BAB I PENGANTAR
1.1 Latar Belakang Peran pemuda dalam memanggul tanggung jawab kemajuan bangsa memang tidak bisa terbantahkan. Munculnya generasi baru atau kelompok umur muda selalu dikaitkan dengan perubahan dan pembangunan, tentunya dengan harapan pembangunan yang lebih baik. Koentjaraningrat (2015) mengasumsikan pembangunan sebagai usaha mencapai kemakmuran, dan tentunya sumbangsih pemuda ada di dalamnya. Sumbangsih pemuda dalam membawa perubahan positif bagi bangsa merupakan kesuksesan tersendiri bagi tiap bangsa dalam mencetak generasi penerusnya yang berkualitas. Karakter pemuda yang tangguh secara fisik, dan kreatif dalam tiap gagasan sangat diharapkan bagi pembangunan bangsa. Apalagi jika dikombinasikan dengan ketangguhan mental dan semangat membangun serta keoptimisan yang membuncah, kiranya menjadi paket yang tepat untuk mengupayakan perubahan dan kemajuan bangsa yang dicita-citakan. Revolusi hingga reformasi Indonesia yang membawa arus perubahan dan kemajuan bangsa Indonesia, terutama kebebasan berekspresi yang hingga kini dapat dinikmati, merupakan salah satu wujud nyata peran pemuda sebagai motor penggeraknya. Bagi banyak pihak, termasuk pemerintah, wajar apabila begitu serius mengupayakan pembangunan bangsa bukan dari golongan yang mapan (dewasa) namun dari kalangan pemuda yang memiliki potensi berkembang.
1
2
Eksistensi pemuda harus tetap dijaga, termasuk dari ancaman yang berupa arus modernitas yang destruktif (merusak). Perubahan yang terjadi hingga saat ini, tidak bisa dipungkiri terus mengaliri sendi-sendi kehidupan masyarakat, termasuk kalangan pemuda. Seringkali muncul kritik sosial yang menyatakan bahwa modernitas yang merubah wajah dunia membawa dampak dengan terbangunnya batas-batas kehidupan sosial-budaya antar kawasan menjadi semakin sumir. Untuk memberikan sebuah gambaran sederhana dapat dilihat dari contoh kasus dari penggunaan teknologi saat ini. Orang-orang mancanegara bisa menikmati keindahan tari Ramayana yang digelar di pelataran candi Prambanan dari rekaman video dari negaranya masing-masing yang diunggah di Youtube. Disisi lain, anakanak muda perkotaan di Yogyakarta juga sedang menggandrungi musik K-Pop yang bisa bebas diakses di Youtube juga. Dari contoh sederhana tersebut didapati gambaran bahwa modernitas membawa bentuk identitas kebudayaan baru yang jika tidak diwaspadai akan menimbulkan pencerabutan terhadap kebudayaan orisinal. Fenomena saling silang budaya tersebut dapat dijelaskan dengan merujuk pada pendapat Adian (2008) yang melihat fenomena ini sebagai arus globalisasi yang merubah segala sesuatunya yang tadinya bercorak lokal sekarang menjadi global dan bersilang. Arus perubahan yang membawa sistem nilai baru yang membangun kombinasi identitas yang cair dan fleksibel sedikit banyak menggerus sistem nilai atau kebudayaan sebelumnya yang mencerminkan tradisi yang luhur. Pada dasarnya semua perubahan akan membawa banyak konsekuensi sosialkulutral, salah satunya penggerusan nilai atau kebudayaan lama dengan kebudayaan yang baru. Peneliti tidak bermaksud untuk bersikap anti perubahan, namun yang
3
perlu dicermati yaitu ketika kebudayaan baru masuk dan bercampur dengan kebudayaan lama, maka konsekuensi etisnya yakni tidak membawa ancaman yang berarti bagi kebudayaan sebelumnya yang terjaga keluhurannya. Abdullah (1991) dalam bukunya Pemuda dan Perubahan Sosial mengatakan bahwa masyarakat sedang mengalami perubahan cepat. Perubahan yang didorong oleh kekuatan luar atau yang disebabkan oleh kebangkrutan anasir-anasir kulturil sendiri, sering tak mempunyai kesempatan untuk menjaga keseimbangannya. Tentunya yang dimaksud keseimbangan disini yakni keseimbangan antara terjaganya eksistensi budaya lokal dengan penerimaan budaya luar. Pada dasarnya kehidupan sosial masyarakat memang tida bisa dilepaskan dengan masuknya budaya baru, namun fakta yang demikian sangat tidak arif apabila perubahan tersebut menghapus budaya lokal yang membawa identitas original masyarakat. Perihal adagium dari kalangan pemuda yang mengatakan bahwa sesuatu yang kuno dan tradisional merupakan sesuatu yang kurang tepat untuk diikuti dan harus diperbarui merupakan pandangan yang tidak sepenuhnya benar. Kebudayaan yang mampu memproyeksikan identitas orisinal yang luhur dari kehidupan masyrakat akan sangat disesali apabila itu semua tergerus perlahan oleh kebiasaan baru yang terkemas sarwa modern. Tidak ada yang salah dengan modernitas yang dialami saat ini, namun yang tetap diperhatikan yakni bagaimana tetap menjaga kebudayaan bangsa agar tetap eksis. Pandangan tersebut kiranya telah disetujui oleh Koentjaraningrat (2015) yang berendapat bahwa budaya yang perlu dimiliki oleh manusia adalah budaya yang berorientasi masa depan. Kendati demikian, manusia sebagai pemiliknya harus tetap berhati-hati, maksudnya yakni
4
tetap menjaga keluhurannya. Inventaris kebudayaan Indonesia baik yang tangible (fisik) maupun intangible (non-fisik) yang kaya menjadi potensi besar bagi peradaban yang lebih baik untuk bangsa ini. Kelestarian ragam gerak tari dan musik, ritus-ritus adat nan sakral, benda-benda kriya yang artistik, atau kemegahan arsitektur bangunan-bangunan kuno yang menjadi saksi peradaban masyarakat kita sebelumnya harus tetap dijaga. Meminjam pernyataan Cicero-seorang anggota senat kekaisaran Romawipernah mengatakan: ”Jika kita tidak tahu apa-apa yang terjadi sebelum kita lahir, berarti kita tetap anak kecil”. Ungkapan Cicero menunjukkan dan membuktikan argumen sebelumnya yang menyatakan bahwa sejarah yang termanifestasi dalam kebudayaan merupakan hal yang penting bagi dinamika sebuah bangsa. Kehilangan imaji di masa lalu bagi entitas masyarakat berarti kehilangan bagian dari pembentukan identitas dan landasan dalam pembangunan yang telah ditetapkan sebelumnya. Kehilangan jejak kesejarahan bagi masyarakat berarti kehilangan pula jati diri masyakarat tersebut karena perihal tersebut berkaitan dengan asal-usul. Sebagai wujud penggambaran tersebut, bisa dibayangkan kehebatan laskar Diponegoro yang militan dalam tarian perang Reog Bolkiyo yang masih eksis di Blitar. Generasi kekinian masih bisa menelusur jejak kemajuan peradaban masa dinasti Syailendra melalui seni rancang bangunan dari kemegahan candi Borobudur yang hingga kini bisa dikunjungi dan dinikmati. Begitu pula dengan masyarakat Mojokerto yang tentunya bangga dengan keberadaan pusat kerajaan Majapahit di masa lampau yang tetap bisa ditelusuri dari ketersediaan sumber-sumber sejarah yang cukup. Pada initinya, semua peristiwa masa lampau di suatu daerah tidak
5
hanya membawa kenangan namun juga membawa refleksi dari identitas hubungan antara manusia masa kini dengan pendahulunya. Berangkat dari pandangan bahwa sejarah suatu jaman, termasuk menyoal sejarah dalam konteks daerah, merupakan suatu hal yang penting dalam melegitimasi identitas luhur masyarakat sebagai acuan dalam pembangunan kultural saat ini dan masa depan. Bagaimana sebuah peristiwa sejarah harus diperlakukan, kiranya perlu mencermati pendapat dari Tuloli (2003). Ia mengungkapkan bahwa fungsi nilai warisan budaya, termasuk peritiwa lampau di dalamnya, mampu dipertahankan kalau warisan budaya itu mampu menyesuaikan dengan perubahan zaman sekarang. Berbeda halnya jika peristiwa kesejarahan yang tejadi dalam konteks entitas masyarakat diabaikan, maka fungsi warisan budaya itu akan berubah, aus, bahkan hilang. Kesimpulan awalnya, terkait sejarah lokal, yakni upaya menjaga dan melestarikan sebuah kebudayaan yang telah membawa corak, identitas kultural yang asli nan arif bagi dinamika kehidupan masyarakat harus dilakukan. Pentingnya
menghadirkan
imaji
kesejarahan
terhadap
masyarakat,
harapannya juga terjadi kepada masyarakat Madiun yang memilki peristiwa lampau yang luar biasa. Hipotesis awal peneliti yakni peneliti menganggap kondisi Madiun sekarang turut dipengaruhi oleh peristiwa masa lampaunya. Madiun sebagai sebuah wilayah geografis, tidak jarang disebut-sebut dalam narasi kesejarahan oleh beberapa sejarawan dan peneliti, misalkan Peter Carey dalam bukunya yang berjudul: Takdir. Seorang peneliti Belanda, Harry A. Poeze juga mendasarkan penelitiannya atas dimaika seputar Madiun dan peristiwa PKI 1948, bahkan
6
sejarawan Onghokham menyelesaikan desertasinya soal dinamika priyayi jawa yang juga melandaskan pada dinamika di Madiun. Banyaknya kajian yang melibatkan Madiun di dalamnya ternyata tidak serta-merta membuat masyarakat Madiun mengetahui sejarah sosio-budayanya dengan baik. Peneliti telah melakukan pra penelitian untuk beberapa masyarakat, khusunya pemuda tentang pengetahuan mereka soal sejarah Madiun. Peneliti memberikan beberapa pertanyaan sederhana, misalkan, apa yang kamu ketahui soal sejarah Madiun? apakah pernah mendengar nama kerajaan Glang-Glang? Apakah pernah mendengar nama Raden Ronggo Prawirodirdjo dan Sentot Alibasya Prawirodirdjo? serta berbagai peristiwa sejarah lainnya kepada beberapa orang yang mayoritas pemuda. Fakta lapangan yang peneliti temui cukup miris, yakni beberapa dari mereka kurang mengetahui bahkan tidak banyak yang baru mendengar tentang sejarah Madiun yang peneliti tanyakan. Pengetahuan tentang sejarah Madiun bagi banyak kalangan masyarakat di Madiun hanya terbatas pada peristiwa pemberontakan PKI tahun 1948, itupun hanya sebatas pernah mendengar saja. Pengalaman peneliti yang menunjukan minimnya pengetahuan masyarakat Madiun akan sejarah lokalnya ditemui dalam beberapa kesempatan acara. Pengalaman peneliti ketika turut serta dalam program Sejarawan Masuk Sekolah pada bulan Mei 2015 yang mendatangkan peneliti Diponegoro dan perang Jawa, yakni Prof. Peter Carey di salah satu SMA di Kabupaten Madiun. Peneliti menemui masih banyak siswa di sekolah tersebut masih merasa baru terhadap informasi mengenai tokoh sejarah asal Madiun, seperti Raden Ronggo Prawirodirdjo dan Sentot Prawirodirdjo. Belum lagi pengalaman peneliti dalam membuat acara
7
peluncuran buku dan diskusi yang berlatar sejarah Madiun sendiri juga begitu lesu dan minim antusias dari masyarakat Madiun. Kondisi yang lebih dilematis yakni beberapa masyarakat Madiun mengetahui dinamika peristiwa masa lampau Madiun hanya terbatas soal peritiwa pemberontakan PKI 1948. Fakta yang menunjukkan keterbatasan pengetahuan soal sejarah lokal (Madiun) yang penting ini harus diluruskan beserta upaya pendidikannya. Sejarah yang turut serta dalam lingkup kebudayaan memang telah disepakati untuk dilestarikan. Alasan tersebut menurut Tuloli (2003) yang menyatakan bahwa suatu kebudayaan seharusnya menjadi hal yang membanggakan bagi warganya, sehingga ia bersedia melestarikan dan memanfaatkannya. Warisan budaya akan tidak berarti apa-apa, jikalau pemiliknya tidak berupaya mempertahankan dan mewujudkan dalam pola hidup dan interaksi sesamanya. Siapa sangka bahwa wilayah yang sekarang menjadi daerah Madiun dulunya menjadi wilayah yang strategis, bahkan sejak sebelum kerajaan Mataram maupun Majapahit berdiri karena eksistesi Madiun telah ada sejak menjadi daerah semacam otonom dari kerajaan Daha. Madiun juga turut andil dalam penyokong perekonomian pemerintahan Hindia-Belanda dengan tiga pabrik gula yang ada. Ragam fakta masa lalu yang menjadi aset intelektual yang harus tetap dijaga menjadi tanggung jawab dan kepedulian seluruh lapisan masyarakat. Satu landasan yang harus digenggam terkait sejarah lokal Madiun, yakni wilayah Madiun dulunya bukan wilayah yang sembarangan dan patut dilupakan begitu saja. Upaya untuk mengetahui asal-usul dan identitas asli orang Madiun sangat terbuka lebar melalui jalur penelusuran sejarahnya. Pandangan Wight yang
8
dikutip oleh Abdullah (1985) kiranya perlu untuk dipertimbangkan sebagai upaya yang mesti dilakukan dalam penelusuran sejarah Madiun. Pandangan ini menyebutkan bahwa imaji kesejarahan ialah kemungkinan untuk memasuki kelampauan untuk mengertinya dan untuk memunculkannya lagi. Rekonstruksi dari peristiwa sejarah diwarnai oleh kadar dari imajinasi kesejarahan yang dimiliki dan dihayati. Madiun beserta manusia di dalamnya turut memberikan sumbangsih dalam dinamika bangsa ini. Madiun telah disebut dari masa kerajaan Singosari yang dibuktikan dalam beberapa prasasti dan babad. Berdirinya kerajaan Mataram-pun tidak bisa dilepaskan dari konteks kesejarahan Madiun yang dibuktikan dengan perkawinan Raden Ayu Retno Dumilah putri Wedono Madiun dengan Panembahan Senopati. Sejarah kemerdekaan Indonesia pun tidak bisa mengurangi peran wilayah Madiun di dalamnya. Munculnya Brotodiningrat, salah satu bupati Madiun yang berani menentang kebijakan irigasi Belanda. Pendidikan secara formal bisa digunakan untuk membangun imaji atau merekonstruksi peristiwa sejarah di Madiun pada masa lampau, namun jalur ini sepertinya sudah sangat lazim dan lebih menjemukan. Oleh karena itu, menjadi upaya yang tepat apabila ada jalan alternatif lain yang lebih menarik dalam upaya pelestarian sejarah lokal. Peneliti telah merenungkan dan kemudian menemukan bahwa telah ada upaya kreatif melalui jalur kesenian yang dapat digunakan untuk membangkitkan imaji kesejarahan lokal Madiun. Jalur kesenian yang selalu dekat dengan masyarakat menjadi pertimbangan utama. Harapannya menjadi media pendidikan alternatif, selain untuk pertunjukan juga sebagau usaha pelestarian dan pendidikan sejarah bagi masyarakat. Jalur kesenian melalui pertunjukan teater
9
lebih cair dan fleksibel untuk digunakan, terlebih upaya ini dijalankan oleh para pemuda-pemudi yang pada akhirnya ini menjadi keutamaan tersendiri. Upaya pelestarian sejarah lokal Madiun yang terimplementasikan dalam bentuk pertunjukan teater yang digarap secara kreatif oleh para pemuda yang tergabung dalam Sanggar Biru Kota Madiun diharapkan mampu menjadi media alternatif dalam menjaga aset intelektual berupa sejarah lokal Madiun. Beberapa lakon teater yang mengusung tema sejarah lokal Madiun menjadi beberapa garapan atau produksi seni pertunjukan yang pernah dilakukan oleh Sanggar Biru. Sanggar Biru mungkin menjadi satu-satunya sanggar teater independen di Kota Madiun yang masih menunjukan eksistensinya di tengah-tengah jaman perubahan saat ini. Hal ini menjadi sesuatu yang unik, selain garapan pertunjukan teater yang berlatar cerita sejarah lokal dari Sanggar Biru sendiri, beberapa anggota sanggar turut berperan dalam bentuk pelatihan bagi beberapa sanggar teater di SMA dan mahasiswa di Madiun. Berdasarkan pra-penelitian yang telah dilakukan, beberapa hasil garapan seni yang telah dihasilkan bersama beberapa sanggar teater SMA yang berlatar cerita sejarah lokal Madiun, bahkan sebagian lakon pernah mendapatkan prestasi hingga tingkat provinsi. Gambaran awal soal peran pemudapemudi yang tergabung dalam Sanggar Biru ini cukup kompleks, selain dari sanggar sendiri, mereka juga turut berperan sebagai penulis naskah, sutradara, hingga tim produksi bagi sanggar teater lainnya, khususnya dalam menghasilkan seni pertunjukan teater berlatar cerita sejarah lokal Madiun. Oleh karena itu dengan mencermati dinamika kesejarahan lokal Madiun yang patut untuk terus dilestarikan
10
serta melihat ada upaya nguri-nguri peristiwa sejarah melalui jalur kesenian, maka kondisi tersebut menarik untuk dikaji lebih mendalam. 1.2 Permasalahan Penelitian Bedasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan dua rumusan masalah penelitian, yaitu: 1.2.1
Mengapa dan bagaimana sejarah lokal Madiun dipentaskan dalam pertunjukan teater?
1.2.2
Bagaimana implikasi peran pemuda dalam pelestarian sejarah lokal di Madiun melalui pertunjukan teater terhadap ketahanan budaya wilayah? 1.3 Keaslian Penelitian
Penelitian tentang ketahanan budaya pernah dilakukan sebelumnya dalam berbagai tinjauan dan studi kasus. Penelitian yang berkenaan dengan peran pemuda pun juga pernah dilakukan dengan beragam variasi perannya. Namun penelitian tentang peran pemuda yang berbasis komunitas dalam upaya pelestarian sejarah lokal di Madiun melalui sebuah produksi seni pertunjukan merupakan permasalahan yang masih layak untuk diteliti lebih lanjut. Apalagi dalam konteks peran pemuda yang dikaitkan dengan ketahanan budaya yang diukur dengan unsur lokalitas daerah Madiun. Penelitian oleh Haryani (1996) dengan judul: Preservasi Dan Konservasi Kawasan Bersejarah Pusat Kota Lama Padang: Suatu Kajian Awal Menuju Suatu Design Guidelines. Metode yang digunakan yakni metode deskriptif rasionalistik. Penelitian ini melakukan studi perencanaan kawasan bersejarah di kota Padang
11
dalam penataan dan pelestarian kawasan bersejarah agar kawasan tersebu tidak hilang. Penelitian ini menyuguhkan hasil penelitian yang dapat menangkap sejauh mana partispasi dan peran masyarakat maupun pemerintah terhadap arah perlindungan kawasan bersejarah pusat kota lama Padang. Penelitian ini bertujuan untuk membuat studi perencanaan kawasan yang dilakukan terhadap kawasan bersejarah kota Padang berupa sutau arahan, strategi, pedoman pelaksanaan dan guidelines konservasi dan pelestarian kawasan bersejarah pusat kota lama Padang. Pusat kota lama Padang merupakan kawasan bersejarah yang dulunya pernha menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan kota Padang sebelum pindah seperti saat ini. pusat kota lama Padang dulunya juga pernah menjadi pusat pertahanan Belanda ketika pemerintah kolonial berkuasa di republik. Oleh karena itu penelitian ini pada akhirnya menjawab kebutuhan berupa upaya preservasi dan konservasi serta perlindungan terhadap suatu kawasan bersejarah di kota Padang. Penelitian ini menunjukan salah satu contoh kajian berupa pelestarian sejarah yang memang harus dilakukan selain sebagai usaha penataan juga sebagai upaya melindungi sejarah itu sendiri, konteks dalam penelitian ini yakni sejarah yang tangible. Namun tidak menutup kemungkinan sejarah yang intagible juga bisa dimasukan dalam konteks tersebut. Penelitian oleh Aziz (1998) dengan judul: Beberapa Bentuk Seni Pertunjukan Tradisional Kemasan Wisata Di Kota Metropolitan Jakarata Tahun 1996. Penelitian ini menyuguhkan data bahwa seni pertunjukan digunakan sebagai media untuk meningkatkan kemasan pariwisata di Jakarta. Seni pertunjukan yang disebut sebagai seni pertunjukan kemasan wisata merupakan gabungan seni pertunjukan
12
tradisional dari berbagai daerah antara lain: seni tradisional etnis Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Maluku. Pemanfaatan seni pertunjukan kemasan wisata yang layak komersil ini dalam pariwisata menjadi tantangan sekaligus ancaman bagi kelangsungan kesenian tradisional asli yang magis. Ancaman terhadap kelangsungan seni pertunjukan tradisional asli lebih dikarenakan tujuan seni pertunjukan kemasan wisata yang dikemas untuk mendapatkan keuntungan yang banyak. Meskipun beberapa seni pertunjukan kemasan wisata beberapa diantaranya kurang layak untuk memenuhi ciri-ciri seni kemasan wisata yang telah ditetapkan. Kajian ini begitu menunjukan bahwa seni pertunjukan menjadi media yang tepat guna untuk meraih tujuan yang diinginkan. Sifatnya yang menarik dan selalu dekat dengan selera estetis masyarakat membuat seni pertunjukan selalu bisa masuk dalam kehidupan masyarakat. Penelitian oleh Rijadi (2000) dengan judul: Konteks Kritik Sosial Dalam Pengekspresian Seni Teater (Kajian Empirik dengan Pendekatan Ketahanan Sosial Budaya). Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Penelitian ini menyuguhkan hasil pengkajian tentang dinamika pengekspresian seni teater yang sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial, politik dan budaya yang tengah terjadi. Pengekspresian seni teater sering dijadikan sebagai wahana kritik sosial sesuai dengan kondisi empirik saat itu. Hasil penelitian ini menemukan bahwa pengaruh pengekspresian teater dipengaruhi oleh fakto makro dan mikro. Faktor makronya yakni kondisi umum sosial masyarakat yang dipengaruhi oleh perkembangan global dan kebijakan pemerintah, sedangkan faktor mikronya berupa kondisi pribadi
13
seniman yang meliputi produktivitas dan kreativitas berseni dan hubungan anatar seniman. Penelitian oleh Hudianto (2002) dengan judul: Pemerintahan Kota Madiun 1918-1941 menjadi salah satu khasanah penelitian yang mengkaji soal Madiun. Penelitian ini menyuguhkan data mengenai dinamika pemerintahan Madiun dalam kurun waktu 1918-1941 yang menampilkan tentang pelaksanaan desentralisasi daerah kala itu. Penyelenggaraan pemerintahan Kota Madiun yang masih tetap bergantung pada pusat pemerintahan Belanda di Batavia, khususnya menganai dana, yang membuat asas desentralisasi ini tetap dijalankan melalui dewan kota. Dalam upaya penyelengaraan pemerintah ini, peran Dewan Kota turut diisi dan melibatkan para intelektual bumi putera yang ditengarai turut berperan dalam melahirkan kebangkitan nasional. Buku yang disusun dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Kutanegara P.M, dkk (2012) dengan judul: Revitalisasi Kesenian Dongkrek dalam Rangka Ketahanan Budaya: Studi Kesenian Dongkrek Desa Mejayan, Kecamatan Mejayan, Kota Madiun. Penelitian menggunakan metode kualitatif. Penelitian ini mengambil locus penelitian di Madiun dan focus-nya pun berkenaan dengan kebudayaan yang ada di Madiun. Penelitian ini berupaya untuk menyajikan bentuk-bentuk revitalisasi kesenian Dongkrek diantara himpitan modernisasi dan komersialisasi kebudayaan yang terjadi. Proses revitalisasi dan rekonstruksi kesenian Dongkrek ini kemudian coba untuk dihubungan dengan dinamika seni pertunjukan dan masyarakat Madiun yang sedang berkembang. Pemahaman mengenai makna, nilai, dan fungsi apa-apa yang terkandung dalam kesenian Dongkrek turut untuk dibeberkan. Pada akhirnya
14
penelitian ini berupaya untuk mengidentifikasi potensi dan kendala yang dihadapi dalam rangka berdinamisasi antara kesenian Dongkrek dengan seni pertunjukan secara luas, maupun dengan perubahan-perubahan masyarakatnya. Tidak dipungkiri bahwa penelitian ini berangkat dari masalah yang berupa pengikisan partispatisi masyarakat untuk tetap setia berkesenian (memainkan kesenian Dongkrek) sesuai dengan fungsi dan maknanya. Masalah yang timbul dari penelitian lebih disebabkan oleh masalah yang umum, yakni arus perubahan (modernisasi). Upaya revitalisasi kesenian Dongkrek dilakukan dengan cara tidak meniadakan penetrasi praktek-praktek dunia sosial modern maupun dunia komersil yang terjadi, namun justru membuat kerjasama dan memanfaatkannya. Kesenian Dongkrek yang telah berwujud aktivitas kreatif yang berbasis nilai kultural masyarakat perlu untuk diidentifikasi mulai dari makna, fungsi, dan potensinya guna memberikan manfaat bagi masyarakat. Sebenarnya upaya revitalisasi kesenian Dongkrek secara sederhana beruapa bagaiamana kesenian yang berbasis nilai kultural masyarakat setempat menjadi sebuah bentuk kebudayaan yang adatif guna menjamin ketahanan budaya lokal. Penelitian oleh Harahap (2014) dengan judul: Voor Inders: Sejarah Kehidupan Sehari-Hari Orang India Di Kota Medan Abad Ke-20. Peneltian ini menggunakan metode penelitian sejarah. Pengumpulan data dilakukan baik melalui sumber primer maupun sumber sekunder digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini merekonstruksi proses historis mobilitas orang india ke Kota Medan dan kehidupan sehari-hari merekan dalam rentang waktu 1900-an sampai 1970-an. Penelitian ini menempatkan sejarah sebagai peristiwa masa lampau yang terjadi
15
pada batas geografis, yakni Medan, menjadi sebuah dinamika yang menarik untuk diteliti. Mobilitas orang-orang India ke Kota Medan terjadi bahkan sebelum Medan menjadi kota yang diduki oleh Belanda. Diaspora orang-orang India kemudian membuat identitas kultural sendiri bagi komunitas etnis di Kota Medan yang hingga kini justru telah diakui dan berlangsung tanpa masalah yang berarti. Dinamika kehidupan sehari-hari masyarakat etnis India di kota Medan telah menuju ke tahap yang lebih bebas untuk menggelar ritual keagamaan, membentuk berbagai organisasi sosial-budaya, dan lembaga pendidikan yang berunsur ke-India-an meskipun pada akhirnya mengalami pembatasan ketika pemerintah orde baru berkuasa. Kehidupan masa lampau yang terjadi dalam batas geografis termasuk kategori sejarah lokal. Begitu pula dinamika kehidupan dan mobilitas orang-orang India di Kota Medan di abad 20 merupakan salah satu bentuk kajian soal sejarah lokal. Penelitian terdahulu yang dapat dijadikan sebagai bahan acuan yakni: Mantri (2014) Peran Pemuda Dalam Pelestarian Seni Tradisional Benjang Guna meningkatkan Ketahanan Budaya Daerah (Studi Di Kecamatan Ujungberung Kota Bandung Provinsi Jawa Barat). Penelitian dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Penelitian ini berupaya untuk mengungkap keterlibatan pemuda dalam arus modernitas ini untuk tetap berupaya menjaga kesenian tradisional Benjang. Kesenian Benjang merupakan seni yang terkategori sebagai seni bela diri. penelitian ini pun bertujuan untuk mengkaji peran, kendala serta implikasinya dari kesenian Benjang ini terhadap ketahan budaya daerah. Bentuk praktis dari ketahanan budaya daerah yakni timbulnya kesadaran identitas khususnya pemuda-
16
pemudi daerah akan kebudayaan asli daerahnya. Selain itu juga adanya kondisi dimana sebuah kebudayaan (kesenian) tetap lestari tanpa menyalahi makna dan fungsi dari kebudayaan tersebut. Penelitian ini menekankan bahwa peran pemuda menjadi perihal penting dalam pelestarian kebudayaan lokal. Selain beberapa penelitian berbentuk teks, sebenarnya telah ada hasil karya seni yang berupa komik karya Aji Prasetyo yang berjudul: Harimau dari Madiun. Komik yang pernah ditampilkan dalam diskusi umum dengan sejarwan Peter Carey di Madiun pada bulan Mei 2015 cukup menambah khasanah kajian soal Madiun. Komik ini mengambil latar cerita mengenai sejarah lokal Madiun, yakni tentang sosok Sentot Alibasyah Prawirodirjo yang merupakan panglima perang laskar Diponegoro. Perang Jawa yang terjadi pada medio 1825-1830 menempatkan Sentot sebagai panglima perang yang tidak terkalahkan oleh bala tentara Belanda ketika itu. Kenapa kepenulisan komik ini peneliti masukan ke dalam penelitian terdahulu, alasan kuatnya yakni komik ini termasuk upaya kreatif yang secara garis besar sama dengan salah satu variabel penelitian ini, serta komik ini secara khusus mengambil latar kesejarahan Madiun. Layak untuk diketahui bahwa Sentot Alibasya Prawirodirjo merupakan tokoh yang berasal dari Madiun yang sekaligus putra dari Raden Ronggo Prawirodirjo III yang pernah mejadi salah satu bupati Madiun. Mengacu pada beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, peneliti menemukan bahwa belum ada penelitian yang membahas peran pemuda dalam pelestarian sejarah lokal Madiun melalui pertunjukan teater serta implikasinya terhadap ketahanan budaya. Beberapa penelitian memang telah mengkaji dari variabel penelitian, misal: telah ada peneletian yang mengkaji peran pemuda,
17
pelestarian, sejarah lokal, atau penggunaaan media pertunjukan teater, namun arah pengkajiannya belum ada yang secara spesifik mengkaji permasalahan yang akan peneliti kaji. Batasan lokasi penelitian yang peneliti pilih, yakni Sanggar Biru dan sejarah lokal Madiun, menjadi salah satu alasan bahwa penelitian ini masih orisinil dan permasalahannya masih layak untuk dikaji. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini didasarkan pada rumusan masalah penelitian di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1.4.1
Mengetahui pentingnya sejarah lokal Madiun beserta upaya pelestariannya melalui pertunjukan teater.
1.4.2
Mengetahui implikasi dari peran pemuda dalam pelestarian sejarah lokal di Madiun melalui seni pertunjukan terhadap ketahanan budaya.
1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini dibagi menjadi dua, yakni: 1.5.1
Manfaat Teoritis
1) Memperkaya ilmu pengetahuan bagi pengembangan program kepemudaan dalam hal ini Universitas Gadjah Mada dan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta pada umumnya, serta pihak Kemenpora RI sebagai penyelenggara program khususnya. 2) Hasil penelitian ini dapat digunakan menjadi salah satu khasanah bahan kajian mengenai Madiun pada umumnya, serta secara lebih khusus
18
mengenai peran pemuda dalam upayanya melakukan pelestarian sejarah lokal di Madiun melalui seni pertunjukan sebagai bentuk peningkatan ketahanan budaya di Madiun. 1.5.2
Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan berupa literatur dan promosi untuk pemerintah daerah, penggiat seni, komunitas pemuda, serta masyarakat pada umumnya untuk sadar dan ikut berpartisipasi dalam upaya pelestarian sejarah lokal Madiun
19