dalam kelompok melaksanakan pekerjaan.individu dengan keragaman karakteristiknya berkumpul dalam sebuah kelompok akan memperkaya pengalaman belajar siswa. 5.
Berpikir kritis dan kreatif
Pemikiran kritis dan kreatif dibutuhkan oleh masing-masing siswa dalam kelompok agar proses-proses dan hasil-hasil pembelajaran yang sudah didisain sebelumnya dapat tercapai. Berpikir kritis konkritnya dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan. 6.
Membantu individu untuk tumbuh dan berkembang.
Pertumbuhan dan perkembangan individu dapat dipandang sebagai pertumbuhan dan perkembangan kecakapan-kecakapan dalam arti luas, melibatkan banyak dimensi emosi , sosial, dan bahkan spritual. 7.
Mencapai standar tinggi
CTL memungkinkan pencapaian hasil belajar tingkat tinggi karena pembelajaran melalui kerja siswa yang berkaitan dengan bahan ajar. Standar akademik, sering disebut standar muatan adalah apa-apa yang harus diketahui dan dikuasai oleh
14
siswa setelah menyelesaikan sebuah tugas, kegiatan, tugas praktik, atau setelah duduk di kelas tertentu. 8.
Melakukan penilaian otentik
Penilaian otentik memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapatkan umpan balik yang realistik bagi perbaikan proses dan hasil pembelajaran mereka. Penilaian otentik dilakukan melalui pengumpulan data tentang aktivitas-aktivitas siswa dalam membangun makna dan memproduksi pengetahuan.
Dengan
penilaian otentik pendidika tidak menyempit menjadi pengajaran yang hanya mengembangkan aspek kognitif belaka, tetapi holistik melibatkan perasaan, pemikiran dan perbuatan. Menurut Marsh dalam Dharma kusuma (2010:51) ada beberapa karakteriktik umum penilaian otentik, yaitu : a.
Guru memberikan bukti-bukti dari kegiatan.
b.
Penilaian mencerminkan tugas-tugas siswa di luar sekolah.
c.
Penilaian mencerminkan bagaimana siswa bekerja memecahkan masalah juga solusi yang mereka rumuskan.
d.
Prosedur-prosedur untuk penilaian dan isi-isi penilaian diambil dari pelajaran harian siswa di sekolah.
e.
Penilaian mencerminkan nilai-nilai standar-standar dan kontrol lokal.
f.
Tugas-tugas siswa di nilai berdasarkan lebih dari satu solusi yang dapat di terima atas masing-masing masalah dan lebih dari satu jawaban atas masingmasing pertanyaan.
g.
Untuk masing-masing tugas terdapat kriteria yang jelas.
h.
Penilaian menuntut siswa mengembangkan respon-respon ketimbang dengan hanya memilih dari pilihan-pilihan yang sudah ditentukan. Menurut Elaine B. Johnson (2002: 165) “penilaian autentik memberikan
kesempatan luas bagi siswa untuk menunjukkan apa yang telah mereka pelajari selama proses belajar-mengajar”. Adapun bentuk-bentuk penilaian yang dapat digunakan oleh guru adalah portofolio, tugas kelompok (proyek), demonstrasi (show case), dan laporan tertulis. Sistem CTL adalah sebuah proses pendidikan dengan delapan komponen diatas yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi
15
kademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan materi
dengan
konsteks kehidupan harian mereka , yaitu dengan konteks kehidupan pribadi, sosial, dan budaya mereka ( Johnson , 2002 : 67)
C.
Perbedaan CTL dengan model Konvesional Menurut Gunawan Undang (2010:85) perbedaan CTL dengan model
konvesional: Model CTL
Model Konvesional
Belajar berdasarkan pengalaman nyata
Belajar abstraksi
Siswa berupaya mempelajari
Siswa berupaya mengetahui
Siswa menemukan sendiri
Siswa diberitahu guru
siswa sebagai pusat pembelajaran
Guru sebagai pusat pembelajaran
Guru memberi penguatan
Guru memberi keesimpulan
Siswa memahami makna pembelajaran Siswa
menghafal
materi
pembelajaran Menyadarkan pada pemahaman makna Menyediakan pada hafalan Pemilihan
informasi
berdasarkan Pemilihan informasi berdasarkan
kebutuhan siswa . Mengaitkan
materi
kebutuhan siswa . ajar
dengan Hanya mengarahkan materi pada
pengalaman siswa.
bidang tertentu.
Perilaku dibangun atas kesadaran diri
Perilaku dibangun atas kebiasaan
Ketrampilan
dikembangkan
pemahaman. Siswa
berupaya
atas Ketrampilan dikembangkan atas dasar latihan.
menemukan
, Siswa
berupaya
mengerjakan
menggali, berdiskusi, berpikir kritis, tugas , mendengarkan ceramah. memecahkan masalah
D. Langkah-langkah pembelajaran CTL Menurut Asih dan Eka ( 2.014:49) Secara sederhana langkah penerapan CTL dalam kelas secara garis besar adalah sebagai berikut :
16
a.
Kembangkan pikiran bahwa peserta didik akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya.
b. Lakasanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik IPA, secara eksperimen maupun non eksperimen. c.
Kembangkan sikap ingin tahu peserta didik dengan teknik bertanya.
d. Ciptakan masyarakat belajar ( belajar dalam kelompok-kelompok) dalam proses pembelajaran IPA. e.
Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran IPA.
f.
Lakukan asesmen yang sebenarnya dengan berbagai cara.
2.1.4 Pembelajaran IPA SD dengan menggunakan pendekatan CTL Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada mata pelajaran IPA SD harus memenuhi hakikat CTL. Menurut
Asih dan Eka (2014:50-51) hakikat
tersebut antara lain: a.
Konstruktivisme, peserta didik dihadapkan pada pengalaman konkret.
b. Tanya jawab, kegiatan pembelajaran dimulai dari pendahuluan, inti, dan penutup dengan cara tanya jawab antara guru dengan peserta didik. Pertanyaan dari guru digunakan untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berpikir kritis dan mengevaluasi cara berpikir mereka sehingga dapat menanamkan konsep yang benar dan jauh dari miskonsepsi. Pertanyaan darin perserta didik merupakan wujud dari keingintahuan. c.
Inkuiri, merupakan siklus proses dalam membangun pengetahuan atau konsep, bertanya investigasi, analisis, kemudian mengembangkan teori atau konsep. Siklus inkuiri meliputi observasi, tanya jawab, hipotesis, pengumpulan data, analisis data, dan kesimpulan.
d. Komunitas belajar adalah komunitas yang berfungsi sebagai wadah komunikasi untuk berbagai pengalaman dan gagasan. Praktiknya dapat dengan membentuk kelompok belajar. e.
Permodelan merupakan langkah yang menghadirkan model tertentu yang menyimpulkan materi yang diajarkan
17
f.
Refleksi yaitu melihat kembali suatu kejadian., kegiatan dan pengalaman yang bertujuan untuk mengindentifikasi hal yang sudah diketahui dan hal yang belum pernah diketahui.
g.
Penilaian autentik, prosedur penilaian yang menunjukan kemampuan (pengetahuan dan ketrampilan sikap) peserta didik secara nyata.
E. Dampak pengiring pembelajaran IPA melalui CTL Dampak pengiring yang secara khusus akan didapatkan siswa dalam pembelajaran IPA melalui pendekatan konstektual (CTL) yaitu 1.
Constructivism (kontruktivisme, membangun, membentuk),
2.
Questioning (bertanya),
3.
Inquiry (menyelidiki, menemukan),
4.
Learning community (masyarakat belajar),
5.
Modeling (pemodelan),
6.
Reflection (refleksi atau umpan balik),
7.
Authentic assessment (penilaian yang sebenarnya). Kemampuan
tersebut memang benar-benar disediakan secara memadai.
Dampak instruksional dan dampak pengiring dalam pendekatan konstektual (CTL) pada kompetensi dasar mendeskripsikan energi panas dan bunyi yang terdapat di lingkungan sekitar dan sifat-sifatnya, digambarkan dalam bagan berikut:
18
Kemampuan membangun pengetahuannya sendiri Konstruk tivisme
Kemampuan topik
menemukan
Bertanya Menemukan
Pembelajaran CTL
Masyarakat belajar
Kemampuan menggali informasi, Kemampuan belajar dalam
dalam kelompok
b Pemodelan b
Kemampuan menghadirkan
contoh pembelajaran
Refleksi b
Kemampuan berpikir tentang
Penilaian
apa yang baru dipelajari Kemampuan pengumpulan
berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar peserta didik Gambar 2.1 Dampak intruksional dan dampak pengiring CTL Keterangan da Dampak Instruksional Dampak Pengiring
Dampak Pengiring dan Instruksional Model Pembelajaran Group Investigation
19
2.2
Hasil Penelitian Yang Relevan Hasil penelitian yang relevan merupakan uraian sistematis tentang hasil-
hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu yang relevan sesuai dengan substansi yang diteliti. Fungsinya untuk memposisikan peneliti yang sudah ada dengan penelitian yang akan dilakukan. Menurut penelitian ada beberapa penelitian yang dianggap relevan dengan penelitian ini, antara lain adalah : Muslim, Mohamad (2013). “Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui Pendekatan Kontekstual / CTL pada Pokok Bahasan Memahami Cara Perkembangbiakan Mahluk Hidup Siswa Kelas VI SD N 2 Pamoyanan Kecamatan Plered Kabupaten Purwakarta”.
Hasil penelitian menunjukan
peningkatan nilai rata-rata hasil belajar siswa Pra Siklus hanya 58,25, Siklus I 64,77, Siklus II 71,86. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menggunakan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran IPA di kelas VI Sekolah Dasar dapat meningkatkan hasil belajar siswa serta aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran. Winarni, Dwi. (2009) mengadakan penelitian “Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Pendekatan Kontekstual Pada Siswa Kelas IV SD Negeri 1 Sukosono Kedung Jepara”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui pendekatan kontekstual terbukti dapat meningkatkan hasil belajar IPA dengan materi gaya pada siswa kelas IV SDN 1 Sukosono Kedung Jepara. Hal tersebut dapat dilihat dengan adanya peningkatan rata-rata hasil belajar IPA dari siklus I sebesar 73,6 , siklus II sebesar 83,4 dan siklus III sebesar 84,3. Sedangkan untuk pencapaian ketuntasan belajar individula, siklus I sebesar 50%, siklus II sebesar 85% dan siklus III sebesar 90%. Aktivitas siswa dalam pembelajaran menunjukkan skor rata-rata pada siklus I sebesar 28,6 dengan kategori baik, siklus II skor rata-rata 29,3 dengan kategori baik, siklus III skor rata-rata 32,5 dengan kategori amat baik. Sedangkan aktivitas guru dalam pembelajaran menunjukkan total skor siklus I sebesar 30 dengan kriteria baik, siklus II sebesar 31 dengan kriteria amat baik dan siklus III jumlah skor total 33 dengan kriteria amat baik. Adi, Mestawaty, dan Minarni R. J (2013) “Penerapan Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA
20
Kelas III Madrasah Ibtidaiyah Al-Hikmah Tolitoli”. Hasil belajar siswa siklus I, tuntas individu 14 orang diperoleh ketuntasan belajar klasikal 60,9% dengan nilai rata-rata 74,3. Terjadi peningkatan di siklus II, tuntas individu 21 orang, diperoleh ketuntasan belajar kalsikal 91,3% dengan nilai rata-rata 84,3. 2. Penggunaan pendekatan CTL dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA di kelas III MI Al-Hikmah tolitoli. Persamaan penelitian-penelitian relevan terdahulu menggunakan penelitian PTK mata pelajaran IPA dengan menggunakan pendekatan CTL. Penelitian yang dilakukan Winarni terdiri dari 3 siklus, berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Muslim dan Adi yang terdiri dari 2 siklus. Penelitian yang dilakukan oleh Adi, Mestawaty dan Minarni R. J melakukan penelitian di kelas 3. Berbeda dengan Muslim dan Winarni yang melakukan penelitian di kelas IV. Ketiga penelitian tersebut menunjukan peningkatan hasil belajar saat dilakukan tindakan setiap siklusnya. Sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas IV melalui pendekatan CTL. Persamaan penelitian peneliti dengan penelitian-penelitian yang relevan terdahulu adalah dengan menggunakan penelitian tindakan kelas (PTK) dan mengambil mata pelajaran IPA. Namun perbedaan peneliti dengan penelitian terdahulu yang relevan adalah tujuan dilakukan oleh peneliti. Penelitian di atas menunjukkan bahwa pendekatan pengajaran sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa, sedangkan metode yang sesuai dapat membantu siswa untuk keberhasilan belajarnya. Sehubungan dengan hal tesebut diatas, peneliti merasa perlu untuk mengembangkan supaya hasil belajar IPA siswa meningkat dan menjadikan pembelajaran lebih bermakna bagi siswa. Dalam penelitian ini penulis lebih menekankan Peningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui Pendekatan Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL) Siswa Kelas IV SD N Kumpulrejo 02 Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2015/2016.
2.3
Kerangka Pikir
21
“Pendidikan IPA adalah upaya untuk membelajarkan siswa memahami hakikat IPA: produk, proses, dan pengembangan sikap ilmiah serta sadar akan nilai-nilai yang ada didalam masyarakat untuk pengembangan sikap dan tindakan berupa aplikasi IPA yang positif” (I Made Alit Mariana, Wandi Praginda, 2009:27-28). IPA dianggap para siswa kelas IV SD N Kumpulrejo 02 Salatiga sebagai pelajaran yang sulit. Anggapan Sebagian besar siswa tersebut terlihat dari nilai siswa yang di bawah KKM serta aktivitas siswa dalam pembelajran masih kurang. Upaya yang dilakukan peneliti untuk mengatasi masalah tersebut adalah melalui pendekatan CTL dalam pembelajaran. Pendekatan CTL membantu para siswa menemukan makna dalam pelajaran mereka dengan cara menghubungkan materi akademik dan konteks kehidupan keseharian mereka, sehingga apa yang mereka pelajari melekat dalam ingatan untuk meningkatkan hasil belajar IPA. “CTL bekerja seperti cara kerja alam. Kesesuaiannya dengan cara alam adalah alasan mendasar yang mernyebabkan sistem CTL
memiliki kekuatan yang mendasar untuk meningkatkan kinerja
siswa” (Johnson, 2011:67-68). Berdasarkan uraian diatas, secara teoretis pendekatan CTL merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang berpotensi meningkatkan hasil belajar. Hubungan variabel pendekatan CTL dengan hasil belajar siswa. Kompetensi Dasar Mendeskripsikan energi panas dan bunyi yang terdapat di lingkungan sekitar sifat-sifatnya dapat digambarkan sebagai berikut:
22
Guru belum menggunakan pendekatan CTL
Kondisi awal
Tindakan
Pembelajaran menggunakan CTL: kontruktivime, inquiri, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, penilaian otentik Diharapkan dengan pendekatan CTL dapat meningkatkan hasil belajar IPA 80% siswa kelas IV dapat mencapai nilai ≥70.
Kondisi akhir
Hasil belajar IPA rendah ≤70 Siklus I : Pembelajaran IPA menggunakan pendekatan CTL diharapkan hasil belajar siswa meningkat.
Siklus 2: pembelajaran IPA dengan pendekatan CTLdiharapkan hasil belajar siswa lebih meningkat (tuntas).
≥70Bagan 2.1 Kerangka Berpikir
2.4 Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir maka peneliti merumuskan hipotesa tindakan sebagai berikut: “Peningkatan Hasil Belajar IPA dapat dicapai Melalui
Pendekatan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
Siswa Kelas IV SD N Kumpulrejo 02 Salatiga Semester II tahun Ajaran 2015/2016”.