BAB II
DASAR TEORI
2.1. Sistem Kendali
John Mc Manama mendefinisikan sistem adalah sebuah struktur
konseptual yang tersusun dari fungsi-fungsi yang saling berhubungan yang bekerja sebagai suatu kesatuan organik untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan secara efektif dan efesien. Sistem kendali atau sistem control adalah
suatu alat (kumpulan alat) untuk mengendalikan, memerintah dan mengatur
keadaan dari suatu sistem. Sistem kendali dapat dikatakan sebagai hubungan antar komponen yang membentuk sebuah konfigurasi sistem, yang akan menghasilkan tanggapan sistem yang diharapkan. Sehingga pada sistem kendali harus ada yang dikendalikan, yang merupakan suatu sistem fisis, yang biasa disebut dengan kendalian (plant). Sistem kendali dibagi menjadi dua yaitu sistem kendali loop terbuka dan sistem kendali loop tertutup. Sistem kendali loop terbuka dalah sistem kendali yang keluarannya tidak berpengaruh pada pengontrolan, keluaran tidak diukur dan tidak diumpan-balikan untuk membandingkan dengan masukan. Sedangkan sistem kendali loop tertutup merupakan kebalikan dari sistem kendali loop terbuka yaitu sistem kendali yang menggunakan pengukuran keluaran dan mengumpanbalikan
sinyal
tersebut
untuk
dibandingkan
dengan
keluaran
diinginkan(referensi). Berikut adalah gambaran suatu sistem loop tertutup :
Gambar 2.1. Elemen sistem kontrol (sumber : W. Jadmiko, 2006)
6
yang
7
Loop terbuka biasanya digunakan pada pengendalian sistem yang
sederhana. Contoh penggunaan sistem kendali loop terbuka: mesin cuci.
Sedangkan sistem kendali loop terbuka memiliki sistem yang lebih kompleks, pengontrol temperatur pada ruangan, lemari es, oven, dll. seperti
Suatu sistem yang baik seharusnya memiliki instrumen dengan ketelitian
yang tepat atau mendekati tepat. Ketelitian (accuracy) adalah harga terdekat dengan mana suatu pembacaan instrumen mendekati harga sebenarnya dari
variabel yang diukur. Sedangkan ketepatan (precision) adalah suatu ukuran kemampuan utuk mendapatkan hasil pengukuran yang serupa, suatu ukuran
tingkatan yang menunjukan perbedaan hasil pengukuran pada pengukuran yang berurutan. Ketelitian sistem instrumen dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : 1. Parameter dasar tranduser : jenis jangkauan pengukuran, sensitivitas, eksitasi. 2. Kondisi fisik : sambungan-sambungan mekanis dan elektris, perlengkapanperlengkapan pemasaran, tahanan korosi. 3. Kondisi sekeliling : efek ketidaklinieran, efek histerisis, respon frekuensi, resolusi. 4. Kondisi lingkungan : efek temperatur, percepatan, guncangan dan getaran. 5. Kesesuaian peralatan yang disertakan : perlengkapan kesetimbangan nol, toleransi sensitivitas, penyesuaian impedansi dan tahanan isolasi.
2.2. Sistem Instrumentasi Instrumentasi adalah alat-alat dan piranti (device) yang dipakai untuk pengukuran dan pengendalian dalam suatu sistem yang lebih besar dan lebih kompleks. Sistem instrumentasi yang digunakan untuk melakukan pengukuran adalah untuk memberikan suatu nilai numerik yang sesuai dengan variabel yang diukur. Namun karena beberapa hal nilai numerik yang ada tidak sesuai dengan nilai variabel yang sebenarnya. Misalnya saja jika suatu sistem pengukuran memiliki input sebuah tekanan maka harus memiliki nilai keluaran nilai tekanan yang terukur. Dalam kasus pengukuran sistem instrumentasi mungkin terjadi error pengukuran yang disebabkan karena keterbatasan akurasi dalam dalam kalibrasi skala dan berbagai kemungkinan yang dapat menyebabkan gagalnya
8
suatu sistem instrumentasi. Oleh karena itu perlunya alat pengukuran yang memiliki tingkat optimalisasi yang tinggi.
Gambar 2.2. Sistem Instrumentasi
Sensor adalah pembaca / pendeteksi perubahan yang berasal dari
perubahan suatu energi. Tranduser ialah alat pentransfer atau pengubah dari besaran yang terbaca. Secara umum instrumentasi meliputi dua kegiatan, yaitu mengukur dan mengendalikan (measures and controls).
Pada kegiatan
mengendalikan ada step pembandingan dengan nilai yang dikehendaki (set point), serta perbaikan terhadap penyimpangan (error). Elemen – elemen pembentuk sitem instrumentasi terdiri dari beberapa elemen yang digunakan untuk menjalankan beberapa fungsi tertentu. Elemen – elemen fungsional ini terdiri dari sensor, prossesor sinyal, dan penampil data (W.Bolton , 2004).
Gambar 2.3. Elemen – Elemen Sistem Pengukuran
2.2.1. Alat Ukur Mengukur adalah membandingkan suatu besaran fisis dengan besaran baku. Bakuan pengukuran untuk tiap jenis besaran fisis disebut satuan, sedangkan jumlah kelipatan atas satuan yang menggambarkan besaran fisis disebut angka ukuran. Alat ukur adalah suatu alat yang berfungsi untuk memberikan batasan nilai atau harga tertentu dari gejala-gejala atau sinyal yang berasal dari perubahan
9
suatu energi. Misalnya voltmeter, amperemeter untuk sinyal listrik, tachometer, speedometer untuk kecepatan gerak mekanik, lux meter untuk intensitas cahaya,
dsb. Fungsi dari alat ukur sendiri adalah untuk meraba atau mendeteksi parameter terdapat dalam proses industri atau penelitian ilmu pengetahuan. Alat ukur yang
harus mampu mendeteksi tiap perubahan dengan teliti dan dapat membangkitkan sinyal peringatan yang menunjukan perlunya dilakukan pengaturan pengaturan secara manual atau mengaktifkan peralatan otomatis. Untuk mendapatkan sifat
kerja yang optimum maka perlu diperhatikan beberapa karakteristik dasarnya (Samaun Samadikun,dkk, 1989): seperti
a. Ketelitian Accuracy atau ketelitian adalah perluasan jangkauan dimana nilai yang diindikasikan oleh sebuah sistem pengukuran atau elemen mungkin bernilai salah. Ketelitian pengukuran atau pembacaan merupakan hal yang sifatnya relatif pada pengukuran, ketelitian dipengaruhi kesalahan statis, kesalahan dinamis, drift/sifat berubah. Sedangkan istilah error digunakan untuk menyatakan selisih antara hasil pengukuran dan nilai sebenarnya dari besaran yang diukur, jadi : 𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 = 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑢𝑘𝑢𝑟 − 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎......................(2.1) b. Ketepatan Ketepatan adalah merupakan kedekatan pengukuran masing – masing yang didistribusikan terhadap harga rata – ratanya. Maksudnya ialah ukuran kesamaan terhadap angka yang diukur sendiri dengan alat yang sama, bukan dibandingkan dengan harga standar/baku. Ketepatan ini berbeda dengan ketelitian, dan ketepatan yang tinggi tidak menjamin ketelitian yang tinggi yaitu ketelitian yang dapat dibandingkan dengan harga baku. c. Linieritas Linieritas didefinisikan sebagai kemampuan untuk membuat karakteristik input secara simetris, yang dapat dirumuskan sebagai berikut : 𝑌 = 𝑀𝑥 + 𝑐.................................................(2.2) Dengan :
Y = Output X = Input M = kemiringan
10
C = titik potong
Kedekatan kurva kalibrasi dengan sebuah daris lurus adalah kelinieran tranduser.
Ketidaklinieran yang muncul mungkin dapat disebabkan oleh bahan komponen, penguat elektronika, histerisis mekanik, bahan lewat elastis pada bahan mekanik.
d. Histerisis Perbedaan maksimum pada output pembacaan selama kalibrasi adalah histerisis
dari alat tersebut. Bila suatu alat digunakan untuk mengukur parameter, pengukuran dengan arah naik dan kemudian dengan arah turun, output dari kedua
pembacaan umumnya berbeda, hal ini disebabkan karena adanya gesekan di dalam atau di luar pada saat elemen sensor menerima input parameter yang diukur.
e. Resolusi dan kemudahan pembacaan skala Resolusi adalah kemampuan sistem pengukur termasuk pengamatannya, untuk membedakan harga-harga yang hampir sama. Dapat didefinisikan sebagai perbedaan perbedaan antara besaran input yang menghasilkan perubahan terkecil informasi output. Kemudahan pembacaan skala adalah sifat yang tergantung pada instrumen dan pengamatannya. Pada meter digital, digit terakhir dapat dipakai sebagai kemudahan pembacaan skala.
f. Ambang (threshold) Harga minimum yang tidak dapat terbaca pada alat ukur disebut dengan ambang instrumen. Bila input instrumen dinaikan secara bertahap dari nol, terdapat harga minimum yang dibawah harga ini. Sehingga ambang adalah besaran numerik pada output yang berhubungan dengan perubahan input.
g. Kemampuan ulang (repeatibility) Kemampuan ulang ialah ukuran deviasi dari hasil-hasil test terhadap harga rataratanya (mean value).
11
h. Bentangan (span) Bentangan (span) adalah jangkauan (range) variabel pengukuran pada instrumen
yang direncanakan dapat mengukur secara linier.
i. Sensitivitas Sensitivitas menunjukan berapa banyak keluaran dari suatu sistem instrumen atau elemen sistem berubah ketika besaran yang sedang diukur berubah pada suatu
nilai yang ditetapkan, yaitu ratio atau perbandingan antara keluaran dan masukan.
j. Kalibrasi Kalibrasi merupakan hal yang penting dalam pengukuran industri dan pengaturan/kontrol. Kalibrasi ialah pembandingan harga spesifik input dengan output instrumen terhadap standar referensi yang bersangkutan. Kalibrasi ini menjamin suatu alat bekerja dengan ketelitian yang dibutuhkan dan jangkauan yang telah dispesifikasikan dalam suatu nilai tertentu.
2.2.2. Sensor dan Tranduser Sensor adalah suatu peralatan yang berfungsi untuk mendeteksi gejalagejala atau sinyal-sinyal yang berasal dari perubahan suatu energi seperti energi listrik, energi fisika, energi kimia, energi biologi, energi mekanik, dsb. (D Sharon, dkk; 1982). Contoh : kamera sebagai sensor pengelihatan, telinga sebgai sensor pendengaran, kulit sebagai sensor peraba, LDR sebagai sensor cahaya, thermocouple sebagai sensor suhu, strain gate sebagai sensor tekan, dll. Sensor merupakan jenis dari tranduser. Sedangkan tranduser adalah sebuah alat yang bila digerakan oleh suatu energi di dalam sebuah sistem transmisi, akan menyalurkan energi tersebut dalam bentuk yang sama atau dalam bentuk yang berlainan ke sistem transmisi berikutnya (William D C ; 1993). Transmisi energi ini bisa berupa listrik mekanik, kimia, listrik, optik (radiasi) atau thermal (panas). Misalnya : generator adalah tranduser yang merubah energi mekanik menjadi energi listrik, motor adalah tranduser yang merubah energi listrik menjadi energi mekanik, dsb.
12
Pengkondisian sinyal bertujuan untuk mengubah, mengkompensasi atau
memanipulasi sinyal dari tranduser menjadi sinyal keluaran yang sesuai dengan
kebutuhan recorder. Seperti jembatan wheatstone, modulator, demodulator, dll. yang telah disesuaikan dengan kebutuhan recorder tersebut tidak semua Sinyal
telah memiliki pengiriman sinyal yang sesuai dengan yang dibutuhkan oleh recorder oleh karena itu perlunya penambahan penguat atau amplifier. Penguat atau amplifier berfungsi untuk menguatkan sinyal agar sesuai dengan kebutuhan
peralatan ukur (recorder).
Recorder hanya berfungsi sebagai alat ukur sinyal, tujuanya agar sinyal
yang terukur dapat digunakan untuk ditampilkan (display), dapat digunakan sebagai data untuk keperluan processing atau digunakan sebagai umpan balik (feed back) pada proses kontrol. Kemudian data yang diterima sebagai data processor dari recorder dapat digunakan sesuai dengan keperluan engineering.
2.2.2.1. Klasifikasi Sensor dan Tranduser Perkembangan sensor dan Tranduser sangat cepat sesuai kemajuan teknologi otomasi, semakin komplek suatu sistem otomasi maka semakin banyak jenis sensor yang digunakan. Berdasarkan fungsi dan kegunaanya sensor dapat dikelompokan menjadi 3 bagian yaitu (http://www.docstoc.com/docs/7874111/SensorTranducer , 15 Feb):
1. Sensor thermal (panas) 2. Sensor mekanis 3. Sensor optik (cahaya) Sensor thermal adalah sensor yang digunakan untuk mendeteksi gejala perubahan panas/temperatur/suhu pada sustu dimensi benda atau dimensi ruang tertentu. Misalnya bimetal, thermistor,termocople, RTD, photo transistor, photo dioda, photomultiplier, photovoltanik, infrared pyrometer, hygrometer, dsb. Sensor mekanis adalah sensor yang mendeteksi perubahan gerak mekanis, seperti perpindahan atau pergeseran posisi, gerak lurus dan melingkar, tekanan, aliran, level, dll. Sensor mekanis misalnya strain gauge, linear variable transformer (LVDT), proximity, potensiometer, load cell, buordon tube, dll.
13
Sensor optic (cahaya) adalah sensor yang mendeteksi perubahan cahaya
dari sumber cahaya, pantulan cayaha ataupun bias cahaya yang mengenai benda
atau ruangan. Contoh sensor optik misalnya photo cell, photo transistor, photo voltaic, photo multiplier, pyrometer optic, dll.
Sedangkan menurut William D C ; 1993 , tranduser diklasifikasikan
menjadi dua yaitu tranduser pembangkit sendiri dan tranduser daya dari luar. Tranduser pembangkit sendiri atau self generating tranduser adalah tranduser
yang
hanya
memerlukan
satu
sumber
energi,
misalnya
piezoelectric,
thermocouple, photovoltatic, termistor, dsb. Ciri dari tranduser ini adalah
dihasilkanya suatu energi listrik dari tranduser secara langsung. Dalam hal ini tranduser berperan sebagai sumber tegangan. Sedangkan tranduser daya dari luar atau external power tranduser adalah tranduser yang memerlukan sejumlah energi dari luar untuk menghasilkan suatu keluaran. Sebagai contoh RTD, strain gauge, LVDT, potensiometer, NTC, dll.
2.2.2.2. Sensor Tekan Pergerakan mekanis adalah tindakan yang paling banyak dijumpai dalam kehidupan sehar-hari, seperti perpindahan suatu benda dari suatu posisi ke posisi lain, kecepatan mobil di jalan raya, debit air dalam pipa pesat, tinggi permukaan air dalam tangki. Semua gerak mekanis tersebut intinya hanya terdiri dari tiga macam yaitu gerak lurus, gerak melingkar dan gerak memuntir. Gerak mekanis disebabkan aleh adanya gaya aksi yang dapat menimbulkan gaya reaksi. Banyak cara dilakukan untuk mengetahui atau mengukur gerak mekanis misal mengukur kecepatan dengan tachometer, mengukur debit air dengan rotatometer,
dll.
Namun jika ingin mengukur gerakan mekanis dalam sebuah sistem yang kompleks
maka
diperlukan
sebuah
sensor
untuk
mendeteksi
atau
menginformasikan nilai yang akan diukur. Beberapa sensor mekanis yang dapat digunakan untuk sensor posisi seperti : 1. Strain gauge Dalam oprasinya strain gauge memanfaatkan perubahan resistansi sehingga dapat digunakan untuk mengukur perpindahan yang sangat kecil akibat
14
pembengkokan (tensile stress) atau peregangan (tensile strain). Definisi elastisitas () strain gauge adalah perbandingan perubahan panjang (L) terhadap panjang
semula (L) yaitu:
=
L L
.........................................................(2.3)
Atau perbandingan perubahan resistansi (R) terhadap (R) sama dengan faktor gage (Gf) dikali elastisitas strain gage () :
Gf =
R R
....................................................(2.4)
Dimana G, konstanta perbandingan, dikenal dengan istilah faktor gauge. Hubungan antara stress dan strain yang pada sebuah material yang menerima gaya dirumuskan oleh hukum Hooke sebagai berikut : 𝜎 = 𝐸𝜀.....................................................(2.5) Keterangan :
𝜎=stress E=Elastic modulus =strain
Ketika material mengalami gaya tarik maka material akan memanjang pada arah axial dan juga akan berkontraksi pada arah tranversal. Perpanjangan pada arah axial dinamakan longitudinal strain dan konstraksi pada arah transversal dinamakan transverse strain. Nilai absolut dari perbandingan antara longitudinal strain dan transve strain dinamakan poisson’s ratio, yang dirumuskan sebagai berikut : 𝜀2
𝑣= Keterangan:
𝜀1
v= poisson’s ratio 1= longitudinal strain 2= transverse strain
....................................................................(2.6)
∆𝐿 𝐿
∆𝐷 𝐷
atau −
atau −
∆𝐿 𝐿
∆𝐷 𝐷
15
Perubahan transverse strain dapat dilihat pada gambar di bawah ini
dimana ketika sebuah material menerima gaya tarik (tensile force) P, material
akan mengalami tekanan (stress) yang berhubungan dengan gaya didalamnya itu
-
-
D 2
D 2
(Satrianti Utami ; 2008)
D
P
D- D
L 2
P
P = Tensile Force L = Panjang Mula-mula D = Lebar Mula-mula
L 2
L
L = Pertambahan Panjang D = Pertambahan Lebar
L+ L
D
P
- L 2
D- D
-
-
D 2
D 2
(Tension)
L+ L
P
- L 2
L (Compression)
Gambar 2.4. Batang yang mengalami tarik dan tekan (sumber: Satrianti Utami ;2008)
Secara konstruksi strain gauge terbuat dari bahan metal tipis (foil) yang diletakan diatas kertas. Pada umumnya strain gauge menggunakan copper-nikel atau nickel-chrome alloy sebagai elemen resistif, dan gage factor yang dihasilkan dari alloy ini ialah sekitar orde 2,0. Walaupun strain gauge mampu mendeteksi besarnya strain yang terjadi pada elemen dan mengkonversi mekanisme strain ini menjadi perubahan hambatan listrik, tetapi katena strain akan menghasilkan sesuatu yang sangat kecil atau bahkan tak terlihat maka perubahan hambatan yang terjadipun akan sangat kecil. Sehingga agar pembacaan perubahan tahanan dapat terbaca sesuai dengan standar pengukuran maka perlu dikuatkan dengan rangkaian penguat atau amplifier.
16
Untuk proses pendeteksian strain gauge ditempelkan dengan benda uji
dengan dua cara yaitu :
Arah perapatan / peregangan dibuat sepanjang mungkin (axial) Arah tegak lurus perapatan / peregangan dibuat sependek mungkin (lateral)
Gambar 2.5. Bentuk fisik Strain gauge
Faktor gauge (Gf) merupakan tingkat elastisitas bahan metal dari strain gate. Metal incompressible Gf=2, piezoresistif Gf=30, piezoresistif sensor digunakan pada IC sensor tekan. Sebuah foil strain gauge memiliki metal foil photo-ectched dengan pola berliku-liku pada sebuah insulator electric yang terbuat dari resin yang tipis dan di bagian pangkalnya juga terdapat gauge leads, susunan konstruksi dari strain gauge adalah sebagai berikut :
Gambar 2.6. Susunan Konstruksi Strain gauge
17
Gambar 2.7. Struktur pembentuk strain gauge (sumber: Satrianti Utami ; 2008)
Strain gauge direkatkan pada objek yang akan diukur dengan
menggunkaan bahan adhesif tertentu. Strain gauge yang terjadi pada objek yang kan diukur ini ditransfer menuju elemen peraba melalui dasar gauge (gauge base). Untuk memperoleh pengukuran yang akurat, strain gauge dan bahan adhesifnya harus cocok dengan material yang diukur dan kondisi operasinya termasuk suhu. Strain gauge terdiri atas sebuah stip foil logam, kawat logam datar, atau strip bahan semi konduktor yang dapat dilekatkan pada sebuah permukaan. Cara kerja dari strain gauge tersebut adalah apabila kawat, lembaran logam, strip, atau semikonduktor mengalami peregangan maka nilai resistansinya akan berubah. Apabila strain gauge logam ini direnggangkan, maka resistansinya akan bertambah, sedangkan bila dirapatkan maka nilai resistansinya akan berkurang. Dengan berubahnya nilai resistansi yang dihasilkannya maka dapat merubah pula tegangan output yang dihasilkannya. Untuk menggunakan sensor tekan pada benda uji maka rangkaian dan penempatan strain gate disusun dalam rangkaian jembatan. Penggunaan sistem jembatan ini ada yang menggunakan satu strain gauge, dua stain gauge, dan empat strain gauge. Pada penggunaan sistem jembatan dengan satu strain gauge, sebuah strain gauge diletakan pada tiga resistor sisi jembatan. Sisi ini dapat dengan mudah dikonfigurasi, dan sistem ini yang paling mudah digunakan pada pengukuran stress atau strain. Dengan menggunakan sistem ini dapat mengantisipasi jika terjadinya perubahan temperatur yang cukup besar. gambar rangkaian pengawatan sistem jembatan dengan menggunakan satu buah strain gauge dapat ditunjukan dengan gambar.
18
Gambar 2.8. Pengawatan menggunakan satu buah strain gauge (sumber : http://www.squarell.com/Support/FAQ/faq/34/?template=popup)
Jika sebuah beban diberikan pada permukaan ujung batang dimana ujungnya direkatkan strain gauge, maka strain gauge memiliki besar stress sebagai berikut : 6𝑊𝐿
𝜀𝑜 = 𝐸𝑏 2 ....................................................(2.7) 𝜎 = 𝜀0 × 𝐸...................................................(2.8) Keterangan : W = Beban b = Lebar dari batang h = Tebal Batang L = Jarak dari titik beban ke bagian tengah strain gauge
Menggunakan dua buah strain gauge pada jembatan dengan konfigurasi satu pada setiap dua sisi atau kedua strain gauge pada satu sisi saja. Sebuah resistor tetap dihubungkan pada setiap dua atau tiga sisi yang lain. Terdapat dua metode, yaitu metode active-dummy, dimana sebuah strain gauge digunakan untuk mengkompensasi perubahan temperatur dan temperatur active-active dimana kedua strain gauge berfungsi sebagai strain gauge aktif. Sistem jembatan menggunakan dua strain gauge digunakan untuk mengeliminasi komponen strain. Tergantung pada kebutuhan pengukuran, dua buah strain gauge yang dihubungkan dengan sistem jembatan seperti di tunjukan gambar berikut :
19
Gambar 2.9. Strain gauge dengan metode active-dummy (a) dan active-active (b) (sumber: Satrianti Utami ;2008)
Keluaran tegangan pada metode active-dummy adalah : 1 ∆𝑅1
𝑒=4
𝑅1
−
∆𝑅2 𝑅2
𝐸𝑒𝑥𝑐
1
atau 𝑒 = 4 𝐺𝑓 𝜀1 − 𝜀2 𝐸𝑒𝑥𝑐 ............(2.9)
Keterrangan: e
= Tegangan yang dihasilkan (V)
Eexc
= Tegangan Jembatan
Gf
= Faktor gauge
Penggunaan dua strain gauge dengan metode active-dummy digunakan untuk mengetahui parameter terpisah dari bending atau tensile. Dimana dua buah strain gauge terhubung pada rangkaian jembatan dengan dua buah strain gauge diposisikan bersebelahan. Prinsip kerjanya adalah satu buah strain gauge difungsikan untuk merasakan regangan tarik (positif) dan satu strain gauge lagi difungsikan untuk merasakan tegangan tekan (negatif). Nilai regangan yang diterima akan sama karena dua buah strain gauge memiliki jarak yang sama terhadap ujung terkenanya gaya, hanya saja memiliki tegangan dengan polaritas yang berbeda.
20
Gambar 2.10. Konfigurasi dua strain gauge active-acive terhadap batang (sumber : http://www.squarell.com/Support/FAQ/faq/34/?template=popup)
Sedangkan tegangan yang dihasilkan jika menggunakan metode active-
active adalah : 1 ∆𝑅1
𝑒=4
𝑅1
+
∆𝑅2 𝑅2
𝐸𝑒𝑥𝑐
1
atau 𝑒 = 4 𝐺𝑓 𝜀1 + 𝜀2 𝐸𝑒𝑥𝑐 .............(2.10)
Keterangan: e
= Tegangan yang dihasilkan (V)
Eexc
= Tegangan Jembatan
Gf
= Faktor gauge
Rangkaian ini digunakan untuk mengukur bending stress saja hal yang dilakukan
adalah
melakukan
offset
dari
regangan
tarik
dengan
cara
mengkonfigurasi dua buah strain gauge pada sisi yang bersebelahan, sehingga maka tegangan keluaran yang dihasilkan 𝑒=
1 𝐺𝑓 𝜀1 − 𝜀2 𝐸𝑒𝑥𝑐 4
Apabila batang mengalami regangan tarik, kedua strain gauge akan merasakan regangan tarik sama-sama bernilai positif, sehingga mampu mengeliminasi dari nilai keluarannya 𝜀1 − 𝜀2 . Sementara bending stress akan mengakibatkan strain gauge 1 bernilai positif dan strain gauge 2 bernilai negatif 𝜀1 − − 𝜀2 , sehingga akan memperoleh keluaran tengangan dengan nilai dua kali lipatnya. Oleh karena itu dengan metode active-active hanya dapat mengukur bending stress saja. 𝑒=
1 𝐺𝑓 𝜀1 + 𝜀2 𝐸𝑒𝑥𝑐 4
21
Persamaan ini berlawanan dengan persamaan sebelumnya, tegangan
keluaran jembatan wheatstone akan nol jika dibebani tensile dan akan
mengeluarkan keluaran dua kali lipat jika mengalami regangan bending.
Gambar 2.11. Rangkain jembatan empat strain gauge (sumber : http://www.squarell.com/Support/FAQ/faq/34/?template=popup)
Dengan menggunakan empat buah strain gauge yang dihubungkan pada empat sistem jembatan maka akan menghasilkan keluaran yang besar dari tranduser strain gauge dan memperbaiki kompensasi temperatur. Sistem ini jarang digunakan dalam pengukuran regangan namun sistem ini sering digunakan dalam tranduser strain gauge. Ketika keempat gauge mengalami perubahan regangan maka nilai tegangan keluarannya menjadi : 1 ∆𝑅1
𝑒=4 Dalam
𝑅1
penghitungannya
−
∆𝑅1 𝑅1
+
sama
∆𝑅3 𝑅3
−
∆𝑅4 𝑅4
seperti
𝐸𝑒𝑥𝑐 ...........................(2.11) prinsip
dari
konfigurasi
menggunakan dua buah strain gauge bahwa dua sisi yang berjajar akan saling mengeliminasi dan dua sisi yang bersebrangan akan saling menjumlahkan, sehingga didapat keluaran tegangan seperti diatas. Apabila strain gauge pada kempat sisi memiliki spesifikasi yang serupa, termasuk gauge factor, dan menerima strain masing-masing 1, 2, 3, 4, maka : 1
𝑒 = 4 𝐺𝑓 𝜀1 − 𝜀2 + 𝜀3 − 𝜀4 𝐸𝑒𝑥𝑐 ..........................(2.12) Kendala yang harus diatasi terkait dengan penggunaan strain gauge ini adalah resistansi gauge akan berubah saat temperatur berubah pula. Untuk itu
22
perlu dilakukan metode-metode kompensasi untuk nenanggulangi perubahan semacam ini agar temperatur dapat dieliminasi.
2. Sensor Diafragma Sensor MPX Piezoresistive merupakan tranduser piezoresistif yang
terbuat dari bahan silikon dan dirancang untuk berbagai aplikasi dengan range yang besar tetapi lebih di khususkan terutama untuk penggunakan mikrokontroler
atau mikroprosesor. Sensor ini dilengkapi dengan chip signal conditioned, temperature compesated dan calibrated. Terdapat beberapa jenis MPX dengan
jumlah pin yang berbeda-beda antara lain MPX5010DP, MPX2010GP, MPX5100D, dll. Berikut adalah gambar skematik sensor tekanan MPX5100 secara keseluruhan.
Gambar 2.12. Skematik keseluruhan untuk MPX5100 (sumber data sheet MPX5100)
Dari gambar di atas, terdapat konfigurasi pin sensor adalah pin 1 merupakan pin Vout, pin 2 merupakan pin GND, pin 3 merupakan pin Vs sedangkan pin 4,5,6 tidak digunakan untuk external circuit tetapi digunakan sebagai internal device connections.
23
Gambar 2.13. Skematik keseluruhan untuk MPX2010 (sumber: data sheet MPX2010)
Pada MPX2010 merupakan MPX dengan jumlah pin sebanyak 4 pin dimana pin 1 merupakan pin GND, pin 2 adalah pin Vout(+), pin 3 merupakan pin Vs dan pin 4 ialah pin Vout(–) . Pada MPX5100 memiliki range suhu kerja yang diijinkan sekitar 0⁰ - 85⁰C dengan maximum error sebesar 2,5%. Vs yang digunakan ialah Vs dengan sumber DC 5V atau max tegangan yang di ijinkan adalah 5,25V. Dan memiliki sensitivitas sebesar 45mV/kPa. Berikut adalah karakteristik kerja yang akan dihasilkan dari sensor MPX5100.
Gambar 2.14. Output vs Pressure differential (sumber : Data sheet MPX5100)
24
Gambar 2.15. Cross Sectional Diagram (sumber : data sheet MPX5100)
Fluorosilicone Gel Die Coat akan mengisolasi permukaan dan Wire
Bond dari lingkungan, sementara sinyal tekanan akan d transmisikan ke sensor
diafragma. Sensor MP merupakan sensor yang dioprasikan tidak menggunakan tekanan air secara langsung. Walaupun biasanya sensor MPX dalam aplikasinya digunakan sebagai sensor level air namun penggunaanya didasarkan pada udara yang terjebak di dalam selang sehingga menimbulkan tekanan dan perbedaan, perbadaan tersebut yang selanjutnya akan dibaca sebagai tekanan yang dihasilkan.
2.2.3. Prossesor Sinyal Elemen ini akan mengambil keluaran dari sensor dan mengubahnya menjadi suatu bentuk besaran yang cocok untuk ditampilkan atau transmisi selanjutnya dalam beberapa sistem kontrol. Dalam prossesor sinyal pengukuran tekanan dimana sinyal yang diberikan oleh sensor masih dalam bentuk tahanan maka beberapa tahap yang dilakukan misalnya input sinyal dari sensor kemudian masuk ke pembagi tegangan atau jembatan wheatstone kemudian dikuatkan sehingga dapat ditampilkan dalam besaran standar yang ditetapkan. Diagram blok prossesor sebagai berikut :
Gambar 2.16. Prossesor Sinyal
25
2.2.3.1. Pembagi Tegangan Pembagi tegangan adalah
tegangan (Vout).
rangkain linier yang menghasilkan output
Rangkaian pembagi tegangan biasanya digunakan untuk
membuat suatu tegangan referensi dari sumber tegangan yang lebih besar, titik
tegangan referensi pada sensor, untuk memberikan bias pada rangkaian penguat atau untuk memberi bias pada komponen aktif. Hukum kirchoff menyatakan bahwa “tegangan dalam rangkain tertutup sama dengan jumlah semua tegangan
(IR) di seluruh rangkaian”. Tegangan Vin tersebut menggerakan arus I untuk mengalir melewati kedua resistor. Karena kedua resistor terhubung secara seri,
maka arus yang sama mengalir melewati tiap-tiap resistor. Dalam rangkaian dua resistor yang dihubungkan secara seri melalui Vin, yang merupakan tegangan listrik yang terhubung ke resistor, R1 dimana tegangan keluaran Vout adalah tegangan R2. Rangkaian pembagi tegangan pada dasarnya terbuat dari dua buah resistor, rangkaian pembagi tegangan dasar seri dapat dilihat sebagai berikut :
Gambar 2.17. Rangkain Pembagi Tegangan
𝑉𝑖𝑛 = 𝐼𝑅1 + 𝐼𝑅2 ............................................................... (2.13) 𝑉𝑜𝑢𝑡 =
𝑅2 𝑅1+𝑅2 𝑉𝑖𝑛
× 𝑉𝑖𝑛 ........................................................... (2.14)
𝐼 = 𝑅1+𝑅2 ..................................................................... (2.15)
26
Persamaan diatas adalah persamaan yang digunakan untuk menghitung
tegangan output yang dihasilkan oleh sebuah rangkaian pembagi tegangan.
Dengan memilih dua buah resistor dengan nilai tahanan yang sesuai, dapat diperoleh tegangan output dengan nilai maksimal mencapai tegangan input.
2.2.3.2. Jembatan Wheatstone Prinsip dasar dari jembatan wheatstone adalah kesetimbangan. Sifat
umum dari arus listrik adalah arus yang akan mengalir menuju polaritas yang rendah. Jika terdapat persamaan polaritas antara kedua titik maka arus tidak lebih
akan mengalir dari kedua titik tersebut. Dalam rangkaian dasar jembatan wheatstone penghubung kedua titik tadi disebut sebagai jembatan wheatstone. Jembatan wheatstone dapat digunakan untuk mengukur tahanan yang sedangsedang. Jembatan ini terdiri dari dua cabang tahanan yang sejajar, pada masingmasing cabang terdapat dua titik yang diberi tegangan. Tegangan yang dihubungkan pada jaringan tahanan itu digunakan untuk menghasilkan arus yang melalui tahanan. Sebagai petunjuk nol biasanya digunakan galvanometer yang dihubungkan antara kedua cabang sejajar, sehingga keadaan kesetimbangan dapat ditentukan. Gambar rangkaian jembatan wheatstone adalah rangkaian jembatan wheatstone adalah sebagai berikut :
Gambar 2.18. Rangkaian Jembatan Wheatstone
27
Rx adalah tahanan yang dicari nilainya. Salah satu nilai R1,R2 ,R3 ,
misalnya R1 diubah-ubah sampai tak ada arus yang melewati galvanometer, maka
keadaan tersebut yang disebut dengan keadaan setimbang, saat galvanometer menunjukan angka nol. Sehingga berlaku rumus sebagai berikut :
𝐼3 𝑅3 = 𝐼𝑋 𝑅𝑋 .........................................................(2.16)
𝐼1 𝑅1 = 𝐼2 𝑅2 ..........................................................(2.17) Jika tidak ada arus yang melewati galvanometer, maka :
𝐼1 = 𝐼3 dan 𝐼2 = 𝐼𝑋 ....................................................(2.18) Dengan demikian didapat persamaan 𝐼1 𝑅3 = 𝐼2 𝑅𝑋 ........................................................(2.19)
Dari pesamaan 2.17 dan 2.19 maka didapat : 𝑅1 𝑅3
𝑅
= 𝑅 2 atau 𝑅𝑋 = 𝑋
𝑅2 𝑅3 𝑅1
..................................(2.20)
2.2.3.3. Op Amp Instrumentasi Penguat operasional (Op Amp) adalah suatu rangkaian terintegrasi yang berisi beberapa tingkat dan konfigurasi penguat diferensial. Penguat operasional memilki dua masukan dan satu keluaran serta memiliki penguatan DC yang tinggi. Untuk dapat bekerja dengan baik, penguat operasional memerlukan tegangan catu yang simetris yaitu tegangan yang berharga positif (+V) dan tegangan yang berharga negatif (-V) terhadap tanah (ground). Berikut ini adalah simbol dari penguat operasional:
Gambar 2.19. Penguat sinyal oprasional
28
Penguat operasional banyak digunakan dalam berbagai aplikasi karena beberapa keunggulan yang dimilikinya, seperti penguatan yang tinggi, impedansi masukan
yang tinggi, impedansi keluaran yang rendah dan lain sebagainya. Berikut ini karakteristik dari Op Amp ideal: adalah
Penguatan tegangan lingkar terbuka (open-loop voltage gain) AVOL = −∞
Tegangan offset keluaran (output offset voltage) VOO = 0
Hambatan masukan (input resistance) RI = ∞ Hambatan keluaran (output resistance) RO = 0
Lebar pita (band width) BW = ∞
Waktu tanggapan (respon time) = 0 detik Karakteristik tidak berubah dengan suhu Kondisi ideal tersebut hanya merupakan kondisi teoritis tidak mungkin dapat dicapai dalam kondisi praktis. Tetapi para pembuat Op Amp berusaha untuk membuat Op Amp yang memiliki karakteristik mendekati kondisi-kondisi di atas. Karena itu sebuah Op Amp yang baik harus memiliki karakteristik yang mendekati kondisi ideal. UA741 adalah penguat instrumentasi presisi monolitik dirancang untuk aplikasi akurasi yang tinggi. Dengan kombinasi linieritas yang tinggi, rendah offset pergeseran tegangan dan kebisingan yang rendah. UA741 dapat bekerja dalam range suhu antara 0⁰ - 70⁰C. Dengan Vs ±15Vdc.
X
Gambar 2.20. Rangkaian Penguat Inverting 741
29
Inverting Amplifier ini, input dan outputnya berlawanan polaritas.
Penguat memperlihatkan hubungan penguat yang difungsikan sebagai penguat
pembalik, yaitu bentuk rangkaian penguat dengan menghasilkan keluaran yang merupakan kebalikan dari masukan yang diberikan, dalam hal ini disebut sebagai
berbeda 180⁰. Sinyal masukan diberikan ke terminal masukan pembalik melalui resistor Ri dengan terminal masukan non pembalik dihubungkan dengan pentanahan. Lintasan umpan balik diambil dari teminal keluaran op-amp, yang
dihubungkan ke terminal masukan pembalik melalui resistor Rf. Jadi ada tanda pada rumusnya. Pengutan inverting amplifier adalah bisa lebih kecil nilai minus
besaranya dari 1 misal -0,2, -0,5, -0,7, dst dan selalu negatif. Dengan rumus penguatan sebagai berikut : 𝑅𝑓
𝑉𝑜 = − 𝑅𝑖 × 𝑉𝑖 ..................................................... (2.21) Vo
= Teganagan Input
Rf
= Tahanan Referensi
Vi
= Tegangan Input Penguat operasional memiliki nilai impedansi yang sangat tinggi diantara
terminal-terminal masukannya, sedangkan untuk op-amp 741 memiliki impedansi dengan nilai sekitar ± 2MΩ. Jadi secara virtual tidak ada arus yang mengalir melalui titik X. Untuk op-amp yang ideal seharusnya memiliki nilai impedansi masukannya dianggap tak hingga, sehingga tidak ada arus yang mengalir ke dalam terminal masukan penguat melalui titik X, maka arus Ii yang mengalir melalui Ri pasti sama dengan arus yang mengalir melalui Rf.
30
Gambar 2.21. Block pin pada rangkaian op amp 741
2.2.4. Penampil Data Elemen ini menampilkan nilai-nilai yang terukur dalam bentuk yang dapat dikenali oleh pengamat, yaitu melalui sebuah alat penampil (display), misalnya sebuah jarum penunjuk yang bergerak di skala suatu alat ukur, atau bisa juga berupa informasi pada unit penampil visual. Selain itu sinyal tersebut juga dapat direkam, misalnya pada kertas perekam diagram atau pada piringan magnetik, ataupun ditransmisikan ke beberapa sistem lainnya seperti ke sistem kontrol. 2.3. Rangkain Penyearah (Rectifier) Penyearah
adalah
rangkaian
elektronika
yang
berfungsi
untuk
menyearahkan gelombang arus listrik. Arus listrik yang semula berupa arus bolakbalik (AC) jika dilewatkan rangkain penyearah akan berubah menjadi arus searah (DC). Rangkain penyearah yang paling sederhana yaitu rangkaian penyearah arus listrik setengah gelombang dan rangkaian penyearah arus listrik gelombang penuh.
31
2.3.1. Rangkaian Penyearah Arus Listrik Setengah Gelombang Rangkaian penyearah arus listrik setengah gelombang merupakan
rangkaian penyearah yang paling sederhana karena hanya menggunakan satu buah sebagai komponen penyearahnya. dioda
Gambar 2.22. Rangkaian penyearah sederhana (sumber : www.undiksha.ac.id)
Dioda pada rangkaian ini berfungsi sebagai perubah arus AC menjadi DC dan meneruskannya ke beban R1. Pada input tegangan berupa sinusoida maka dioda akan mendapatkan tegangan bias maju dan dioda akan mengalirkan arus menuju R1. Sebaliknya pada periode tegangan negatif dioda akan berperan memblok arus sehingga arus tidak dapat melewati beban R1 dan tegangan pada sisi ini sama dengan nol. Besar tegangan keluaran rata-rata VR1 adalah : 𝑉𝑅1,𝐷𝐶 =
1
𝑇 2
𝑇 0
𝑉𝑚 𝑠𝑖𝑛 𝜔𝑡 𝑑 𝜔𝑡............................(2.22)
Disederhanakan sehingga persamaanya menjadi
𝑉𝑅1,𝐷𝐶 =
𝑉𝑚 2𝜋
− − 1 − −1 =
𝑉𝑚 𝜋
𝑣𝑜𝑙𝑡...................(2.23)
Nilai effektif (rms) dari rangkaian diatas adalah sebagai berikut : 𝑉𝑅1,𝑟𝑚𝑠 =
𝑉𝑚2 4
=
𝑉𝑚 2
𝑣𝑜𝑙𝑡.............................(2.24)
Dimana faktor riak (ripple) dapat ditentukan oleh : 𝑟=
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑟𝑖𝑎𝑘 𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 −𝑟𝑎𝑡𝑎
𝑉
= 𝑉𝑟,𝑟𝑚𝑠 ...........................(2.25) 𝑅𝐿 ,𝐷𝐶
32
2.3.2. Rangkaian Penyearah Arus Listrik Gelombang Penuh Dua Dioda Terdapat cara yang sangat sederhana untuk meningkatkan kuantitas
keluaran positif menjadi sama dengan masukan atau dengan kata lain 100%. Ini dilakukan dengan menambah satu dioda pada rangkaian. Jika menginginkan dapat
masukan berharga negatif maka salah satu dari dioda akan dalam keadaan bias maju atau sebaliknya dari dioda pada keadaan output positif. Karena keluaran bernilai positif pada suatu periode penuh maka rangkaian ini disebut penyearah
gelombang penuh.
Koneksi pada gambar 2.22. menunjukan bahwa pada keadaan positif
dioda yang tehubung ke transformator adalah ujung anoda dan sebaliknya pada ouput negatif maka bagian katoda dioda yang terhubung pada transformator. Beban dari penyearah dihubungkan antara titik katoda dan titik centre-tap (CT) yang dalam hal ini digunakan sebagai referensi grounding.
Gambar 2.23. Rangkaian penyearah gelombang penuh dengan dua dioda (sumber : elektronika dasar unv Jember)
Tegangan positif phasa yang pertama diteruskan oleh D1 sedangkan yang berikutnya dilewatkan melalui D2 ke beban R1 dengan CT transformator sebagai common ground. Dengan demikian beban R1 mendapatkan supply tegangan gelombang penuh seperti gambar di atas.
33
Gambar 2.24. Keluaran dari gelombang penuh dua dioda (sumber : elektronika dasar unv Jember)
Pada gambar diatas menunjukan bahwa pada setengah periode pertama misalnya, V1 bernilai positif dan V2 bernilai negatif, ini menyebabkan D1 dalam keadaan ON atau dalam keadaan bias maju dan D2 dalam keadaan bias mundur. Pada setengah keadaan ini ID1 mengalir dan menghasilkan keluaran yang akan tampak pada hambatan beban. Dan pada setengah periode berikutnya V2 bernilai positif dan V1 bernilai negatif yang menyebabkan D2 dalam keadaan bias maju dan D1 memiliki bias mundur, sehingga memiliki arus ID2 yang menghasilkan keluaran yang akan nampak pada hambatan beban. Dengan demikian selama satu periode penuh hambatan beban akan dilewati arus ID1 dan ID2 secara bergantian dan menghasilkan tegangan keuaran DC. Untuk beberapa aplikasi untuk memberikan sumber motor DC yang kecil atau lampu pijar DC, bentuk tegangan seperti ini sudah cukup memadai, walaupun masih memiliki tegangan ripple yang besar.
34
2.3.3. Rangkaian Penyearah Arus Gelombang Penuh Sistem Jembatan Penyearah gelombang penuh sistem jembatan menggunakan empat
dioda. Dua dioda akan memiliki bias maju pada saat keadaan positif dan dua dioda akan memiliki bias maju saat dalam keadaan negatif. Dua susunan dioda dirangkai
sedemikian rupa sehingga memiliki koneksi dengan dua buah anoda-anoda dan dua buah anoda katoda. Rangkaian penyearah arus gelombang penuh seperti terlihat pada gambar berikut:
Gambar 2.25. Penyearah Arus Gelombang Penuh (sumber : Wijayanto , 2009)
Prinsip kerja dari rangkaian penyearah sistem jembatan dengan menggunakan 4 buah dioda adalah sebagai berikut:
(a)
(b)
Gambar 2.26. Penyearah arus periode positif (a) dan periode negatif (-) (sumber : Wijayanto , 2009)
Saat perioda positif dari Vs, maka dioda D2 dan D3 memiliki bias maju sedangkan D3 dan D4 memiliki bias mundur. Arus IR1 akan mengliar dari Vs+ , D2,R1, D3, dan kembali ke Vs – (gambar 2.25 a). Sedangkan pada saat periode negatif dari sumber Vs, maka dioda D1 dan D4 menjadi bias maju sedangkan D2 dan D3 memiliki bias mundur. Arus I R1 akan mengalir dari Vs+ menuju D4, R1, D1 dan dan kembali ke terminal Vs(lihat gambar 2.25. b).
35
Dari rangkaian gambar di atas menunjukan nilai resistansi R1 mempunyai arah yang sama pada periode positif maupun pada periode negetif dari Vs. Ini
menunjukan bahwa arus bolak balik telah disearahkan, seperti gambar
dibawah:
Gambar 2.27. Keluaran Gelombang Penuh
Besaran nilai rata-rata keluaran tegangan DC dapat dihitung dengan persamaan berikut: 𝑇
𝑉𝑅1,𝐷𝐶 =
1 2𝑉 𝑇 0 𝑚 2
𝑠𝑖𝑛 𝜔𝑡 𝑑 𝜔𝑡........................................(2.26)
Disederhanakan sehingga persamaanya menjadi 𝑉𝑅1,𝐷𝐶 =
𝑉𝑚 𝜋
− − 1 − −1 =
2𝑉𝑚 𝜋
𝑣𝑜𝑙𝑡.................................(2.27)
Nilai effektif (rms) dari rangkaian gelombang penuh menggunakan empat buah dioda adalah sebagai berikut : 𝑉𝑅1,𝑟𝑚𝑠 =
𝑉𝑚2 2
=
𝑉𝑚 2
𝑣𝑜𝑙𝑡............................................(2.28)
Dimana faktor riak (ripple) dapat ditentukan oleh : 𝑟=
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑟𝑖𝑎𝑘 𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 −𝑟𝑎𝑡𝑎
𝑉
= 𝑉𝑟,𝑟𝑚𝑠 ...............................(2.29) 𝑅𝐿 ,𝐷𝐶
Dengan menggunakan penyearah gelombang penuh sistem jembatan memiliki tegangan keluaran rata-rata 2x lebih besar dari pada menggunakan penyearah setengah gelombang dan memiliki nilai ripple yang lebih kecil.
36
2.3.4. Rangkaian Penyearah Arus Sistem Filter
Pada prinsipnya yang diinginkan pada keluaran penyearah hanya
komponen DC, maka perlu adanya penyaringan untuk membuang komponen AC
sehingga didapatkan tegangan keluaran layaknya tegangan dari batere atau accu. Penyaringan dapat dikelompokan menjadi dua yaitu dengan cara memasang kapasitor dan dengan cara memasang induktor. Keluaran menggunakan filter
kapasitor biasanya mengalami penurunan ketika arus beban tinggi. Sedangkan jika menggunakan penyaring rangkaian induktor relatif lebih rendah dibandingkan
filter menggunakan kapasitor. Berikut digram keluaran yang dihasilkan dengan menggunakan filter kapasitor dan filter induktor :
Gambar 2.28. Arus beban untuk tapis C dan L (sumber : elektronika dasar unv. Jember)
Rangkaian penyearah yang akan dibahas hanyalah rangkaian penyearah menggunakan kapasitor.
Rangkaian penyearah dengan menggunakan sistem
jembatan dapat dilihat pada gambar berikut :
37
Gambar 2.29. Rangkaian filter kapasitor pada penyearah jembatan (sumber : Wijayanto , 2009)
Saat beban pada naik dari nol sampai mencapai maksimum sesuai dengan gelombang sinusoida sumbernya, maka kapasitor terisi muatan samapi mencapai nilai maksimum. Ketika tegangan keluaran penyearah turun, dari harga maksimumnya, kapasitor melepas muatan melalui beban samapai tegangan keluaran penyearah lebih besar dari kapasitor, pada saat ini tegangan beban bernilai sama dengan tegangan kapasitor. Dan saat nilai tegangan kapasitor lebih kecil dari pada teganagn sumber maka akan terjadi pengisian kapasitor sampai tegangan pada kapasitor mencapai tegangan maksimum. Bentuk gembang dapat ditunjukan pada gambar 2.29 dibawah. Nilai rata-rata arus beban adalah nilai ratarata arus pengosongan kapasitor selama interval T2, dimana muatan yang dilepaskan adalah (Kartono Wijayanto , 2009): 𝑄𝑝𝑒𝑛𝑔𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔𝑎𝑛 = 𝐼𝑑𝑐 × 𝑇1 .....................................(2.30) Muatan ini segera diganti dengan waktu pengisian T 1, kapasitor akan mendapatkan tegangan sebesar tegangan dari puncak ke puncak (Vr-pp). Dengan menggunakan hubungan 𝑄 = 𝑉 × 𝐶 maka muatan pengisian : 𝑄𝑝𝑒𝑛𝑔𝑖𝑠𝑖𝑎𝑛 = 𝑉𝑟−𝑝𝑝 × 𝐶...................................(2.31) Nilai muatan pengisian sama dengan nilai muatan pengosongan kapasitor sehingga nilai tegangan riak dari puncak ke puncak ialah : 𝑄𝑝𝑒𝑛𝑔𝑖𝑠𝑖𝑎𝑛 = 𝑄𝑝𝑒𝑛𝑔𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑉𝑟−𝑝𝑝 × 𝐶 = 𝐼𝑑𝑐 × 𝑇1 .......................................(2.32) 𝑉𝑟−𝑝𝑝 =
𝐼𝑑𝑐 ×𝑇1 𝐶
............................................(2.23)
38
Jika nilai T2 diasumsikan singkat dan dapat diabaikan maka nilai
𝑇1 ≈
𝑇 2
=
1 2𝑓
sehingga nilai 𝑉𝑟−𝑝𝑝 = 𝑉𝑟−𝑟𝑚𝑠 =
𝑉𝑟−𝑝𝑝 2 3
𝐼𝑑𝑐 2𝑓𝐶
..............................(2.24)
.......................................(2.25)
𝑉𝑟−𝑝𝑝
Faktor riak adalah 𝑟 =
𝑉𝑟𝑚𝑠 𝑉𝑑𝑐
=
2 3
𝑉𝑑𝑐 ..........................(2.26)
Dengan mensubstitusikan persamaan 2.24 dengan persamaan 2.25 maka
didapat :
𝑟=4
1 3×𝑓×𝑅×𝐶
............................................(2.27)
Jika menggunakan frekuensi pada 50 Hz maka faktor riak dapat dicari dengan persamaan : 𝑟=
2,8 𝑅×𝐶
...................................................(2.28)
Vp2 250,00 200,00 150,00 100,00 50,00 0,00 -50,00
Vp2 250,00 200,00 150,00 100,00 50,00 0,00
Iq 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 -10,00 -20,00 0,00
10,00
20,00 (Time) T1
30,00
40,00
T2
T
Gambar 2.30. Gelombang Keluaran pada penyearah jembatan (sumber : Wijayanto , 2009)
Dapat disimpulkan jika suatu rangkian bahwa riak berbanding terbalik dengan nilai resistansi dan kapasitor sehingga semakin besar nilai resistansi beban dan kapasitor maka akan menghasilkan nilai riak yang kecil.