BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup,
termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan perkotaan semakin meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan kegiatan sosial ekonomi yang menyertainya. Peningkatan kebutuhan lahan ini merupakan implikasi dari semakin beragamnya fungsi di kawasan perkotaan seperti pemerintahan, perdagangan dan jasa serta industri yang disebabkan oleh keunggulannya dalam hal ketersediaan fasilitas dan kemudahan aksesibilitas sehingga mampu menarik berbagai kegiatan untuk beraglomerasi. Kebutuhan penataan ruang di berbagai tingkat wilayah perkotaan dirasakan semakin mendesak dan tidak terlepas dari perkembangan yang semakin pesat dari sektor pembangunan dan akhirnya harus diakomodasikan dalam ruang kawasan. Palembang sebagai salah satu kota yang masih membangun dihadapkan pada perencanaan kota yang secara spesifik sangat dipengaruhi kondisi geografisnya berupa daerah sungai dan rawa.
1.1.1
Orientasi Wilayah Pengembangan Kota Palembang Berkaitan
dengan
karakteristik
lahan
yang
terbatas,
dinamika
perkembangan kegiatan di kawasan perkotaan ini menimbulkan persaingan antar penggunaan lahan yang mengarah pada terjadinya perubahan penggunaan lahan dengan intensitas yang semakin tinggi. Akibat yang ditimbulkan oleh perkembangan kota adalah adanya kecenderungan pergeseran fungsi-fungsi
1
kota ke daerah pinggiran kota (urban fringe) yang disebut dengan proses perembetan kenampakan fisik kekotaan ke arah luar (urban sprawl). Pergeseran fungsi yang terjadi di kawasan perkotaan dan pinggiran adalah lahan yang tadinya diperuntukkan sebagai kawasan hutan, daerah resapan air dan pertanian, berubah fungsi menjadi kawasan komersial. Adanya fenomena semakin berkurangnya daerah resapan air didaerah perkotaan memberikan konsekuensi logis bahwa semakin besar perubahan penggunaan daerah resapan air menjadi penggunaan perkotaan (non-agraris) akan memancing terjadinya penyimpangan perubahan pemanfaatan lahan oleh kegiatan komersial yang tidak sesuai kebijakan yang ada. Kota Palembang dengan luas 400,61 km2 sedangkan berdasarkan hasil perhitungan peta luas Kota Palembang seluas 36.484,94 Ha, 54% di antaranya merupakan lahan rawa yang digunakan sebagai daerah resapan air Kota Palembang. Seiring dengan semakin berkembangnya Kota Palembang dan dengan adanya kebutuhan pembangunan maka lahan rawa ini tersentuh untuk dijadikan areal terbangun (RDTRK Jakabaring, 2006:6). Perubahan ini berarti mengurangi daerah resapan air bagi Kota Palembang karena lahan rawa mempunyai fungsi sebagai kolam penampungan air, seharusnya tidak ditutup oleh bangunan karena akan mengganggu kestabilan siklus air. Pengurukan itu membuat air yang sebelumnya dapat tertampung di rawa, akan beralih ke jalanan atau kawasan lain yang lebih rendah sehingga menyebabkan banjir di lokasi-lokasi tertentu. Kondisi ini didukung dengan topografi Kota Palembang yang relatif datar yang sangat berpotensi terjadinya genangan atau banjir.
2
Kota palembang terdiri atas dua bagian yang dibelah oleh sungai musi yaitu
wilayah
Seberang
Ilir
dan
Seberang
Ulu.
Semakin
banyaknya
pembangunan di wilayah seberang ilir inilah yang mendorong pemerintah kota palembang untuk melakukan pengembangan pembangunan kota ke daerah Seberang Ulu yang termasuk didalamnya kawasan Jakabaring. Pengembangan pembangunan kawasan Jakabaring dilakukan dengan jalan reklamasi rawa dengan pembangunan fasilitas fisik yang dapat berfungsi sebagai generator kawasan berupa area stadion utama olahraga Jakabaring, pasar induk, dan area perkantoran pemerintah selain itu dalam perencanaan pengembangannya juga terdapat fasilitas berupa office park, amusement park, water boom, commercial center, terminal, hotel, sport center, perumahan atlit, danau retensi dan berbagai fungsi-fungsi lainnya, dengan adanya generator dikawasan tersebut diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan pada kawasan pengembangan baru Jakabaring sehingga pembangunan tidak hanya dilakukan di daerah ilir saja tetapi meluas juga ke daerah ulu.
Gambar 1.1. Kepadatan pada Wilayah Ilir Palembang mengakibatkan orientasi pengembangan kota menuju pada daerah Ulu kota Sumber : Rencana Tata Ruang wilayah Kota Palembang, 2010
3
1.1.2
Daerah Reklamasi Rawa jakabaring Terhadap Pengembangan Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan dengan luas wilayah 87.017 km² menghadapi
tantangan pembangunan yang berkaitan dengan pengembangan IPTEK daerah rawa yang cukup signifikan. Sebagai salah satu kawasan yang berfungsi sebagai daerah resapan air diwilayah kota Palembang, kawasan Jakabaring memiliki arti penting untuk konservasi air. Sehingga luas area antara daerah rawa yang terbangun dan tidak terbangun dapat seimbang sehingga dapat mengatasi permasalahan lingkungan seperti banjir. Seiring pertumbuhan kota, pengembangan Seberang Ulu, khususnya Jakabaring, dipandang perlu untuk menyeimbangkan pembangunan di kedua bagian Kota Palembang ini. Kesenjangan pembangunan yang selama ini terjadi pada dua bagian kota itu dirasakan kian mendesak untuk diatasi. Pengembangan kawasan Jakabaring diharapkan dapat menyediakan fasilitas kota yang lebih layak, serta mengurangi kesesakan yang mengimpit masyarakat Palembang di Seberang Ilir. Lebih dari itu, pengembangan kawasan ini juga akan memberi ruang bagi pertumbuhan sektor ekonomi. Akan tetapi, agaknya usaha pengembangan kawasan Jakabaring dibutuhkan pengerahan sumber daya yang tak sedikit. Pengembangan kawasan ini terhitung mahal, karena reklamasi (perluasan lahan dengan cara penimbunan atau pengurukan) menjadi syarat mutlak. Lahan reklamasi yang dicadangkan di kawasan ini mencapai 3.500 hektar, atau 8,7 persen dari luas Kota Palembang yang kini mencapai 400,6 kilometer persegi (Hidayati, Nur. 2003. Jakabaring, Mengembangkan Kota Palembang di Atas Rawa. www.kompas.com. Diakses tanggal 12 Maret 2010)
4
Pengembangan kawasan reklamasi ini dituangkan dalam Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK), berdasarkan Surat Keputusan Wali Kota Palembang Nomor 64 Tahun 2000. Upaya mereklamasi Seberang Ulu, khususnya Jakabaring, dimulai lebih dari sepuluh tahun lalu dengan telah disertai analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) di kawasan tersebut. Pembebasan lahan di daerah itu dilakukan oleh Pemprov Sumsel (Hidayati, Nur. 2003) Sebagai kawasan pengembangan kota yang berada didaerah rawa, tidak mengherankan jika kawasan jakabaring, palembang memiliki daya tarik unik dan dinamis berikut budaya tradisional masyarakatnya untuk menciptakan lingkungan binaan yang harus memperhatikan kualitas lingkungan.
1.1.3
Dampak Reklamasi Rawa jakabaring dan penataan kawasan sebagai upaya menyelesaikan permasalahan keterbatasan lahan. Akibat dari reklamasi rawa mengakibatkan terganggunya fungsi
hidrologis. Karena, konversi lahan di daerah tangkapan air, yakni dari lahan resapan air (rawa) menjadi lahan terbangun (permukiman, industri, jalan, dan fasilitas lainnya), sehingga air yang meresap ke dalam tanah semakin berkurang mengakibatkan bertambahnya koefisien run off air permukaan. Menurut Arya Hadi Dharmawan, 2005 dalam Jurnal Pusat Studi Pembangunan - Institut Pertanian Bogor. Fungsi hidrologis DAS (rawa) akan berjalan dengan baik selama tutupan lahan atau struktur vegetasi di kawasan hulu dan kawasan di bawahnya terpelihara dengan baik. Secara alamiah, luapan air bisa saja terjadi utamanya pada saat puncak heavy run-off di musim penghujan. Pada DAS yang terkelola baik, sistem ekologinya memiliki derajat fleksibilitas yang tinggi dalam menyimpan dan melepaskan cadangan air atau
5
mengendalikan potensi run-off secara optimal. Kapasitas menyimpan air akan berkurang, manakala ekosistem DAS mengalami kerusakan sebagaimana yang terjadi bila luasan tutupan lahan oleh vegetasi berkurang secara nyata. Secara alamiah, aliran sungai mungkin terhambat dan berakumulasi di beberapa titik di kawasan hilir sebelum akhirnya terbuang ke laut. Pada titik-titik tersebut, dapat terbentuk genangan-genangan yang bersifat temporer ataupun permanen. Pada situasi dimana keadaan vegetasi tidak memungkinkan dukungan kapasitas simpan air (water retention capacity) secara memadai, maka genangan air akan memerlukan waktu yang lebih lama untuk mengalirkannya ke laut. Pada ekosistem yang terganggu, maka genangan akan terjadi secara permanen. Masalah lingkungan muncul bila, genangan permanen
terjadi di pemukiman
yang tidak dikehendaki. Memang lahan-lahan yang terletak di daerah resapan air semacam itu merupakan tempat-tempat yang harus dihindari bagi pembangunan fisik, dengan maksud untuk mempertahankan daur hidrologi dan daur kehidupan. Namun bukan berarti untuk kawasan yang telah terbangun tidak dapat diperbaiki kualitas lingkungannya dengan usaha-usaha pendekatan ekologis yaitu mensenyawakan pola pemukiman penduduk ke dalam pola kehidupan alam tentunya kawasan tersebut
akan menjadi tempat pelestarian daya dukung lingkungan dan
sekaligus peningkatan aktifitas ekonomi. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan arahan penataan permukiman
di
daerah
rawa
ditinjau
dari
aspek
tata
bangunan
dan
pengembangan infrastruktur kawasan yang tanggap terhadap pengelolaan rawa untuk resapan air yang bertujuan menjamin dan memelihara kelestarian
6
keberadaan
rawa
sebagai
sumber
air
atau
meningkatkan
fungsi
dan
pemanfaatannya. 1.2
Perumusan Masalah Dari latar belakang permasalahan mengenai kawasan jakabaring Palembang, didapatkan perumusan masalah sebagai berikut :
Perubahan
fungsi
daerah
rawa
sebagai
kawasan
terbangun
menyebabkan hilangnya daerah resapan air beserta vegetasi alaminya yang berakibat terganggunya siklus hidrologis di kawasan.
Belum adanya sistem drainase yang mendukung siklus hidrologi di kawasan reklamasi rawa
Kurangnya
baiknya
penataan
kawasan
permukiman
di
daerah
reklamasi rawa sebagai kawasan terbangun yang menyebabkan terganggunya siklus hidrologi di kawasan.
1.3
Pertanyaan Penelitian Dari perumusan masalah tersebut timbul pertanyaan penelitian yaitu: 1. Bagaimana tata vegetasi di area reklamasi rawa agar keseimbangan siklus hidrologi kawasan tetap terjaga? 2. Bagaimana sistem drainase di kawasan permukiman Jakabaring yang dapat digunakan pada area reklamasi rawa dalam usaha mendukung siklus hidrologi? 3. Bagaimana penataan tata bangunan di kawasan permukiman di daerah reklamasi rawa agar keseimbangan siklus hidrologi kawasan tetap terjaga?
7
1.4
Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Mendapatkan tata vegetasi yang cocok untuk menjaga keseimbangan siklus hidrologi di area rawa yang telah mengalami alih fungsi lahan sebagai kawasan permukiman. 2. Mendapatkan pengaturan / arahan drainase di area rawa yang telah mengalami reklamasi menjadi lahan terbangun agar keseimbangan siklus hidrologi tetap terjaga. 3. Mendapatkan pengaturan/arahan sistem tata bangunan yang dapat diterapkan di area rawa yang telah mengalami reklamasi menjadi lahan terbangun berkaitan dengan pola permukiman, pola pengembangan bangunan, konstruksi bangunan, penggunaan material penutup tanah, pola drainase air hujan bangunan, dan sistem sanitasi bangunan agar keseimbangan siklus hidrologi tetap terjaga.
1.5
Manfaat Penelitian Untuk kepentingan ilmu pengetahuan, penelitian ini bermanfaat bagi wawasan bidang arsitektur, khususnya tentang permukiman di daerah rawa. Untuk kepentingan perencanaan dan perancangan, penelitian ini bermafaat bagi pengembangan perencanaan dan perancangan lingkungan binaan di daerah rawa. Temuan penelitian ini dapat memperkaya rancangan fisik yang memiliki aspek kontrol terhadap
lingkungan disuatu lingkungan binaan.
Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah untuk mengambil kebijakan (guideline) dalam penataan
8
bangunan dan lingkungan rawa, khususnya yang berada di kota Palembang.
1.6
Keaslian Penelitian Beberapa penelitian serupa namun memiliki tujuan/ lokasi/ metoda yang berbeda yang pernah dilakukan sehubungan dengan pengelolaan air di kawasan permukiman antara lain: Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
Peneliti
Judul
Tujuan
Lokasi
Metoda
Don carlos Frederik Leopold Nisnoni, 2006 (S2/MDKB/UGM)
Arahan desain pengembangan perumahan lopo indah permai kupang dengan menggunakan kaidah konservasi sumber daya air tanah ditinjau dari aspek tata hijau dan pola pengembangan bangunan Pengembangan Rancangan Permukiman Kaliurang dengan tinjauan Pengelolaan Air Permukaan
Pengembangan kawasan untuk mempertahankan konservasi air tanah
Perumahan Lopo indah Permai Kupang
Rasional Deskriptif
Mengetahui faktor yang mempengaruhi pengurangan run off air permukaan
Kawasan Permukiman kaliurang
Rasional kualitatif
Mengetahui sistem tata bangunan dan infrastruktur dalam upaya meningkatkan daya dukung lingkungan berkaitan dengan siklus air akibat reklamasi rawa
Kawasan jakabaring Palembang
Rasional kuantitatif
Teguh Dedi Hariyanto, 2002 (S2/MDKB/UGM)
Fajar sadik Islami, 2008 (S2/MDKB/UGM)
Arahan Penataan Kawasan Permukiman di Daerah Reklamasi Rawa Melalui Pendekatan Siklus Hidrologi (Studi Kasus : Kawasan Jakabaring Palembang)
Penulisan tesis yang berjudul ”arahan penataan kawasan permukiman di daerah reklamasi rawa melalui pendekatan siklus hidrologi (studi kasus : kawasan Jakabaring Palembang” ini membahas tentang penataan kawasan reklamasi
rawa
guna
menemukan
arahan
desain
yang
sesuai
untuk
mengembalikan keseimbangan siklus hidrologis di kawasan terbangun.
9
1.7 Alur Pola Pikir Penelitian Kebutuhan akan pengembangan kawasan baru untuk permukiman sehingga mengurangi beban pusat kota palembang
Terjadi proses perubahan penggunaan lahan dengan cara reklamasi rawa, sehingga rawa yang mempunyai peran sebagai daerah tangkapan air dalam siklus hidrologi menjadi terganggu
Karakteristik kawasan
Siklus hidrologi pada daerah reklamasi rawa Run off infiltrasi
Perlu penataan yang tanggap terhadap kondisi lingkungan (rawa)
VARIABEL PENELITIAN
Kendala/ Hambatan
1.
Tata bangunan Pengembangan Bangunan Konstruksi bangunan Penggunaan material penutup tanah Pola drainase air hujan bangunan Sistem sanitasi bangunan 2. Drainase kawasan 3. Tata vegetasi
METODE PENELITIAN
TINJAUAN UMUM KAWASAN
KOMPILASI DATA BERDASARKAN VARIABEL
ANALISIS & PEMBAHASAN
KOMPILASI DATA BERDASARKAN VARIABEL
KESIMPULAN & REKOMENDASI
ARAHAN PENATAAN PERMUKIMAN PADA DAERAH RAWA
10