BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan sumber penerimaan yang sangat vital bagi negara. Tidak dapat dipungkiri bahwa pajak memiliki peranan penting dalam menunjang penyelenggaraan negara dari tahun ke tahun. Jika kita mengamati penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), kita akan melihat perkembangan yang signifikan. Namun bila kita lebih cermat lagi, ada suatu kondisi yang cukup memprihatinkan dalam penerimaan perpajakan negara kita. Salah satu indikasinya adalah bila dibandingkan dengan penerimaan dalam negeri saja, dimana kita dapat melihat penurunan rasio pajak terhadap penerimaan negara (diluar hibah) yang berkesinambungan selama 4 tahun terakhir dalam APBN. Banyak anggota masyarakat yang berpendapat bahwa penerimaan negara dari sektor pajak menjadi kecil dikarenakan telah terjadi kebocoran pada penerimaan pajak sehingga menyebabkan negara kurang dapat membiayai keperluan pengeluaran negara dengan lebih baik. Beberapa studi juga menyatakan bahwa masyarakat dan kalangan bisnis secara konsisten mempersepsikan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai lembaga yang rentan melakukan penyelewengan. Dalam survei Transparency
2
International (TI) Indonesia untuk menentukan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2006 yang dilakukan pada sekitar 1.700 pengusaha, DJP berada diposisi kedua dibawah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai institusi yang paling banyak menerima suap. Hasil lainnya juga menunjukkan bahwa hampir setengah dari jumlah responden setuju terhadap praktik pemberian imbalan (praktik suap) di instansi pelayanan publik tersebut. Secara umum hasil survei TI Indonesia tentang angka indeks pelayanan publik di Indonesia tersebut menunjukkan bahwa para pengusaha masih bersikap permisif terhadap praktik suap di sektor pelayanan publik dalam hal ini pelayanan publik bidang pajak. Modernisasi administrasi perpajakan ini antara lain meliputi perubahan struktur organisasi yang dibagi berdasarkan fungsi, seperti fungsi pelayanan, pengawasan, konsultasi, pemeriksaan, dan lainnya. Selama ini struktur organisasi Dirjen pajak didasarkan pada jenis pajak. Dengan struktur organisasi seperti itu pelaksanaan tugas di lapangan seringkali menimbulkan ketidak efisienan yang mengakibatkan pelayanan dan pengawasan tidak optimal. Seiring kemajuan teknologi informasi saat ini, modernisasi administrasi perpajakan telah menggunakan Teknologi Informasi (TI) untuk menunjang pelayanan prima kepada Wajib Pajak. Dengan adanya sistem administrasi perpajakan yang memanfaatkan kemajuan teknologi informasi ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas pemungutan pajak serta memperluas basis pajak, tanpa mengganggu sektor usaha. Dalam rangka mengembangkan sistem administrasi modern yang terpadu, DJP melakukan pengembangan pelayanan berbasis TI melalui e-
3
Registration, e-SPT, e-Filing, e-Payment, dan e-Counseling. Namun yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini adalah pelayanan pelaporan SPT (Surat Pemberitahuan) melalui internet (e-Filing). e-Filing adalah suatu cara penyampaian SPT yang dilakukan melalui sistem online dan real time, dimana media penyampaiannya dengan sistem e-SPT dalam bentuk digital. Proses penyampaian SPT secara on-line lewat internet ini akan melibatkan tiga pihak yaitu: a. Wajib Pajak sendiri b. Application Service Provider (ASP) atau Penyedia Jasa Aplikasi dan c. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) lewat Kantor Pelayanan Pajak (KPP). ASP dalam hal ini adalah unsur intermediasi yang dipersyaratkan telah memiliki izin dan penunjukkan dari Dirjen Pajak untuk memberikan layanan e-Filing. Wajib Pajak yang ingin menyampaikan SPT secara elektronik (e-Filing) melalui satu atau beberapa perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) yang telah ditunjuk oleh DJP harus memiliki Electronic Filing Identification Number (eFIN) dan telah memperoleh sertifikat (digital sertificate) dari DJP. Sehubungan dengan program modernisasi administrasi perpajakan secara menyeluruh, penerapan e-Filing juga dilaksanakan di KPP Pratama. Faktor-faktor umum seperti sumber daya manusia (SDM), teknologi, budaya, sistem keamanan, serta aksesibilitas yang mempengaruhi pelaksanaan e-Filing memiliki peranan yang sangat penting dalam keberhasilan pengimplementasian sistem e-Filing itu sendiri.
4
Semua kegiatan harus diatur sebagaimana mestinya sebagai satu kesatuan sistem yang baik sehingga tujuan penerapan sistem pajak modern dapat dicapai. Dalam menilai keberhasilan modernisasi administrasi perpajakan kita, perlu diingat beberapa sasaran seperti meningkatkan kepatuhan para pembayar pajak dan melaksanakan ketentuan perpajakan secara seragam untuk mendapatkan penerimaan maksimal dengan biaya yang optimal. Kepatuhan Wajib Pajak (tax compliance) yang ada dalam kesatuan sistem self assessment perpajakan kita ini dapat diidentifikasi dari kepatuhan Wajib Pajak mulai dari mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak, menghitung, memotong, menyetor sampai dengan melaporkan pajak terutangnya dengan menyampaikan SPT kepada DJP. Ketidakpatuhan Wajib Pajak akan menimbulkan upaya penghindaran pajak, baik dengan fraud dan ilegal yang disebut tax evasion maupun penghindaran pajak secara legal yang disebut tax avoidance. Pada akhirnya, tax evasion dan tax avoidance mempunyai akibat yang sama yaitu berkurangnya penyetoran pajak ke kas negara. Jadi, pada hakekatnya kepatuhan Wajib Pajak dipengaruhi oleh kondisi sistem administrasi perpajakan itu sendiri dan dapat dikatakan bahwa tingkat kepatuhan Wajib Pajak dipengaruhi oleh bagaimana administrasi perpajakan dilakukan. e-Filing merupakan salah satu bagian dari proses modernisasi administrasi perpajakan dengan maksud agar Wajib Pajak memperoleh kemudahan dalam memenuhi kewajibannya sehingga pemenuhan kewajiban perpajakan dapat lebih mudah dilaksanakan dan tujuan untuk menciptakan administrasi perpajakan yang lebih tertib dan transparan dapat tercapai. Dengan kemudahan untuk memenuhi
5
kewajiban diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Oleh karena itu perlu dukungan semua pihak dan sosialisasi secara intens serta terus-menerus agar peningkatan pelayanan kepada Wajib Pajak terus berjalan dan sekaligus tercapainya administrasi perpajakan modern. Atas dasar hal-hal di atas, penulis tertarik untuk meneliti sejauh mana penerapan e-Filing dalam kerangka reformasi administrasi perpajakan jangka menengah yang telah digulirkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sejak tahun 2001 pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebayoran Lama. Penulis akan mengangkatnya dalam sebuah skripsi yang berjudul : “Analisis komparatif kepatuhan wajib pajak sebelum dengan sesudah penerapan e-Filing pada kantor pelayanan pajak (KPP) pratama jakarta kebayoran lama”.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis menitikberatkan pembahasan skripsi ini pada perbedaan tingkat kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama sebelum dengan sesudah penerapan e-Filing. Penulis merumuskan masalah yang akan dibahas sebagai berikut : Apakah terdapat perbedaan tingkat kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama sebelum dengan sesudah penerapan e-Filing ?
6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Dari permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris perbedaan tingkat kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama sebelum dengan sesudah penerapan eFiling. 2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: a. Secara akademis sebagai bahan bacaan yang dapat memberikan kontribusi terhadap studi penerapan teknologi komunikasi dan informasi dalam sektor publik, khususnya dalam sektor perpajakan melalui penerapan eFiling. b. Secara praktis sebagai sarana penerapan teori-teori perpajakan yang dilakukan untuk menganalisa penerapan e-Filing di KPP Pratama, serta sebagai bahan pertimbangan yang bermanfaat bagi Direktur Jenderal Pajak maupun Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dalam rangka mengukur efektivitas penerapan e-Filing di KPP khususnya KPP Pratama.