Bab II Dasar Teori
BAB II DASAR TEORI
2.1 Literatur review Untuk melengkapi penulisan Tugas Akhir ini, maka sebagai Literatur revew, penulis membaca beberapa Buku Tugas Akhir yang terdapat di Perpustakaan Universitas Mercubuana, antara lain adalah : 1. Buku Tugas Akhir dengan Judul ” ANALISA KINERJA RUAS JALAN OTTO ISKANDARDINATA ” Kota Bandung Tujuan : a. Menganalisa dan mengetahui kinerja ruas Jalan Otto Iskandardinata sehubungan dengan pergerakan arus lalulintas pada masa sekarang dan pada masa 10 tahun mendatang dengan standard Manual Kapasitas Jalan Indonesia ( MKJI 1997 ). b. Memberikan solusi alternatif pemecahan masalah terhadap dampak yang ditimbulkan akibat permasalahan lalulintas yang ada. oleh
: Ramdan Yassin
NIM
: 41106120035
Tahun
: 2010
No code : STSP/11/10/042
2. Buku
Tugas
Akhir
dengan
judul
”
ANALISA
KAPASITAS
LALULINTAS AKIBAT PUTARAN ” U ” PADA RUAS JALAN KH. MAS MANSYUR ” Jakarta Pusat Maksud dan Tujuan : Maksud dari penulisan ini adalah membahas permasalahan yang terdapat pada putaran ” U ” yang berada pada ruas jalan KH. Mas Mansyur dan dampak yang terjadi pada daerah dsekitarnya. Sedang tujuannya untuk menentukan kapasitas jalan dengan Uturn dan tanpa U-turn kemudian membandingkannya II-1
Bab II Dasar Teori
oleh
: Yosiva Sudarso
NIM
: 41105110006
Tahun
: 2007
No code : STSP/07/073 3. Buku Tugas Akhir dengan judul ” ANALISA TARIF PADA MODA TRANSPORTASI BUSWAY DI JAKARTA ” Tujuan dari analisa tarif pada Trans Jakarta ini adalah : a. Melakukan kajian kembali terhadap kesesuaian Metoda penentuan tarif Trans Jakarta b. Menyimpulkan apakah besar tarif Trans Jakarta sudah sesuai dengan kemauan membayar ( Willingnes to Pay ) dari konsumen atau tidak oleh
: Bibah Zuaribah
NIM
: 41100412 – 022
Tahun
: 2006
No code : STSP/11/10/055 4. Buku Tugas Akhir dengan judul ” ANALISA PENGARUH PASAR CIPULIR TERHADAP KINERJA LALULINTAS JALAN RAYA CILEDUK ” Kota Madya Jakarta Selatan Maksud dan tujuan Maksud dari penulisan ini adalah mencoba menganalisa pengaruh Pasar Cipulir terhadap kinerja lalu lintas di ruas jalan raya Cileduk dengan menggunakan Manual Kapasitas Jalan Indonesia ( MKJI 1997 ). Sedang tujuannya adalah menganalisa faktor - faktor penyebab terjadinya
dan membuatkan solusi dan alternatif terhadap
dampak yang ditimbulkan akibat permasalahan tersebut. Oleh
: Tyasmami Roharini
NIM
: 41108110011
No code : STSP/11/10/055 II-2
Bab II Dasar Teori
2.2 Tinjauan dan Landasan Hukum Sarana dan prasarana dalam operasi lalu lintas setidaknya melibatkan 4 (empat) unsur yang saling terkait yaitu antara pengemudi, kendaraan, jalan dan pejalan kaki, interaksi yang kompleks di antara ke 4 (empat) unsur tersebut dapat dilihat pada gambar 1. Pengemudi
Kendaraan
Pejalan Kaki
Jalan
Gambar 2 – 1, Karakteristik empat unsur utama transportasi jalan raya.
Pemerintah Republik Indonesia membuat Undang-undang dan Peraturan Pemerintah sebagai landasan hukum untuk melakukan pengaturan, pelaksanaan dan pengawasan ke 4 (empat) unsur tersebut, untuk menjamin berlangsungnya operasi lalu lintas secara aman, nyaman dan effisien. Undang - undang dan Peraturan Pemerintah tersebut adalah sebagai berikut : 1. Undang – undang No. 22, Tahun 2009, tentang lalu lintas dan Angkutan Jalan Raya ; 2. KM_14 Tahun 2004, Keputusan Menteri tentang Angkutan Umum Massal/Mass Rapid Transit di Profinsi DKI Jakarta.
2.3 Hirarki Jalan Menurut Sistim Jaringan Jalan pengelompokan jalan berdasarkan Sistim Jaringan Jalan Primer yang melayani distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah ditingkat nasional dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi, dan sistim jaringan jalan sekunder yang melayani distribusi barang dan jasa perkotaan. Berdasarkan Undang – undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan jalan, pada Bagian Kedua Ruang Lalu lintas II-3
Bab II Dasar Teori
Paragraf 1, Pasal 19 mengenai Kelas jalan diuraikan bahwa jalan di Indonesia dikelompokkan dalam beberapa kelas berdasarkan Fungsi dan Insensitas Lalu lintas serta Daya dukung jalan guna kepentingan pengaturan penggunaan jalan seperti diuraikan dibawah ini : a) Jalan Kelas I. Jalan Arteri dan Kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200(empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 10 (sepuluh) ton. b) Jalan Kelas II. Jalan Arteri, Kolektor, Lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 (dua belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200(empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8(delapan) ton. c) Jalan Kelas III. Jalan Arteri, Kolektor, Lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran tidak melebihi 2.100 (dua ribu seratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 (Sembilan ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 3.500 (tiga ribu lima ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton. d) Jalan Kelas Khusus. Jalan Arteri yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat lebih dari 10 (sepuluh) ton.
Sedangkan menurut standar perencanaan Geometri Jalan Perkotaan tahun 1992, diuraikan bahwa Type Jalan terbagi atas :
II-4
Bab II Dasar Teori
a. Type I, Kelas I. Jalan dengan standar tertinggi dalam melayani lalu lintas cepat antar Regional atau antar kota dengan pengaturan jalan masuk secara penuh. b. Type I, Kelas II. Jalan dengan standar tertinggi dalam melayani lalu lintas cepat antar Regional atau didalam kota metropolitan dengan sebagian atau tanpa pengaturan jalan masuk. c. Type II, Kelas I. Standar tertinggi bagi jalan-jalan dengan 4 (empat) lajur atau lebih, memberikan pelayanan angkutan cepat bagi angkutan antar kota atau dalam kota dengan kontrol. d. Type II, Kelas II Standar tertinggi bagi jalan-jalan dengan 2 (dua) atau 4 (empat) lajur dalam melayani angkutan cepat antar kota dan dalam kota, terutama untuk persimpangan tanpa lampu lalu lintas. e. Type II, Kelas III. Standar menengah bagi jalan dengan 2 (dua) lajur untuk melayani angkutan dalam distrik dengan kecepatan sedang, untuk persimpangan tanpa lampu lalu lintas f. Type II, Kelas IV Standar terendah bagi jalan satu arah yang melayani hubungan dengan jalan – jalan angkutan MHT.
2.4 Jalan Perkotaan Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia ( MKJI 1997 ), jalan perkotaan merupakan segmen jalan yang mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruh jalan tersebut, minimum pada satu sisi jalan, apakah merupakan perkembangan lahan atau bukan, termasuk jalan di atau dekat pusat perkotaan dengan jumlah penduduk lebih dari 100.000, maupun jalan didaerah perkotaan dengan jumlah penduduk kurang dari 100.000 dengan perkembangan samping jalan yang permanen dan menerus. II-5
Bab II Dasar Teori
2.4.1 Tipe Jalan Perkotaan Tipe jalan pada perkotaan adalah sebagai berikut : 1. Jalan dua lajur dua arah ( 2/2 UD ; Undivided ) 2. Jalan empat jalur dua arah. a. Tak terbagi ( tanpa median ) ( 4/2 UD ; Undivided ) b. Terbagi ( dengan median ) ( 4/2 D ; Divided ) 3. Jalan enam lajur dua arah terbagi ( 6/2 D ; Divided ) 4. Jalan satu arah ( 1-3/1 )
2.4.2 Arus ( smp/jam ) Arus ( Q ) adalah jumlah kendaraan dalam satuan mobil penumpang ( smp ) yang melalui suatu potongan melintang pada jalan dalam satuan waktu tertentu ( jam ). Jumlah Kendaraan ( Q ) smp / jam
2.4.3 Satuan Mobil Penumpang ( smp ) Satuan mobil penumpang ( smp ) adalah ukuran yang menunjukkan ruang jalan yang dipergunakan oleh suatu jenis kendaraan serta kemampuan manuver kendaraan tersebut, berdasarkan defenisi diatas maka secara sederhana nilai smp untuk mobil penumpang (kendaraaan ringan) = 1, nilai smp sepeda motor < 1, dan nilai smp kendaraaan berat > 1.
Tabel 2. 1 Nilai smp jalan kota tak terbagi (UD) smp
Arus Lalu lintas Type jalan
Total
jalan tak terbagi
2 arah
SM KB
( kendaraan/jam )
Lebar jalur W ( m ) < 6
≥ 6
2 lajur – 2 arah tak terbagi
< 1800
1,30
0,50
0,40
(2/2 UD)
≥ 1800
1,20
0,35
0,25
2 lajur – 2 arah tak
< 3700
1,30
0,40
terbagi (2/2 UD)
≥ 3700
1,20
0,25
Sumber : MKJI, 1997
II-6
Bab II Dasar Teori
Tabel 2.2 Nilai smp jalan kota terbagi (D) Type jalan
smp
Arus Lalu lintas per lajur (kend/jam)
HV
MC
< 1050
1,3
0,4
≥ 1050
1,2
0,25
< 1100
1,3
0,4
≥ 1100
1,2
0,25
2 lajur - 1 arah, terbagi (2/1 D) 4 lajur - 2 arah, terbagi (4/2 D) 3 lajur - 1 arah, terbagi (3/1 D) 6 lajur - 2 arah, terbagi (6/2 D) Sumber : MKJI, 1997
2.5
Kapasitas Jalan Kapasitas jalan atau arus maksimum diprediksi dengan menggunakan Manual Kapasitas Jalan Indonesia ( MKJI 1997 ) berdasarkan data jumlah kendaraan atau satuan mobil penumpang (smp) yang melalui suatu potongan melintang yang mewakili ruas jalan tersebut pada waktu tertentu. Menentukan Kapasitas jalan untuk perkotaan dihitung dengan menggunakan persamaan berikut : C = C₀ x FCᴡ x FCsᴘ x FCsϝ x FCϲ s
( smp/jam )
2.1
dimana : C
= kapasitas ( smp/jam )
C₀
= kapasitas dasar ( smp/jam )
FCᴡ
= factor koreksi kapasitas akibat lebar jalan
FCsᴘ
= factor koreksi kapasitas akibat pembagian arah
FCsϝ
= factor koreksi kapasitas akibat gangguan samping
FCϲ s
= factor koreksi kapasitas akibat ukuran kota ( jumlah penduduk ) II-7
persamaan
Bab II Dasar Teori
> Kapasitas dasar ( C₀ ) Nilainya ditentukan berdasarkan tipe jalan sesuai dengan nilai yang tertera pada tabel berikut :
Tabel 2.3 Kapasitas dasar jalan perkotaan Kapasitas dasar
Tipe jalan
( smp/ jam )
- Jalan 4 jalur berpembatas median
Keterangan
1650
per lajur
- Jalan 4 jalur tanpa pembatas median
1500
per lajur
- Jalan 2 jalur tanpa pembatas median
2900
total dua arah
atau jalan satu arah
Sumber : MKJI, 1997
>
Faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah ( FCsᴘ )
Tabel 2.4 Faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah
Pembagian arah (% - %)
2 lajur 2 arah tanpa pembatas media (2/2 UD)
50 - 50
55- 45
60 - 40
65 - 35
70 - 30
1,00
0,97
0,94
0,91
0,88
1,00
0,985
0,97
0,955
0,94
FCsᴘ
4 lajur 2 arah tanpa pembatas median (4/2 UD)
Sumber : MKJI, 1997
II-8
Bab II Dasar Teori
> Faktor koreksi kapasitas akibat lebar jalan ( FCᴡ ) Nilainya ditentukan berdasarkan lebar jalan efektif yang dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 2.5 Faktor jalan koreksi kapasitas akibat lebar Lebar jalan effektif
Tipe jalan
(m)
FCᴡ
Jalan 4 lajur berpembatas median atau jalan satu arah
per lajur : 3.00
0,92
3.25
0,96
3,50
1,00
3,75
1,04
4,00
1,08
Jalan 4 lajur tanpa pembatas median per lajur : 3,00
0,91
3,25
0,95
3,50
1,00
3,75
1,05
4,00
1,09
Jalan 2 lajur tanpa pembatas median dua arah :
Sumber : MKJI, 1997
II-9
5
0,56
6
0,87
7
1,00
8
1,14
9
1,25
10
1,29
11
1,34
Bab II Dasar Teori
> Faktor koreksi kapasitas akibat gangguan samping ( FCsϝ ) Faktor koreksi kapasitas untuk gangguan samping untuk ruas jalan yang mempunyai kereb dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.6 Faktor koreksi kapasitas akibat gangguan samping ( FCsϝ ) untuk jalan dengan kereb. Kelas
Faktor koreksi akibat gangguan samping Jarak gangguan pada kereb
Tipe jalan
4/2 D
4/2 UD
2/2 UD Atau
Gangguan Jarak kereb - bangunan
Samping < 0,5
1,0
1,5
≥ 2,0
sangat rendah
0,95
0,97
0,99
1.01
rendah
0,94
0,96
0,98
1,00
sedang
0,91
0,93
0,95
9,98
tinggi
0,86
0,89
0,92
0,95
sangat tinggi
0,81
0,85
0,88
0,92
sangat rendah
0,95
0,97
0,99
1,01
rendah
0,93
0,95
0,97
1,00
sedang
0,90
0,92
0,95
0,97
tinggi
0,84
0,87
0,90
0,93
sangat tinggi
0,77
0,81
0,85
0,90
sangat rendah
0,93
0,95
0,97
0,99
Rendah
0,90
0,92
0,96
0,97
Sedang
0,86
0,88
0,92
0,94
Tinggi
0,78
0,81
0,84
0,88
sangat tinggi
0,68
0,72
0,77
0,82
Jalan satu arah
II-10
Bab II Dasar Teori Sumber : MKJI,1997
> Faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota ( FCϲ s ) Faktor koreksi FCϲ s merupakan fungsi dari jumlah penduduk, dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.7 Faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota ( FCϲ s ) pada jalan perkotaan. Ukuran kota ( juta penduduk )
Faktor penyesuaian untuk ukuran kota
Sangat Kecil
< 0,1
0,82
Kecil
0,1 - 0,5
0,88
Sedang
0,5 - 1,0
0,94
Besar
1,0 - 3,0
1,00
Sangat Besar
> 3,0
1,05
Sumber : MKJI,1997
2.6 Derajat Kejenuhan ( DS ) Derajat kejenuhan didefenisikan sebagai perbandingan atau ratio arus lalu lintas (smp/jam) terhadap kapasitas (smp/jam) pada bagian jalan tertentu, yang dipakai sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja ruas lalu lintas. Derajat kejenuhan menunjukkan apakah ruas jalan tersebut mempunyai masalah kapasitas atau tidak, Derajat kejenuhan digunakan untuk analisa perilaku lalu lintas berupa kecepatan dan dihitung dengan rumus sebagai berikut : Qsmᴘ DS
= ------------
persamaan
C dimana :
Qsmᴘ
: arus total ( smp/jam )
C
: Kapasitas ( smp/jam )
II-11
2.2
Bab II Dasar Teori
Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997), untuk menentukan derajat kejenuhan (DS), perlu ditentukan pula parameter-parameter lain yang mendukung. 2.7
Tingkat Pelayanan Jalan Tingkat pelayanan adalah ukuran kualitatif yang menerangkan kondisi operasional dalam arus lalulintas dan penilaian oleh pemakai jalan. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia ( MKJI 1997 ), defenisi dari tingkat pelayanan dinilai dari beberapa faktor yaitu :
> Hambatan atau halangan lalu lintas ( Misal : jumlah berhenti per mil, kelambatan dan waktu ) > Kebebasan untuk maneuver ( bergerak ) > Kenikmatan dan kenyamanan pengemudi > Ekonomi ( BOK = Biaya Oprasional Kendaraan )
Kriteria tingkat pelayanan pada arus jalan ditentukan berdasarkan nilai Derajat Kejenuhan (DS) sebagai rasio arus terhadap kapasitas, nilai ini digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja simpang dan segmen jalan, dimana jika volume kendaraan meningkat kecepatan biasanya berkurang, kebebasan manuver juga berkurang disebabkan bertambah banyaknya jumlah kendaraan yang ada dan kenyamanan dalam mengemudi juga berkurang dikarenakan harus mengawasai gerakan kendaraan lainnya, karena banyak kendaraan disekitarnya.
Nilai Derajat Kejenuhan menunjukkan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah kapasitas atau tidak, seperti saat jumlah kendaraan yang melalui suatu ruas jalan yang melampaui kapasitas ruas jalan tersebut yang mengakibatkan suatu antrian kendaraan.
Berdasarkan unsur penilaian atas nilai Derajat Kejenuhan ( DS ) diatas maka kriteria tingkat pelayanan untuk setiap tipe jalan menjadi 6 (enam ) tingkat mutu pelayanan, lengkap dengan prosedure analisis yang berlaku. Mutu II-12
Bab II Dasar Teori
tingkat pelayanan tersebut dimulai dari Tingkat pelayanan A yang menunjukkan kondisi operasional terbaik dan Tingkat pelayanan F sebagai operasional terjelek seperti diuraikan dibawah ini Tabel 2.8 Kriteria – kriteria tingkat pelayanan pada ruas jalan. Tingkat
Karakteristik - karakteristik
Pelayanan
Derajat Kejenuhan
Kondisi arus bebas dengan kecepatan tinggi, A
pengemudi dapat memilih kecepatan yang
0 – 0,2
diinginkan tanpa hambatan Arus stabil, tapi kecepatan mulai dibatasi akibat B
kondisi lalu lintas, pengemudi memiliki kebebasan
0 – 0,44
yang cukup untuk memilih kecepatan Arus stabil, tetapi kecepatan dan gerak kendaraan C
dikendalikan, Pengemudi dibatasi dalam memilih
0,45 – 0,74
kecepatan D
Arus mendekati tidak stabil, kecepatan masih dikendalikan, masih ditolerir
0,75 - -0,84
Volume lalu lintas mendekati atau berada pada E
kapasitas dan arus yang tidak stabil, kecepatan
0,85 – 1,00
kadang – kadang terhenti Arus yang terhambat, kecepatan rendah, volume F
dibawah kapasitas, antrian panjang serta terjadi
> 1,00
hambatan panjang Sumber : MKJI 1997
2.8
Kecepatan Kecepatan (S) adalah jarak yang dilalui sebuah kendaraan pada suatu unit waktu atau laju perjalanan yang biasanya dinyatakan dalam kilometer per jam (km/jam). Kecepatan tempuh sebagai ukuran utama kinerja segmen jalan merupakan masukan yang penting untuk biaya pemakai jalan dalam analisa ekonomi. Kecepatan tempuh didefenisikan sebagai kecepatan rata-rata ruang yang dirumuskan sebagai : II-13
Bab II Dasar Teori
L V
=
---------
persamaan 2.3
TT dimana : V
= Kecepatan rata-rata ruang LV (km/jam) L
= Panjang segmen (km)
TT
= Waktu tempuh rata-rata LV sepanjang segmen (jam)
2.9 Kerapatan Kerapatan (D) adalah banyaknya kendaraan per satuan jarak kilometer (kendaraan/km), besarnya dapat dicari dengan rumus sebagai berikut :
Volume D
= -----------------------
persamaan 2.4
Panjang Ruas Jalan
2.10 Kecepatan Arus Bebas Kecepatan arus bebas (FV) yang didefenisikan sebagai kecepatan pada tingkat arus nol, dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut ; FV = ( FV₀ + FVᴡ ) x FFVsϝ x FFVϲ s
persamaan 2.5
dimana :
FV
= kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada kondisi lapangan.
FV₀
= kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan pada jalan yang diamati
FVᴡ FFVsϝ
= penyesuaian kecepatan untuk lebar jalan. = faktor penyesuaian untuk hambatan sampingdan lebar bahu atau jarak kereb
FFVϲ s = faktor penyesuaian kecepatan untuk ukuran kota.
II-14
Bab II Dasar Teori
Dengan mengetahui besaran nilai faktor – faktor penyesuaian tersebut dapat menentukan Kecepatan arus bebas seperti persamaan diatas, adapun besaran nilai factor - factor tersebut dapat diperoleh dari tabel – tabel yang terdapat di Buku Manual Kapasitas Jalan Indonesia ( MKJI 1997 )
> Kecepatan arus bebas dasar (FV₀)
Tabel 2.9 Kecepatan arus bebas dasr (FV₀) Kecepatan arus bebas dasar (FV₀) Tipe Jalan
Enam-lajur-terbagi (6/2D) atau Tiga-lajur-satu arah (3/1)
Empat-lajur terbagi (4/2D) atau dua-lajur satu arah (2/1)
Empat-lajur tak terbagi (4/2 UD) atau dua-lajur takterbagi (2/2)
Kendaraan
Kendaraan
Sepeda
Semua
Ringan
Berat
Motor
kendaraan
(LV)
(HV)
(MC)
(rata-rata)
61
52
48
57
57
50
47
55
53
46
43
51
II-15
Bab II Dasar Teori Sumber MKJI,1997
> Penyesuaian kecepatan arus bebas untuk lebar jalur lalu lintas (FVԝ) Tabel 2.10 Penyesuaian kecepatan arus bebas untuk lebar jalur lalu lintas Lebar jalur lalu lintas Tipe Jalan
effekti (Wc) (m) Per lajur 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00
Empat-lajur terbagi atau jalan satu arah
FVw (km/jam)
- 4 - 2 0 2 4
Per lajur
Empat-lajur tak terbagi
3,00
- 4
3,25
- 2
3,50
0
3,75
2
4,00
4
Total
Dua-lajur tak terbagi
5
- 9,5
6
- 3
7
0
8
3
9
4
10
6
11
7
Sumber : MKJI, 1997
> Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk hembatan samping (FFVsϝ ) II-16
Bab II Dasar Teori
Faktor pengaruh hambatan samping ditentukan oleh kelas hambatan samping dan lebar bahu / kerb effektif. Kelas hambatan samping ditentukan dengan mengklasifikasi masing masing dari 3 ( tiga ) komponen dibawah ini kedalam salah satu dari 5 ( lima ) kelas hambatan samping yang diuraikan dalam tabel dibawah ini.
Tabel 2.11 Komponen hambatan samping Kelas hambatan samping Komponen hambatan samping
Gerakan Pejalan kaki
Sangat
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat
rendah
(sedikit)
(beberapa)
(banyak)
tinggi
0
1
2
4
7
0
1
3
6
9
0
1
3
5
8
Pemberhentian angkot pada jalur jalan Kendaraan berputar masuk keluar atau masuk ruas jalan Sumber : MKJI, 1997
Dengan nilai total kejadian dari komponen hambatan samping diatas, sesuai dengan kondisi yang terjadi yang dilapangan dan kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan untuk mendapatkan nilai total dan kelas hambatan samping sebagaimana pada tabel berikut :
Tabel 2.12 Kelas hambatan samping berdasarkan nilai total Nilai total
Kelas hambatan samping
0-1
Sangat rendah
2-5
rendah
6 - 11
sedang
12 - 18
tinggi II-17
Bab II Dasar Teori
19 - 24
sangat tinggi
Sumber : MKJI, 1997
Nilai sesungguhnya untuk setiap komponen hambatan, sesuai dengan kategori sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi ditunjukkan dalam tabel berikut :
Tabel 2.13 Kuantitas hambatan samping Jumlah hambatan samping No.
Komponen hambatan Sangat
Sedang
Tinggi
0
0-80
80-120
120-220
> 220
0
1-200
200-500
500-1300
> 1300
0
0-100
100-300
300-700
> 700
0
0-200
200-500
500-800
> 800
rendah
1
Sangat
Rendah
tinggi
Pejalan kaki berjalan (ped/h)
Pejalan kaki 2
menyeberang (ped/h/km)
Pemberhantian angkot 3
pada jalur jalan (veh/h/km)
4
Keluar/masuk kendaraan (veh/h/km)
Sumber : MKJI, 1997
II-18
Bab II Dasar Teori
Tabel 2.14 Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk hambatan samping untuk jalan dengan kereb (FFVsϝ ) Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan jarak kereb – penghalang Tipe jalan
Kelas hambatan Jarak : kereb – penghalang WK (m)
samping (SFC)
< 0,5 m
1,0 m
1,5 m
> 2m
Sangat rendah
1,00
1,01
1,01
1,02
Rendah
0,97
0,98
0,99
1,00
Sedang
0,93
0,95
0,97
0,99
Tinggi
0,87
0,90
0,93
0,96
Sangat tinggi
0,81
0,85
0,88
0,92
1,00 0,96 0,91 0,84 0,77
1,01 0,98 0,93 0,87 0,81
1,01 0,99 0,97 0,93 0,88
1,02 1,00 0,98 0,94 0,90
terbagi 2/2 UD Sangat rendah
0,98
0,99
0,99
1,00
atau jalan satu Rendah
0,93
0,95
0,96
0,98
arah
Sedang
0,87
0,89
0,92
0,95
Tinggi
0,78
0,81
0,84
0,88
Sangat tinggi
0,68
0,72
0,77
0,82
Empat-lajur terbagi (4/2 D)
Empat-lajur tak terbagi (4/2 Sangat rendah UD) Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
Dua-lajur
tak
Sumber : MKJI 1997
II-19
Bab II Dasar Teori
> Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk ukuran kota (FFVϲ s)
Tabel 2.15 Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk ukuran kota Ukuran kota (juta penduduk)
Faktor penyesuaian untuk ukuran kota
> 0,1
0,90
0,1 - 0,5
0,93
0,5 - 1,0
0,95
1,0 - 3,0
1,00
> 3,0
1,03
Sumber : MKJI, 1997
2.11 Konsep Biaya Dalam keperluan perencanaan dan penyusunan
program jalan serta
pembinaan jaringan jalan terutama di daerah perkotaan, perlu dilakukan perhitungan biaya pemakaian jalan ( road user cost, RUC ) yang komponen utamanya adalah Biaya Operasi Kendaraan ( BOK ). Untuk menentukan Biaya Operasional Kendaraan ( BOK ) untuk Jalan Perkotaan di Indonesia diperlukan data - data komponen dibawah ini :
a. Karakteristik & kondisi jalan, yaitu: jenis permukaan, tingkat kekasaran permukaan, gradien, curvature dan superelevation, tinggi diatas permukaaan laut, serta jumlah lajur. b. Kendaraan representasi & karakteristik kendaraan, yaitu: tare weight (unladen weight), payload, maximum driving power, maximum braking power, kecepatan optimum, drag coefficient, luas muka, putaran mesin (RPM), energy efficiency factor, dan fuel adjustment factor. II-20
Bab II Dasar Teori
c. Karakteristik operasi (utilisasi), terutama pemakaian kendaraan dan pemakaian ban. Data pemakaian kendaraan yang diperlukan mencakup: pemakaian selama satu tahun (m), waktu menggunakan (jam), relatif waktu pemanfaatan, rata-rata umur ekonomis, apakah dilaksanakan pemeliharaan secara teratur, umur kendaraan, serta kapasitas (penumpang), sedangkan data pemakaian ban yang diperlukan mencakup jumlah ban kendaraan, volume karet ban yang dipakai, biaya pelapisan ulang (vulkanisasi). d. Unit-unit Biaya, yaitu harga kendaraan baru, bahan bakar (Rp/liter), minyak pelumas (Rp/liter), harga ban baru, awak kendaraan, biaya keterlambatan
penumpang,
upah
perawatan
kendaraan,
biaya
keterlambatan barang, suku bunga tahunan, dan overhead. Analisis dilakukan dengan pendekatan deskriptif, dengan angka – angka dari hasil kegiatan survai, yang dikonversi kedalam nilai rupiah per 1000 km jarak tempuh dalam perhitungan komponen - komponen biaya operasi kendaraan, yang mencakup antara lain :
Biaya pemakaian bahan bakar
Biaya pemakaian pelumas
Biaya pemakaian ban
Biaya pemeliharaan kendaraan
Biaya depresiasi kendaraan
Biaya Asuransi
Komponen - komponen biaya operasi kendaraan diatas, yang dipakai dalam menghitung Biaya Operasi Kendaraan ( BOK ) dengan memakai persamaan berikut :
BOK = KBB + KO + KB + P + D BM + A
dimana : II-21
persamaan
2.6
Bab II Dasar Teori
KBB
=
Konsumsi Bahan Bakar
KO
=
Konsumsi Oli
KB
=
Konsumsi Ban
P
=
Pemeliharaan
D
=
Depresiasi
BM
=
Biaya Modal
A
=
Asuransi
Perhitungan besarnya tiap komponen dari rumus diatas disajikan pada langkah perhitungan ( khusus jenis kendaraan golongan I atau jenis kendaraan ringan ) dibawah ini :
a. Konsumsi Bahan Bakar ( KBB ) Biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan bakar yang dibutuhkan oleh kendaraan dalam 1 km, dimana jumlah pemakaian bahan bakar tersebut berbeda – beda untuk masing – masing kendaraan, dan juga dipengaruhi oleh kondisi jalan, sehingga besarnya biaya ini adalah sebagai berikut : KBB = KBB Dasar x [ 1 ± ( ķk + kl + kr ) ] persamaan
2.7
perhitungan KBB dasar adalah sebagai berikut :
KBB dasar kendaraan = 0,0284 V - 3,0644 V + 141,68 persamaan
Konsumsi KBB dasar ini kemudian dikoreksi lagi menurut tingkat kekasaran jalan berupa Faktor Koreksi yaitu :
kk = faktor koreksi akibat kelandaian kl =
faktor koreksi akibat kondisi lalu lintas II-22
2.8
Bab II Dasar Teori
kr = faktor koreksi akibat kekasaran jalan V = kecepatan kendaraan ( km/jam )
Besarnya Faktor koreksi untuk kendaraan Golongan I. Tabel 2.16 Faktor koreksi konsumsi bahan bakar dasar kendaraan faktor koreksi akibat kelandaian
g < -5%
-0,337
negative ( kk )
-5% ≤ g < 0%
- 0,158
faktor koreksi akibat kelandaian
0% ≤ g < 5%
0,400
g ≥ -5%
8,200
faktor koreksi akibat kondisi arus
0 ≤ NVK < 0,6
0,050
lalu lintas ( k )
0,6 ≤ NVK < 0,8
0,185
NVK ≥ 0,85
0,253
> 3 m/km
0,035
3 m/km
0,085
positif ( kk )
faktor koreksi akibat kekasaran jalan ( k ) Sumber : LAPI-ITB,1977
g = kelandaian ;
NVK = nisbah volume per kapasitas
b. Konsumsi Oli ( KO ) Besarnya konsumsi oli ( liter/km) sangat tergantung pada kecepatan kendaran dan jenis kendaraan, Tabel 2.17 Konsumsi dasar Oli ( liter/km ) Jenis Kendaraan
Kecepatan km/jam)
Golongan I
Golongan IIA
Golongan IIB
10 - 20
0,0032
0,006
0,0049
20 - 30
0,003
0,0057
0,0046
30 - 40
0,0028
0,0055
0,0044
40 - 50
0,0027
0,0054
0,0043
50 - 60
0,0027
0,0054
0,0043
60 - 70
0,0029
0,0055
0,0044
70 - 80
0,0031
0,0057
0,0046
80 - 90
0,0033
0,0060
0,0049
90 - 100
0,0035
0,0064
0,0053
II-23
Bab II Dasar Teori
100 - 110
0,0038
0,0070
0,0059
Sumber : LAPI – ITB, 1977
c. Konsumsi Ban (KB) Besarnya biaya pemakaian Ban sangat tergantung pada kecepatan dan jenis kendaraan.
Y = 0,0008488 V - 0,0045333
d.
persamaan 2.9
Pemeliharaan (P) Komponen Biaya Pemeliharaan diperlukan pada saat kendaraan tersebut telah menempuh jarak tertentu, dan yang paling dominan adalah biaya suku cadang dan upah montir. Suku cadang :
Y = 0,000064 V + 0,0005567
persamaan 2.10
Montir :
Y = 0,00362 V + 0,36267
persamaan 2.11
e. Depresiasi (D) Biaya Depresiasi adalah biaya penyusutan nilai kendaraan karena berkurangnya umur ekonomis kendaraan tersebut, biaya ini dianggap hanya berlaku untuk perhitungan BOK pada jalan tol dan jalan arteri, besarnya berbanding terbalik dengan kecepatan kendaraan.
Y Y
=
----------------------( 2,5 V + 125 ) II-24
persamaan 2.12
Bab II Dasar Teori
f. Bunga Modal (BM) Pembelian Kendaraan dianggap sebagai pembelian Kredit dengan perhitungan bahwa Biaya pembelian kontan bila dianggap sebagai investasi yang disimpan di Bank dengan bunga lebih kecil, besarnya biaya modal per kendaraan per 1.000 km ( Menurut Road User Cost Model, 1991) ditentukan oleh persamaan berikut :
Bunga Modal = 0,22 % x ( harga kendaraan baru ) persamaan 2.13
g. Asuransi Biaya Asuransi terdiri dari biaya asuransi kendaraan dan asuransi jiwa, sebagai jaminan terhadap kecelakaan atau kehilangan kendaraan, dimana besarnya biaya asuransi kendaraan berbeda – beda untuk masing – masing kendaran, dan besarnya Biaya Asuransi berbanding terbalik dengan kecepatan, semakin tinggi kecepatan kendaraan semakin kecil biaya asuransi sesuai dengan persamaan berikut :
38 Y
=
---------------
persamaan 2.14
500 V
Y
=
per 1.000 km ( untuk keseluruhan nilai Y )
2.12 Nilai Waktu Nilai waktu adalah suatu faktor untuk penaksiran keuntungan atau kerugian bagi penggunaan jalan, yang di konversi dalam nilai uang untuk biaya perjalanan kendaraan per jam, bila mana waktu yang terpakai sebagai hasil dari II-25
Bab II Dasar Teori
kesempatan yang terbuang jika dimanfaatkan untuk menghasilkan sesuatu yang lebih. Perhitungan Nilai Waktu untuk ruas Jalan Hayam Wuruk yang dimaksud dalam tulisan ini, berdasarkan data dan hasil analisa dari segmen jalan yang telah ditentukan berupa analisa Manual Kapasitas Jalan Indonesia ( MKJI 1977 ), yaitu Kecepatan kendaraan sebenarnya pada ruas Jalan Hayam Wuruk ( VLV km/jam ) untuk memperoleh selisih waktu ( = Δt menit ) yang terjadi ketika sebelum ada jalur khusus Busway dan setelah ada pengguanaan jalur untuk Busway.
Nilai waktu dapat diambil dari beberapa kajian yang pernah dilakukan oleh lembaga – lembaga di Indonesia untuk menentukan Nilai waktu tersebut. Berikut ini adalah Nilai Waktu berdasarkan Jenis Kendaraan dari berbagai rujukan yang berbeda.
Tabel 2.18 Rujukan Nilai Waktu Nilai Waktu ( Rp/jam/kendaraan ) Rujukan Gol. I
Gol. II A
Gol. II B
PT Jasa Marga (1990-1996)
12297
18534
13768
Padalarang Cileunyi (1996)
3385-5425
3827-3834
5716
Semarang ( 1996 )
3411-6221
14541
1506
IHCM ( 1995 )
3281
18212
4971
PCI ( 1979 )
1341
3827
3152
7067
14670
3680
JIUTR Northern Extesion (PCI , 1989)
II-26
Bab II Dasar Teori
Surabaya – Mojokerto
8880
(JICA,1991)
7960
7980
Sumber : LAPI - ITB, 1997
Nilai waktu diatas kemudian dikoreksi menurut data Pendapatan rata – rata perbulan perkapita ( Produk Domestik Regional Bruto = PDRB ) dari daerah yang ditinjau, dan faktor koreksi berdasarkan tinjauan wilayah adalah sebagai berikut : Tabel 2.19 Pendapatan rata – rata perbulan perkapita atas dasar harga konstan tahun 1995 ( PDRB )
No.
Jumlah
(juta Rp. )
penduduk
60.638.217
9.113.000
6,65
1.00
60.940.114 39.207.000
1,55
0,33
6.097.380
2.356.120
2,59
0,39
Jawa Tengah 39.125.323 29.653.000
1.,32
0,20
1.346.352
3,48
0,52
57.047.812 33.844.000
1,69
0,25
13.231.986
3.694.554
4,91
0,74
21.802.508 11.115.000
1,96
0,29
5.478.924
3,04
0,46
Lokasi
1
DKI Jakarta
2
Jawa Barat
3 4 5 6 7
8 9
PDRB per
PDRB
Kodya Bandung
Kodya Semarang Jawa Timur Kodya Surabaya Sumatera Utara Medan
4.682.002
1.800.000
Kapita (juta Rp. )
Nilai Koreksi
Sumber : LAPI _ ITB, 1997
Perhitungan Nilai waktu berdasarkan Pendapatan rata – rata adalah :
PDRB / orang II-27
Bab II Dasar Teori
Q
=
--------------------------waktu kerja per tahun
II-28