BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya yang terbatas karena tidak dapat
diproduksi dan jumlahnya yang tetap, namun kebutuhan akan lahan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk yang terus bertambah. Kebutuhan akan lahan yang terus meningkat menjadikan sifat lahan tersebut menjadi unik. Pengertian lahan menurut Jayadinata (1999: 10) adalah tanah yang sudah ada peruntukannya dan umumnya dimiliki dan dimanfaatkan oleh perorangan atau lembaga untuk dapat diusahakan. Chapin dan Kaiser (1979 dalam Priyandono, 2001) menjelaskan kebutuhan penggunaan lahan dalam struktur tata ruang kota/wilayah berkaitan dengan 3 sistem yang ada, yaitu sebagai berikut. 1. Sistem
kegiatan,
manusia,
dan
kelembagaannya
untuk
memenuhi
kebutuhannya yang berinteraksi dalam waktu dan ruang. 2. Sistem pengembangan lahan yang berfokus untuk kebutuhan manusia dalam aktivitas kehidupan. 3. Sistem lingkungan berkaitan dengan kondisi biotik dan abiotik dengan air, udara, dan material. Dengan demikian, pemanfaatan lahan harus dilakukan secara optimal sehingga dapat memberikan manfaat dan menjadi sumber pendapatan baru bagi daerah. Tanah merupakan properti yang unik dan mempunyai karakter khusus terutama pada sifat kelangkaan dan kegunaannya. Hal ini karena jumlah tanah
1
atau persediaan tanah yang relatif tetap tetapi kebutuhan manusia akan tanah cenderung bertambah sehingga membuat tanah mempunyai nilai ekonomi. Sementara itu, penggunaan tanah dipengaruhi oleh karakteristik fisik dan fasilitas. Menurut American Institut of Real Estate Appraisal (2008: 33), karakteristik fisik adalah bagian dari tanah yang dipertimbangkan, meliputi ukuran, bentuk, topografi (kontur dan drainase), lokasi dan pemandangan. Menurut Hidayati dan Harjanto (2003: 8285) karakteristik fisik yang mempengaruhi nilai tanah meliputi ukuran dan bentuk, topografi, utilitas, pengembangan tapak, serta lokasi dan lingkungan. Thalib (2012: 26) menjelaskan bahwa tanah merupakan salah satu bagian dari bumi. Hal ini juga diatur dalam Penjelasn Umum Bagian II Angka 1 Alenia 5 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA), bahwa yang dimaksud dengan tanah adalah permukaan bumi. Tanah adalah bagian dari permukaan bumi termasuk tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air yang langsung dikuasai oleh negara atau dipunyai dengan suatu hak oleh perorangan ataupun badan hukum. Hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu permukaan bumi yang terbatas. Hak tersebut memberi wewenang kepada pemegangnya untuk mempergunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya disebut hak atas tanah. Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat. Adapun dalam Pasal 16 Ayat (1) UUPA, hak yang dapat
2
diberikan atas tanah adalah berupa: hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, serta hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53 UUPA. Pasal 53 Ayat (1) UUPA menyebutkan hak-hak yang bersifat sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Ayat (1) UUPA adalah hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang, dan hak sewa tanah pertanian yang diatur untuk membatasi sifat-sifatnya yeng bertentangan dengan undang-undang ini dan hak-hak tersebut diusahakan hapusnya dalam waktu yang singkat. Tanah hak adalah tanah yang dilekati dengan suatu hak sehingga untuk menjamin kepastian hukum atas hak tersebut diadakanlah kegiatan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 19 Ayat (1) UUPA. Surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Ayat (2) UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima sebagai keterangan yang benar, selama tidak dibuktikan sebaliknya dengan alat pembuktian yang lain. Tanah tidak hanya memiliki hak, namun juga memiliki nilai dan harga. Berry, et al. (1984 dalam Lucky, 1997) menjelaskan nilai tanah (land value) merupakan perwujudan dari kemampuan sehubungan dengan pemanfaatan dan penggunaan tanah. Nilai tanah terdiri dari 2 jenis, yakni tanah yang diusahakan
3
(improved land) dan tanah yang tidak diusahakan (unimproved land). Nilai tanah yang diusahakan ialah harga tanah ditambah dengan harga bangunan yang terdapat di atasnya. Nilai tanah yang tidak diusahakan adalah harga tanah tanpa bagunan diatasnya (Sukanto 1985, dalam Ernawati 2005). Harga tanah (land price) merupakan salah satu cermianan dari nilai tanah dan sering digunakan sebagai indeks bagi nilai tanah. Menurut Kurdinanto, dkk. (2004), menjelaskan bahwa tanah memiliki hubungan erat dengan rumah, bangunan atau tanaman yang berdiri diatasnya, sehingga pada hakikatnya benda-benda yang berdiri diatasnya merupakan kesatuan dari tanah tersebut. Menurut Lucky (1997), adanya investasi pada tanah secara terus menerus mengakibatkan harga tanah juga meningkat. Hal ini disebabkan oleh harga tanah merupakan harga pasar tidak sempurna (imperfect market), yang artinya bahwa harga tanah tidak mungkin turun karena tidak berimbangnya supply dan demand. Sebidang tanah akan memiliki nilai atau harga yang tinggi apabila terletak pada lokasi yang strategis yaitu terdapat aktivitas ekonomi yang tinggi, mudah dijangkau, dan tersedia infrastruktur yang lengkap. Provinsi Bali terdiri dari 3 pulau, yang terdiri dari pulau utama dan pulaupulau yang lebih kecil di sekitarnya, yaitu Pulau Nusa Penida, Pulau Nusa Lembongan, Pulau Nusa Ceningan, dan Pulau Serangan. Secara geografis Provinsi
Bali
terletak
pada
8°3'40"8°50'48"
Lintang
Selatan
dan
114°25'53"115°42'40" Bujur Timur. Relief dan topografi Pulau Bali di tengahtengah terbentang pegunungan yang memanjang dari barat ke timur. Batas fisik dari Provinsi Bali yaitu bagian utara berbatasan dengan Laut Bali, bagian timur
4
dengan Selat Lombok (Provinsi Nusa Tenggara Barat), bagian selatan dengan Samudera Indonesia dan bagian barat berbatasan dengan Selat Bali (Provinsi Jawa Timur). Provinsi Bali terbagi menjadi 8 kabupaten dan 1 kota, yaitu Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Karangasem, Klungkung, Bangli, dan Buleleng, serta Kota Denpasar yang juga merupakan ibukota provinsi. Luas total wilayah Provinsi Bali adalah 5.634,40Ha dengan panjang pantai mencapai 529km. Kabupaten Badung adalah sebuah kabupaten yang terletak di Provinsi Bali dengan luas wilayah 418,52km2. Luas dan persentase wilayah masing-masing kabupaten di Provinsi Bali dilampirkan pada Gambar 1.1.
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, 2014 Gambar 1.1 Peta Administrasi Provinsi Bali
Bagian utara Kabupaten Badung adalah daerah pegunungan sejuk yang berbatasan dengan Kabupaten Buleleng dengan luasan wilayah 1.365,88 meter
5
persegi paling luas diantara kabupaten lainnya di Provinsi Bali. Bagian selatan merupakan daerah dataran rendah dengan pantai berpasir putih. Bagian tengah merupakan daerah persawahan yang berbatasan dengan Kabupaten Gianyar dan Kota Denpasar di sebelah timur serta Kabupaten Tabanan di sebelah barat. Letak wilayah Kabupaten Badung yang strategis dan didukung dengan objek pariwisata menjadikan Kabupaten Badung sebagai daerah tujuan utama bagi para wisatawan yang berkunjung ke Bali, baik wisatawan domestik maupun mancanegara. Pariwisata Kabupaten Badung cukup berkembang pesat, terbukti dengan makin banyaknya pembangunan sarana yang mendukung sektor pariwisata, seperti hotel dan restoran. Tabel 1.1 Luas Wilayah Tiap Kabupaten di Provinsi Bali Kabupaten/Kota
Ibukota
Jembrana Negara Tabanan Tabanan Badung Badung Denpasar Denpasar Gianyar Gianyar Klungkung Semarapura Bangli Bangli Karangasem Amlapura Buleleng Singaraja Jumlah Sumber: Bappeda Provinsi Bali, 2015
Luas (km²) 841,80 839,30 420,09 123,98 368,00 315,00 520,81 839,54 1.365,88 5.634,40
Persentase (%) 14,94 14,90 7,43 2,20 6,53 5,59 9,25 14,90 24,25 100,00
Menurut Supardi, dkk. (2010: 120121) metode Land Development Analysis (LDA) dapat digunakan apabila lahan berada pada daerah yang telah berkembang di mana data pasar yang wajar dari lahan tersebut sulit diperoleh, tetapi data pasar untuk jenis properti yang dikembangkan dapat diperoleh, misalnya sewa rumah, ruko, perkantoran, perhotelan, pusat perbelanjaan (mall), gedung olahraga, convention center, dan lain-lain. Alasan menggunakan Land
6
Development Analysis (LDA) karena objek tersebut memiliki lahan yang tergolong luas, dengan lokasi yang berada pada daerah berkembang serta sulitnya memperoleh data pasar yang sebanding dengan objek penelitian. Menurut Supriyanto (2005: 24), penerapan metode Land Development Analysis (LDA) untuk menentukan nilai dari suatu properti (tanah dan bangunan) yaitu dengan menggunakan teknik nilai sisa (residual method). Residual method terdiri dari 3 teknik untuk memperoleh indikasi nilai yang mana dalam penerapannya tergantung pada data yang tersedia. Jika data bangunan yang tersedia digunakan teknik nilai sisa tanah. Apabila tanah yang diketahui maka menggunakan teknik nilai sisa bangunan dan teknik nilai sisa properti. Dengan menggunakan analisis High and Best Use (HBU) dan teknik Land Development Analysis (LDA) diharapkan pengembangan atas lahan kosong di Desa Ungasan menjadi lebih optimal dan memberikan keuntungan yang maksimal. Salah satu penyebab lahan kosong tidak dimanfaatkan dengan baik adalah tidak diketahui nilainya dan pemanfaatan yang akan dikembangkan, agar menghasilkan nilai investasi yang lebih menguntungkan. Dari sekian banyak lahan kosong pribadi yang
belum dikembangkan dengan baik salah satunya
adalah lahan kosong yang berada di Jalan Toyaning, Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Provinsi Bali dengan luas sebesar 50.000 meter persegi. Desa Ungasan merupakan jalur pariwisata yang ramai dilalui maupun dikunjungi oleh wisatawan mancanegara maupun domestik. Perkembangan properti khususnya permukiman sangat diperlukan di daerah Desa Ungasan. Lokasi yang strategis dekat dengan beberapa kampus, sekolah, klinik, perumahan,
7
hotel, dan pemenuh kebutuhan sehari-hari berupa swalayan, supermarket, maupun pasar menjadi daya tarik masyarakat pendatang maupun lokal untuk bermukim di kawasan tersebut. Karena nilai tanah kosong di Desa Ungasan tidak diketahui maka perlu dilakukan penilaian, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar proyeksi untuk pengembangan lahan secara berkelanjutan, baik oleh pemilik maupun pengembang nantinya. Metode yang digunakan untuk penilaian tanah yang luas adalah metode Land Development Analysis (LDA). Metode tersebut digunakan karena terletak di daerah yang berkembang, dengan data pasar tanah wajar yang sulit diperoleh tetapi harga tanah dapat diperoleh, serta mempunyai potensi untuk dikembangkan baik secara regulasi maupun karakteristik dari lahan tersebut.
8