BAB I PENGANTAR
1.1 Latar Belakang Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah yang lain, negara yang satu dengan yang lain. Secara tradisional pembangunan memiliki arti peningkatan yang terusmenerus pada Gross Domestic Product atau Produk Domestik Bruto suatu Negara atau Produk Domestik Regional Bruto suatu provinsi, kabupaten, kota (Kuncoro, 2010: 136). Pembangunan ekonomi pada hakekatnya diarahkan untuk memperluas lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, disertai dengan tingkat pemerataan pendapatan. Pencapaian hasil pembangunan daerah merupakan isu utama bagi masyarakat. Perubahan keadaan yang lebih baik karena adanya pembangunan daerah meningkatkan apresiasi masyarakat pada pemerintah daerah, yang selanjutnya mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan. Dari sisi pembangunan ekonomi makro daerah terdapat tiga indikator
yang dijadikan tolok ukur keberhasilan pembangunan,
yaitu
pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan inflasi (Widodo, 2006: 79). Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator utama dalam kinerja perekonomian suatu daerah karena memberikan implikasi pada kinerja perekonomian makro lainnya. Pertumbuhan ekonomi merefleksikan bagaimana perkembangan aktivitas perekonomian suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi
suatu
daerah
menunjukkan
semakin
berkembangnya
aktivitas
1
2
perekonomian baik aktivitas produksi, konsumsi, investasi maupun perdagangan yang kemudian berdampak pada penyerapan tenaga kerja (Widodo, 2006: 81). Tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat diukur menggunakan perangkat informasi statistik yang disebut Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang merupakan nilai bersih barang dan jasa-jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode. Gambar 1.1 menunjukkan bagaimana rata-rata pertumbuhan PDRB seluruh provinsi di Indonesia periode 2008-2012.
Sumber: BPS, 2008-2012 (diolah) Gambar 1.1 Rata-rata Pertumbuhan PDRB Menurut Provinsi di Indonesia, 2008-2012 Gambar 1.1 menunjukkan bahwa Provinsi Papua Barat merupakan provinsi yang mempunyai pertumbuhan PDRB paling tinggi dengan nilai mencapai 18,62 persen, sedangkan Provinsi Aceh merupakan provinsi dengan rata-rata pertumbuhan PDRB paling rendah di antara seluruh provinsi di Indonesia
3
periode tahun 2008-2012. Sementara itu, rata-rata pertumbuhan PDRB Provinsi Nusa Tenggara Barat periode 2008-2012 sebesar 3,41 persen. Walaupun cenderung mengalami peningkatan PDRB, data menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan PDRB Provinsi Nusa Tenggara Barat periode 2008-2012 masih sangat rendah dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan provinsi lain dan masih di bawah rata-rata pertumbuhan nasional yang mencapai 5,86 persen. Para pendukung strategi pertumbuhan dengan distribusi pada hakikatnya menganjurkan negara sedang berkembang agar tidak hanya memusatkan perhatian pada pertumbuhan ekonomi, namun juga mempertimbangkan bagaimana distribusi dari pembangunan tersebut. Ini bisa diwujudkan dengan kombinasi strategi seperti peningkatan kesempatan kerja, investasi modal manusia, perhatian pada petani kecil, sektor informal dan pengusaha ekonomi lemah (Kuncoro, 2010: 136). Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan inflasi berkaitan erat dengan tingkat pengangguran. Jika pertumbuhan PDRB atau tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah melebihi tingkat pertumbuhan output potensialnya maka akan menimbulkan inflasi. Inflasi yang tinggi akan memotivasi para produsen untuk terus meningkatkan produksi. Peningkatan jumlah produksi dan output tersebut menyebabkan peningkatan dalam permintaan tenaga kerja dari biasanya, yang berarti penurunan jumlah pengangguran. Gambar 1.2 menunjukkan gambaran rata-rata tingkat inflasi seluruh provinsi di Indonesia periode 2008-2012. Rata-rata tingkat inflasi Provinsi Nusa Tenggara Barat periode 2008-2012 mencapai 7,33 persen. Jika dibandingkan
4
dengan rata-rata inflasi provinsi lain, nilai inflasi ini cukup tinggi bahkan melebihi rata-rata tingkat inflasi nasional yang hanya sebesar 5,78 persen. Angka inflasi yang cukup tinggi ini menunjukkan kurang baiknya kinerja perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Barat, namun diharapkan akan membawa dampak positif bagi kondisi ketenagakerjaan dengan penyerapan tenaga kerja yang lebih banyak serta menurunnya angka pengangguran.
Sumber: BPS, 2008-2012 (diolah) Gambar 1.2 Rata-rata Inflasi Menurut Provinsi di Indonesia, 2008-2012 Dewasa ini, masalah ketenagakerjaan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia dihadapkan pada kondisi yang unik dari kombinasi permasalahan pergerakan penduduk dari desa ke kota dalam jumlah besar, stagnanya produktivitas pertanian, dan meningkatnya pengangguran dan underemployment di daerah perkotaan dan perdesaan (Kuncoro, 2006: 226). Pengangguran merupakan masalah sentral di dalam masyarakat modern yang
5
mempunyai dampak negatif bagi perekonomian. Pengangguran yang tinggi menyebabkan banyak sumber daya terbuang percuma, pendapatan masyarakat berkurang, kesejahteraan menurun dan kemiskinan meningkat. Dalam masa-masa seperti ini tekanan ekonomi menjalar ke mana-mana sehingga mempengaruhi emosi masyarakat maupun kehidupan rumah tangga (Samuelson, 1992: 288). Konsep Hukum Okun (Okun’s Law) yang menyatakan hubungan negatif antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran tampaknya tidak selalu terjadi. Fakta lain menunjukkan bahwa di Indonesia pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi tidak secara otomatis mengurangi masalah pengangguran dan kemiskinan. Pada beberapa kasus tertentu, terjadinya peningkatan pertumbuhan ekonomi
disertai
dengan
meningkatnya
angka
pengangguran.
Artinya,
pertumbuhan ekonomi yang terjadi tidak disertai dengan penyerapan angkatan kerja dan penambahan lapangan kerja (jobless growth). Menurut Wolnicki et al. (Kuncoro, 2011: 88) faktor-faktor yang mempengaruhi meliputi peningkatan keterampilan tenaga kerja, peningkatan investasi padat modal, penerapan teknologi hemat tenaga kerja, dan penurunan permintaan tenaga kerja. Kondisi yang sama terjadi juga pada konsep Phillips Curve, yang menyatakan bahwa terdapat tradeoff antara inflasi dan tingkat pengangguran ternyata tidak selalu terjadi di Indonesia. Hubungan inflasi dan pengangguran di Indonesia dari tahun 1984 sampai dengan tahun 2008 memperlihatkan adanya hubungan positif. Positifnya hubungan antara inflasi dan pengangguran di Indonesia salah satunya disebabkan oleh adanya krisis ekonomi selama periode 1997 sampai dengan pertengahan tahun 1999 menyebabkan gangguan disisi suplai
6
sehingga pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi yang pada gilirannya menyebabkan pengangguran meningkat (Kuncoro, 2011: 87). Permasalahan di pemerintahan Provinsi Nusa Tenggara Barat tidak jauh berbeda dengan masalah pemerintahan pusat, yakni masih tingginya angka pengangguran. Pada tingkat nasional, Provinsi Nusa Tenggara Barat termasuk wilayah provinsi yang memiliki tingkat pengangguran terbuka cukup tinggi dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain. Gambar 1.3. menunjukkan bagaimana perkembangan rata-rata tingkat pengangguran terbuka di provinsiprovinsi Indonesia periode tahun 2008-2012.
Sumber: BPS, 2008-2012 (diolah) Gambar 1.3 Rata-rata Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi di Indonesia, 2008-2012 Pada kurun waktu 5 tahun terakhir rata-rata tingkat pengangguran terbuka Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 5,65 persen. Meskipun angka tingkat penganggurannya masih di bawah rata-rata nasional yang sebesar 7,22 persen, namun dalam periode waktu 5 tahun terakhir ini tingkat pengangguran terbuka
7
masih cukup tinggi terutama jika dibandingkan dengan Provinsi kawasan timur lain seperti Bali, Nusa Tenggara Timur dan Papua. Data menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Nusa Tenggara barat terus mengalami peningkatan pascakrisis tahun 1998. Tingkat pengangguran terbuka Provinsi Nusa Tenggara Barat hingga tahun 2012 mencapai 5,26 persen. Angka tersebut masih relatif tinggi jika dibandingkan dengan sasaran yang akan dicapai dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2009-2013 yaitu persentase pengangguran terbuka ditargetkan turun dari 6,48 persen pada 2007/2008 menjadi sekitar 5,00 persen pada tahun 2013.
Sumber: BPS, 1997-2012 (diolah) Gambar 1.4 Tingkat Pengangguran, Pertumbuhan PDRB, dan Inflasi di Provinsi Nusa Tenggara Barat, 1997-2012 Gambar 1.4 menunjukkan bagaimana perkembangan tingkat pengangguran terbuka, pertumbuhan PDRB dan inflasi di Provinsi Nusa Tenggara Barat selama periode 1997-2012. Tingkat pengangguran terbuka selama periode tersebut menunjukkan angka yang berfluktuasi. Mulai tahun 1999 hingga tahun 2005
8
tingkat
pengangguran
terbuka
terus
mengalami
peningkatan.
Tingkat
pengangguran terbuka pada tahun 1999 hanya sebesar 1,44 persen, kemudian terus meningkat hingga mencapai 8,93 persen pada tahun 2005. Pada tahun 2006 tingkat pengangguran terbuka mulai menunjukkan fluktuasi naik turun, dan terus mengalami penurunan hingga tahun 2012. Hal ini menunjukkan bahwa krisis ekonomi yang terjadi tahun 1997/1998 mempunyai dampak yang cukup besar bagi kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Nusa Tenggara Barat yang ditandai dengan meningkatnya angka pengangguran meskipun dalam kurun waktu 5 tahun terakhir menunjukkan kondisi yang lebih baik dengan tren yang menurun. Pertumbuhan ekonomi dan inflasi di Provinsi Nusa Tenggara Barat tidak selalu menunjukkan terjadinya hubungan negatif (tradeoff) terhadap tingkat pengangguran. Pada periode tertentu, pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Barat juga diikuti oleh kenaikan tingkat pengangguran yang cukup tinggi. Demikian juga pada kenaikan inflasi yang cukup tinggi juga diikuti oleh peningkatan pengangguran yang tinggi. Data Gambar 1.4 menunjukkan bahwa pada tahun 2000 terjadi pertumbuhan PDRB sebesar 28,80 persen namun terjadi pula kenaikan tingkat pengangguran terbuka dari 1,44 persen di tahun 1999 menjadi 4,30 persen di tahun 2000. Pada tahun 1998, 2000, dan 2005 angka inflasi yang sangat tinggi tetapi menunjukkan pula tingkat pengangguran yang tinggi dan mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Fenomena pengangguran terdidik merupakan paradoks bagi negara
9
berkembang seperti Indonesia. Pendidikan mempunyai peranan penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia dan berkontribusi besar dalam mendorong pertumbuhan pendapatan nasional, melalui peningkatan keterampilan dan produktivitas, sehingga memberikan dampak terhadap berkurangnya jumlah pengangguran (Prihanto, 2012: 23).
Sumber: BPS, 2008-2012 (diolah) Gambar 1.5 Tingkat Pengangguran Menurut Tingkat Pendidikan di Provinsi Nusa Tenggara Barat, 2008-2012 Gambar 1.5 menunjukkan perkembangan tingkat pengangguran terbuka berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan angkatan kerja. Struktur pengangguran menurut tingkat pendidikan Provinsi Nusa Tenggara Barat umumnya didominasi oleh pengangguran berpendidikan rendah. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, meskipun persentase angkatan kerja berpendidikan tinggi yang menganggur lebih kecil, namun pada beberapa periode tertentu ditemukan memiliki tingkat pengangguran yang cukup tinggi.
10
Tingkat pengangguran di wilayah kabupaten/kota Provinsi Nusa Tenggara Barat masih ditemukan cukup tinggi dan menunjukkan fluktuasi yang berbeda, ada yang cenderung naik dan ada yang cenderung turun. Adanya perbedaan dan kesenjangan pengangguran antardaerah merupakan fenomena yang terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Data menunjukkan terdapat beberapa daerah kabupaten/kota yang mempunyai tingkat pengangguran yang tinggi, bahkan melebihi
dari
rata-rata
tingkat
pengangguran
provinsi.
Gambar
1.6
memperlihatkan bagaimana rata-rata tingkat pengangguran terbuka menurut kabupaten/kota Provinsi Nusa Tenggara Barat periode 2008-2012.
Sumber: BPS, 2008-2012 (diolah) Gambar 1.6 Rata-rata Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat, 2008-2012 Gambar 1.6 menunjukkan adanya beberapa daerah yang mempunyai ratarata tingkat pengangguran yang lebih tinggi dari rata-rata provinsi yaitu, Kota Mataram, Kota Bima, Kabupaten Sumbawa Barat, Kabupaten Dompu dan Kabupaten Sumbawa. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir daerah-daerah tersebut
11
mempunyai rata-rata tingkat pengangguran yang melebihi nilai rata-rata tingkat pengangguran provinsi yang hanya sebesar 5,65 persen. Data juga menunjukkan bahwa tingginya angka pengangguran tidak hanya terjadi di daerah perkotaan namun juga terjadi di daerah perdesaan. Amat sedikit studi yang menganalisis fenomena pengangguran dengan melihat dari perspektif dimensi spasial dan regional. Menganalisis dari sudut pandang geografis penting dilakukan untuk mengidentifikasi ada tidaknya kesamaan
karakteristik
wilayah-wilayah
yang
bertetanggaan
(neighbors
adjacency) serta melihat konsentrasi spasial di mana pengangguran cenderung mengumpul membentuk kluster atau cenderung menyebar. Persentase peningkatan output (pertumbuhan ekonomi) dan tingkat inflasi yang tinggi seharusnya mampu mengurangi angka pengangguran. Hal ini sesuai dengan konsep teori hukum Okun (Okun’s law) dan kurva Phillips (Phillips curve). Provinsi Nusa Tenggara Barat pada beberapa periode terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi yang cukup tinggi namun diikuti pula oleh kenaikan angka pengangguran. Fenomena ini tidak sesuai dengan konsep teori hukum Okun (Okun’s law) dan kurva Phillips (Phillips curve). Perbedaan dan kesenjangan angka pengangguran terjadi pada kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Beberapa daerah kabupaten/kota bahkan mempunyai tingkat pengangguran yang lebih tinggi dari rata-rata provinsi. Melihat fenomena tersebut, maka perlu adanya studi lebih lanjut mengenai permasalahan tersebut dan disusun beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut.
12
1. Bagaimanakah pola spasial pengangguran yang terjadi pada kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2008-2012? 2. Sejauhmana teori hukum Okun (Okun’s law) berlaku pada kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2008-2012? 3. Sejauhmana teori kurva Phillips (Philiips curve) berlaku pada kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2008-2012? 4. Bagaimanakah pengaruh tingkat pendidikan tinggi angkatan kerja dan tingkat pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota terhadap tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2008-2012?
1.2 Keaslian Penelitian Berbagai
penelitian
terutama
yang
berkaitan
dengan
masalah
pengangguran telah banyak dilakukan baik di Indonesia maupun di luar negeri. Penelitian-penelitian tersebut umumnya menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi dan inflasi terhadap tingkat pengangguran sesuai dengan konsep teori hukum Okun dan kurva Phillips. Uraian singkat mengenai penelitian sebelumnya sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 1.1. Tabel 1.1 Keaslian Penelitian No 1.
Peneliti Ahmad (2007)
2.
Filiztekin (2008)
Topik/Lokasi Hubungan Antara Inflasi dengan Tingkat Pengangguran; Pengujian Kurva Phillips dengan Data Indonesia, 19762006. Pengangguran regional di Turki.
Metode Data time series, uji stasionaritas, uji kausalitas, uji kointegrasi, dan uji ECM (error correction model). Teknik spasial dan non-parametrik, indeks moran, LISA.
Kesimpulan Bahwa tidak ada trade-off antara inflasi dan tingkat pengangguran, mengindikasikan bahwa kurva Phillips tidak berlaku di indonesia periode 1976-2006. Bahwa tingkat pengangguran provinsi cukup gigih dan kesenjangan antardaerah berbeda melebar lebih jauh dengan klaster spasial yang muncul diseluruh negeri. Modal manusia dan
13
3.
Puzon (2009)
Dinamika Inflasi di 4 Negara ASEAN: Studi Kasus Hubungan Kurva Phillips.
4.
Kuncoro (2009)
Reformasi di Persimpangan Jalan dalam Ekonomi Indonesia.
5.
Pawestri (2010)
6.
7.
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Indonesia, 1993-2008. Naghdi, et Stabilitas Kurva Phillips al. (2011) di Iran: Analisis Rolling Regression.
Kreishan (2011)
Pertumbuhan Ekonomi dan Pengangguran : Sebuah Analisis Empiris di Yordania.
kekurangan permintaan merupakan sumber kesenjangan di seluruh provinsi. Data time series, Kurva Phillips berlaku di metode OLS. Thailand dan Malaysia, sedangkan untuk Philipina dan Indonesia terdapat hubungan positif mengindikasikan tidak terjadi trade-off antara inflasi dan tingkat pengangguran. Analisis tren, Bahwa hubungan antara tingkat regresi. pengangguran dan pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan pola huruf U. Bahwa terjadi hubungan positif antara inflasi dan tingkat pengangguran di Indonesia, 1984-2008. Analisis Tren, Uji bahwa pertumbuhan ekonomi dan Kausalitas Granger, inflasi berpengaruh negatif Regresi. terhadap tingkat pengangguran terbuka di seluruh provinsi di Indonesia. JJ Cointegration Hasil menunjukkan kointegrasi Aproach, VEC antara tingkat inflasi dan tingkat Model, Rolling pengangguran. Adanya hubungan Regression positif antara tingkat inflasi dan Method. tingkat pengangguran periode 1980-1984, 1987-1988, dan 2006. Menggunakan data Bahwa Hukum Okun’s tidak bisa time series periode diterapkan di Yordania. 1970-2008, ADF, Rendahnya pertumbuhan Cointegration Test, ekonomi di Yordania tidak Simple Regression. menjelaskan tingkat pengangguran di Yordania.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah adanya identifikasi pola spasial pengangguran di awal penelitian dilanjutkan dengan analisis regresi data panel untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi, inflasi dan tingkat pendidikan tinggi angkatan kerja terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Selain metoda, lokasi dan tahun penelitian juga berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya.
14
1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah. 1. Menganalisis pola spasial pengangguran yang terjadi pada kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2008-2012. 2. Menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat pengangguran untuk mengetahui sejauhmana teori hukum Okun (Okun’s law) berlaku pada kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2008-2012. 3. Menganalisis pengaruh tingkat inflasi terhadap tingkat pengangguran untuk mengetahui sejauhmana teori kurva Phillips (Phillips curve) berlaku pada kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2008-2012. 4. Menganalisis pengaruh tingkat pendidikan tinggi angkatan kerja dan tingkat pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2008-2012. 1.3.2 Manfaat penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah. 1. Sebagai bahan masukan dan informasi tambahan bagi pemerintah selaku perencana dan pengambil kebijakan dalam memahami keterkaitan 3 (tiga) indikator pembangunan ekonomi makro daerah yaitu pertumbuhan ekonomi (economic growth), penyerapan tenaga kerja (employment), dan inflasi (inflation) sehingga dapat merumuskan kebijakan yang lebih tepat dan terarah. 2. Sebagai bahan referensi dan informasi bagi penelitian-penelitian selanjutnya, khususnya pada topik yang diteliti.
15
3. Bagi penulis sendiri, penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan memperluas wawasan terutama yang berkaitan dengan masalah tingkat pengangguran di Provinsi Nusa Tenggara Barat.
1.4 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan tesis ini disusun menjadi 5 bab yang disajikan sebagai berikut. Bab I Pengantar, bab ini berisi uraian mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, keaslian penelitian, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka, berisi uraian mengenai landasan teori yang relevan dengan topik penelitian, studi empiris yang telah dilakukan sebelumnya mengenai topik yang sama dengan penelitian ini. Bab III Metodologi, menjelaskan data dan metoda analisis yang digunakan dalam penelitian ini, termasuk definisi operasional variabel yang digunakan. Bab IV Analisis Data dan Pembahasan, memberikan gambaran umum perkembangan variabel yang diamati, hasil analisis data beserta pembahasan. Bab V Kesimpulan dan Saran, akan merangkum penemuan utama studi ini dan menarik kesimpulan serta implikasi kebijakan.