BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki perasaan dan emosi sebagai wujud kepekaannya terhadap interaksi sosial di sekitarnya. Menurut Jay yang dikutip oleh Zulaeni (2013: 53), pada dasarnya manusia bersifat emosional dan agresif seperti layaknya hewan. Sifat-sifat ini begitu kuat sehingga perlu penyaluran dalam berbagai bentuk salah satunya dengan tuturan. Untuk menyalurkan emosi melalui tuturan tentunya manusia menggunakan bahasa sebagai satu media untuk berkomunikasi dengan manusia lain. Fungsi bahasa untuk mengekspresikan emosi disebut fungsi ekspresif ( Holmes,1992: 286) atau fungsi emotif ( Jakobson,1993: 18). Fungsi ekspresif tersebut sangat lekat dengan kehidupan sehari-hari manusia karena manusia selalu membawa perasaan dan emosi dalam dirinya. Emosi dalam diri manusia terbagi dua, yaitu emosi positif seperti rasa gembira, kagum, rasa cinta dan emosi negatif seperti rasa kesal dan rasa marah. Ungkapan emosi negatif berupa kemarahan merupakan salah satu bentuk ungkapan bermakna afektif yaitu makna yang muncul akibat reaksi pendengar terhadap penggunaan bahasa (Pateda, 1986:54). Reaksi tersebut dapat disebabkan oleh suatu perbuatan seseorang atau peristiwa tertentu yang membuat penutur mengungkapkan kemarahannya. Rasa marah dapat diungkapkan dengan cara yang berbeda-beda antar individu bahkan antar masyarakat bahasa. Wierzbicka (1994 : 16) berpendapat bahwa dalam masyarakat yang berbeda dan dalam komunitas yang berbeda, orang berbicara 1
2
dengan cara yang berbeda pula. Perbedaan tersebut menggambarkan perbedaan nilai sosial budaya yang ada dalam suatu masyarakat. Selain hal-hal diatas, perbedaan ungkapan kemarahan juga disebabkan oleh perbedaan persepsi tentang hal yang menjadi pemicu rasa marah. Contohnya, orang Indonesia tidak sungkan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bersifat pribadi yang ditanyakan oleh lawan tuturnya namun tidak demikian dengan orang Amerika. Pertanyaan pribadi seperti status perkawinan, gaji, pandangan politik merupakan beberapa hal yang termasuk pertanyaan kurang sopan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut tentu akan menimbulkan efek kurang senang dan membuat mereka langsung mengekspresikannya melalui tuturan. Hal ini dikarenakan orang Amerika adalah masyarakat yang individualis yang bersifat terbuka dan realistis sehingga mereka sangat ekspresif dalam mengungkapkan emosinya, termasuk rasa marah (Gudykunts melalui Hunaifi; 2011: 45). Dewasa ini, Amerika Serikat mengklaim sebagai negara demokrasi yang membebaskan setiap warga negaranya menyampaikan gagasan dan mengekspresikan apa yang dirasakannya (Siwamuljono, 1996: 76). Namun hal tersebut tidak nampak pada tahun-tahun sebelum adanya civil right movement. Pada waktu itu, masyarakat Amerika Serikat masih terbelah antara warga kulit putih dan kulit berwarna. Warga kulit putih merupakan warga kelas pertama dan warga kulit berwarna, khususnya kulit hitam, dianggap sebagai warga kelas dua. Pemisahan antara warga kulit putih dan kulit hitam terjadi hampir di semua aspek kehidupan sosial seperti pembedaan penggunaan fasilitas umum dan pembedaan hak dalam berpendapat. Keadaan sosial
3
masyarakat Amerika Serikat pada saat itu dapat dilihat dari karya sastra yang merepresantasikan kehidupan masyarakat seperti film A Raisin in the Sun dan The Help. A Raisin in the Sun merupakan sebuah drama karya Lorraine Hansberry. Drama ini merupakan drama pertama yang ditulis dan disutradarai oleh seorang warga kulit hitam yang dipentaskan di Broadway (Podungge, 2009: 30) Kesuksesan drama ini lalu membuatnya diabadikan dalam sebuah film pada tahun 1961 dan 2008. Film yang berjudul sama dengan dramanya ini menceritakan tentang kehidupan sebuah keluarga kulit hitam yang berjuang meraih mimpi mereka di tengah isu diskriminasi dan segregasi di Amerika pada waktu itu. Film ini lebih menonjolkan interaksi antar anggota keluarga dan hanya terjadi sedikit interaksi dengan lingkungan luar, terutama dengan warga kulit putih. Berbeda dengan A Raisin in the Sun, The Help merupakan film hasil adaptasi sebuah novel terkenal di Amerika dengan judul yang sama. Film ini berkisah tentang kehidupan warga kulit hitam yang berprofesi sebagai pembantu rumah tangga di keluarga-keluarga kulit putih. Sebagai kaum minoritas dan sebagai orang rendahan, ungkapan emosi yang dituturkan tokoh-tokoh berkulit hitam kepada tokoh-tokoh kulit putih sangat jarang terlihat. Ungkapan emosi yang terlihat dari film ini didominasi oleh penutur kulit putih. Dipilihnya dua film ini dikarenakan keduanya menyajikan ungkapanungkapan kemarahan yang cukup banyak dan bervariasi. Kedua film ini juga mewakili keadaan sosial Amerika Serikat pada waktu itu dengan menunjukkan jarak
4
sosial antara komunitas kulit hitam dan kulit putih.
Warga kulit hitam yang
dipandang sebagai masyarakat minoritas mendapatkan perilaku dan hak-hak yang berbeda dari masyarakat kulit putih. Hal ini tentu berpengaruh pada cara mereka dalam mengekspresikan emosi pada lawan tuturnya. Sementara itu, warga kulit putih yang merupakan
warga
kelas
pertama cendrung sangat
ekspresif dalam
mengungkapkan apa yang mereka rasakan. Maka dari itu, penelitian ini akan mencoba menganalisis ungkapan-ungkapan kemarahan yang dituturkan oleh para tokoh dalam A Raisin in the Sun yang didominasi oleh warga kulit hitam dan The Help yang dituturkan oleh warga kulit putih. Ungkapan kemarahan dalam kedua film tersebut dapat dilihat melalui contoh dibawah ini: 1) I get sick of hearing about God! „Aku muak mendengar tentang Tuhan!‟ ( A Raisin in the Sun, no. 34) 2) Your what kind of lesson? – Oh Father! „ Pelajaran apa?- Oh Tuhan!‟ ( A Raisin in the Sun, no. 25) 3) How much cleaning can a house need? For Christ‟s sake. „ Seberapa sering sebuah rumah perlu dibersihkan? Demi Tuhan.‟ ( A Raisin in the Sun, no. 60) 4) Shut that goddamn door!) „Tutup pintu sialan itu!‟ (The Help, no.1)
5
5) You are a godless woman.Ain‟t you tired? Ain‟t you tired, Miss Hilly. „ Anda adalah orang yang tak bertuhan. Tidakkah anda lelah? Tidakkah anda lelah, Nona Hilly?‟ ( The Help, no. 64)
Contoh (1), (2) dan (3) adalah ungkapan kemarahan yang terdapat dalam film A Raisin in the Sun. Contoh (1) dan (3) adalah ungkapan kemarahan oleh Beneatha, seorang remaja putri kepada ibunya yang menasihatinya untuk bersikap lebih baik. Contoh (2) adalah ungkapan emosi yang dituturkan oleh Ruth, seorang ibu rumah tangga kepada Beneatha yang merupakan adik iparnya. Pada contoh (1) dan (2), rasa marah diungkapkan dengan menggunakan kalimat imperatif
yang menandakan
adanya dorongan perasaan yang kuat. Ungkapan kemarahan tersebut juga ditandai dengan intonasi yang tinggi dalam pelafalan dan direpresentasikan menggunakan tanda seru dalam penulisannya. Selain itu, ungkapan kemarahan tak hanya dapat diungkapkan dengan kalimat seru saja. Contoh (3) merupakan contoh ungkapan kemarahan yang menggunakan kalimat tanya. Kalimat tanya dalam contoh (3) tidak mengharapkan adanya reaksi atau jawaban dari lawan tutur tapi merupakan ekspresi kemarahan yang disebabkan oleh kekecewaan terhadap sesuatu. Ungkapan marah tersebut juga ditekankan dengan adanya frase Oh Father dan for Christ‟s sake yang diucapkan dengan intonasi tinggi. Sementara itu, contoh (4) dan (5) adalah contoh ungkapan yang tercermin dalam film The Help. Contoh (4) dituturkan oleh Mr Blackly yang merupakan seorang manager kepada Skeeter, bawahannya. Sementara itu contoh (5) dituturkan
6
oleh Abileen yang merupakan seorang warga kulit hitam kepada Miss Hilly, teman majikannya. Kemarahan yang diungkapkan pada contoh (4) menggunakan kalimat imperatif dengan menggunakan verba shut. Pada contoh ini, penutur mengungkapkan rasa marahnya kerena kesibukannya diganggu oleh Skeeter. Status Mr Blackly yang lebih tua dan berperan sebagai bos membuatnya tak sungkan mengungkapkan kemarahannya dengan kata makian goddamn kepada Skeeter. Sementara itu, ungkapan kemarahan dalam contoh (5) diekspresikan dalam kalimat berbentuk deklaratif. Ungkapan marah oleh Abileen ini ditunjukkan dengan mengatakan bahwa Miss Hilly adalah wanita tak bertuhan. Walaupun si penutur sedang dalam keadaan sangat marah, ia tidak menggunakan kalimat seru dengan kata-kata tabu karena status sosialnya lebih rendah dari Miss Hilly. Penggunaan kata godless cukup mewakili rasa marahnya akibat sikap Miss Hilly yang sangat kejam. Pada contoh diatas terdapat kata-kata yang berkaitan dengan hal yang bersifat religius seperti God, Father, Christ, dan Godless. Kata-kata bersifat religius tersebut muncul dengan fungsi dan makna yang berbeda-beda. Dalam contoh (2) frase “OhFather!” menunjukkan ungkapan kemarahan yang tertahan. Penutur ingin mengungkapkan kemarahannya kepada lawan tutur namun karena ia tidak kuasa mengekspresikan amarahnya tersebut sehingga ia menggantinya dengan menyebut Tuhannya. Lain halnya dengan contoh (4), kata goddamn merupakan salah satu kata makian yang dibentuk dari kata-kata tabu yang bersifat religius (Ljung, 2011: 88). Pada contoh (4) penutur mengungkapkan kemarahannya dengan menyisipkan katakata yang tergolong kata makian untuk mengindikasikan bahwa ia benar-benar kesal
7
dan marah. Kemunculan kata-kata makian atau kata-kata tabu dalam ungkapan kemarahan bersifat sangat relatif. Hal ini dikarenakan tidak semua kata makian mengindikasikan suatu kemarahan dan tidak semua kemarahan diungkapkan dengan menggunakan kata-kata makian. Kemunculan kata makian dalam sebuah ungkapan kemarahan tidak hanya bermaksud menunjukkan rasa marah yang sangat besar namun juga bermaksud untuk berbalik menyakiti lawan tutur atau mengutuk keadaan yang membuatnya marah. Begitu bervariasinya ungkapan marah serta bermacam-macam faktor yang mempengaruhi munculnya ungkapan marah tersebut membuat peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai ungkapan kemarahan oleh warga Amerika pada tahun 1960-an sebelum adanya persamaan hak antara kulit putih dan hitam di negara tersebut. Hal ini menjadi pertimbangan tersendiri karena jika meneliti ungkapan kemarahan warga Amerika Serikat pada masa sekarang, perbedaan tuturan antara kulit putih dan kulit hitam tidak akan terlihat jelas karena telah ada persamaan hak dalam mengekspresikan emosi bagi setiap individu. Penelitian ini memfokuskan bagaimana ungkapan marah tersebut dituturkan melalui modus-modus kalimat dan berbagai variasi ekspresi dalam ungkapan kemarahan tersebut serta faktor sosial yang mempengaruhi pemilihan tuturan dalam mengungkapkan kemarahan oleh penutur kulit putih dan penutur kulit hitam yang tercermin dalam film A Raisin in the sun dan The Help.
8
2. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana bentuk-bentuk ungkapan kemarahan dalam film A Raisin in the Sun dan The Help? 2. Bagaimana variasi ekspresi ungkapan kemarahan dalam film A Raisin in the Sun dan The Help? 3. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi munculnya ungkapan kemarahan dalam A Raisin in the Sun dan The Help?
3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditentukan, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendeskripsikan bentuk-bentuk ungkapan kemarahan dalam film A Raisin in the Sun dan The Help. 2. Mendeskripsikan variasi ekspresi ungkapan kemarahan dalam film A Raisin in the Sun dan The Help. 3. Menjelaskan
faktor-faktor
yang mempengaruhi munculnya ungkapan
kemarahan dalam film A Raisin in The Sun dan The Help.
4.
Manfaat Penelitian
9
Penelitian mengenai ungkapan kemarahan dalam film A Raisin in the Sun dan The Help ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.
4.1 Manfaat Teoretis Secara teorites, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang ungkapan kemarahan dalam bahasa Inggris yang dituturkan oleh penutur bahasa Inggris di Amerika pada tahun 1960an. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai ungkapan kemarahan oleh masyarakat tutur di Amerika pada saat itu. 4.2 Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif yang dapat dijadikan acuan bagi peminat kajian bahasa yang tertarik meneliti ungkapan kemarahan, terutama ketika digunakan untuk melihat keadaan sosial suatu masyarakat melalui sebuah karya sastra.
5. Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai emosi telah dilakukan oleh Mastuti (2003) berjudul Emotions and State of Mind dalam Dongeng Jawa “Jin Estri”. Penelitian ini membahas satu ungkapan emosi, yaitu ungkapan perasaan cinta. Dalam penelitiannya
10
tersebut, Mastuti mengungkapkan karakteristik emosi cinta dan kondisi mental tokohtokoh yang terdapat dalam dongeng Jawa “Jin Estri”. Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Sutami (2003) berjudul “ Ungkapan Ketakutan dalam “Catatan Harian Si Sinting” karya Lu Xun” . Penelitian tersebut mengkaji tentang kata, frase, atau ungkapan yang mengandung makna emosi perasaan takut. Dalam penelitian tesebut, Sutami juga menjelaskan hubungan antar komponen yang timbul dari proposisi perasaan takut dengan menggunakan teori ikonisitas. Penelitian tentang emosi dalam bahasa Inggris pernah diteliti oleh Hunaifi (2011). Hunaifi dalam tesisnya meneliti tentang “Ungkapan Emosi dalam Novel The Old Man and The Sea dan Escape”. Tujuan penelitiannya adalah untuk mendeskripsikan semua jenis ungkapan emosi dalam novel The Old Man and The Sea dan Escape yang merupakan dua novel Amerika yang cukup terkenal. Penelitian ini memfokuskan pada tiga hal, yaitu kategori emosi dalam kedua novel tersebut, bentukbentuk kalimat dalam mengungkapkan emosi serta karakteristik masyarakat barat dalam mengekspresikan emosi verbal. Penelitian ini mengungkapkan bahwa terdapat perkembangan yang signifikan dalam bentuk ungkapan-ungkapan emosi dari masa ke masa. Hal tersebut dibuktikan dengan lebih banyaknya variasi emosi dalam novel Escape (2007) dibandingkan dengan The Old Man and The Sea yang diterbitkan pada tahun 1952. Selain itu, ungkapan emosi dapat tersampaikan dengan menggunakan berbagai bentuk kalimat, kecuali kalimat perintah. Pada akhirnya, penelitian ini juga menyimpulkan
bahwa
masyarakat
Barat
cenderung
ekspresif
di
dalam
11
mengungkapkan emosi dikarenakan karakter budaya masyarajat barat yang individualis. Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, Penelitian ini akan memfokuskan pada satu kategori emosi, yaitu kemarahan. Perbedaan yang kedua adalah mengenai objek kajian. Objek kajian penelitian ini merupakan dua buah film berjudul A Raisin in the Sun dan The Help. Walaupun penelitian ini terlihat sama dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Hunaifi (2011) namun terdapat banyak perbedaan yang sangat mendasar. Selain berbeda objek kajian, perbedaan lain terkait dengan perbedaan kategori emosi yang dibahas. Penelitian sebelumnya membahas lima kategori emosi sedangkan penelitian ini hanya membahas satu kategori saja. Perbedaan lainnya adalah hal berkaitan dengan data. Data penelitian ini berupa dialog-dialog dari sebuah situasi tutur dalam film, sedangkan data penelitian oleh Hunaifi berupa dialog dan monolog dari dua buah novel. Perbedaan selanjutnya nampak pada rumusan masalah yang tentunya akan menimbulkan perbedaan pada analisis dan temuan. 6. Landasan Teori Dalam menjelaskan fenomena kebahasaan yang berkaitan dengan tuturan dan keadaan sosial suatu masyarakat, peneliti harus memahami teori-teori yang relevan dengan objek kajian penelitian. Kajian yang merupakan gabungan dari ilmu kebahasaan terkait tuturan dalam sebuah konteks (pragmatik) dan tuturan yang terkait dengan
keadaan
sosial
masyarakatannya
(sosiolingusitik)
disebut
kajian
sosiopragmatik. Selain kajian sosiopragmatik terdapat teori-teori lainnya yang
12
digunakan untuk menghasilkan temuan dalam penelitian ini. Landasan teori yang digunakan sebagai rujukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 6.1 Pengertian Emosi Kemarahan Kemarahan merupakan satu bentuk emosi yang bersifat negatif. Aristotele melalui Lazarus (1991) mengatakan bahwa kemarahan dapat didefinisikan sebagai tindakan yang menyakiti akibat rasa tak senang dan mengakibatkan adanya usaha untuk membalasnya. Kemarahan sendiri merupakan ekspresi emosi yang sangat kompleks jika dibandingkan dengan jenis emosi lainnya. Jenis emosi ini bersifat sangat rumit karena melibatkan individu-individu dalam satu masyarakat sosial serta sangat berdekatan dengan konflik (Lazarus, 1991: 207). Pendapat Lazarus tersebut tak berbeda jauh dengan Averill melalui Schieman (1999) yang menyatakan bahwa kemarahan adalah salah satu ekspresi yang paling sering dialami manusia. Marah merupakan bagian dari emosi dan merupakan suatu respon, dorongan sekaligus tujuan dari seseorang. Dengan demikian marah dapat merupakan respon dari situasi yang tak mengenakkan, dapat mendorong seseorang untuk berbuat agresi dan dapat juga dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Kemarahan termasuk salah satu bentuk emosi yang tergolong aggressiveopposing emotion atau emosi perlawanan agresif (Santangelo dalam Mastuti, 2003: 28). Emosi perlawan agresif ini meliputi kebencian, kejengkelan dan kecemburuan. Menurut Santangelo, kemarahan digolongkan ke dalam emosi perlawanan agresif dikarenakan kemarahan merupakan emosi dengan tingkat fisiologis tinggi. Sementara itu, Schirraldi dan Kerr (2001) membagi lagi emosi perlawanan agresif
13
tersebut menjadi dua, yaitu anger passive aggression dan anger active aggression. Kemarahan yang bersifat aktif dapat diekspresikan dengan cara dramatis seperti berteriak, mengeluarkan kata-kata kasar, melotot dan lain-lain. Sementara itu, untuk beberapa alasan, seseorang memilih untuk tidak mengutarakan kemarahannya secara langsung atau yang disebut kemarahan pasif. Kemarahan pasif diungkapkan seolaholah orang tersebut sedang tidak marah. Ungkapan kemarahan pasif dapat berupa penggunaan kata-kata sarkas, sinis dan pertanyaan yang bertujuan untuk menunjukkan kemarahannya, mengatakan hal yang berkebalikan dengan maksudnya dan lain-lain. Kemarahan pasif ini cendrung membingungkan karena diungkapkan secara tidak langsung. Dalam mengungkapkan kemarahan, seorang individu berbeda dengan individu lain. Bahkan lebih jauh perbedaan tersebut dikaitkan dengan keadaan sosial budaya. Hubungan antara emosi marah dan keadaan sosial budaya tak terelakkan lagi karena setiap individu memiliki keterkaitan dengan keadaan sosial budaya yang ada pada lingkungan sehari-harinya. Menurut Lazarus (1991), peran kebudayaan terhadap seorang individu nampak jelas ketika kita membandingkan cara berfikir, cara menanggapi sesuatu dan bertingkah laku dalam lingkup sosial yang berbeda-beda. Oleh karena itu, dapat diasumsikan bahwa perbedaan pengungkapan kemarahan terkait dengan perbedaan budaya yang melatarbelakangi seorang individu.
14
6.2 Pengertian Kalimat dalam bahasa Inggris Menurut Kridalaksana (1984:83) kalimat merupakan sebuah konstruksi gramatikal yang terdiri atas satu atau lebih klausa yang ditata menurut pola tertentu, dan dapat berdiri sendiri dalam satu satuan. Para ahli tata bahasa tradisional membagi modus kalimat yaitu kalimat deklaratif, kalimat imperatif dan kalimat interogatif. Namun, ada pula tokoh yang menambahkan satu jenis kalimat yaitu kalimat interjeksi ( interjection/ exclamatory) (periksa Quirk dan Greenbaum,1976:191 dan Thompson dan Martinett, 1986 :284 ) 1) Kalimat deklaratif / berita dalam bahasa Inggris Kalimat deklaratif / berita adalah kalimat yang bertujuan untuk menyampaikan informasi atau memberitahukan sesuatu. Kalimat deklaratif merupakan kalimat yang diawali dengan subjek benda atau orang dan dikuti oleh verba serta dilanjutkan dengan keterangan atau objek (SPOK). Pada kalimat deklaratif positif tidak terdapat penambahan not seperti dalam kalimat deklaratif negatif. Dari struktur yang lebih mendalam, kalimat deklaratif bahasa Inggris dapat berbentuk bermacam-macam seperti bentuk pengandaian, perbandingan dan lain-lain. Kalimat berita/ deklaratif ini terdiri dari setidaknya satu subjek dan satu kata kerja. Kalimat dapat dibedakan menjadi kalimat tunggal dan kalimat majemuk. Kalimat tunggal hanya memiliki satu klausa bebas, sedangkan kalimat majemuk dapat terdiri dari kalimat majemuk setara dan bertingkat (Quirk dan Greenbaum, 1973: 191 dalam Nadar 2009:70).
15
2) Kalimat imperatif/ Perintah dalam Bahasa Inggris Kalimat yang bertujuan untuk meminta seseorang melakukan sesuatu. Kalimat ini setidaknya memiliki satu subyek dan kata kerja. Kalimat perintah dalam bahasa Inggris dapat dibedakan menjadi beberapa tipe, yaitu kalimat perintah tanpa subjek, kalimat perintah dengan subjek, kalimat perintah dengan kata kerja let, kalimat perintah negatif dan kalimat perintah persuasif (Nadar, 2009 : 90). Jenis kalimat yang terakhir adalah kalimat seru yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan kuat dan mendadak. Kalimat ini biasanya ditandai dengan menggunakan tanda seru (!) (Widyaningsih : 2010 melaui Hunaifi : 2011 : 26). 3) Kalimat Interogatif / Tanya dalam Bahasa Inggris Kalimat tanya merupakan kalimat yang bertujuan untuk meminta sebuah informasi dari lawan tutur. Dalam bahasa Inggris, kalimat tanya dapat berupa kalimat tanya yang menghendaki jawaban ya/tidak atau disebut yes/no question, kalimat yang menghendaki jawaban berupa informasi atau WH question dan kalimat tanya yang berupa pemberian alternatif atau pilihan dengan menggunakan kata hubung or‟ atau‟. Kalimat tanya yang berupa pertanyaan ya/tidak ini dibentuk dengan menggunakan kata kerja bantu dan diikuti subyek, seperti pada kalimat are you there?; Is she here?; Do you want some coffee? dan Will you marry me? Dari contoh-contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa kalimat tanya tipe ya atau tidak ini dapat dibuat dengan menggunakan kata kerja bantu utama seperti are, is, do, dan lain-lain dan juga dapat dibuat dengan menggunakan kata kerja bantu modalitas seperti can, will,should dan
16
lain-lain. Kalimat tanya tipe WH dimulai dengan kata ganti tanya what (apa), who (siapa), when (kapan), where (dimana), which (tempat), whose (milik siapa) dan how (bagaimana). 4) Exclamatory / Kalimat Seru dalam bahasa Inggris Menurut Quirk dan Greenbaum (1976), kalimat interjeksi atau kalimat seru muncul dengan kata tanya 5W 1H, yaitu what, where, when, why, who dan how. Contoh kalimat seru adalah sebagai berikut: 1. How beautiful you are! 2. What a night! Kalimat seru digunakan untuk mengungkapkan perasaan yang kuat seperti perasaan kagum bahkan perasaan marah. contoh (1) merupakan ungkapan perasaan kagum sementara contoh (2) merupakan ungkapan yang dapat berarti sebuah malam yang sangat mengagumkan atau malah sebuah malam yang sangat buruk. Sebagai tambahan, Thompson dan Martinet (1986) menyebutkan bahwa ekslamatori atau kalimat seru dapat berupa ungkapan seperti good!, marvelous!, splendid!, damn!, Liar! dan oh! ( Thomson dan Martinet, 1986: 284).
6.3 Sosiopragmatik Induk dari kajian sosiopragmatik adalah pragmatik. Yule ( 1996) mendefinisikan bahwa pragmatik adalah kajian mengenai maksud penutur. Selain itu, pragmatik juga merupakan kajian tentang makna kontekstual. Kajian ini melibatkan penafsiran dari apa yang dimakusudkan pada konteks tertentu dan bagaimana konteks
17
tersebut mempengaruhi apa yang diujarkan. Kajian ini membutuhkan pertimbangan mengenai bagaimana penutur menyampaikan apa yang ingin mereka utarakan dengan menyesuaikan terhadap siapa lawan tutur mereka, kapan dan dimana serta dalam situasi yang seperti apa( Leech: 1983: 19). Kajian sosiopragmatik sendiri dipahami sebagai sebuah kajian pragmatik lintas budaya. Rahardi (2009 :4) meyakini bahwa kajian sosiopragmatik secara konkrit merupakan kajian terhadap entitas kebahasaan yang menggabungkan ancangan sosiolinguistik dan pragmatik dalam wadah dan dalam lingkup kebudayaan tertentu. Crystal (2008:441) mendefinisikan sosiopragmatik sebagai ilmu yang menitikberatkan pada penggunaan bahasa dalam sebuah masyrarakat budaya di dalam situasi sosial tertentu. Dalam definisi di atas ada dua elemen penting yaitu penggunaan bahasa (pragmatik) dan kondisi lokal (sosiolinguistik). Sehubungan dengan ini, Crystal (2008) menjelaskan bahwa pendekatan sosiolinguistik dimulai dengan memeriksa latar belakang sosial para peserta tutur dalam interaksi, memeriksa dimana faktor yang berbeda seperti usia, jenis kelamin, kelas sosial , menyebabkan orang memilih suatu tuturan tertentu. Latar belakang sosial dan faktor tertentu tersebut dikenal dengan nama komponen tutur yang diajukan Hymes (1974) dengan teori SPEAKING (periksa Wijana, 1996: 11). Komponen tutur merupakan salah satu bagian penting dalam suatu komunikasi. Keberhasilan komunikasi dapat dilihat dari komponen tutur yang melekatinya. Hymes (1974) membuat akronim SPEAKING, yaitu Setting and scene,
18
Participants ,Ends, Act of sequence, Keys,Instruments,Norms dan Genre. Penjelasan komponen tutur tersebut adalah sebagai berikut: S
: Setting and scene. Setting mengacu pada latar waktu dan tempat
terjadinya peristiwa tutur, sedangkan scene mengacu pada situasi psikologis yang abstrak atau situasi budaya pada saat itu. P
: Participants adalah peserta tutur yang mencakup penutur dan lawan tutur dalam sebuah ujaran
E
: Ends yaitu tujuan atau maks ud pembicaraan.
A
: Act of sequence yaitu urutan peristiwa dimana penutur sedang melakukan pembicaraan
K
: Key merujuk pada nada atau cara bagaimana pesan disampaikan.
I
: Instrument yaitu alat yang digunakan untuk menyampaikan tuturannya
N
: Norms yaitu norma mengacu pada perilaku kesopanan yang ada pada suatu tuturan.
G
: Genre yaitu jenis atau tipe ujaran dalam situasi tutur seperti ungkapan dan teka-teki.
6.4
Kehidupan Sosial di Amerika Serikat pada 1960an. Sekitar 1960an, Amerika Serikat tengah menghadapi isu segregasi dan
diskriminasi terhadap warga kulit berwarna khususnya warga kulit hitam. Pada saat itu tengah terjadi gerakan persamaan hak sipil atau civil right movement hampir di
19
berbagai penjuru negara bagian. Pelaku civil right movement yang merupakan etnis kulit hitam memiliki tujuan untuk mendapatkan hak-hak yang sama dengan etnis lainnya. Di dalam masyrakat Amerika Serikat yang majemuk, deferensiasi etnik merupakan jenis deferensiasi sosial yang khas dan dibarengi dengan diferensiasi linguistik (Sumarsono, 2009 : 79). Pembedaan ini tentunya tidak bisa disangkal dan masih berhubungan erat dengan diskriminasi warga kulit hitam yang merupakan warga kelas rendah. Pada saat ini diskriminasi orang-orang kulit hitam tidak terlalu kental karena mereka sudah memiliki hak yang setara dan diakui oleh negara. Mereka tidak lagi menjadi budak orang kulit putih melainkan sudah beraktivitas seperti warga kulit putih dan kulit berwarna lainnya meskipun masih terdapat beberapa diskriminasi. A Raisin in the sun dan The Help merupakan sebuah film yang diangkat dari sebuah karya sastra yang menceritakan kehidupan sosial masyarakat multikultural Amerika Serikat pada tahun 1960an. A Raisin in the Sun sendiri menceritakan tentang kehidupan sebuah keluarga di kota Chicago pada tahun 1963. Chicago sendiri merupakan sebuah kota besar di negara bagian Illionis, daerah bagian utara Amerika Serikat. Sebagai kota industri, banyak warga kulit hitam yang bermigrasi dari negara bagian selatan Amerika untuk bekerja sebagai buruh. Sementara itu, The Help mengambil tema kehidupan sosial masyarakat kulit putih dan kulit hitam yang ada di Jackson, ibu kota negara bagian Mississippi. Film ini mengambil setting antara tahun 1960-1963. Banyak peristiwa bersejarah yang
20
digambarkan dalam film ini seperti pembunuhan terhadapa Medgar Evers, seorang aktivis kulit hitam dan penembakan Presiden Kennedy pada tahun 1963. Pada saat itu, Mississippi terkenal sebagai negara bagian selatan yang paling banyak melakukan diskriminasi dan segregasi terhadap warga kulit hitam. Pada tahun 1950an, 45% penduduk Mississippi merupakan warga kulit hitam dan hanya 5%saja yang diakui dan berhak menyuarakan pendapat mereka pada pemilihan umum (William, 2002: 208). Warga Kulit hitam di Mississippi hanya memiliki sedikit kesempatan untuk mendapatakan pekerjaan yang layak, kebanyakan dari mereka malah banyak terlibat dalam masalah sehingga mendapat sanksi hukum dan sosial. Terdapat persamaaan dan juga perbedaan antara kehidupan sosial kota Chicago dan Mississippi. Persamaannya, kedua kota tersebut sama-sama menerapkan kebijakan diskriminasi dan segregasi antara warga kulit putih dan warga kulit berwarna. Sementara itu, di sektor ekonomi, kota Chicago yang merupakan kota industri membuat masyarakat kulit hitam bekerja sebagai buruh di pabrik-pabrik, sementara warga kulit putih bekerja di instansi-instansi pemerintah atau menjadi pemilik industri-industri vital disana. Berbeda dengan Chicago, kota Jackson, Mississippi merupakan kota dengan area pertanian yang cukup luas sehingga menjadi pendapatan terbesar bagi penduduk kota tersebut. Warga kulit putih di Missisiippi kebanyakan merupakan tuan-tuan tanah dari perkebunan kapas. Ada juga warga kulit putih yang bekerja di kantor pemerintahanan atau instansi umum seperti bank, penerbitan, rumah sakit dan lain-lain. Warga kulit hitam disana bekerja sebagai buruh petik atau dikenal dengan sebutan cotton sharecroppers, pelayan, pembantu rumah
21
tangga dan lain-lain. Persamaan antara kedua kota tersebut adalah, keduanya samasama menerapkan diskriminasi dan segregasi bagi warga kulit hitam dan menjadikan Jim Crow Law sebagai acuan dalam pembuatan hukum dan peraturan sosial saat itu.
6.5
Hukum Jim Crow Hukum Jim Crow muncul karena adanya perlawanan dari seorang kulit hitam
bernama Hommer V Plessy. Laki-laki ini membeli tiket kereta api kelas pertama di Lousiana pada tahun 1881. Ketika Ia berusaha duduk di tempatnya, ia diperintahkan untuk pindah ke bagian „ colored‟ yang khusus disediakan untuk kulit berwarna. Namun Ia menolak untuk pindah dan akhirnya dipenjara. Pengadilan tinggi Amerika Serikat sebenarnya telah mendengar kasus ini. Namun pada putusannya tahun 1896, pengadilan menyatakan bahwa Plessy adalah seorang kulit berwarna dan ditetapkan sebagai seseorang yang berasal dari golongan miskin yang tak punya hak kepemilikan, sehingga ia tidak boleh dianggap sebagai seorang kulit putih. Putusan ini membuat pengadilan secara legal menerapkan hukum pemisahan ras seperti pemisahan dan pembedaan fasilitas umum untuk para kulit hitam yang kemudian dikenal dengan nama Jim Crow Laws. Nama Jim Crow berasal dari tokoh fiktif yang terkenal di Amerika pada awal 1800an. Karakter tersebut dimainkan oleh seorang kulit putih dengan wajah yang dihitamkan dan mengekspresikan anggapan rasis tentang warga kulit hitam yang digambarkan sebagai orang yang tidak berpendidikan, bodoh dan kotor ( Rudd 333-357). Pada tahun 1915, semua negara bagian selatan membuat undang-undang untuk kulit hitam berdasarkan hukum Jim Crow. Beberapa
22
aturan dan norma yang harus dipatuhi oleh warga kulit hitam ketika mereka berhadapan dengan warga kulit putih antara lain: 1. Kulit hitam dan kulit putih tidak diperkenankan makan bersama dalam satu meja. 2. Kulit hitam dapat diperkenalkan oleh orang kulit putih, tapi tidak sebaliknya. 3. Kulit putih tidak akan menggunakan gelar atau panggilan sopan ketika menyapa kulit hitam. 4.
Kulit hitam dilarang mengatakan atau menuduh seorang kulit putih sedang berbohong.
5.
Kulit hitam dilarang mengatakan bahwa seorang kulit putih berasal dari kelas bawah.
6. Kulit hitam dilarang mengklaim atau secara berlebihan menunjukan pengetahuan dan keahlian. 7. Kulit hitam dilarang memaki dan mengutuk seorang kulit putih 8. Kulit hitam dilarang tertawa mengejek orang kulit putih. 9. Kulit hitam dilarang mengomentari penampilan seorang wanita kulit putih. (http://northbysouth.kenyon.edu/1998/edu/jimcrow.htm)
7. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kualitatif yang mencoba memerikan data dengan apa adanya serta data bahasanya dilihat berdasarkan tipenya, bukan berdasarkan jumlah (periksa Sudaryanto, 1993: 5). Data penelitian ini berasal
23
dari tuturan-tuturan para tokoh dalam film A Raisin in the Sun dan The Help yang mengandung ungkapan kemarahan. Penelitian menggunakan metode simak dengan teknik catat sebagai metode pengumpulan data. Menurut Sudaryanto (1993: 133), metode ini dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa dan dilanjutkan dengan kegiatan pencatatan pada kartu data sehingga menjadi sebuah transkrip data yang telah diklasifikasikan. Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mengidentifikasi tuturan-tuturan para tokoh yang mengandung ungkapan kemarahan. Ungkapan kemarahan secara verbal dalam bahasa Inggris dapat dilihat dari kemunculan kata-kata yang dekat dengan kata marah seperti shut up, disgust, sick, angry dan intonasi penutur dalam mengucapkan kata-kata tersebut. Dalam menentukan sebuah tuturan termasuk ungkapan marah atau bukan, peneliti akan melihat konteks tuturan dan tidak serta merta menganggap sebuah tuturan yang mengandung kata-kata bernada marah merupakan sebuah ungkapan kemarahan. Selanjutnya, data yang telah memenuhi syarat dan telah diklasifikasikan akan dianalisis dengan metode padan pragmatis dengan cara mendekripsikan modusmodus kalimat yang dipakai dalam mengungkapkan sebuah kemarahan. Selanjutnya, peneliti mendeskripsikan berbagai variasi ekspresi yang terdapat dalam ungkapan kemarahan para tokoh dalam A Raisin in the Sun dan The Help. Pada tahap ini, peneliti akan mengkasifikasikan ungkapan kemarahan berdasarkan maksud atau fungsi tuturan yang diujarkan. Pada tahap akhir, peneliti menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi munculnya ungkapan kemarahan tersebut berdasarkan
24
konteks tuturan yang terdapat dalam A Raisin in the Sun dan The Help. Faktor-faktor pemicu kemarahan tersebut akan diidentifikasi dengan melihat konteks tuturan serta komponen-kompenen tutur seperti yang dikenalkan oleh Dell Hymes (1974). Data yang telah dianalisis kemudian akan disajikan dengan menggunakan teknik informal, yaitu menyajikan hasil analisis data dengan menggunakan kata-kata tanpa disertai tabel ataupun diagram.
1.8 Sistematika Penulisan
Hasil dari penelitian ini akan disajikan dalam lima bab. Bab I membicarakan pendahuluan yang terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian dan sistematika penelitian.
Bab II mendeskripsikan bentuk-bentuk
ujaran yang
mengandung ungkapan kemarahan. Bentuk-bentuk ujaran tersebut dapat berupa kalimat imperatif, interogatif dan lain-lain. Bab III akan mendeskripsikan berbagai variasi ekspresi yang ditemukan pada ungkapan kemarahan dalam A Raisin in The Sun dan The Help. Pada bagian ini penulis akan memaparkan berbagai ekspresi terdapat dalam ungkapan kemarahan para tokoh dalam film A Raisin in The Sun dan The Help. Bab IV dalam penelitian ini akan mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya ungkapan kemarahan dalam A Raisin in the Sun dan The
25
Help. Bab terakhir yaitu Bab V akan diisi dengan kesimpulan yang didapat dari penelitian ini.