1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyediaan pelayanan maternal dan neonatal yang berkualitas merupakan hal yang sangat
penting dilakukan di negara berkembang termasuk Indonesia. Hal
tersebut disebabkan oleh masih tingginya Angka Kematian Ibu dan Bayi (Depkes RI, 2005). Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, menunjukkan bahwa Angka Kematian Ibu sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup sedangkan Angka Kematian Bayi sebesar 52 per 1000 kelahiran hidup. Untuk menurunkan angka kematian tersebut sampai tercapainya target MDGs pada tahun 2015 sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup, maka diupayakan program peningkatan pelayanan kesehatan yang dapat menjangkau masyarakat secara luas sampai ketingkat desa yang terpencil. Untuk mempercepat tercapainya maksud tersebut, Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) menempatkan bidan di desa, ini sesuai dengan Surat Edaran
Direktur
Jenderal
Pembina
Kesehatan
Masyarakat
No:
429/Binkesmas/Dj.III/1990 tanggal 29 Maret 1999 tentang penempatan tenaga kesehatan di daerah terpencil yang menyatakan bahwa untuk pencapaian target derajat kesehatan maka penempatan bidan di desa merupakan salah satu strategi, dimana di harapkan bidan tinggal dan bertugas melayani masyarakat di desa dengan wilayah kerja satu sampai dua desa. Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD) dengan luas wilayah
1.445,32 km²
mewilayahi 96 desa dan 8 Puskesmas. Jumlah Penduduk 285.414 jiwa, Pasangan Usia Subur 46.404
pasangan, jumlah ibu hamil tahun 2010 sebesar 8252 ibu hamil.
Proporsi bidan mencapai 83,33% (78 bidan) dengan penempatan yang hampir merata di seluruh desa yang ada di wilayah Kabupaten SBD. Meskipun demikian, cakupan
2
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan masih sangat rendah dan cendrung menurun yaitu 68 % tahun 2008, 52% tahun 2009 dan 48% tahun 2010. Disisi lain cakupan persalinan oleh dukun meningkat yaitu sebesar 25% tahun 2008, sebesar 27% tahun 2009 dan sebesar 22% tahun 2010. Dilaporkan juga bahwa Cakupan K1 sebesar 8050 orang (98%) dan cakupan K4 sebesar 3313 orang (40%) (Dinkes Kab. SBD, 2010). Jumlah bidan desa yang memiliki kit bidan sebanyak 69 bidan (77,5%). Tenaga kesehatan dalam hal ini adalah dokter setiap puskesmas 1 orang dan perawat 298 orang dan bidan seluruhnya 96 orang sedang bidan desa berjumlah 76
tetapi
dokter dan perawat tidak menolong persalinan. Rendahnya cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan bisa mengakibatkan tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Dinas kesehatan Kabupaten SBD tahun 2010, melaporkan adanya peningkatan AKI sebesar 13 orang atau
280/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2008,
19 orang atau
278/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2009 dan 29 orang, atau 380/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2010. Sedangkan Angka Kematian Neonatus dilaporkan sebesar 32/1000 kelahiran hidup pada tahun
2008, sebanyak 39/1000 kelahiran
hidup pada tahun 2009, d a n sebanyak 42/1000 kelahiran hidup pada tahun 2010 (Dinkes SBD, 2010). Berbagai upaya telah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sumba Barat Daya
untuk
meningkatkan kinerja
bidan
desa
diantaranya melalui
peningkatan jenjang pendidikan bidan desa ke jenjang Diploma III Kebidanan Pelatihan Audit Maternal Perinatal (AMP), pelatihan insersi IUD, pelatihan Asuhan Persalinan Normal (APN), serta pelatihan Penanganan Obstetri dan Neonatal Dasar (Dinkes SBD, 2010). Namun upaya-upaya tersebut belum menghasilkan kinerja kerja
3
bidan desa yang baik. Rendahnya cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan telah dihubungkan dengan masalah kinerja bidan desa (Bernandir, 2008). Kinerja adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) berupa produk atau jasa yang dicapai seseorang dalam menjalankan tugasnya baik kualitas maupun kuantitas melalui sumber daya manusia dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung yang diberikan kepadanya (Gomes, 2000). Bidan desa sebagai petugas kesehatan di garis terdepan dan sesuai dengan fungsi keberdaannya diharapkan
mampu
meningkatkan cakupan pertolongan persalinan. Namun terdapat banyak faktor yang mempengaruhi kinerja bidan desa tersebut di antaranya adalah
faktor individu
(internal) terdiri atas : 1) Kemampuan, 2) Pengalaman, 3) Motivasi, 4) Pembelajaran, 5) Motivasi, 6) Sikap dan faktor lingkungan kerja organisasi (eksternal) terdiri atas imbalan/penghargaan, sarana/peralatan, beban kerja (Mangkunegara, 2006). Pendapat tersebut sesuai pula dengan teori konvergensi William Stren yang merupakan perpaduan dari pandangan teori heriditas dari Schopenhauer dan teori lingkungan John Locke, secara inti Schopenhauer berpandangan bahwa hanya faktor individu (termasuk faktor keturunannya) yang sangat menentukan seorang individu mampu berprestasi atau
tidak, sedangkan Jhon
Locke dalam
teori
lingkungan
berpandangan bahwa hanya faktor lingkungan yang sangat menentukan seorang individu mampu berprestasi atau tidak (Mangkunegara, 2006). Profil kinerja bidan desa di Kabupaten SBD menunjukkan pertolongan persalinan masih sangat rendah. Berdasarkan tingkat pendidikan, sebanyak 80% bidan desa masih berjenjang Diploma I (Dinas kesehatan SBD, 2010). Dari hasil studi pendahuluan didapatkan bahwa sebagian besar bidan desa tergolong masih muda dari segi usia dan pengalaman kerja, sehingga menimbulkan persepsi kurang mampu oleh masyarakat pengguna jasa mereka. Dari segi fasilitas, masih ada bidan desa yang tidak
4
memiliki Kit bidan, sebagian lagi memiliki Kit dalam kondisi tidak prima. Hal lain yang menjadi masalah adalah besarnya beban kerja bidan desa, karena selain melaksanakan tugas dan fungsi sebagai bidan, mereka juga dibebani tugas-tugas lain yang bersifat administratif seperti pendataan langsung, menjadi bendahara, mengikuti rapat, dan pengabdian kepada masyarakat. Di sisi lain imbalan yang didapatkan relatif kecil. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini ditujukan untuk mengevaluasi faktor kemampuan, pengalaman, imbalan, peralatan dan beban kerja terhadap kinerja bidan desa dalam upaya pertolongan persalinan di Kabupaten SBD. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam pelaksanaan program KIA sehingga AKI dan AKB dapat diturunkan. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah kemampuan, pengalaman, imbalan, peralatan dan beban kerja berhubungan dengan kinerja bidan desa dalam pertolongan persalinan faktor di Kabupaten SBD? ” 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui
hubungan kemampuan, pengalaman, imbalan, peralatan dan
beban kerja dengan kinerja bidan desa dalam pertolongan persalinan di Kabupaten Sumba Barat Daya. 1.3.2 Tujuan khusus Untuk mengetahui : 1. Hubungan antara kemampuan dengan kinerja bidan desa dalam pertolongan persalinan di Kabupaten Sumba Barat Daya. 2. Hubungan antara pengalaman dengan kinerja bidan desa dalam
5
pertolongan persalinan di Kabupaten Sumba Barat Daya. 3. Hubungan
imbalan dengan kinerja bidan desa dalam pertolongan
persalinan di Kabupaten Sumba Barat Daya. 4. Hubungan kelengkapan peralatan dengan
kinerja bidan desa dalam
pertolongan persalinan di Kabupaten Sumba Barat Daya. 5. Hubungan beban kerja dengan kinerja bidan desa dalam pertolongan persalinan di Kabupaten Sumba Barat Daya 6. Besarnya pengaruh variabel kemampuan, pengalaman dan beban kerja dengan kinerja bidan desa di Kabupatn Sumba Barat Daya. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam konsep-konsep teori tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan sumber daya manusia kesehatan khususnya kinerja bidan desa. 1.4.2 Praktis a. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi pemegang program KIA untuk meningkatkan cakupan pertolongan persalinan dan menetapkan langkah-langkah strategis dalam memberikan pengarahan, bimbingan dan evaluasi terhadap bidan desa dalam upaya peningkatan kinerja bidan desa. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan bagi para penentu/pemegang kebijakan dalam mengambil suatu kebijakan.
6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Bidan Desa Bidan di Desa adalah bidan yang ditempatkan, diwajibkan tinggal serta bertugas melayani masyarakat dalam pencapaian target derajat kesehatan di wilayah kerjanya yang meliputi satu sampai dua desa. Dalam melaksanakan tugasnya bidan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Puskesmas setempat dan bekerja sama dengan perangkat desa (Leimena, 1994). Maksud dilaksanakannya penempatan bidan di desa menurut Depkes RI adalah sebagai berikut : a. Mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) b.
Menurunkan
tingkat
fertilitas,
sehingga
menurunnya
Angka
Kematian Ibu (AKI) dan meneruskan penurunan angka kematian bayi yang pada lima tahun terakhir sudah mengalami penurunan cukup besar c.
Merupakan upaya untuk memperluas jangkauan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak di samping untuk mendekatkan pelayanan kesehatan lainnya.
Tujuan penempatan bidan di desa adalah : a. Meningkatnya cakupan mutu
dan
pemerataan jangkauan pelayanan
kesehatan ibu hamil, pertolongan persalinan, perawatan nifas, kesehatan bayi
dan
anak
balita
serta
pelayanan
dan konseling pemakaian
kontrasepsi serta keluarga berencana melalui upaya strategis antara lain melalui Posyandu dan Polindes. b. Terjaringnya seluruh kasus resiko tinggi ibu hamil, bersalin, nifas dan
7
bayi baru lahir untuk mendapatkan penanganan yang memadai sesuai kasus dan rujukannya. c.
Meningkatnya peran
serta
masyarakat dalam
pembinaan kesehatan
ibu dan anak di wilayah kerjanya. d. Meningkatnya perilaku hidup sehat pada ibu, keluarga dan masyarakat yang mendukung dalam upaya penurunan angka kematian ibu dan angka kematian bayi. Menurut panduan bidan desa (Depkes, 1999) disebutkan ada dua tugas pokok bidan yaitu : a. Melaksanakan kegiatan puskesmas di desa wilayah kerjanya berdasarkan urutan prioritas masalah kesehatan yang dihadapi sesuai dengan kewenangan yang dimiliki dan diberikan. b. Menggerakan dan membina masyarakat desa di wilayah kerjanya agar tumbuh kesadaran untuk berperilaku sehat. Sedangkan Fungsi bidan desa adalah a. Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di rumah-rumah, menangani persalinan, pelayanan keluarga berencana dan pengayoman medis kontrasepsi. b. Menggerakan dan membina peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan sesuai permasalahan di tempat. c. Membina dan memberikan bimbingan teknis kepada kader dan dukun bayi. d. Membina kelompok dasawisma di bidang kesehatan. e. Membina kerja sama lintas program, lintas sektoral dan lembaga swadaya masyarakat. f. Melakukan rujukan medis maupun rujukan kesehatan ke Puskesmas kecuali
8
dalam keadaan darurat harus dirujuk ke fasilitas kesehatan lainnya. g. Mendeteksi secara dini adanya efek samping dan komplikasi pemakaian kontrasepsi serta adanya penyakit-penyakit lain dan berusaha mengatasi sesuai dengan kemampuan. Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI No.900/ Menkes/SK/VII/2002. Bidan dalam menjalankan praktik profesinya berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi : Pelayanan Kebidanan kepada Ibu pada masa pranikah, prahamil, masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas, menyusui. Pelayanan kebidanan kepada ibu meliputi : a. Penyuluhan dan konseling, b. Pemeriksaan fisik c. Pelayanan antenatal pada kehamilan abnormal d. Pertolongan pada kehamilan abnormal yang mencakup abortus imminens, Hiperemesis gravidarum tingkat I, pre eklampsia ringan dan anemia ringan e. Pertolongan persalinan normal. f. Pertolongan persalinan abnormal yaitu yang mencakup letak sungsang pada multi gravida, partus macet kepala di dasar panggul, ketuban pecah dini (KPD) tanpa infeksi, perdarahan primer post partum, laserasi jalan lahir, distosia karena inersia uteri, post term dan pre term. Kebijakan penempatan tersebut diharapkan para bidan di desa dapat mengarahkan kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan bekerja secara efektif dan efesien para bidan di desa diharapkan mampu memberikan kontribusi yang nyata dalam upaya penurunan angka kematian ibu dan kematian bayi (Anzwar, 2000).
9
Kebijakan pemerintah saat ini adalah bahwa tenaga fungsional minimal harus berpendidikan Diploma III, termasuk bidan desa. Bidan desa di harapkan tinggal dan bertugas melayani masyarakat di desa dengan wilayah kerja satu sampai dua desa.
2.2 Kinerja Bidan Di Desa 2.2.1 Pengertian Kinerja Bidan Desa Beberapa
pengertian
kinerja
atau
prestasi
kerja
atau
unjuk kerja
dikemukakan oleh sejumlah penulis buku Manajemen Sumber Daya Manusia di antaranya pendapat Ilyas menyatakan bahwa kinerja adalah penampilan hasil kerja personal baik secara kualitas dan kuantitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan hasil personal individu atau organisasi dan tidak terbatas kepada pemangku jabatan struktural ataupun fungsional semata (Ilyas, 2000). Pendapat Gomes tentang definisi kinerja karyawan adalah ungkapan seperti output, efisiensi serta efektivitas yang sering dihubungkan dengan produktivitas (Gomes, 2000). Istilah kinerja menurut pakar pendidikan Indonesia didefinisikan adalah ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap, keterampilan dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu (Ardana, 2008). Istilah kinerja atau prestasi
kerja
merupakan
istilah
yang berhubungan dengan kualitas dan
produktivitas di luar hasil (output) pekerjaan seseorang atau sekelompok orang sehingga untuk memperbaiki prestasi kerja
seseorang/kelompok merupakan
bagian yang penting dengan seluruh tingkat manajemen (Akmad, 2004). Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa kinerja adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) berupa produk atau jasa yang dicapai seseorang atau kelompok dalam kualitas
tugasnya,
baik
maupun kuantitas melalui sumber daya manusia dalam melaksanakan
menjalankan
10
tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Dengan demikian kinerja bidan adalah sesuatu yang dicapai oleh seorang bidan dalam melaksanakan kegiatannya baik tugas pokok maupun kegiatan administrasi, kegiatan pembinaan serta kegiatan lain-lain yang dapat mendukung keberhasilan tugas-tugasnya. Jadi kinerja merupakan prestasi yang diperlihatkan oleh bidan tersebut serta hal ini tentu menunjukkan kemampuan kerja pada bidan tersebut yang dapat dilihat dari cakupan pertolongan persalinan. Tujuan evaluasi kinerja secara umum adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja individu melalui peningkatan kinerja dalam upaya peningkatan produktivitas organisasi. Secara khusus dilakukan dalam kaitannya dengan
berbagai
kebijakan terhadap pegawai seperti untuk tujuan promosi,
kenaikan gaji pendidikan dan latihan, sehingga penilaian kinerja dapat menjadi landasan untuk penilaian sejauh mana kegiatan dilaksanakan (Hariandja, 2002). 2.2.2 Pengukuran Kinerja Melakukan pengukuran kinerja adalah menetapkan ktriterianya, kemudian langkah berikutnya adalah mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan hal tersebut, baik berupa data primer maupun data sekunder selama periode tertentu kemudian di bandingkan hasil tersebut terhadapa target yang dibuat untuk periode yang sama, sehingga didapatkan suatu tingkat kinerja dari seseorang yang sedang diukur. Beberapa teori yang mengemukakan tentang
cara pengukuran kinerja seseorang
adalah : Certo (1989) dalam Ilyas (2000), menyatakan penilaian adalah proses penulusuran kegiatan pribadi personel pada masa tertentu, dan menilai hasil karya yang ditampilkan terhadap pencapaian sasaran sistem manajemen. Menurut Maier (1965) yang umum dipakai sampai sekarang adalah sebagai kriteria untuk mengukur kinerja
11
seseorang adalah kualitas, kuantitas, waktu yang dipakai, jabatan yang dipegang, absensi dan keslamatan dalam menjalankan tugas. Untuk memudahkan pengukuran kinerja Maier membagi pekerjaan dalam 2 jenis yaitu : 1. Pekerjaan produksi dimana secara kuantitaif orang membuat sesuatu standar objektif, hasil produksi orang dapat dihitung dan mutunya dapat dinilai melalui suatu pengujian. 2. Pekerjaan non produksi, dimana ukuran sukses tidaknya seseorang dalam tugasnya biasanya diperoleh melalui pertimbangan subjektif. Pengukuran dapat dilakukan oleh penilaian atasan, teman, peneliti atau oleh diri sendiri, sehingga dibuat standar yang objektif baru dilakukan penilaian. Sadeli (2005), pengukuran kinerja bidan desa dapat di ukur dengan cakupan K-4 dan pertolongan persalinan. Sedangkan Retnasih (2005), pengukuran kinerja bidan lebih tepat dari hasil kerja dan cakupan program Dari teori di atas, kinerja seseorang dapat dinilai antara lain dari hasil yang dicapai atau tingkat pencapaian
target yang menunjukkan kualitas dan kuantitas kerja
tersebut. Untuk menghitung kinerja bidan adalah waktu/jam produktif dijumlah dari formolir kegiatan. Dalam hal mengukur kinerja bidan dalam pertolongan persalinan oleh bidan desa pengukurannya melalui target cakupan persalinan. Cakupan persalinan oleh bidan adalah skor yang diperoleh dari presentasi cakupan pertolongan persalinan oleh bidan menurut Pedoman Pelayanan Persalinan Bidan di Desa, (Depkes, 2005) sebagai berikut : -
Cakupan kurang
: cakupan ≤ 50 % dari target dalam 1 tahun
-
Cakupan cukup
: cakupan 51-75% dari target dalam 1 tahun
-
Cakupan Baik
: cakupan ≥76 % dari target dalam 1 tahun
12
2.3 Pertolongan Persalinan Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologi yang normal, kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial yang ibu dan keluarganya nantikan selama sembilan bulan. Ketika persalinan dimulai peranan ibu adalah untuk melahirkan bayinya dan peran petugas kesehatan (bidan) adalah memantau persalinan untuk mendeteksi dini adanya komplikasi disamping bersama keluarga memberikan bantuan dan dukungan pada ibu bersalin (Depkes, 2005). Persalinan adalah proses membuka dan menepisnya serviks, dan janin turun ke dalam jalan lahir, kelahiran adalah proses di mana janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir (Prawiroharjo, 2002).
Persalinan dan kelahiran normal adalah
proses pengeluaran janin yang terjadi pada masa kehamilan cukup bulan (37 -42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin. Tujuan asuhan persalinan adalah untuk memberikan asuhan yang memadai selama persalinan dalam upaya mencapai pertolongan persalinan yang bersih serta aman, dengan memperhatikan aspek sayang ibu dan sayang bayi. 2.3.1. Asuhan Kebidanan selama Persalinan normal Persalinan membutuhkan usaha total ibu secara fisik dan emosional, karena itu dukungan moril dan upaya untuk menimbulkan rasa nyaman bagi ibu bersalin sangatlah penting. Ibu mungkin berada dalam tahapan persalinan dan kondisi yang berbeda-beda satu sama lain, sehingga kebutuhan masing-masing pun berbeda. Perawatan yang diberikan perlu disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing ibu (IBI, 2006). Peranan
petugas
kesehatan
adalah
memantau
dengan seksama dan
memberikan dukungan serta kenyamanan pada ibu baik segi emosi, perasaan
13
maupun fisik, adapun tindakan yang perlu dilakukan oleh petugas kesehatan adalah : a. Menghadirkan orang yang dianggap penting oleh ibu seperti :keluarga, suami pasien ataupun teman dekat, mengusap keringat,
dukungan dapat diberikan berupa :
menemani/membimbing jalan-jalan
(mobilisasi),
memberikan minum, merubah posisi dan memijat atau menggosok pinggang. b. Mengatur aktivitas dan posisi ibu sesuai dengan kesanggupannya, apabila ibu ingin tetap ditempat tidur diusahakan untuk tidak tidur dalam posisi terlentang lurus. c. Membimbing ibu untuk rileks sewaktu ada his dengan cara menarik nafas panjang, tahan napas sebentar kemudian dilepaskan dengan cara meniup sewaktu ada his. d. Menjaga privasi ibu dengan tetap menjaga hak privasi ibu dalam persalinan antara lain dengan menggunakan penutup atau tirai, tidak menghadirkan orang lain tanpa sepengetahuan dan seizinnya. e. Penjelasan tentang kemajuan persalinan, perubahan yang terjadi pada ibu serta prosedur yang akan dilaksanakan dan hasil-hasil pemeriksaan. f. Menjaga kebersihan diri, dengan cara menganjurkan ibu untuk mandi dan membasuh kemaluannya sesudah buang air kecil/besar. g. Mengatasi rasa panas dengan cara menggunakan kipas angin atau AC dalam kamar, menggunakan kipas biasa atau menganjurkan ibu untuk mandi. h. Melakukan masase atau pijatan pada punggung atau mengusap perut dengan lembut. i. Pemerian cukup minum untuk memenuhi kebutuhan energi dan mencegah
14
dehidrasi. j. Mempertahankan kandung kemih tetap kosong dengan menganjurkan ibu untuk berkemih sesering mungkin. k. Melakukan sentuhan sesuai dengan keinginan ibu, dengan memberikan sentuhan pada salah satu bagian yang bertujuan untuk perasaan 2.3.2
sendirian
mengurangi
ibu selama proses persalinan.
Prosedur Tetap Persalinan Menurut Buku acuan Asuhan Persalinan Normal Prosedur tetap persalinan yang harus dilaksanakan oleh bidan adalah sebagai berikut (Depkes, 2006) : a. Bidan menyiapkan peralatan partus, memastikan kelengkapan alat pertolongan persalinan
termasuk mematahkan ampul oksitosin dan
memasukan satu buah alat suntik sekali pakai. b. Menyiapkan
diri
untuk
memberikan
pertolongan
persalinan
dengan memakai celemek, memastikan lengan/tangan tidak memakai perhiasan, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, memakai sarung tangan DTT pada tangan kanan yang akan digunakan untuk pemeriksaan dalam dan mengambil alat suntik sekali pakai dengan tangan yang bersarung tangan isi dengan oksitosin dan letakan kembali ke dalam wadah partus set. Apabila ketuban belum pecah pinggirkan setengah kocher pada partus set. c. Pastikan pembukaan lengkap dan keadaan janin baik bersihkan vulva dan perineum dengan menggunakan kapas basah dengan gerakan dari vulva ke perineum, lakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan pembukaan sudah lengkap dan selaput ketuban sudah pecah. Periksa
15
denyut jantung janin setelah kontraksi uterus selesai --- DJJ dalam batas
normal
(120- 160x/menit). Siapkan ibu dan keluarga untuk
membantu proses pimpinan meneran apabila telah terjadi his dan ibu merasa ingin meneran. d. Lakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran. e. Lakukan pemasangan handuk bersih untuk mengeringkan janin pada perut ibu saat kepala janin terlihat pada vulva dengan diameter 5 -6 cm. f. Untuk lahir kepala, saat sub occiput tampak di bawah simfisis tangan kanan melindungi perineum dengan di alas lipatan kain di bawah bokong ibu sementara tangan kiri menahan puncak kepala agar tidak terjadi defleks dan usapkan kasa/kain bersih untuk membersihan muka janin dari lendir dan darah. g. Setelah seluruh badan bayi lahir pegang bayi bertumpu pada lengan kanan sedemikian rupa hingga bayi menghadap ke arah penolong, kemudian letakan bayi di atas perut ibu dengan posisi lebih rendah dari badan. h. Lakukan pemeriksaan fundus uteri untuk memastikan kehamilan tunggal, beritahu ibu akan disuntik dengan oksitosin 10 unit secara intramuskuler pada bagian luar paha kanan 1/3 atas setelah melakukan aspirasi terlebih dahulu untuk memastikan ujung jarum tidak mengenai pembuluh darah. i. Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 – 10 cm dari vulva dan letakan tangan kiri di atas simpisis ntuk menahan bagian bawah uterus, sementara tangan kanan memegang tali pusat dengan
16
menggunakan klem atau kain kasa dengan jarak 5 – 10 cm dari vulva, pada saat uterus kontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati ke arah dorsokranial. j. Keluarkan plasenta jika dengan penegangan tali pusat terkendali tali pusat bertambah panjang dan terasa adanya pelepasan plasentas minta ibu untuk meneran sedikit sementara tangan kanan menarik tali pusat ke arah bawah kemudian ke atas sesuai dengan kurve jalan lahir hingga plasenta tampak pada pulva. k. Segera setelah plasenta lahir lakukan masase pada fundus uteri dengan menggosok fundus secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras). l. Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan tangan kanan untuk memastikan bahwa seluruh kotiledon dan selaput ketuban sudah lahir lengkap sehingga tidak terjadi kemungkinan adanya perdarahan pasca persalinan. m. Pasca tindakan, periksa kembali kontraksi uterus dan tanda adanya perdarahan pervaginam pastikan kontraksi uterus baik. n. Ikat tali pusat lebih kurang 1 cm dari umbilikus dengan simpul mati, ikat balik tali pusat untuk kedua kali, membungkus bayi dan berikan kepada ibu untuk disusui. o. Lanjutkan pemantauan terhadap kontraksi uterus, tanda perdarahan pervaginam dan tanda vital ibu : 2 – 3 kali dalam 10 menit pertama, setiap 15 menit pada satu jam pertama, setiap 20 – 30 menit pada jam kedua.
17
p. Evaluasi jumlah perdarahan yang terjadi dan periksa nadi ibu apabila terdapat robekan jalan lahir yang memerlukan penjahitan lakukan penjahitan. Jaga kebersihan dan keamanan ibu dengan cara : redam semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5, buang bahan- bahan yang terkontaminasi, bersihkan ibu dari sisa air ketuban, lendir dan darah, gantilah pakaiannya dengan yang bersih/kering, pastikan ibu merasa aman, dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5%, cuci tangan dengan sabun dan air mengalir serta lengkapi partograf dan periksa tekanan darah. 2.4. Faktor-Faktor yang mempengaruhi kinerja Bidan Desa Pendapat Timple tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor Internal (disposisional) yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang, misalnya kinerja seseorang baik disebabkan karena mempunyai kemampuan tinggi dan seseorang itu tipe pekerja keras, sedangkan seseorang mempunyai kinerja jelek disebabkan orang tersebut mempunyai kemampuan rendah
dan
orang
tersebut
tidak memiliki upaya-upaya untuk
memperbaiki kemampuannya (Timple, 1999). Faktor Eskternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan, seperti perilaku, sikap dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja dan iklim organisasi. Sadeli (2005), menyimpulkan dalam penilitiannya bahwa pengukuran kinerja bidan desa dapat di ukur dengan cakupan K-4 dan cakupan pertolongan persalinan. Sedangkan Retnasih (2005) menyimpulkan bahwa kualitas non fisik individu adalah variabel yang paling berperan dan erat hubungannya dengan kinerja bidan dan
18
pengukuran kinerja bidan lebih tepat dari hasil kerja dan cakupan program. Namun dapat di singkat bahwa ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi kinerja bidan di desa antara lain adalah :
a. Kemampuan Pendapat Ardana, dkk (2008) individu
dalam
menyelesaikan
tentang kemampuan kerja adalah kapasitas berbagai
tugas
dalam
sebuah pekerjaan,
kemampuan menyeluruh seorang karyawan meliputi kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan Intelektual dibutuhkan untuk menunjukan aktivitas-aktivitas mental. Misalnya test IQ dibuat untuk mengetahui kemampuan intelektual seseorang demikian juga dengan test-test lain, dengan kata lain test-test yang digunakan untuk mengukur dimensi- dimensi khusus dari intelegensi dapat dijadikan pegangan kuat untuk meramalkan prestasi kerja. Kemampuan fisik diperlukan untuk melakukan tugas yang menuntut stamina koordinasi tubuh atau keseimbangan, kekuatan, kecepatan dan kelenturan atau fleksibilitas tubuh. Kemampuan fisik ini terutama penting pada pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya rutin dan yang lebih terstandar di tingkat bawah dari hirarki perusahaan. Manajemen harus lebih mampu mengidentifikasi kemampuan fisik yang mana yang sesuai dengan jenis pekerjaannya, karena masing- masing karyawan memiliki perbedaan dalam jenis kemampuan fisik tersebut. Jenis-jenis pekerjaan tersebut memiliki tuntutan dan kemampuan yang berbeda terhadap karyawan. Prestasi kerja akan meningkat apabila ada kesesuaian antara kemampuan dan jenis pekerjaannya, oleh karena itu kebutuhan akan kemampuan khusus karyawan, intelektual, maupun fisik secara jelas harus dirincikan dalam
19
persyaratan
kemampuan
kerja
yang
diperlukan
sehingga
mereka dapat
menyelesaikan kemampuan kerja sesuai yang diharapkan. b. Pengalaman Siagian (2004) berpendapat bahwa pengalaman seseorang dalam melakukan tugas tertentu secara terus menerus dalam waktu yang cukup lama dapat meningkatkan kedewasaan teknisnya. Contohnya apabila awalnya seorang bidan mampu menolong persalinan dalam satu hari satu orang ibu, semakin lama b idan tersebut melakukan tugasnya, kemampuan untuk menolong persalinan akan semakin tinggi. Dalam artian akan semakin kemampuan bidan dalam menolong persalianan, asumsi yang sama berlaku untuk semua jenis pekerjaan. Hal ini dikarenakan salah satu kelebihan dari sifat manusia dibandingkan dengan mahluk lain adalah kemampuan
belajar
dari pengalaman yang telah didapat terutama didalam
pengalaman yang berakhir pada kesalahan. Menurut Muchlas (1999),
pengalaman-pengalaman pribadi ini dapat
memiliki dampak pertama kepada komponen kognitif dari sikapnya, artinya pengalaman-pengalaman
pribadi
dengan
obyek
tertentu (orang, benda atau
peristiwa) dengan cara menghubungkan obyek tersebut dengan pengalaman lain dimana anda telah memiliki sikap tertentu terhadap pengalaman itu. Pengalaman
bidan
desa
dalam
memberikan
pertolongan persalinan
merupakan hal yang sangat penting, semakin banyak pengalaman semakin
mudah
dalam
yang
diperoleh
mengatasi masalah yang dihadapi. Artinya sejauh mana
kreativitas, keterampilan serta kualitas kerja bidan dalam melaksanakan pertolongan persalinan sangat bergantung kepada sejauh mana pengalaman bidan desa dalam memberikan pelayanan. Berapa jumlah fartus yang pernah ditolong, bagaimana mutu pertolongan yang dilakukan bidan, apakah bidan bisa menolong persalinan dengan
20
penyulit atau apakah bidan dapat menolong persalinan pada kondisi ibu melahirkan dengan resiko dan apakah bidan dapat dengan cepat melakukan tindakan rujukan apabila diperlukan.
c. Penghargaan/Imbalan Imbalan diartikan Gibson dkk, (1995) adalah sesuatu yang diberikan manajer kepada para karyawan setelah mereka memberikan kemampuan,
keahlian
dan
usahanya kepada organisasi, imbalan dapat berupa upah, alih tugas promosi, pujian dan pengakuan. Jika karyawan melihat bahwa kerja keras dan kinerja yang unggul dan diberikan imbalan oleh organisasi, mereka akan mengharapkan hubungan seperti itu terus berlanjut di masa depan, oleh karena itu mereka akan menentukan tingkat kinerja yang lebih tinggi dan mengharapkan tingkat kompensasi yang tinggi pula. Sudah barang tentu bilamana karyawan memperkirakan hubungan yang lemah antara kinerja dengan imbalan, maka mereka mungkin akan menentukan tujuan-tujuan minimal guna mempertahankan pekerjaan mereka tetapi tidak melihat perlunya menonjolkan diri dalam posisi- posisi mereka. Dasar-dasar didalam memberikan imbalan terhadap para karyawan menurut Leavit (2007) adalah : a) Menghubungkan antara upah dengan prestasi kerja atau kinerja. Penerimaan upah atas dasar per jam ditambah dengan bonus tiap unit yang diperoleh di atas standar tertentu. b) Pemberian imbalan yang meliputi total unit, pemberian bonus bulanan untuk setiap karyawan didasarkan kepada indeks produksi secara total. Dengan kata lain pemberian gaji bersih karyawan tidak didasarkan kepada produktivitas individu melainkan didasarkan kepada efisiensi produksi dari perusahaan. c) Pola gaji secara langsung , dalam pola ini perusahaan memberikan
21
gajinya kepada setiap individu dari lapisan paling atas sampai paling bawah tanpa didasarkan kepada bentuk produksi per jam atau tarif insentif. Hipotesis yang melandasi hat tersebut adalah : apabila individu diberikan kondisi kerja yang baik mereka akan termotivasi secara positif oleh bermacam-macam hal selain uang, dan uang adalah merupakan faktor kesehatan yang harus tersedia dalam jumlah yang cukup memadai. a. Tujuan Memberikan Imbalan Tujuan program dalam memberikan imbalan menurut Leavitt antara lain untuk : 1) Manajer memberikan upah kepada karyawan sebagai pengganti hasil kerja yang baik. 2) Manajer memberikan upah kepada karyawan
sebagai
hadiah
dari
hasil kerja yang baik. 3) Manajer
memberikan imbalan kepada karyawan untuk mendorong supaya mereka bekerja lebih giat (Leavit, 2007), sedangkan Gibson menjelaskan bahwa tujuan program pemberian imbalan diantaranya untuk : 1) Menarik orangorang
yang
berkualitas
untuk
bergabung
dalam
organisasi.
2)
Mempertahankan karyawan agar mereka tetap dapat bekerja. 3) Memotivasi karyawan untuk mencapai hasil kerja yang tinggi. Menurut
Gito sudarmo dan Sudito, (2000) tujuan
pemberian
imbalan diantaranya adalah : 1) Memotivasi anggota organisasi, artinya sistem imbalan yang dibentuk oleh organisasi harus mampu untuk memacu motivasi kerja dari anggota organisasi agar berprestasii pada tingkat yang lebih tingg. Caranya dengan memperhatikan secara imbalan
harus
memiliki
nilai
cermat
bahwa
dimata karyawan. 2) Membuat betah
pekerja yang sudah ada artinya mempertahankan
agar
para
pekerja
terutama yang berkualitas tetap mencintai pekerjaannya dan tidak mudah
22
untuk berpindah ke pada organisasi lainnya. 3) Menarik personil yang berkualitas untuk masuk dalam organisasi. b. Macam-macam imbalan Menurut Simamora bentuk imbalan-imbalan dan sistem kompensasi di dalam organisasi mempunyai dua type dasar atau katagori. Kedua tipe diartikan
sebagai
imbalan-imbalan intrinsik (intrinsic
reward)
dan
imbalan-imbalan ekstrinsik (extrinsic reward). Imbalan intrinsik adalah imbalan yang merupakan bagian dari pekerjaan itu sendiri,
imbalan
tersebut
mencakup rasa
penyelesaian
(completion), pencapaian prestasi (achievement) otonomi (autonomy) dan pertumbuhan pribadi (personal growth) sedangkan imbalan
ekstrinsik
adalah imbalan yang berasal dari pekerjaan imbalan tersebut mencakup uang status, promosi, dan rasa hormat. c. Hubungan Imbalan dengan kinerja bidan desa Menurut Gibson bahwa imbalan instrinsik maupun ekstrinsik dapat digunakan untuk memotivasi pekerja, dengan cacatan bahwa imbalan harus dinilai oleh orang yang bersangkutan dan imbalan berkaitan dengan tingkat prestasi kerja yang akan dimotivasi. Dalam pelayanan kebidanan para pemimpin puskesmas maupun kepala dinas kesehatan berusaha mebuat para bidan bekerja keras, lebih giat, lebih efektif dengan memberikan imbalan yang sesuai dengan kinerja bidan di desa. d. Sumber daya/peralatan a. Pengertian Salah satu faktor pendukung yang tidak boleh dilupakan dalam pelayanan
adalah
faktor
sarana
atau
alat
dalam pelaksanaan tugas
23
pelayanan. Sarana pelayanan yang dimaksud disini adalah segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas lain yang berfungsi sebagai alat utama/pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan (Sota, 2003). Alat adalah sarana yang membantu manusia melakukan pekerjaan dengan lebih berkeahlian, efisien atau efektif jika seorang manusia mengendalikannya, teknologi akan dipergunakan sebagai sebuah alat, jika ia mengendalikan mereka dipakai sebagai mesin (Sota, 2003). Fungsi sarana pelayanan
menurut
Moenir
(2006)
diantaranya
adalah: 1) Untuk mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan, sehingga dapat menghemat waktu, 2)meningkatkan produktivitas baik barang ataupun jasa, 3)
kualitas produk yang lebih baik/terjamin, 4)
mudah/sederhana
dalam
gerak
para
lebih
pelakunya, 5) menimbulkan rasa
kenyamanan bagi orang-orang yang berkepentingan, 6) menimbulkan perasaan puas pada orang-orang yang berkepentingan sehingga dapat mengurangi sifat emosional mereka. Faktor-faktor pendukung pelayanan yang cukup penting untuk diperhatikan adalah sarana yang ada untuk melaksanakan tugas/pekerjaan layanan. Sarana terbagi dua yaitu sarana kerja dan fasilitas, sedangkan sarana kerja sendiri meliputi : peralatan, perlengkapan dan alat bantu. Sarana fasilitas meliputi gedung dengan segala kelengkapannya, fasilitas komunikasi dan kemudahan lain. b.
Hubungan sumber daya peralatan dengan kinerja Berbeda-bedanya macam pekerjaan memerlukan peralatan yang berpeda
pula,
mencocokan
alat-alat
yang
tepat
akan membuat
kinerja lebih produktif, suatu peralatan belum tentu cocok karena alat itu
24
mahal atau lebih besar peralatan paling baik adalah peralatan yang dapat mengerjakan pekerjaan yang diperlukan dengan usaha minimum, dengan kerumitan yang minimum dan dengan kekuatan yang minimum pula. Bekerja memerlukan alat-alat atau perlengkapan yang cocok, peralatan merupakan jembatan antara kerja dan pekerjaan dan harus cocok dengan kedua-duanya. Peralatan dapat dipakai untuk mekanisasi atau untuk mengautomasian, masing-masing dengan penerapan analisis, sintesis menjadi proses produksi. e. Beban Kerja a. Pengertian Beban kerja adalah semua faktor yang menentukan orang yang sedang bekerja (Ruhimat, 2003).
Definisi lain tentang beban kerja
adalah merupakan sebagian dari kapasitas kemampuan pekerja yang diberikan untuk mengerjakan tugasnya (Sugianto, 2006). Beban kerja berpengaruh terhadap kinerja individu dalam melaksanakan pekerjaan yang dilakukan. Beban kerja tidak hanya dilihat dari beban fisik semata akan tetapi beban kerja juga bisa berupa beban mental. Pekerja yang mempunyai beban kerja yang berlebihan akan menurunkan produktifitas dan kualitas hasil kerja, dan ada kemungkinan dalam pelaksanaan pekerjaaan tidak tepat waktu, kurang memuaskan dan mengakibatkan kekecewaan dengan hasil yang diharapkan. Menurut
Ilyas
terdapat
3
cara
(teknik)
yang
dapat
digunakan dalam penghitungan beban kerja personal yaitu : 1). Work Sampling, teknik
ini dikembangkan pada dunia industri
25
untuk melihat beban kerja yang dipangku oleh personal pada suatu unit, bidang ataupun jenis tenaga tertentu. Pada work sampling ini kita dapat mengamati , aktivitas apa yang sedang dilakukan personal pada waktu jam kerja, apakah aktivitaspersonel berkaitan dengan fungsi dan tugasnya pada waktu jam kerja, proporsi waktu kerja yang digunakan untuk kegiatan produktif atau tidak produktif, pola beban
kerja personel dikaitkan dengan waktu, dan schedule jam
kerja. 2). Time and Motion Studies, teknik ini mengamati dan mengikuti dengan cermat tentang kegiatan yang dilakukan oleh personil yang sedang kita amati. 3). Pencatatan kegiatan sendiri
(Daily Log), teknik ini merupakan
bentuk sederhana dari work sampling dimana orang yang diteliti menuliskan sendiri kegiatan dan waktu yang digunakan untuk kegiatan tersebut. b. Cara pengukuran beban kerja Konsep yang mendasari pengukuran beban kerja adalah penyelesaian suatu tugas memerlukan waktu tertentu. Tingkat beban kerja diperhitungkan dari jumlah waktu yang telah dipakai untuk mengerjakan suatu tugas sampai selesai. Cara pengukuran beban kerja terbagi kedalam 2 cara yaitu : 1). Cara pengukuran berdasarkan konsep kapasitas energi yang terbatas atau lebih dikenal dengan metode primer. Metode tugas primer dilakukan untuk mengetahui performans pekerja yang ditunjukan sewaktu dia mengerjakan satu tugas, dua macam performans yang
26
biasa diukur adalah kecepatan dan kecermatan. 2). Cara pengukuran tugas sekunder, dalam metode ini selain diminta untuk mengerjakan tugas pokok pekerja juga diminta untuk mengerjakan tugas tambahan. Semakin besar tuntutan energi untuk keperluan tugas pokok, semakin sedikit energi yang tersisa untuk keperluan tugas tambahan. c. Hubungan beban kerja dengan kinerja Ditinjau dari kepentingan pekerja, beban kerja mengandung konsep penggunaan energi pokok dan energi cadangan yang tersedia, suatu tugas dipandang berat apabila energi pokok telah habis dipakai dan masih harus menggunakan energi cadangan untuk menyelesaikan tugas lain (Ruhimat, 2003). Para
pekerja
merasa
bahwa
beban
kerja
yang
harusditanggung semakin berat, artinya pekerjaan yang ditugaskan tidak sesuai dengan kemampuan untuk menyelesaikan tugas tersebut. Manusia hanya memiliki kapasitas energi yang terbatas, sebagai akibatnya jika seseorang harus mengerjakan beberapa tugas atau kegiatan dalam waktu yang bersamaan akan terjadi kompetisi prioritas antar tugas-tugas itu untuk memperebutkan energi yang terbatas. Semakin banyak tugas yang harus dikerjakan oleh seseorang kerja
berarti
yang disandangnya dan semakin tidak
didapatkannya.
itu
semakin
berat
beban
optimal hasil yang
27
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Adanya tenaga kesehatan yang terampil dan profesional diharapkan dapat menjadi salah satu faktor yang menentukan kinerja sumber daya manusia yang bersangkutan. Kinerja bidan desa merupakan salah satu ukuran yang dapat dipakai dalam menentukan percepatan penurunan AKI. Berdasarkan penelusuran teori-teori kepustakaan tentang kinerja yang disampaikan oleh Timple (1999) yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah faktor internal menyatakan
pengukuran
dan eksternal. Retnasih (2005)
kinerja bidan lebih tepat dari hasil kerja dan cakupan
program. Demikian juga dengan Saledi (2005) bahwa pengukuran bidan di desa dilakukan dengan melihat cakupan K-4 dan pertolongan persalinan. Teori-teori diatas dapat dipakai sebagai acuan untuk memahami bagaimana : hubungan kemampuan, pengalaman, Imbalan, alat dan beban kerja dengan kinerja bidan desa dalam pertolongan persalinan.
Selain faktor-faktor tersebut di atas,
tentunya masih banyak faktor yang lain yang berpengaruh terhadap kinerja bidan desa, misalnya motivasi, dukungan, masa kerja, tekanan, domisili. Namun dalam penelitian ini sesuai dengan permasalahan yang ada di kabupaten SBD maka peneliti membatasi hanya melihat lima faktor yaitu pengalaman, kemampuan, alat, imbalan dan beban kerja, yang dapat di gambarkan pada kerangka konsep di bawah ini.
28
3.2 Kerangka Konsep
Faktor Internal : ‐ ‐
Kemampuan Pengalaman
‐ ‐ ‐
Motivasi Sikap Tekanan
KINERJA BIDAN DESA DALAM PERTOLONGAN PERSALINAN
Faktor Eksternal : ‐ ‐ ‐
Imbalan Peralatan Beban kerja.
‐ ‐ ‐
Masa kerja Domisili Lingkungan
Variabel yang diteliti Variabel yang tidak diteliti Sumber : Modifikasi Gibson dkk (1995) dan Mangkunegara (2006)
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
29
3.3 Hipotesis 1. Ada
hubungan positif kemampuan
dengan
kinerja
bidan
desa
dalam
kinerja
bidan
desa
dalam
pertolongan persalinan di kabupaten SBD. 2. Ada
hubungan positif pengalaman
dengan
pertolongan persalinan di Kabupaten SBD. 3. Ada hubungan positif imbalan dengan kinerja bidan desa dalam pertolongan persalinan di Kabupaten SBD. 4. Ada hubungan positif peralatan dengan kinerja bidan desa dalam pertolongan persalinan di Kabupaten SBD. 5. Ada
hubungan negatif beban
kerja
pertolongan persalinan di Kabupaten SBD.
dengan
kinerja
bidan
desa dalam
30
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Desain penelitian ini adalah analitik Observasional (Cross Sectional) dengan subyek penelitian adalah bidan desa di Kabupaten SBD. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Sumba Barat Daya pada bulan Agustus– September 2011. 4.3 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah bidang KIA & Kesehatan Reproduksi dan terbatas pada beberapa faktor yang berhubungan dengan kinerja bidan desa dalam menolong persalinan. 4.4 Populasi dan Sampel 4.4.1 Populasi Penelitian Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh bidan desa di Kabupaten Sumba Barat Daya. Populasi target adalah bidan desa yang tercatat dan aktif bekerja sedangkan populasi terjangkaunya adalah bidan desa yang bekerja di desa. 4.4.2 Sampel Dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah memenuhi kriteria inklusi. 1) Kriteria Inklusi Bidan yang bekerja di desa.
bidan desa yang
31
2) Kriteria Eksklusi a. Sedang mengikuti pendidikan baik D3 kebidanan atau sekolah lain. b. Bidan desa dalam keadaan sakit. c. Bidan desa sedang cuti panjang. 4.4.2.1. Besar sampel Besar pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus Data Proporsi (Hidayat, 2007) yaitu :
n=
( Zα ) 2 xP(1 − P) d2
Keterangan : n
: Besar sampel minimum
Zα
: Skor tingkat kemaknaan (95%= 1.96)
P
: Harga proporsi (proporsi Bidan = 0,78)
d
: Kesalahan yang dapat ditoleransii = 10%
Berdasarkan rumus tersebut didapat sampel sebesar 66,3 orang yang kemudian dibulatkan menjadi 67 sampel. 4.4.2.2 Teknik Pengambilan sampel Pada penelitian ini menggunakan metode Probability Sampling yaitu systimatic random sampling dengan prosedur sebagai berikut : 1. Membuat kerangka sampel yang merupakan daftar anggota sampel 2. Menentukan besar interval 3. Menentukan sampel pertama dengan cara memilih secara acak. Untuk memilih sampel berikutnya, sampel pertama ditambahkan dengan interval sampai jumlah sampel terpenuhi.
32
4.5 Variabel Penelitian 4.5.1 Variabel bebas Variabel dalam penelitian ini adalah : (1) Kemampuan bidan desa (2) Pengalaman bidan desa (3) Imbalan bidan desa (4) Peralatan pertolongan persalinan (5) Beban kerja bidan desa 4.5.2 Variabel Terikat Kinerja bidan desa dalam pertolongan persalinan. 4.5.3 Definisi Operasional Variabel Dalam penelitian ini defenisi operasianal adalah : 1. Kinerja bidan desa Kinerja bidan desa adalah hasil pencapaian pertolongan persalinan oleh bidan desa yang diukur dengan membandingkan jumlah cakupan persalinan dengan target dalam satu tahun. Cakupan persalinan oleh bidan adalah skor yang diperoleh dari persentase cakupan pertolongan persalinan oleh bidan di Kabupaten SBD, yaitu jumlah pertolongan persalinan oleh bidan di bagi target persalinan x 100%. Dengan sasaran program persalinan nasional adalah 80% oleh tenaga kesehatan. Alat ukur : Pedoman observasi. Kategori : a. Baik
: Cakupan > 75 %
b. Cukup
: Cakupan 50- 75%
c. Kurang
: Cakupan < 50%
33
Skala ukur adalah Ordinal 2. Kemampuan bidan desa Kemampuan bidan desa adalah nilai skor kesesuaian tindakan bidan desa dalam menolong persalinan sesuai dengan standar Asuhan Persalinan Normal (APN) menurut Depkes RI 2006. Pengukuran dilakukan dengan memberikan pertanyaan tertutup kepada responden dan responden memilih jawaban salah satu dari 2 pilihan jawaban dengan skor : ya diberi skor 2, tidak dengan skor 1. Kategori : a. Kurang
: total skor ≤ 24
b. Cukup baik
: total skor antara 25-26
c. Baik
: total skor ≥ 27
Skala pengukuran : Ordinal 3. Pengalaman bidan desa Pengalaman bidan desa adalah aktivitas pertolongan persalinan normal dan persalinan abnormal yang telah dilakukan oleh bidan desa sesuai dengan
wewenang bidan desa menurut Keputusan
Menteri Kesehatan RI No. 900 tahun 2002. Alat ukur : Pedoman wawancara. Hasil ukur : ya di beri skor 2, tidak diberi skor 1. Kategori : a. Sedikit
: total skor < 50 %
b. Banyak
: total skor ≥ 50%
Skala ukur : skala Ordinal.
34
4. Imbalan bidan desa Imbalan bidan desa adalah persepsi bidan desa terhadap pendapatan dari upah pelayanan sebagai bidan desa yang di ukur dengan pedoman wawancara kepada bidan desa. Alat ukur : pedoman wawancara, hasil ukur : jawaban a di beri skor 1, jawaban b skor 2, jawaban c skor 3. Kategori: a. Kurang
: total skor ≤ 10
b. Cukup
: total skor 11 – 20
c. Lebih
: total skor ≥ 21
Skala: Ordinal 5. Peralatan Pertolongan Persalinan Peralatan pertolongan persalinan adalah
kelengkapan alat
pertolongan persalinan sesuai dengan standar minimal asuhan persalinan normal yang diukur dengan observasi dan ceklist. Hasil ukurnya ada di beri skor 1 dan tidak ada diberi skor 0. Variabel ini di kategorikan menjadi 2 kategori yaitu : a. Lengkap
: Sesuai dengan standar minimal
b. Tidak lengkap
: Tidak sesuai dengan standar minimal.
Skala ukur : Nominal 6. Beban kerja bidan desa Beban kerja bidan desa adalah persepsi bidan desa tentang berat dan ringannya tugas pokok dan tugas tambahan yang harus dikerjakan oleh bidan yang disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi bidan.
35
Alat ukur : pedoman wawancara. Hasil ukur setuju di beri skor 2 dan tidak setuju di beri skor 1. Semakin besar skor yang didapatkan, semakin berat beban kerja. Variabel ini di kategorikan menjadi 3 kategori yaitu: a. Ringan
: total skor ≤ 10
b. Sedang
: total skor 11 – 15
c. Berat
: total skor ≥ 16
Skala ukur : Ordinal. 4.6 Instrument Penelitian Pada penelitian ini intrument penelitian terdiri dari : 1. Pedoman Wawancara, berisi beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan faktor kemampuan, pengalaman, imbalan dan beban kerja yang mempengaruhi bidan desa. 2. Pedoman Observasi, berisikan beberapa daftar nama alat pertolongan persalinan berdasarkan standar minimal dan cakupan pertolongan persalinan perbulan. 4.6.1 Validitas Uji validitas dilaksanakan dengan teknik korelasi yaitu mengkorelasi skor setiap butir dengan total skor variabel dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment. Dasar penilaian adalah butir yang mempunyai korelasi positif dengan skor total. Korelasi yang tinggi menunjukkan bahwa butir tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula. Syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat adalah bila r = 0,3 dan bila kurang dari 0.3 dinyatakan tidak valid. 4.6.2 Reliabilitas Untuk menguji apakah variabel dapat dipercaya, handal dan akurat,
36
dipergunakan Formula koefisien alpha dari Cronbach. Variabel dapat dikatakan reliabel apabila koefisien alpha Cronbach lebih dari 0,06 (α = 0.06). 4.7 Prosedur Penelitian 1. Menentukan populasi penelitian yaitu seluruh bidan desa di Kabupaten SBD 2. Menetapkan jumlah sampel yaitu bidan desa yang aktif dan bekerja di desa. 3. Pengumpulan data dengan wawancara yaitu data faktor kemampuan, pengalaman, imbalan, beban kerja
dan observasi untuk faktor kelengkapan
peralatan pertolongan persalinan 4. Setelah data terkumpul, data dianalisis dengan SPSS. Dalam analisis ini langsung dilakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap instrumen penelitian. 5. Setelah analisis selanjutnya penulisan laporan. 4.7.1 Alur penelitian
Populasi
Sampel
Wawancara
Observasi
Data yang diambil : ‐ Kemampuan ‐ Pengalaman ‐ Imbalan ‐ Peralatan ‐ Beban kerja
Penulisan Laporan
Analisis Data
37
4.8 Analisis Data Dalam pelaksanaan analisis data peneliti menggunakan perangkat komputer program Statistical Product and Service Solutions (SPSS) fow Windows versi 15.00. 4.8.1 Analisis Deskriptif Analisis
deskriptif
untuk menggambarkan masing-masing variabel baik
variabel bebas yaitu kemampuan, pegalaman, imbalan, sarana/peralatan dan beban kerja maupun variabel terikat yaitu kinerja bidan desa. Analisis deskriptif ini disajikan dengan membuat tabel distribusi frekuensi 4.8.2 Uji Normalitas Tahap awal pengujian statistik dilakukan dengan melakukan uji normalitas dengan uji kolmogorov-smirnov untuk masing-masing variabel bebas dan variabel terikat. Hasil dari uji normalitas diperoleh data pada seluruh variabel bebas yang terdiri dari kemampuan bidan desa, pengalaman bidan desa, imbalan bidan desa, peralatan pertolongan persalinan, dan beban kerja bidan desa
dengan variabel terikat yaitu kinerja bidan desa tidak
berdistribusi normal. 4.8.3 Analisis Inferensial 4.8.3.1 Analisis Bivariat Untuk mengetahui adanya hubungan yang signifikan antara variabel bebas dan variabel terikat. Bila didapatkan ada variabel yang tidak berdistribusi normal, maka uji Rank Spearman digunakan untuk menganalisis hubungan antara masing-masing variabel bebas dan variabel terikat. Dasar pengambilan keputusan (berdasarkan tingkat kemaknaan): a) Jika tingkat kemaknaan > 0,05 maka Ho diterima
38
b) Jika tingkat kemaknaan ≤ 0,05 maka Ho ditolak Nilai koefisien korelasi (rho) berkisar antara 0-1. Nilai 0 menunjukkan tidak ada hubungan dan nilai 1 menunjukkan hubungan yang sempurna. Batasan nilai koefisien korelasi yang diperoleh untuk menentukan besarnya hubungan adalah sebagai berikut: 0,00 – 0,199 : Sangat lemah 0,20 – 0,399 : Lemah 0,40 – 0,599 : Sedang 0,60 – 0,799 : Kuat 0,80 – 1,000 : Sangat kuat
4.8.3.2. Analisis Multivariat Untuk melihat variabel bebas yang paling menentukan. Dalam penelitian ini karena satu variabel terikat dengan skala pengukurannya ordinal dan variabel bebas lebih dari dua dengan skala pengukuran ordinal maka uji statistik yang dipakai adalah uji regresi logistik ganda. 4.9 Etika Penelitian Adapun etika yang akan dipegunakan dalam penelitian adalah : 4.9.1 Surat perizinan penelitian Penelitian ini akan segera dilaksanakan setelah mendapat surat ijin d a r i k o m i s i Ethical
Clearance
Fakultas
Kedokteran
Universitas Udayana
Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Bali dan surat ijin penelitian dari Bupati Kabupaten Sumba Barat Daya Propinsi Nusa Tenggara Timur. Semua data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini hanya digunakan untuk keperluan ilmiah saja.
39
4.9.2 Lembar persetujuan menjadi responden (Informed concent) Lembar persetujuan ini akan diberikan kepada subyek yang akan menjadi sampel dalam penelitian. Subyek yang menjadi sampel penelitian akan mendapatkan penjelasan secara detail tentang tujuan penelitian, manfaat, bebas dari eksploitasi dan informasi yang didapatkan tidak digunakan untuk hal-hal yang merugikan responden dalam bentuk apapun. Hak-hak selama dalam penelitian seperti hak untuk menolak menjadi responden serta kewajiban apabila bersedia menjadi responden. 4.9.3 Confidentiality Kerahasiaan responden harus terjaga dengan tidak mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data maupun pada lembar kuisioner, tetapi hanya dengan memberikan kode-kode tertentu sebagai identifikasi responden, dan hanya kelompok data tertentu saja yang disajikan atau dilaporkan sebagai hasil riset.
40
BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Lokasi Penelitian Kabupaten Sumba Barat Daya merupakan satu dari 4 Kabupaten yang ada di Pulau Sumba. Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD) ibukotanya Tambolaka berdiri pada tanggal 22 Mei 2007 terletak pada 9 18°-10 20°LS dan 11 55°- 120 23° BT dengan luas 1.445, 32 km². Mewilayahi 96 desa dan 8 kecamatan dengan jumlah penduduk 285.414 jiwa. Kabupaten SBD mekar dari kabupaten induk yaitu Kabupaten Sumba Barat. Keadaan Geografisnya sebagian besar daerah perbukitan sehingga sulit untuk dijangkau oleh transportasi dan sebagiannya lagi daerah pantai. Adapun batas-batas wilayah Kabupaten SBD adalah: Sebelah Utara
: Selat Sumba
Sebelah Barat
: Samudra Indonesia
Sebelah Selatan
: Samudra Indonesia
Sebelah Timur
: Kabupaten Sumba Barat
Fasilitas kesehatan yang ada di Kabupaten SBD adalah : 1 buah Rumah Sakit swasta yang terletak di ibu kota kabupaten, di setiap kecamatan terdapat 1 Puskesmas induk dan 2 Puskesmas Pembantu. Dari 96 desa yang sudah memiliki bidan dan polindes sebanyak 76 desa sedangkan 20 lainnya belum ada bidan dan polindesnya. Jumlah posyandu pada setiap desa rata-rata 2-3 posyandu dan jumlah seluruh posyandu di kabupaten SBD sebanyak 320 buah. Di setiap Puskesmas terdapat 1 unit mobil ambulance dan belum ada bidan yang dibekali dengan kendaraan roda 2, selama ini bila bidan desa memerlukan transportasi dalam pelayanan pertolongan persalinan, bidan
menggunakan
41
transportasi umum atau kendaraan pribadi. Daerah yang tidak terjangkau oleh transportasi roda 2 atau roda 4 ditempuh dengan berjalan kaki. Hasil kegiatan yang dicapai oleh bidan desa pada tahun 2010 adalah -
Cakupan K-1 sebesar 6931 atau 92%
-
Cakupan K-4 sebesar 2838 atau 38%
-
Cakupan pertolongan persalinan sebesar 3771 atau 52%
-
Cakupan kunjungan neonatal sebanyak 4225 atau 62%.
5.2 Karakteristik Responden Responden yang dijadikan sampel pada penelitian ini sebanyak 67 bidan yang bekerja di desa. Pada saat dilakukan penelitian semua responden berhasil diwawancara dengan baik. Berikut adalah data yang diperoleh dengan wawancara terstruktur kepada responden dengan menggunakan kuisioner. Adapun hasil wawancara langsung dengan menggunakan kuisioner dapat dilihat pada tabel 5.2:
42
Tabel 5.2 Distribusi Karakteristik Responden Variabel Umur
n
f
%
67
-
20 - 29 tahun
28
41,8
-
30 - 39 tahun
32
47,8
-
> 40 tahun
17
25,4
Tingkat Pendidikan
67
-
Sesuai Standar
6
9
-
Tidak Sesuai Standar
61
91
Masa Kerja
67
-
< 5 tahun
15
22,4
-
6 – 10
31
46,2
-
> 10
21
31,4
Pelatihan
67
-
Ya
50
74,6
-
Tidak
17
25,4
Jenis Pelatihan
67
-
APN
40
59,7
-
PPGDON
10
14,9
-
PONED
11
16,4
-
Insersi IUD
20
29,8
-
Kemitraan Bidan - Dukun
15
22,3
Dari 67 responden yang diwawancarai diperoleh hasil bahwa responden yang paling banyak terdapat pada kelompok umur 30 - 39 sebanyak 32 0rang (47,8%). Dan responden yang paling sedikit pada kelompok >40 tahun sebesar 17 orang (25,4%). Umur yang paling muda adalah 20 tahun dan paling tua adalah 49 tahun dengan rata-rata umur responden adalah 35 tahun.
43
Tingkat pendidikan responden dibagi menjadi 2 yaitu sesuai standar (D3) dan tidak sesuai standar (D1). Dari tingkat pendidikan bidan desa sebagian besar tidak sesuai standar (91%) dan yang sesuai standar hanya 9 %. Sedangkan berdasarkan masa kerja dari 65 responden yang diwawancarai diperoleh hasil bahwa masa kerja responden paling banyak adalah 6-10 tahun yaitu sebanyak 31 responden (46,2%), masa kerja terendah 3 tahun dan masa kerja tertinggi 18 tahun sehingga rata-rata masa kerja 11 tahun. Bila dilihat dari karakteristik Pelatihan, masih ada responden yang belum pernah sekalipun mengikuti pelatihan sebesar 17 orang (25,4%) dan yang sudah mengikuti sebanyak 50 orang (74,6%). Jenis-jenis pelatihan adalah Asuhan Persalinan Normal (APN), Pelatihan Penanganan Gawat Darurat Obstetri Neonatal (PPGDON), kemitraan Bidan Dukun, Insersi IUD, Penanganan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED)
44
5.3 Kinerja Bidan Desa menurut Kemampuan, Pengalaman, Imbalan, Peralatan dan Beban Kerja. 5.3.1 Distribusi Kemampuan, Pengalaman, Imbalan, Peralatan, Beban Kerja dan Kinerja Bidan Desa Tabel 5.3.1
No
Distribusi Kemampuan, Pengalaman, Imbalan, Peralatan, Beban Kerja dan Kinerja Bidan Desa Variabel n f
1
Kemampuan
2
3
4
5
6
67
-
Kurang
37
55,2
-
Cukup
17
25,4
-
Baik
13
19,4
Pengalaman
67
-
Sedikit
32
47,7
-
Banyak
35
52,3
Imbalan
67
-
Kurang
32
47,7
-
Cukup
22
32,8
-
Lebih
13
19,5
Peralatan
67
-
Lengkap
20
29,8
-
Tidak Lengkap
47
70,2
Beban Kerja
67
-
Ringan
20
29,8
-
Sedang
27
40,4
-
Berat
20
29,8
Kinerja Bidan Desa
67
-
Kurang
20
29,9
-
Cukup
30
44,7
-
Baik
17
25,4
%
45
Tabel 5.3.1 menunjukkan sebagian besar responden memiliki kemampuan cukup dalam pertolongan persalinan sehingga lebih besar bila dibandingkan dengan responden yang mempunyai kemampuan cukup dan kemampuan baik. Sedangkan berdasarkan pengalaman responden yang memiliki pengalaman banyak
dalam pertolongan persalinan lebih besar
dibandingkan dengan responden yang mempunyai pengalaman sedikit. Lebih besar responden menyatakan kurang dalam mendapatkan imbalan dibandingkan dengan responden yang berpersepsi cukup dan lebih terhadap imbalan. D a n responden yang memiliki peralatan
penunjang
yang tidak lengkap lebih banyak dari responden yang memiliki peralatan pertolongan persalinan yang lengkap. Sedangkan bila dilihat dari variabel beban kerja maka responden yang mempunyai persepsi sedang terhadap beban kerja lebih besar bila dibandingkan dengan responden
yang
berpersepsi berat dan ringan. 5.3.2 Distribusi Kinerja Bidan Desa Menurut Kemampuan, Pengalaman, Imbalan, Peralatan Dan Beban Kerja Berikut ini akan dibahas hubungan kinerja bidan desa dengan kemampuan, pengalaman, imbalan, peralatan dan beban kerja dalam pertolongan persalinan yang akan dibahas pada tabel 5.3.2
46
Tabel.5.3.2 Distribusi Kinerja Bidan Desa Menurut Kemampuan, Pengalaman, Imbalan, Peralatan dan Beban Kerja Variabel Kinerja Bidan Total Kurang Cukup Baik f % f % f % f % Kemampuan -
Kurang
14
56
4
5,9
6
24
25
37,4
-
Cukup
10
39
11
39
6
21
27
40,3
-
Baik
3
20
7
46,6
5
33,3
15
22,3
Pengalaman -
Sedikit
11
34,4
13
40,6
8
25
32
47,7
-
Banyak
9
25,7
17
46,6
9
25,7
35
52,3
Imbalan -
Kurang
11
34,4
18
56,3
3
9,6
32
47,8
-
Cukup
5
22,7
7
31,8
10
45,5
22
32,8
-
Lebih
5
30,8
4
38,5
5
30,8
13
19,4
Peralatan -
Lengkap
5
23,8
8
38,1
8
38,1
21
31,3
-
Tidak Lengkap
15
32,6
22
47,8
9
19,6
46
68,7
Beban Kerja -
Ringan
7
28
10
40
8
32
25
37,4
-
Sedang
5
26,3
11
57,8
3
15,7
19
28,3
-
Berat
8
34,7
9
39,2
6
26,1
23
34,3
Responden yang memiliki kemampuan kurang serta kinerjanya kurang (56%) lebih besar dibandingkan responden yang memiliki kemampuan baik serta kinerja yang baik (33,3%). Ada kecendurungan bahwa responden yang mempunyai kemampuan kurang baik menghasilkan kinerja yang kurang baik pula. Sedang responden yang memiliki pengalaman banyak serta kinerjanya Cukup (46,6%) lebih besar dibandingkan responden yang memiliki pengalaman sedikit serta kinerja yang kurang (34,4%). Ini menyatakan bahwa ada kecendurungan semakin banyak
47
bidan mempunyai pengalaman semakin baik kinerja yang dihasilkan. Persepsi responden terhadap imbalan kurang dan memiliki kinerja cukup baik (56,3%) lebih besar dibandingkan dengan persepsi responden imbalan lebih dan memiliki kinerja baik (30,8%). Asumsinya bahwa kinerja bidan desa tidak ditentukan persepsi bidan desa terhadap imbalan. Sedangkan responden yang memiliki peralatan tidak lengkap dan memiliki kinerja cukup baik (47,8%) lebih besar
dibandingkan
dengan
responden
memiliki peralatan lengkap dengan
memiliki kinerja baik (38,1%). Hal tersebut menunjukkan bahwa kelengkapan peralatan pertolongan persalinan tidak mempengaruhi kinerja bidan. Dari tabel 5.3.2 diketahui persepsi responden terhadap beban kerja yang sedang dengan kinerjanya cukup baik (57,8%) lebih besar dibandingkan dengan responden yang memiliki persepsi terhadap beban kerja berat dengan kinerja yang kurang (34,7%).Terdapat kecenderungan responden yang mempunyai kinerja kurang baik mempunyai persepsi berat juga terhadap beban kerja.
48
5.3.3 Uji Statistik
Kinerja Bidan Desa menurut Kemampuan, Pengalaman,
Imbalan, Peralatan dan Beban Kerja Tabel 5.3.3.1 Uji Rank-Spearmen Kinerja Bidan Desa dengan Kemampuan, Pengalaman, Imbalan, Peralatan Dan Beban Kerja N Variabel Kinerja bidan desa rho p o 1
2
3
4
Kurang
%
Cukup
%
Baik
%
Kemampuan - Kurang
14
56
4
5,9
6
24
- Cukup
11
39
11
39
6
21
- Baik
3
20
7
46,6
5
33,3
- Sedikit
11
34,4
13
40,6
8
25
- Banyak
9
25,7
17
46,8
9
25,7
- Kurang
11
34,4
18
56,3
3
9,6
- Cukup
5
22,7
7
31,8
10
45,5
- Lebih
5
30,8
4
38,5
5
30,8
- Lengkap
5
23,8
8
38,1
8
38,1
- Tidak
15
32,6
22
47,8
9
19,6
- Ringan
7
28
10
40
8
32
- Sedang
5
26,3
11
57,8
3
15,7
- Berat
8
34,7
9
39,1
6
26
0,280
0,002
0,680
0,004
Pengalaman
Imbalan 0,849
Peralatan 0,348
Lengkap 5
Beban Kerja 0,226
1,014
Tabel 5.3.3.1 menunjukkan bahwa dengan menggunakan uji Rank- Spearmen untuk menguji hubungan variabel kinerja bidan desa dengan kemampuan, pengalaman, imbalan, peralatan dan beban kerja diperoleh hasil variabel kemampuan, pengalaman dan beban kerja mempunyai hubungan yang signifikan dengan kinerja bidan desa dalam pertolongan persalinan.
Sedangkan
variabel peralatan dan imbalan
49
menunjukkan tidak ada hubungan terhadap kinerja bidan desa dalam pertolongan persalinan. Untuk mengetahui hubungan pengalaman dan beban kerja
beberapa variabel bebas yaitu Kemampuan,
dengan
kinerja bidan desa dilanjutkan dengan
menggunakan analisis regresi logistik. Adapun hasil uji statistik multivariat dengan uji regresi logistik dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini : Tabel 5.3.3.2 Hasil Uji Statistik Regresi Logistik Variabel
P
Exp(B)
95.0% C.I.for EXP(B) Lower
Upper
Kemampuan
0,003
3,061
1,457
6,432
Pengalaman
0,001
3,620
1,703
7,697
Beban kerja
0,002
3,001
1,372
6,134
Tabel 5.3.3.2 menunjukkan bahwa dengan analisis multivariat regresi logistik ketiga variabel bebas kemampuan, pengalaman dan beban kerja menunjukkan ada pengaruh terhadap kinerja bidan desa dalam pertolongan persalinan di Kabupaten Sumba Barat Daya, yang paling dominan adalah variabel pengalaman dengan nilai odds rasio atau Exp (B) = 3,620, dibandingkan dengan kemampuan dengan nilai odds rasio atau exp (B) = 3,061 dan Beban kerja dengan nilai odds rasio atau exp (B)=3 ,001.
50
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Kinerja Bidan Desa dalam Pertolongan Persalinan Dari hasil penelitian tentang kinerja bidan desa di Kabupaten Sumba Barat Daya dapat diketahui bahwa kinerja responden yang termasuk kedalam kategori baik hanya sebesar 25,4% sedangkan kinerja bidan desa di kabupaten SBD berkategori cukup sebesar 44,7% (Tabel 5.3.1). Keadaan tersebut sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Darsiwan (2003), memberikan hasil bahwa dari jumlah 140 bidan desa di kabupaten Magelang memiliki tingkat kinerja yang cukup. Adapun kinerja bidan desa di Kabupaten Sumba Barat Daya kategorinya cukup, disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut : a. Kinerja dari aspek kuantitas Menurut pengelola KIA, bahwa rendah cakupan persalinan disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : a) Pemanfaatan bidan desa oleh masyarakat masih sangat kurang, b) Tingkat kepercayaan sebagian masyarakat terhadap dukun beranak masih cukup kuat atau dominan, dan c) Terdapat beberapa desa yang belum ada penempatan bidan desa sehingga lokasi cukup jauh untuk menjangkau pelayanan bidan desa. b. Kinerja dari segi efektivitas waktu Menurut Pengelola KIA, bahwa bidan desa dalam menggunakan waktu belum efektif, disebabkan banyak kegiatan, kesibukan, maupun permasalahan, baik di tingkat individu, keluarga, maupun masyarakat luas. Hal tersebut menyebabkan kesulitan atau hambatan tersendiri di dalam mengatur waktu, yang berakibat
51
pada keterlambatan waktu pelayanan. Di samping itu efektivitas waktu pelayanan dipengaruhi keadaan medan atau letak geografis kabupaten SBD yang sebagian besar keadaan wilayahnya adalah perbukitan sehingga ada beberapa tempat yang tidak terjangkau oleh transportasi. Hal ini akan menyulitkan bidan desa untuk menjangkau tempat-tempat ibu bersalin. Di sisi lain juga transportasi di kabupaten SBD pada desa-desa tertentu masih sulit oleh karena desa-desa tersebut berada di tempat yang terpencil. c. Kinerja dari efektivitas biaya Kemampuan ekonomi ibu bersalin. Menurut ibu bersalin bahwa tarif yang pelayanan persalinan oleh bidan desa dianggap masi murah dan cukup terjangkau. Tetapi hal ini bagi bidan desa kurang dapat memberikan peluang untuk mengadakan pembiayaan secara tepat, artinya bahwa ketika bidan memberikan tarif tersebut maka untuk selanjutnya bidan desa tidak dapat lagi menyediakan bahan habis pakai yang diperlukan saat persalinan. Hal tersebut disebabkan oleh keadaan persalinan pada masing-masing ibu bersalin relatif beragam, semakin sulit proses persalinan maka penggunaan bahan-bahan cenderung melebihi batas minimal persediaan yang telah ditentukan sebelumnya. Menurut pengelola KIA, bahwa kinerja bidan desa dapat ditingkatkan melalui beberapa cara, antara lain : a. Pelaksanaan supervisi secara rutin dari seksi KIA kepada Bidan desa. b. Peningkatan kemampuan dan ketrampilan bidan desa melalui pelatihan-pelatihan atau pendidikan dari D1 ke DIII. c. Peningkatan kerja sama antara bidan desa dan dukun bayi di sekitar desa, sebagai mitra kerja dalam pelayanan persalinan.
52
d. Pengadaan atau perbaikan polindes sebagai saranan pelayanan persalinan di tingkat desa, terutama yang jauh dari puskesmas atau puskesmas pembantu. e. Penyediaan transportasi antar jemput bagi ibu bersalin untuk mendapatkan pelayanan persalinan di Puskesmas. f. Penggantian atau perbaikan peralatan yang rusak atau tidak layak pakai yang dimiliki bidan desa, sehingga akan memperlancar pekerjaan dan meningkatkan cakupan persalinan. g. Pendekatan dengan tokoh-tokoh masyarakat di desa, sebagai pihak yang mampu mempengaruhi masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan bidan desa. Akchadi (1996), telah melakukan penelitian di 3 propinsi yaitu, Sulawesi Tenggara, Sumatera Barat dan Bengkulu, menyimpulkan bahwa rata-rata jumlah persalinan yang di tolong oleh bidan desa selama tiga bulan berkisar sekitar 3 – 5 persalinan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Widyawati (2003) tentang pemanfaatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, mengatakan bahwa 85,6% ibu hamil sudah mengetahui fasilitas yang akan digunakan untuk pertolongan persalinannya. Namun ketersediaan fasilitas belum menjamin akan dimanfaatkan terutama bila tidak ada hubungan sosial yang baik antara bidan dan masyarakat. Masyarakat di kabupaten SBD terutama di pedesaan, masih lebih percaya kepada dukun beranak daripada kepada bidan apalagi dokter. Rasa takut masuk rumah sakit atau Puskesmas masih melekat pada kebanyakan kaum perempuan. Kalaupun terjadi kematian ibu atau kematian bayi mereka terima sebagai musibah yang bukan ditentukan manusia. Selain itu masih banyak perempuan yang merasa malu melakukan pemeriksaan kandungan, apalagi persalinan oleh dokter atau para medis laki-laki. Dengan sikap seperti itu, kebanyakan kaum perempuan di pedesaan tetap memilih dukun beranak sebagai penolong persalinan meskipun dengan resiko sangat tinggi.
53
Dan keadaan ini sangat berpengaruh pada cakupan K1, K4, persalinan oleh tenaga kesehatan, Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Neonatus. Data yang di dapatkan dari dinas kesehatan Kabupaten Sumba Barat Daya bahwa sampai dengan Agustus tahun 2011 cakupan K1 sebesar 4630 (61%), K4 sebesar 1911 (25%), pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 33 %, kematian ibu bersalin 10 kasus dan kematian neonatus sebesar 24 kasus. Karena kondisi yang terjadi di Kabupaten Sumba Barat Daya ini hampir sama di seluruh kabupaten yang berada di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), maka pemerintah Propinsi NTT melalui Dinas Kesehatan mengeluarkan suatu program percepatan penurunan kematian ibu melahirkan dan kematian bayi melalui persalinan dilakukan di fasilitas kesehatan yang memadai, atau yang lebih dikenal dengan Program Revolusi Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang dicanangkan pada tahun 2009 dan diimplementasikan pada tahun 2010. 6.2 Hubungan Kemampuan dengan Kinerja Bidan Desa Timple (1999), menyatakan bahwa salah satu faktor yang berpengaruh terhadap suatu kinerja adalah kemampuan. Apabila kemampuan seseorang terhadap satu perkerjaan sangat minim, maka akan menghasilkan tingkat kerja yang rendah. Disebut juga dua dasar atribusi untuk melihat tingkat kinerja kerja di suatu perusahaaan, yaitu : yang bersifat internal (berhubungan dengan sifat-sifat seseorang) dan eksternal (berhubungan dengan lingkungan kerja). Faktor internal dalam hal ini adalah kemampuan dan upaya-upaya kerja. Muclas (1999), menjelaskan tentang pentingnya kemampuan bagi karyawan, baik secara intelektualitas maupun secara fisik. Semakin tinggi kemampuan karyawan, maka akan semakin banyak tugas atau pekerjaan yang dapat diselesaikan dalam periode tertentu. Hal ini menunjukan besarnya kuantitas hasil kerja karyawan. Dimana
54
menurut Bernardir (2008), bahwa salah satu unsur kinerja adalah kuantitas keluaran kerja yang dihasilkan seorang pekerja. Hasil penelitian menunjukan ada kecenderungan bahwa responden yang mempunyai kemampuan kurang baik menghasilkan kinerja yang kurang baik pula, kecenderungan ini didukung oleh hasil analisis hubungan menggunakan uji Rank-Spearmen dengan perolehan n i l a i artinya
p sebesar 0,002 (p<0,05) y a n g
ada hubungan yang bermakna antara kemampuan dengan kinerja,
kekuatan yang terjadi bersifat lemah (rho = 0,280). Kecenderungan ini didukung oleh teori menuru Timple yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja adalah kemampuan. Apabila kemampuan yang dimiliki seseorang terhadap suatu pekerjaan sangat minim, maka akan menghasikan tingkat kinerja yang rendah. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Wawan Setiawan (2007) di Kabupaten Tasik Malaya bahwa faktor kemampuan mempunyai hubungan dengan kinerja bidan di desa. Menurut pengelola KIA hal yang menyebabkan kemampuan bidan desa mempengaruhi kinerja kerja bidan desa di kabupaten SBD adalah Tingkat pendidikan bidan desa hanya D1 (91%), sehingga perlu ditingkatkan baik secara formal (jalur pendidikan) maupun non formal (pelatihan, kursus). Tercatat sejak tahun 2009 sebanyak 10 orang bidan di Kabupaten SBD telah mengikuti pendidikan ke jenjang Diploma III.
Hal ini sebagai wujud komitmen bidan untuk meningkatkan
kemampuan. Kemampuan bidan desa, baik secara intelegensia maupun secara teknis dapat ditingkatkan melalui pendidikan formal.
Dan Oleh karena kebijakan pemerintah
bahwa pendidikan khususnya tenaga fungsional minimal harus berpendidikan DIII maka salah satu upaya pemerintah Kabupaten SBD merencanakan untuk membuka
55
Pendidikan kelas jauh Program Khusus Akademi Kebidanan di Kabupaten Sumba Barat Daya. 6.3 Hubungan Pengalaman dengan Kinerja Bidan Desa Faktor predisposisi untuk meningkatkan kinerja kerja adalah Pengalaman, pengetahuan, dll, faktor pendukung seperti pelatihan, penyelesaian kasus-kasus dan faktor yang memperkuat dimana bidan desa mendapat imbalan dan penghargaan (Green, 1999). Sedangkan Sadeli (2005), mengatakan dibutuhkan suatu pengalaman kerja sehingga menimbulkan kepercayaan diri yang tinggi terhadap orang lain. Makin banyak pengalaman yang dikerja makin terampil bidan tersebut dalam bertugas. Hasil uji Statistik dengan uji Rank Spearmen menunjukkan bahwa pengalaman memiliki pengaruh yang signifikan, yaitu nilai p sebesar 0,004, kekuatan hubungan antara kedua variabel tersebut bersifat kuat (rho = 0,680). Hal tersebut berarti bahwa semakin tinggi pengalaman bidan desa, maka semakin meningkat kinerja kerja, khususnya didalam pertolongan persalinan. Hasil ini didukung oleh teori Gibson dkk (1995), menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja individu adalah pengalaman. Semakin banyak pengalaman individu dalam suatu pekerjaan maka semakin tinggi pula kinerjanya. Siagian (2004), menjelaskan tentang peranan pengalaman individu dalam peningkatan kedewasaan teknis bekerja. Artinya dia selalu memetik pelajaran dari keseluruhan perjalanan kerja atau karier, sehingga semakin berkurang jumlah kesalahan teknis yang dibuatnya. Dan semakin baik kualitas kerja yang dihasilkan. Sedangkan menurut Bernardir (2008), bahwa salah satu indikator penting kinerja adalah kualitas hasil/keluaran kerja individu. Keadaan yang mendukung tingkat korelasi tersebut yaitu masa kerja bidan desa rata-rata 11 tahun. Hal ini menunjukkan tingkat pengalaman responden di dalam
56
pertolongan persalinan cukup baik. Penelitian yang dilakukan oleh Istiarti (2008), menyimpulkan bahwa bidan desa dengan masa kerja lebih dari 3 tahun telah memiliki daya penyesuaian yang tinggi serta telah mampu menyesuaikan diri dengan kehidupan masyarakat di sekitarnya. Hal ini sangat mempengaruhi tingkat penerimaan masyarakat terhadap pelayanan bidan desa. Pengalaman sangat berpengaruh terhadap peningkatan kinerja karena semakin banyak kasus yang ditangani, semakin tahu bidan tersebut cara penyelesaiannya dan semakin tinggi kepercayaan masyarakat kepadanya. Agar seluruh bidan desa bisa berpengalaman, salah satu upaya yang effisien dilakukan adalah program magang di Rumah sakit maupun di bidan yang banyak persalinannya, sehingga seluruh bidan desa dapat diberdayakan semaksimal mungkin. Menurut pengelola KIA, bahwa pengalaman Bidan desa masih perlu ditingkatkan melalui berbagai macam pelatihan. Data menunjukkan bahwa masih ada bidan desa yang belum sekalipun mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan tugasnya. Hal yang diupayakan oleh dinas kesehatan adalah merencanakan pada Rencana Anggaran dan Kegiatan untuk pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan tugas bidan secara bertahap sehingga semua bidan mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pelatihan. 6.4 Hubungan Imbalan dengan Kinerja Bidan Desa Salah satu dasar dalam pemberian imbalan para karyawan di suatu perusahaan yaitu melalui pertimbangan tingkat kinerja yang diberikan (Leavitt, 2007). Gibson et,al juga menjelaskan bahwa tujuan program kompensasi adalah untuk memotivasi setiap karyawan dapat mencapai tingkat kinerja yang tinggi, sebagaimana tujuan pemberian kompensasi yang dikemukakan oleh Leavitt (2007), bahwa upah yang diberikan pada karyawan sebagai pengganti hasil kerja atau prestasi yang baik.
57
Hasil penelitian dan uji statistik menunjukkan bahwa imbalan tidak memiliki pengaruh yang signifikan (p = 0,849) pada kinerja bidan desa di Kabupaten Sumba Barat Daya. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Wawan Setiawan (2007) di kabupaten Tasik Malaya, bahwa imbalan tidak mempengaruhi kinerja bidan desa di kabupaten Tasik Malaya. Penelitian Widyawati (2003) menyatakan bahwa seluruh ibu bersalin yang ditolong oleh ibu bersalin mengeluarkan biaya persalinan,dan sebagian besar biaya
persalinan oleh dukun lebih murah
dibandingkan biaya persalinan oleh tenaga kesehatan. Notoatmodjo (1992) mengatakan tidak ada hubungan antara pendapatan bidan di desa dengan kinerja. Di kabupaten SBD imbalan tidak mempengaruhi kinerja bidan desa disebabkan oleh karena : 1) Bidan desa sudah memiliki penghasilan tetap dari gaji bulanan, sehingga imbalan tersebut tidak memiliki arti, 2) Sistem pembagian imbalan tahunan merupakan waktu yang cukup lama atau panjang. Hal ini tidak memberikan nilai tambah khusus bagi tenaga bidan desa dalam memberikan pelayanan persalinan maupun pelayanan kesehatan lainnya, 3) Secara kuantitatif bidan desa mendapatkan imbalan yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan rekan lainnya, di sisi lain bidan desa banyak yang mampu menghasilkan jumlah pendapatan di atas imbalan yang diperoleh dari puskesmas. Terhadap permasalahan imbalan ini responden tidak terlalu mempermasalahkan, dalam arti mereka lebih banyak mengalah atau tidak menuntut, meskipun sebenarnya terhadap mekanisme insentif itu sendiri mereka tidak puas dan merasa kurang. Imbalan memang perlu tapi di sisi lain tugas menolong persalinan (profesi) ini harus beroriantasi pada pengabdian. Tidak adanya hubungan antara imbalan dan kinerja bidan desa diasumsikan karena orientasi pengabdian dan imbalan tidak diukur dengan materi saja tetapi imbalan lain yang bisa didapatkan adalah bahwa setiap
58
pertolongan persalinan merupakan salah satu kredit point bagi bidan desa untuk kenaikan pangkat dan golongan bidan. 6.5 Hubungan Peralatan dengan Kinerja Bidan Desa Ketersediaan sarana dan prasarana penunjang yang memadai merupakan suatu hal yang sangat penting dalam peningkatan cakupan pertolongan persalinan, sarana
kegiatan
pertolongan
persalinan
di antaranya
adalah
ketersediaan
kendaraan untuk merujuk, obat-obatan yang diperlukan serta kelengkapan alat persalinan. Sarana atau alat yang dimiliki bidan untuk menolong persalinan (bidan kit), merupakan alat penunjang dalam bekerja, tanpa sarana seseorang tidak dapat berbuat banyak dalam melakukan kegiatan sesuai dengan fungsinya. Sarana bagi bidan desa merupakan suatu kebutuhan yang vital, tanpa sarana bidan desa tidak bisa berbuat banyak dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai seorang bidan desa, disamping fasilitas tambahan lainnya. Pada penelitian ini ditemukan peralatan bidan desa yang lengkap memiliki kinerja cukup hanya 38,1 %, sementara yang mempunyai peralatan tidak lengkap memiliki kinerja cukup sebanyak 47,8%, hal ini merupakan keanehan, mungkin disebabkan peralatan yang dibutuhkan untuk menolong persalinan cukup dengan kit bidan tanpa peralatan yang lainnya, sehingga hubungan antara peralatan dengan kinerja
bidan
desa
dalam pertolongan persalinan tidak bermakna (p>0,005),
hipotesis tidak terbukti. Dalam menolong
persalinan kit bidan dapat dibawa-bawa dan peralatan
pendukung lainnya bisa dimanfaatkan peralatan rumah tangga. Notoatmodjo (1992) juga menyatakan dalam pengamatannya di lapangan bahwa peralatan dan fasilitas yang terdapat pada pondok bersalin (polindes) sangatlah sederhana ditambah dengan
59
kondisi bangunan pemondokan yang kualitasnya sangat sederhana. Penelitian Heslinda (2004) menyatakan bahwa peralatan kerja tidak mempunyai hubungan dengan kinerja, dan juga didukung oleh Suganda (2007) yang menyatakan bahwa bidan desa yang tempat tugasnya tersedia fasilitas dengan yang tidak tersedia, tidak berpengaruh terhadap kinerjanya. Kenyataan bahwa bidan desa dapat bekerja dengan teknologi tepat guna hanya dengan peralatan seadanya. Di Kabupaten Sumba Barat Daya saat ini penyedian kit bidan baru dan penggantian kit bidan yang sudah rusak maupun rehabilitas Polindes yang telah rusak sedang digalakkan melalui Program Nasional Pengembangan Masyarakat
pada setiap
kecamatan dan desa. 6.6 Hubungan Beban Kerja dengan Kinerja Bidan Desa Beban kerja sangat berpengaruh terhadap kinerja individu dalam melaksanakan perkerjaan yang dilakukan, beban kerja tidak hanya dilihat dari beban fisik semata akan tetapi beban kerja juga bisa berupa beban mental. Beban kerja yang cukup banyak untuk bidan desa membawa akibat yang tidak diinginkan oleh jajaran kesehatan
yaitu
terbengkalainya program-program kesehatan terutama yang
berhubungan dengan cakupan
pertolongan
persalinan
oleh
tenaga
kesehatan
dan penurunan angka kematian ibu dan bayi. Terdapat kecenderungan responden yang mempunyai kinerja kurang baik mempunyai persepsi berat juga terhadap beban kerja. Ruhimat menyatakan beban kerja mengandung konsep penggunaan energi pokok dan energi cadangan yang tersedia, suatu tugas akan dipandang berat apabila energi pokok telah habis dipakai dan masih harus menggunakan energi cadangan untuk menyelesaikan tugas lain. Hasil
analisis
hubungan
menggunakan uji
rank-spearman diperoleh p
value sebesar 0,014 (p<0,05) yang berarti ada hubungan signifikan antara persepsi
60
beban kerja dengan kinerja, kekuatan hubungan kedua variabel tersebut bersifat lemah (rho = 0,226). Penelitian ini dikuatkan dengan teori yang dikemukakan Ruhimat (2003) apabila para pekerja merasa beban kerja yang harus ditanggung
terasa
semakin
berat, itu berarti pekerjaan yang ditugaskan kepada mereka tidak sesuai dengan kemampuan untuk menyelesaikan tugas tersebut. Manusia hanya memiliki kapasitas energi yang terbatas apabila dalam waktu yang bersamaan harus mengerjakan beberapa tugas akan terjadi kompetensi prioritas antar tugas-tugas tersebut. 6.7 Kelemahan Penelitian 1. Item pertanyaan dalam kuesioner yang digunakan untuk wawancara dengan
responden belum menggunakan item pertanyaan standar dimana seluruh pertanyaan dibuat sendiri berdasarkan tinjauan pustaka, pertanyaan
masih
lemah
dan
sehingga
item
untuk menghindari bias antisipasi yang
dilakukan peneliti melakukan kajian- kajian terhadap sumber lain khususnya yang berkaitan dengan permasalahan kinerja. 2. Banyak responden yang ragu mengisinya, peneliti mengakui belum menemukan
kuesioner kinerja yang baku, antisipasi yang dilakukan peneliti memberikan penjelasan
adalah
kepada responden bahwa penelitian yang sedang
dilakukan murni tanpa tendensi tertentu dengan harapan penelitian ini dapat menggali data serta informasi yang akurat tentang kinerja bidan desa dalam pertolongan persalinan. 3. Data hasil penelitian (quesioner) yang diperoleh dan tertulis hanya dari bidan desa
dan Pengelola KIA sehingga kurang lengkap dan tidak dilakukan cross cek kepada Puskesmas.
61
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya dapat diambil simpulan bahwa Kinerja bidan desa di kabupaten Sumba Barat Daya termasuk dalam kategori Cukup. Dan hasil analisisnya dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Ada hubungan yang signifikan antara kemampuan dengan kinerja bidan desa di kabupaten Sumba Barat Daya, yaitu semakin tinggi kemampuan semakin tinggi kinerja bidan desa. 2. Ada hubungan yang signifikan antara pengalaman dengan kinerja bidan desa di kabupaten Sumba Barat Daya, yaitu semakin banyak pengalaman dalam pertolongan persalinan semakin tinggi kinerja bidan desa. 3. Tidak ada hubungan antara Imbalan dengan kinerja bidan desa di kabupaten Sumba Barat Daya yaitu bahwa besarnya imbalan yang diterima oleh bidan desa tidak mempengaruhi kinerja bidan desa karena persepsi bidan desa bahwa menolong persalinan adalah sebuah pengabdian. 4. Tidak ada hubungan antara kelengkapan peralatan dengan kinerja bidan desa di kabupaten Sumba Barat Daya yaitu bahwa bidan desa yang mempunyai peralatan lengkap dengan yang tidak lengkap, tidak berpengaruh terhadap kinerjanya. 5. Ada hubungan yang signifikan antara beban kerja dengan kinerja bidan desa di kabupaten Sumba Barat Daya, yaitu semakin ringan persepsi bidan terhadap beban kerja semakin tinggi kinerja bidan desa. 6. Pengalaman memiliki peran yang lebih besar dari pada kemampuan dan beban kerja terhadap kinerja bidan desa di kabupaten Sumba Barat Daya.
62
7.2 Saran Mengingat kinerja bidan desa ditentukan oleh faktor internal (kemampuan dan pengalaman) dan faktor eksternal (beban kerja), maka disarankan untuk meningkatkan kinerja bidan desa melalui: 1. Meningkatkan kemampuan dan
pengalaman bidan melalui peningkatan
pendidikan yang sesuai dengan standar, pelatihan, magang maupun simposium. 2. Memperhatikan beban kerja bidan desa agar tidak menghambat waktu bidan untuk menolong persalinan. 3. Hasil penelitian ini dijadikan sebagai bahan acuan dalam pengelolaan program KIA di Kabupaten Sumba Barat Daya.
.