Bab II - Dasar Teori
BAB II DASAR TEORI 2.1 Sungai Dengan berjalannya waktu, suatu sistem jaringan sungai akan membentuk pola pengaliran tertentu di antara saluran utama dengan cabang-cabangnya dan pembentukan pola pengaliran ini sangat ditentukan oleh faktor geologinya. Pola pengaliran sungai dapat diklasifikasikan atas dasar bentuk dan teksturnya.Bentuk atau pola berkembang dalam merespon terhadap topografi dan
struktur
geologi
bawah
permukaannya.Saluran-saluran
sungai
berkembang ketika air permukaan (surface runoff) meningkat dan batuan dasarnya kurang resisten terhadap erosi.
Sistem fluviatil dapat menggambarkan perbedaan pola geometri dari jaringan pengaliran sungai.Jenis pola pengaliran sungai antara alur sungai utama dengan cabang-cabangnya di satu wilayah dengan wilayah lainnya sangat bervariasi.Adanya perbedaan pola pengaliran sungai di satu wilayah dengan wilayah lainnya sangat ditentukan oleh perbedaan kemiringan topografi, struktur dan litologi batuan dasarnya. Pola pengaliran yang umum dikenal adalah sebagai berikut :
1. Pola Aliran Dendritik Pola aliran dendritik adalah pola aliran yang cabang-cabang sungainya menyerupai struktur pohon.Pada umumnya pola aliran sungai dendritik dikontrol oleh litologi batuan yang homogen.Pola aliran dendritik dapat memiliki tekstur/kerapatan sungai yang dikontrol oleh jenis batuannya. Sebagai contoh sungai yang mengalir diatas batuan yang tidak/kurang resisten terhadap erosi akan membentuk tekstur sungai yang halus (rapat) sedangkan pada batuan yang resisten (seperti granit) akan membentuk tekstur kasar (renggang). Tekstur sungai didefinisikan sebagai panjang sungai per satuan luas. Mengapa demikian? Hal ini dapat dijelaskan bahwa resistensi batuan terhadap erosi sangat berpengaruh pada proses pembentukan alur-alur sungai, batuan yang tidak resisten cenderung akan lebih mudah dierosi membentuk II-1
Bab II - Dasar Teori
alur-alur sungai. Jadi suatu sistem pengaliran sungai yang mengalir pada batuan yang tidak resisten akanmembentuk pola jaringan sungai yang rapat (tekstur halus), sedangkan sebaliknya pada batuan yang resisten akan membentuk tekstur kasar.
2. Pola Aliran Radial Pola aliran radial adalah pola aliran sungai yang arah alirannya menyebar secara radial dari suatu titik ketinggian tertentu, seperti puncak gunungapi atau bukir intrusi.Pola aliran radial juga dijumpai pada bentuk-bentuk bentangalam kubah (domes) dan laccolith. Pada bentang alam ini pola aliran sungainya kemungkinan akan merupakan kombinasi dari pola radial dan annular.
3. Pola Aliran Rectangular Pola rectangular umumnya berkembang pada batuan yang resistensi terhadap erosinya mendekati seragam, namun dikontrol oleh kekar yang mempunyai dua arah dengan sudut saling tegak lurus.Kekar pada umumnya kurang resisten terhadap erosi sehingga memungkinkan air mengalir dan berkembang melalui kekar-kekar membentuk suatu pola pengaliran dengan saluran salurannya lurus-lurus mengikuti sistem kekar.Pola aliran rectangular dijumpai di daerah yang wilayahnya terpatahkan.Sungai-sungainya mengikuti jalur yang kurang resisten dan terkonsentrasi di tempat tempat dimana singkapan batuannya lunak.Cabang-cabang sungainya membentuk sudut tumpul dengan sungai utamanya.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pola aliran rectangular adalah pola aliran sungai yang dikendalikan oleh struktur geologi, seperti struktur kekar (rekahan) dan sesar (patahan).Sungai rectangular dicirikan oleh saluran-saluran air yang mengikuti pola dari struktur kekar dan patahan.
4. Pola Aliran Trellis Geometri dari pola aliran trellis adalah pola aliran yang menyerupai bentuk pagar yang umum dijumpai di perkebunan anggur.Pola aliran trellis dicirikan II-2
Bab II - Dasar Teori
oleh sungai yang mengalir lurus di sepanjang lembah dengan cabangcabangnya berasal dari lereng yang curam dari kedua sisinya.Sungai utama dengan cabang-cabangnya membentuk sudut tegak lurus sehingga menyerupai bentuk pagar.Pola aliran trellis adalah pola aliran sungai yang berbentuk pagar (trellis) dan dikontrol oleh struktur geologi berupa perlipatan sinklin dan antilin.Sungai trellis dicirikan oleh saluran-saluran air yang berpola sejajar, mengalir searah kemiringan lereng dan tegak lurus dengan saluran utamanya.Saluran utama berarah searah dengan sumbu lipatan.
5. Pola Aliran Sentripetal Pola aliran sentripetal merupakan aliran yang berlawanan dengan pola radial, di mana aliran sungainya mengalir ke satu tempat yang berupa cekungan (depresi). Pola aliran sentripetal merupakan pola aliran yang umum dijumpai di bagian barat dan barat laut Amerika, mengingat sungai-sungai yang ada mengalir ke suatu cekungan, di mana pada musim basah cekungan menjadi danau dan mengering ketika musin kering.Dataran garam terbentuk ketika air danau mengering.
6. Pola Aliran Annular Pola aliran annular adalah pola aliran sungai yang arah alirannya menyebar secara radial dari suatu titik ketinggian tertentu dan ke arah hilir aliran kembali bersatu.Pola aliran annular biasanya dijumpai pada morfologi kubah atau intrusiloccolith.
7. Pola Aliran Paralel (Pola Aliran Sejajar) Sistem pengaliran paralel adalah suatu sistem aliran yang terbentuk oleh lereng yang curam/terjal.Dikarenakan morfologi lereng yang terjal maka bentuk aliran-aliran sungainya akan berbentuk lurus-lurus mengikuti arah lereng dengan cabang-cabang sungainya yang sangat sedikit. Pola aliran paralel terbentuk pada morfologi lereng dengan kemiringan lereng yang seragam.Pola aliran paralel kadangkala mengindikasikan adanya suatu patahan besar yang memotong daerah yang batuan dasarnya terlipat dan kemiringan II-3
Bab II - Dasar Teori
yang curam.Semua bentuk dari transisi dapat terjadi antara pola aliran trellis, dendritik, dan paralel.
Gambar 2.1.pola aliran sungai Sumber : http://www.genborneo.com/2011/01/pola-aliran-air-penyaliran.html
a.
Daerah Aliran Sungai
Daerah Aliran Sungai (menurut Undang-undang NO. 7 Tahun 2004 tentang SDA DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.Sub DAS adalah bagian dari DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai uatama. Setiap DAS terbagi habis ke dalam Sub DAS-Sub DAS. Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima,
mengumpulkan
air
hujan,
sedimen,
dan
unsur
hara
serta
mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada satu titik (outlet). Oleh karena itu, pengelolaan DAS merupakan suatu bentuk pengembangan wilayah II-4
Bab II - Dasar Teori
yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan yang pada dasarnya merupakan usaha-usaha penggunaan sumberdaya alam disuatu DAS secara rasional untuk mencapai tujuan produksi pertanian yang optimum dalam waktu yang tidak terbatas (lestari), disertai dengan upaya untuk menekan kerusakan seminimum mungkin sehingga distribusi aliran merata sepanjang tahun (Marwah, 2001)
Dalam terminologi yang lain dalam bahasa Inggris pegertian DAS sering dipergunakan istilah “ drainage area” atau “river basin” atau “catchment area” atau “watershed”. Definisi DAS tersebut di atas pada dasarnya menggambarkan suatu wilayah yang mengalirkan air yang jatuh diatasnya beserta sedimen dan bahan larut melalui titik yang sama sepanjang suatu alur atau sungai. DAS juga merupakan suatu ekosistem, dimana unsur organisme dan lingkungan biofisik serta unsur kimia berinteraksi secara dinamis dan di dalamnya terdapat keseimbangan inflow dan outflow dari material dan energi.
b.
Panjang Sungai
Panjang sungai diukur pada peta. Panjang sungai adalah panjang yang diukur sepanjang sungai, dari stasiun yang ditinjau atau muara sungai sampai ujung hulunya. Dalam studi ini, panjang sungai diukur dari lokasi jembatan sampai ujung hulunya. Sungai utama adalah sungai terbesar pada daerah tangkapan dan yang membawa aliran menuju muara sungai. Pengukuran panjang sungai dalam analisis aliran limpasan dan debit aliran sungai. c.
Alur Sungai
Alur Sungai adalah Dasar sungai yang lekuk panjang serta memanjang. Secara sederhana alur sungai dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu : 1. bagian hulu 2. bagian tengah, dan 3. bagian hilir
Bagian Hulu II-5
Bab II - Dasar Teori
Daerah hulu adalah daerah awal aliran sungai, dan berada di daerah pegunungan atau perbukitan. Sungai-sungai di daerah hulu dapat memiliki ciri-ciri antara lain sebagai berikut: a) Memiliki lembah sungai berbentuk “V”. b) Debit airnya relatif kecil dan sangat dipengaruhi oleh curah hujan. c) Kondisi dasar sungai berbatu-batu, sering ada air terjun. d) Erosi oleh aliran air sungai terutama terjadi ke arah vertikal (aliran air sungai mengerosi dasar sungai). e) Aliran sungai mengalir di atas batuan induk (country rocks). f) Aliran sungai mengerosi batuan induk. g) Aliran sungai cenderung relatif lurus. h) Tidak pernah terjadi banjir (air sungai yang meluap) karena air segera mengalir ke hilir. Bagian Tengah Merupakan daerah peralihan dari bagian hulu dan hilir. Kemiringan dasar sungai lebih landai sehingga kecepatan aliran relatip lebih kecil dari pada bagian hulu. Umumnya biasanya masih mampu menerima aliran banjir. Merupakan daerah keseimbangan antara proses erosi dan pengendapan yang sangat bervariasi dari musim ke musim. Apabila alur sungai datang dari daerah pegunungan mendadak memasuki daerah dataran biasanya sediment diendapkan di daerah perubahan kemiringan lereng dasar sungai. Bentuk endapan yang terjadi melebar kearah hulu dengan material yang kasar terdapat di bagian hulu dan secara bertahap semakin halus ke arah hilir, bentuk demikian sering disebut dengan kipas alluvial. Pada daerah demikian alur sungai sering berpindah tempat karena cepatnya proses pengendapan. Apabila aliran sungai berasal dari daerah gunung api biasanya membawa pasir lepas dan kadang-kadang dapat terendap di seberang tempat sepanjang alur sungai tergantung kecepatan aliran. Pada saat banjir endapan tersebut dapat terangkut, apabila banjir menyusut proses pengendapan terjadi lagi. Dengan adanya dua proses yang telah diuraikan di atas maka alur sungai II-6
Bab II - Dasar Teori
akan mengalami perubahan, kadang-kadang perubahan itu terjadi pada periode yang sangat singkat, sehingga bentuk alurnya mempunyai pola berjalin (braided).
Bagian Hilir Daerah hilir adalah daerah akhir aliran sungai, dan di dataran rendah tepi pantai. Sungai-sungai di daerah hilir dapat memiliki ciri-ciri antara lain sebagai berikut: Memiliki lembah sungai berbentuk “U” Aliran air permanen meskipun debit aliran sungai dapat dipengaruhi oleh curah hujan (musim). Di dalam alur sungai cenderung terjadi pengendapan, dan aliran air sungai mengalir di atas endapannya sendiri. Mendapat air dari alur yang berasal dari daerah hulu, dan kondisi debit dipengaruhi oleh kondisi daerah hulu. Dapat terjadi banjir bila debit air yang datang dari daerah hulu melebihi daya tampung saluran sungai yang ada di daerah hilir. Daerah genangan air sungai ketika banjir dikenal sebagai daerah dataran banjir, dan di dataran ini muatan yang dibawa oleh air sungai ketika banjir sebagian diendapkan. Aliran sungai cenderung berkelok-kelok membentuk pola aliran sungai yang dikenal sebagai meander. Sungai cenderung mengerosi ke arah lateral (mengerosi tebing sungai).
2.2 Menambah Data yang Hilang Kekosongan data dapat terjadi akibat ketidakhadiran pengamat atau kerusakan alat. Jumlah hujan dihitung dari pengamatan di ketiga stasiun terdekat dan sedapat mungkin berjarak sama terhadap stasiun yang kehilangan data Metoda: 1.Bila hujan tahunan normalnya pada masing-masing stasiun pembanding dalam 10% dari stasiun yang kehilangan data rata-rata aritmatik Rx = 1/n (∑Ri) II-7
Bab II - Dasar Teori
2.Bila hujan tahunan normalnya pada masing-masing stasiun pembanding lebih besar dari 10% terhadap stasiun yang kehilangan data rasio normal. Rx = 1/n (∑(Nx/Ni)Ri) Dimana : Rx = data hilang yang akan diperkirakan n = jumlah stasiun pembanding N = hujan tahunan normal Ri = data hujan stasiun pembanding
2.3 Debit Banjir Rencana Debit banjir rencana atau design flood adalah debit maksimum di sungaiatau saluran alamiah dengan periode ulang yang sudah ditentukan yang dapat dialirkan tanpa membahayakan bangunan air. Perhitungan debit banjir rencana pada pekerjaan ini dipergunakanuntuk perencanaan tinggi muka banjir pada posisi rencana jembatan rel kereta api. Metode perhitungan dilakukan dengan berbagai metode bergantung padadata-data yang tersedia dan karakteristik dari data yang ada. Konsep dasarperhitungan didasarkan dari data yang ada, pengalaman dan kepentingansehingga langkah-langkah dalam penentuan dan atau perhitungan yang dilakukanadalah :
1. Analisis frekuensi dengan : Metode Log Pearson Type III Metode Gumbell2.
2. Uji Kesesuaian distribusi : Metode Chi-Kuadrat Metode Smirnov-Kolmogorov3.
3. Debit banjir rencana digunakan metode : II-8
Bab II - Dasar Teori
Metode Empiris Haspers Metode Empiris Melchior Metode Hidrograf Satuan Nakayasu
2.4 Periode Ulang Periode ulang adalah terminologi yang sering digunakan dalam bidang sumberdaya air, yang kadang difahami secara berbeda oleh berbagai pihak. Definisi fundamental dari hidrologi statistik mengenai ”periode ulang” ( Haan,1977): “Periode Ulang adalah rerata selang waktu terjadinya suatu kejadian dengan suatu besaran tertentu atau lebih besar.”Curah hujan rancangan adalah curah harian maksimum yang mungkin terjadi dalam periode waktu tertentu misal 5 tahunan, 10 tahunan dan seterusnya. Metode analisis periode ulang hujan maksimum dapat dilakukan antara lain dapat dilakukan dengan : Metoda E.J. Gumbel Metoda Log Pearson III Metode Iway Kadoya
2.5 Curah Hujan Wilayah Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan rancangan debit banjir adalah curah hujan maksimum harian rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan. Stasiun-stasiun pengamat hujan yang tersebar pada suatu daerah aliran dapat dianggap sebagai titik (point).Tujuan mencari hujan rata-rata adalah mengubah hujan titik (point rainfall) menjadi hujan wilayah (regional rainfall) atau mencari suatu nilai yang dapat mewakili pada suatu daerah aliran. Karena stasiun pengamat hujan yang diperoleh hanya terdapat dua stasiun
pengamat
hujan,
maka
untuk
memeperoleh
hujan
wilayah
menggunakan cara rata-rata aljabar yaitu: R
R1
R2
R3
....................... R N N
dimana: II-9
Bab II - Dasar Teori
Ri =
besarnya curah hujan (mm), dan
N = jumlah pos pengamatan. Curah hujan maksimum didapatkan dengan mengambil data paling maksimum dalam tahun tertentu.
2.6 Curah Hujan Rencana Analisis curah hujan rencana ini ditujukan untuk mengetahui besarnya curah hujan maksimum dalam periode ulang tertentu yang nantinya dipergunakan untuk perhitungan debit banjir rencana.Untuk perhitungan hujan rencana digunakan analisis frekuensi, cara yang dipakai adalah dengan menggunakan metode distribusi kemungkinan (Probability Distribution) teoritis yang ada. Beberapa jenis distribusi yang digunakan antara lain : a.
Distribusi Log Normal Distribusi log normal merupakan transpormasi dari distribusi normal, yaitu dengan mengubah variat X menjadi nilai logaritma variat X. Secara sistematis distrbusi log-normal ditulis sebagai berikut : 1
p( x)
(log X ).S .( 2 )
. exp 1 / 2(log
x
x S
)2
- Nilai rerata, dengan persamaan : 1 n
ln X
i
ln X i n
- Standard deviasi, dengan persamaan : i
n S
(ln X i
ln X ) 2
1
n 1
- Koefisien kepencengan (skewnes), dengan persamaan : i
(ln X i Cs
ln X ) 2
1
(n 1)(n 2).S 3 .
- Koefisien kepuncaan (kurtosis), dengan persamaan :
II-10
Bab II - Dasar Teori i
n2
(ln X i
ln X ) 2
1
Ck
(n 1)(n 2).(n 3) S 4 .
- Keragaman sample (variasi), dengan persamaan : S LnX i
Cv
- Ln X dengan persamaan :
ln X
ln X i G.S
- Antiln X X
anti ln X
Dimana : P(X)
= Probabilitas log normal
X
= Nilai variat pengamatan
X
= Nilai rata-rata dari logaritmik variat X
S
= Simpangan baku
b. Distribusi Gumbel Distribusi Gumbel dinyatakan dengan persamaan: XTr = X + Sx (0,78 y - 0,45) dengan:
(Xi X ) (n 1)
Sx Y
Ln
Ln
T 1 T
dimana : XTr
=
Curah hujan dengan kala ulang Tr tahun (mm)
X
=
Curah hujan maximum rerata (mm)
Sx
=
Simpangan baku
y
=
Perubahan reduksi
n
=
Jumlah data
Xi
=
Data curah hujan (mm)
T
=
Kala ulang dalam tahun II-11
Bab II - Dasar Teori
Bentuk lain dari persamaan Gumbel adalah :
XTr = X + Sx . K
dengan:
Yt Y n Sn
K
dimana : K
= Konstanta
Yt=
Reduksi sebagai fungsi dari probabilitas
Yn& Sn
=
Besaran fungsi dari jumlah data (n)
c. Distribusi Log Person Type III Analisis frekuensi dengan metode Log Pearson Type III adalah sebagai berikut : - Nilai rerata, dengan persamaan :
1 n
log x
i n
(log xi ) i 1
- Standard deviasi, dengan persamaan : i n
(log xi S
log x) 2
i 1
n 1
- Koefisien kepencengan (skewnes), dengan persamaan : i n
n Cs
(log xi
log x) 2
i 1
(n 1)(n 2).S 3
- Koefisien kepuncaan (kurtosis), dengan persamaan : i n
n2 Ck
(log xi
log x) 2
i 1
(n 1)(n 2)(n 3).S 4
- Keragaman sample (variasi), dengan persamaan :
II-12
Bab II - Dasar Teori
S log xi
Cv
- Logaritma X dengan persamaan :
log x
log xi
G.S
- Antilog X
x
anti log x
Dimana : Log X = Logaritma debit atau curah hujan = Logaritma rerata dari debit atau curah hujan Log Xi = Logaritma debit atau curah hujan tahun ke i G
= Konstanta Log Pearson Type III, berdasarkan koefisien kepencengan
S1
= Simpangan baku
Cs
= Koefisien kepencengan
Ck
= Koefisien kurtosis
Cv
= Keragaman sample (variasi)
n
= Jumlah data
Dalam penentuan metode yang akan digunakan, terlebih dahulu ditentukan parameter-parameter statistik sebagai berikut :
5.1.1 Pemilihan Distribusi
Standar Deviasi (S1)
Dalam teori statistik terdapat banyak tipe sebaran (distribusi) dari bermacam populasi. Populasi hujan ataupun debit maksimum tahunan dari suatu daerah juga mempunyai pola Standar deviasi merupakan ukuran sebaran yang paling banyak digunakan. sebaran yang khas yang dapat didekati dengan tipe sebaran teoritis. Pemilhan tipe Apabila penyebaran sangat besar terhadap nilai statisrtik rata-rata, maka nilai seperti S1akan sebaran biasanya didasarkan atas harga parameter dengan indikator yang tersaji dalam Tabel 5.1. Untuk memperkirakan besarnya hujan dengan kala ulang besar, akan tetapi jika penyebaran data sangat kecil terhadap nilai rata-rata tertentu, terlebih dahulu rangkaian data hujan harian maksimum dihitung parameter makastatistiknya. nilai S1 akan kecil pula. Standar deviasi dengan rumus Adapun rumus-rumus statistik yang dipakaidapat adalahdihitung :
berikut : (X - X)2 n 1 S Cv = X S1 =
= Standar Deviasi = Koefisien Keragaman
n
n Cs =
Xi - X
3
i=1
n
n2 Ck =
= Koefisien Kepencengan
(n-1) (n-2) S 3 Xi - X
II-13
4
i=1
(n-1) (n-2) (n-3) S4
= Koefisien Kurtosis
5.1.1 Pemilihan Distribusi
Dalam teori statistik terdapat banyak tipe sebaran (distribusi) dari bermacam populasi. Populasi hujan ataupun debit maksimum tahunan dari suatu daerah juga mempunyai pola Bab II - Dasar Teori sebaran yang khas yang dapat didekati dengan tipe sebaran teoritis. Pemilhan tipe sebaran biasanya didasarkan atas harga parameter statisrtik dengan indikator seperti Koefisien (CV5.1. ) Untuk memperkirakan besarnya hujan dengan kala ulang yang tersaji Variasi dalam Tabel tertentu, terlebih dahulu rangkaian data hujan harian maksimum dihitung parameter Koefisien Variasi adalah nilai perbandingan antara standar deviasi dengan statistiknya. Adapun rumus-rumus statistik yang dipakai adalah :
nilai rata-rata hitung dari suatu distribusi normal. Koefisien variasi dapat 2
- X) sebagai berikut : dihitung dengan(X rumus = Standar Deviasi S1 = n 1 S Cv = = Koefisien Keragaman X n
3
n Xi - X i = 1 (C ) KoefisienCSkewness S = Koefisien Kepencengan s= (n-1) (n-2) S 3 n 4 Koefisien Skewness (Kepencengan)adalah suatu nilai yang menunjukkan 2 n Xi - X i=1 derajat ketidaksimetrisan (asimetri) dari suatu bentuk distribusi. Apabila kurva = Koefisien Kurtosis Ck = (n-1) (n-2) (n-3) S4 frekuensi dari suatu distribusi mempunyai ekor memanjang ke kanan atau ke K =titik koefisien didapatmaka dari tabel kiri terhadap pusatfrekuensi maksimum, kurva tersebut tidak akan berbentuk
simetri. Keadaan tersebut disebut condong ke kanan atau ke kiri.Pengukuran kecondongan adalah untuk mengukur seberapa besar kurva frekuensi dari 5.1.1 Pemilihan Distribusi Indikator Tipesebaran Sebaran Dalam teori statistik terdapatPemilihan banyak tipe (distribusi) dari bermacam populasi. denganPopulasi besarnya koefisien kecondongan atau koefisien skewness, dan dapat hujan ataupun debit maksimum tahunan dari suatu daerah juga mempunyai pola No Tipe Sebaran Indikator Keterangan sebaran yang khas yang dapat didekati dengan tipe sebaran teoritis. Pemilhan tipe dihitung dengan persamaan dibawah ini : sebaran biasanya didasarkan parameter dengan 1. Normal harga statisrtik parameter tidakindikator ada seperti Cs 0 atas hargaJika yang tersaji dalam Tabel 5.1. Untuk memperkirakan besarnya hujan dengan kala ulang 2. Log Normal yang mendekati indikator tersebut, Cs / Cv 3 tertentu, terlebih dahulu rangkaian data hujan harian maksimum dihitung parameter 3. Gumbel Type IAdapun rumus-rumus digunakan statistiknya. yang dipakai adalah :sebaran Log Cs 1,1396 statistikmaka Pearson Type III Ck 5,4002 Tabel 5.1 suatu distribusi tidak simetri atau condong. Ukuran kecondongan dinyatakan
(X - X) Sumber : Harto, S1 =1993 : 245
2
= Standar Deviasi
Koefisien Kurtosis (CK) n 1 S Cv = = Koefisien Keragaman Pengukuran kurtosis Xdimaksudkan untuk mengukur keruncingan dari bentuk n
3
kurva distribusi dan n sebagai Xi - X pembandingnya adalah distribusi normal. i=1 = Koefisien Kepencengan C s (Coefficient = Koefisien kurtosis (n-1) (n-2) of S 3 Kurtosis)dirumuskan sebagai berikut : n
n2 Ck =
Xi - X
4
i=1
(n-1) (n-2) (n-3) S4
= Koefisien Kurtosis
K = statistic koefisien frekuensi tabel jenis distribusi yang sesuai. Dari harga parameter tersebutdidapat akan dari dipilih
Adapun syarat-syarat dari masing-masing distribusi ditunjukkan pada tabel berikut : Tabel 5.1 Indikator Pemilihan Tipe Sebaran
II-14 No 1.
Tipe Sebaran Normal
Indikator Cs 0
Keterangan Jika harga parameter tidak ada
Bab II - Dasar Teori
Tabel 2.5. Syarat Kecocokan Distribusi Probalitas Tipe Sebaran
Syarat
Normal
Cs = 0
Log Normal
Cs/Cv = 3
Gumbel Type I
Cs = 1.1396 Ck = 5.4002
Log Pearson Type III
Not specified
Sumber : Analisis Hidrologi, soemarto 1999
Uji Keselarasan Distribusi Pemeriksaan uji kesesuaian distribusi ini dimaksudkan untuk menentukan apakah distribusi curah hujan harian maksimum tersebut benar-benar sesuai dengan distribusi teoritis yang dipakai. Pengujian kesesuaian distribusi yang akan dipakai adalah Chi-Kuadrat (Chi-Square) dan Smirnov-Kolmogorov.
Uji Smirnov-Kolmogorov Uji kesesuaian Smirnov-Kolmogorov ini digunakan untuk menguji simpangan secara mendatar. Uji ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1. Data curah hujan diurutkan dari kecil ke besar. 2. Menghitung besarnya harga probabilitas dengan persamaan Weibull sebagai berikut :
P( x )
m ( n 1)
x 100%
Dimana : P
= Probabilitas (%)
m= Nomor urut data n
= Jumlah data
3. Hitung nilai peluang teoritis, P(x<), dengan rumus P(x<) = 1 – P(x) 4. Hitung fungsi f(t) dengan rumus: II-15
Bab II - Dasar Teori
(X X) S x
f (t )
5. Berdasarkan nilai f(t) tentukan luas daerah kurva distribusi normal P’(x). Nilai P’(x) didapat dengan rumus P’(x) = 1 – Luas kurva 6. Hitung P’(x<) dengan rumus, P’(x<) = 1 – P’(x) 7. Hitung nilai ∆ HITdengan rumus ∆ HIT = P’(x<) – P(x<) 8. Apabila harga ∆
HIT< cr,
maka dapat disimpulkan bahwa penyimpangan
yang terjadi masih dalam batas-batas yang dijinkan.
Uji Chi-Kuadrat Uji kesesuaian Chi-Kuadrat merupakan suatu ukuran mengenai perbedaan yang terdapat antara frekuensi yang diamati dan yang diharapkan. Uji ini digunakan untuk menguji simpangan secara tegak lurus, yang ditentukan dengan rumus : 2
Hit
(o i e i ) 2
ei
Dimana : X 2hit
= Parameter Chi-Kuadrat terhitung
ei
= Frekuensi teoritis
oi
= Frekuensi pengamatan
Uji ini akan sangat baik dilakukan apabila frekuensi pengamatan minimal 5 buah. Apabila frekuensi amatan lebih kecil dari 5 buah maka dilakukan penggabungan kelas interval.
2.6 Koefisien Pengaliran Salah satu konsep penting dalam upaya mengendalikan banjir adalah koefisien aliran permukaan (runoff) yang biasa dilambangkan dengan C.
II-16
Bab II - Dasar Teori
Tabel 2.2.Koefisien Aliran Permukaan ( C ) untuk DAS Pertanian bagi Tanah Kelompok Hidrologi B No. 1 2 3 4 5 6 7
Jenis Daerah Tanaman dalam baris, buruk Tanaman dalam baris, balik Padian, buruk Padian, bagian Padang rumput potong pergiliran tanaman, baik Padang rumput, penggembalaan tetap, baik Hutan dewasa, baik
25 mm/jam 0.63 0.47 0.38 0.18
Koefisien C 100 mm/jam 0.65 0.56 0.38 0.21
200 mm/jam 0.66 0.62 0.38 0.22
0.29
0.36
0.39
0.02
0.17
0.23
0.02
0.1
0.15
Sumber : Schwab, et al, 1981, dalam Arsyad, 2006
Koefisien C didefinisikan sebagai nisbah antara laju puncak aliran permukaan terhadap intensitas hujan.Faktor utama yang mempengaruhi nilai C adalah laju infiltrasi tanah, tanaman penutup tanah dan intensitas hujan (Arsyad, 2006). Tabel 2.3. Koefisien Limpasan untuk Metoda Rational No. 1
2
3
Deskripsi Lahan / Karakter Permukaan
Koefisien C
Bisnis - Perkotaan
0,70 - 0,95
- Pinggiran
0,50 - 0,70
Perumahan - Rumah tunggal
0,30 - 0,50
- multi unit terpisah, terpisah
0,40 - 0,60
- multi unit tergabung
0,60 - 0,75
- Perkampungan
0,25 - 0,40
- apartemen
0,50 - 0,70
Industri - Daerah industri ringan
0,50 - 0,80
- Daerah industri berat
0,60 - 0,90
Atap
0,75 - 0,95
Halaman, Tanah berpasir
II-17
Bab II - Dasar Teori
datar 2%
0,05 - 0,10
rata-rata 2 -7 %
0,10 - 0,15
curam 7 %
0,15 - 0,20
Halaman, Tanah berat
9
datar 2%
0,13 - 0,17
rata-rata 2 -7 %
0,18 - 0,22
curam 7 %
0,25 - 0,35
halaman kereta api
0,10 - 0,25
Taman tempat bermain
0,20 - 0,35
Taman, pekuburan
0,10 - 0,25
Hutan - datar, 0 - 5%
0,10 - 0,40
- bergelombang, 5 - 10 %
0,25 - 0,50
- Berbukit 10 - 30 %
0,30 - 0,60
Sumber : Mc Guen, 1989, dalam Suripin, 2003
Koefisien aliran permukaan (C) untuk DAS pertanian bagi tanah kelompok Hidrologi B dan untuk daerah perkotaan tertera dalam tabel. Tabel 2.4.Koefisien Aliran Permukaan ( C ) untuk Daerah Urban No. 1
2
3
Jenis Daerah
Koefisien C
Daerah perdagangan - Perkotaan ( down town )
0,70 - 0,90
- Pinggiran
0,50 - 0,70
Permukiman - Perumahan satu keluarga
0,30 - 0,50
- Perumahan berkelompok, terpisah-pisah
0,40 - 0,60
- Perumahan berkelompok, bersambungan
0,60 - 0,75
- Suburban
0,25 - 0,40
- Daerah apartemen
0,50 - 0,70
Industri - Daerah industri ringan
0,50 - 0,80
- Daerah industri berat
0,60 - 0,90 II-18
Bab II - Dasar Teori
4
Taman, Pekuburan
0,10 - 0,25
5
Tempat bermain
0,20 - 0,35
6
Daerah stasiun kereta api
0,20 - 0,40
7
Daerah belum diperbaiki
0,10 - 0,30
8
Jalan
0,70 - 0,95
9
Bata - Jalan, hamparan
0,75 - 0,85
- Atap
0,75 - 0,95
Sumber : Schwab, et al, 1981, dalam Arsyad, 2006
Pada saat hujan turun sebagian akan meresap ke dalam tanah dan sebagian lagi akan menjadi limpasan permukaan. Koefisien pengaliran merupakan suatu variabel yang didasarkan pada kondisi daerah pengaliran dan karakteristik hujan yang jatuh di daerah tersebut.
Adapun kondisi dan karakteristik yang dimaksud adalah : a. Keadaan hujan, b. Luas dan bentuk daerah aliran, c. Kemiringan daerah aliran dan kemiringan dasar sungai, d. Daya infiltrasi dan perkolasi tanah, e. Kebasahan tanah, f. Suhu udara dan angin serta evaporasi dan g. Tata guna tanah Berdasarkan kondisi fisik wilayah dan jenis penggunaan lahannya besarnya nilai koefisien pengaliran ditentukan sebagai berikut: Tabel 2.5. Angka Koefisien Pengaliran KETERANGAN
Koef. C
Dataran tinggi dengan kemiringan curam
0.75 - 0.90
Daerah pertanian di dataran tinggi
0.70 - 0.80
Daerah hutan dan vegetasi campuran
0.50 - 0.75
Daerah datar dengan vegetasi baik
0.45 - 0.60 II-19
Bab II - Dasar Teori
daerah pertanian
0.70 - 0.80
Sungai pada dataran tinggi
0.75 - 0.85
Sungai kecil pada daerah rendah
0.45 - 0.75
Sungai dengan DAS yang besar
0.50 - 0.75
Sumber : Analisis Hidrologi, Soemarto 1999
2.7 Hujan Netto Efektif Hidrograf satuan adalah hidrograf limpasan langsung yang dihasilkan oleh hujan efektif (hujan netto) yang terjadi merata di seluruh DAS dan dengan intensitas tetap selama satu satuan waktu yang ditetapkan, yang disebut hujan satuan. Hujan satuan adalah curah hujan yang lamanya sedemikian rupa sehingga lamanya limpasan permukaan tidak menjadi pendek, meskipun curah hujan itu menjadi pendek. Jadi hujan satuan yang dipilih adalah yang lamanya sama atau lebih pendek dari periode naik hidrograf (waktu dari titik permulaan aliran permukaan sampai puncak, time to peak). Periode limpasan dari hujan satuan semuanya adalah kira-kira sama dan tidak ada sangkut pautnya dengan intensitas hujan (Suripin, 2003). Dalam bentuk definisi yang lebih sederhana hidograf satuan suatu DAS adalah suatu limpasan langsung yang diakibatkan oleh satu satuan hujan efektif, yang terbagi rata dalam waktu dan ruang (Soemarto, 1999). Teori hidrograf satuan merupakan penerapan teori sistem linear dalam hidrologi daerah aliran sungai yang dipandang sebagai proses black box dan sistemnya ditandai oleh tanggapan (response) debit Q terhadap input tertentu. Inputnya adalah hujan merata, yaitu hujan dengan intensitas konstan sebesar i dan durasi T yang terbagi rata di atas DAS.
II-20
Bab II - Dasar Teori
Gambar 1. Hubungan antara hujan efektif dengan limpasan langsung
Tujuan dari hidrograf satuan adalah untuk memperkirakan hubungan antara hujan efektif dan aliran permukaan. Konsep hidrograf satuan pertama kali dikemukakan oleh Sherman pada tahun 1932. Dia menyatakan bahwa suatu sistem DAS mempunyai sifat khas yang menyatakan respon DAS terhadap suatu masukan tertentu yang berdasarkan pada tiga prinsip: 1.
Pada hujan efektif berintensitas seragam pada suatu daerah aliran tertentu, intensitas hujan yang berbeda tetapi memiliki durasi sama, akan menghasilkan limpasan dengan durasi sama, meskipun jumlahnya berbeda.
2.
Pada hujan efektif berintensitas seragam pada suatu daerah aliran tertentu, intensitas hujan yang berbeda tetapi memiliki durasi sama, akan menghasilkan hidrograf limpasan, di mana ordinatnya pada sembarang waktu memiliki proporsi yang sama dengan proporsi intensitas hujan efektifnya. Dengan kata lain, ordinat hidrograf satuan sebanding dengan volume hujan efektif yang menimbulkannya. Hal ini berarti bahwa hujan sebanyak n kali lipat dalam suatu waktu tertentu akan menghasilkan suatu hidrograf dengun ordinat sebesar n kali lipat .
II-21
Bab II - Dasar Teori
3.
Prinsip superposisi dipakai pada hidrograf yang dihasifkan oleh hujan efektif berintensitas seragam
yang memiliki periode-periode yang
berdekatan atau tersendiri. Jadi, hidrograf yang merepresentasikan kombinasi beberapa kejadian aliran permukaan adalah jumlah dari ordinat hidrograf tunggal yang memberi kontribusi
Ketiga asumsi ini secara tidak langsung menyatakan bahwa tanggapan DAS terhadap hujan adalah linier, walaupun sebenarnya kurang tepat. Namun demikian, penggunaan hidrograf satuan telah banyak memberikan hasil yang memuaskan untuk berbagai kondisi. Sehingga, teori hidrograf satuan banyak dipakai dalam menentukan debit atau banjir rencana.
Gambar 2.2. Prinsip-prinsip hidrograf satuan Sumber: Suripin (2003)
Dengan menganggap bahwa proses transformasi hujan menjadi limpasan langsung mengikuti proses linier dan tidak berubah oleh waktu, maka hujan netto (Rn) dapat dinyatakan sebagai berikut. Rn
=CxR
Dengan II-22
Bab II - Dasar Teori
Rn
= hujan netto (efektif)
C
= koefisien limpasan
R
= intensitas hujan
2.8 Perhitungan Debit Banjir. Dalam
praktek
analisis
hidrologi
terdapat
beberapa
cara
yang
dapat
ditempuhuntuk menetapkan debit banjir rancangan. Masing-masing cara akan sangatdipengaruhi oleh beberapa factor berikut (Sri Harto, 1993): a. ketersediaan data, b. tingkat kesulitan yang dikehendaki, c. kesesuaian cara dengan DAS yang ditinjau.
Cara analisis dapat dikelompokkan menjadi tiga metode (Gupta, 1967), yaitu: a. cara empirik, b. cara statistik, c. analisis dengan model hidrologi
Cara empirik adalah metode pendekatan dengan rumus rasional. Cara iniditerapkan apabila tidak tersedia data debit yang cukup panjang tetapi tersedia datahujan harian yang panjang. Terdapat empat metode perhitungan banjir rancanganyang dikembangkan berdasarkan prinsip pendekatan rasional (Muhadi, 1987), yaitu: 1. Metode rasional 2. Metode Der Weduwen 3. Metode Meichior 4. Metode Haspers. Penulis menunjuk dua macam cara yang akan diuraikan pada tulisan ini, yaitumetode Der Weduwen dan metode Meichior seperti yang dipergunakan dalam StandarPerencanaan Irigasi KP-O1 , yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal PengairanDepartemen Pekerjaan Umum tahun 1986.
II-23
Bab II - Dasar Teori
Dalam analisis debit banjir rencana dihitung berdasarkan perkiraan debit dengan periode ulang 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun, 25 tahun, 50 tahun dan 100 tahun. Debit rancangan ditetapkan pada posisi rencana lokasi jembatan untuk masing-masing sungai. Sebelum melangkah ke analisis perhitungan, berikut ini akan diuraikan terlebih dahulu mengenai dasar teori metode – metode tersebut diatas. Berdasarkan analisis curah hujan rencana dari data curah hujan harian maksimum dapat dihitung debit banjir rencana dengan kala ulang 2,5,10,20,25,50 dan kala ulang 100 tahun.Perhitungan debit banjir rencana dapat dihitung dengan metodemetode antara lain Rasional,Weduwen dan Haspers. a.
Metode Rasional
Metode rasional merupakan salah satu dari beberapa metode empiris yang sering digunakan untuk memperkirakan debit puncak (peak discharge). Asumsi dasar dari metode ini adalah bahwa curah hujan terjadi secara merata di seluruh daerah aliran dan waktu konsentrasi sama dengan durasi hujan. Dengan menggunakan asumsi tersebut, secara teoritis formulasi dari metode rasional adalah sebagai berikut: Metode Rasional menyatakan bahwa puncak limpasan pada suatu DAS akan diperoleh pada intensitas hujan maksimum yang lamanya sama dengan waktu konsentrasi (Tc). Waktu konsentrasi adalah lamanya waktu yang diperlukan untuk pengaliran air dari yang paling ujung dari suatu DAS sampai ke outlet. Metode Rational dalam bentuk rumus adalah sebagai berikut:
Q
=
C. I . A 3.6
dimana : Q
=
Debit Puncak banjir (m 3 / dt)
C
=
Koefisien Limpasan ( 0 < C < 1 )
II-24
Bab II - Dasar Teori
koefisien pengaliran yang tergantung pada tata guna lahan, kondisi tanah, kemiringan dan vegetasi penutup lahan I
=
Intensitas hujan maksimum dengan lama hujan sama dengan waktu konsentrasi (mm / jam)
A
=
Luas DAS (Km 2)
Untuk pendugaan intensitas hujan dengan lama hujan kurang dari 24 jam, digunakan rumus empirik dari dr. Mononobe : It
=
R t 24 24
24 T
2/3
dengan : It
= Intensitas hujan dengan t jam (mm/ jam),
R24
= Maksimum hujan 24 jam (mm).
T
= Lama waktu curah hujan/lama waktu konsentrasi aliran (jam).
Rumus empiris untuk menghitung T dengan persamaan sebagai berikut : T
=
L / w (jam)
W
=
72 ( h/L ) 0.6 (km / jam)
Tabel 2.5. Nilai Koefisien Limpasan (Pengaliran) oleh Imam Subarkah Tata Guna Lahan Hutan
Jenis Tanah Kemiringan
Loam
Lempung
Lempung
Berpasir
Sitloam
Padat
0% - 5%
0.1
0.3
0.4
5% - 10%
0.25
0.35
0.5
10% - 30%
0.3
0.5
0.6
Padang
0% - 5%
0.1
0.3
0.4
Rumput
5% - 10%
0.15
0.35
0.55
(semak-
10% - 30%
0.2
0.4
0.6
semak)
II-25
Bab II - Dasar Teori
Tata Guna Lahan
Jenis Tanah Kemiringan
Loam
Lempung
Lempung
Berpasir
Sitloam
Padat
Tanah
0% - 5%
0.3
0.5
0.6
Pertanian
5% - 10%
0.4
0.6
0.7
10% - 30%
0.5
0.7
0.8
Sumber : Sosrodarsono, S. Kensaku, T. 2006
Tabel 2.5. Nilai Koefisien Limpasan (Pengaliran) Mononobe Kondisi DAS
Harga f
Daerah pegunungan yang curam
0.75 – 0.90
Daerah pegunungan tersier
0.70 – 0.80
Tanah bergelombang dan hutan
0.50 – 0.75
Tanah daratan yang ditanami
0.45 – 0.60
Persawahan yang diairi
0.70 – 0.80
Sungai di daerah pegunungan
0.75 – 0.85
Sungai kecil di dataran
0.45 – 0.75
Sungai besar yang lebih dari setengah
0.50 – 0.75
daerah pengalirannya terdiri dari dataran Sumber : Sosrodarsono, S. Kensaku, T. 2006
b. Metode Weduwen Metode ini digunakan untuk memperkirakan debit banjir rencana untuk daerah aliran sungai yang luasnya < 100 Km2. Metode perhitungan banjir Der Weduwen diterbitkan pertama kali pada tahun. Metode ini cocok untuk DAS dengan luas sampai 100 km2. Rumusdigunakan adalah sebagai berikut:
II-26
Bab II - Dasar Teori
Metode perhitungan banjir Der Weduwen diterbitkan pertama kali pada tahun 1937 cocok untuk DAS dengan luas sampai 100 km2. Rumus-rumus yangdigunakan adalah sebagai berikut ini. Tentukan besamya curah hujan sehari untuk kala ulang rencana yang dipilih..
Dasar dari metode ini sama dengan metode mellchior, yaitu rasional, digambarkan dalam bentuk yang kita kenal sebagai rumus :
Q
.
=
.q.
dimana :
q
Q
=
Run Off Coef
=
Reduction Coeff
=
Hujan terbesar ( m3/km2/dt)
=
Luas Catchment (km2)
=
Debit maksimum (m3/dt)
c. Metode Haspers Dasar dari metoda ini sama dengan Metoda Melchior dan Weduwen, yaitu rumus Rational, dalam bentuk rumus adalah sebagai berikut : α.β.q.f
Q
1 0.012.f 0.70
α
0.075.f 0.70
1
0.10.L0.80 .i
t 1 β
1
q
Rt 3.6t
Rt
0.30
t (3.7x10 (t 2
0.4t
15)
) f 3/4 x 12
R SxU
Untuk t kurang dari 2 jam
II-27
Bab II - Dasar Teori txR 24
Rt
t 1
0.0008(260 R 24 )(2 t) 2
Untuk t antara 2 sampai 19 jam txR 24 t 1
Rt
Untuk t antara 19 sampai 30 hari Rt 0.707R24 (t 1)0.5
Dimana: :
Debit banjir maksimum (m3/dt)
:
Koefisien aliran
:
Koefisien reduksi
q
:
Curah hujan maksimum (mm/jam)
L
:
panjang sungai (km)
i
:
kemiringan sungai
Rt
:
Curah hujan dalam t jam (mm)
R24
:
Curah hujan dalan 24 jam (mm)
R
:
Hujan maksimum rata-rata (mm)
U
:
Variabel simpangan baku pada kala ulang T tahun
Sx
:
Simpangan baku
t
:
Waktu curah hujan (jam)
f
:
Luas daerah pengaliran (km2)
Q
II-28