BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pendidikan merupakan suatu proses sosial yang tidak dapat terjadi tanpa interaksi antar pribadi. Hal ini menjadi tuntutan dalam dunia pendidikan diera globalisasi untuk mengubah paradigma lama menjadi paradigma baru. Kurikulum yang berkembang saat ini menuntut siswa aktif
berperan
selama proses pembelajaran. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, guru dituntut harus mampu mengambil tindakan terhadap berbagai permasalahan dalam melaksanakan, menyesuaikan, dan mengadaptasikan pembelajaran di kelas. Hal ini sangat penting untuk menciptakan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan serta memotivasi peserta didik dalam proses belajar, dengan demikian diharapan dapat menumbuhkan kesadaran peserta didik terhadap manfaat dari perolehan belajar. Tuntutan kurikulum tersebut dapat terpenuhi dengan berbagai macam perubahan dalam pembelajaran. Salah satu pembaharuan dalam proses pembelajaran adalah menggunakan berbagai model pembelajaran. Model pembelajaran merupakan suatu bentuk menciptakan situasi belajar berdasarkan teori-teori dan cara mengorganisasikan pembelajaran yang digunakan (Arifin,
2000). Model pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan salah satunya yaitu model pembelajaran kooperatif (cooperative
learning).
Model
cooperative
learning
ini
didasari
oleh
pembelajaran gotong royong dalam pendidikan yaitu falsafah homo homini socius. Model pembelajaran kooperatif adalah model yang mampu menciptakan kesempatan siswa berinteraksi, bekerjasama secara gotong royong untuk menghasilkan pemahaman lebih tinggi (Rahadi, 2000). Terdapat banyak model pembelajaran kooperatif salah satunya yaitu model pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing. Model pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing merupakan model pembelajaran yang mengutamakan pemerataan kesempatan untuk memberikan kontribusi dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota yang lain Spencer Kagan dalam Anita Lie (2002). Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Model pembelajaran kooperatif sangat tepat digunakan oleh anak tunanetra yang terkadang memiliki ketergantungan yang berlebihan
baik dalam kehidupan
sehari-hari maupun dalam proses pembelajaran di kelas. Dalam proses pembelajaran siswa tunanetra lebih sering mengandalkan informasi hanya dari guru tanpa ikut serta berperan aktif dalam proses pembelajaran tersebut, sehingga mereka mudah merasa bosan. Akibatnya pembelajaran yang dilakukan kurang
bermakna dan tidak dapat menimbulkan perubahan tingkah laku yang positif pada siswa baik pada saat pembelajaran maupun setelah pembelajaran. Menurut Taksonomi Bloom (Arifin, 2000) perubahan tingkah laku (kemampuan) yang diharapkan dapat terjadi dalam diri siswa setelah melakukan kegiatan pembelajaran dapat diklasifikasikan ke dalam tiga ranah. Pertama ranah kognitif (pengetahuan) yang merupakan sekelompok perubahan tingkah laku yang dipengaruhi oleh kemampuan berpikir atau kemampuan intelektual. Kedua ranah psikomotor yang dipengaruhi oleh keterampilan fisik. Ketiga ranah afektif yang merupakan sekelompok perubahan tingkah laku yang dipengaruhi oleh perasaan, sikap dan nilai. fakta dilapangan menunjukkan bahwa pendidikan lebih mengutamakan aspek kognitif sedangkan aspek psikomotor dan afektif sangat kurang mendapat perhatian. Rachman dalam Wiliani (2006) mengemukakan bahwa pendidikan dinilai telah meninggalkan kesatuan paketnya, yaitu bertumpu pada satu sisi kognitif saja yang sekedar melibatkan angka, sementara dua aspek lainnya afektif dan psikomotor telah dilupakan. Padahal ranah afektif termasuk ranah yang paling penting. Menurut Popham (1995), ranah afektif menentukan keberhasilan belajar seseorang. Siswa yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai keberhasilan belajar secara optimal. Seseorang yang berminat dalam suatu mata pelajaran diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran yang optimal.
Menurut Krathwohl (1961) bila ditelusuri hampir semua tujuan kognitif mempunyai komponen afektif. Dalam pembelajaran sains, misalnya, di dalamnya ada komponen sikap ilmiah. Sikap ilmiah adalah komponen afektif. Tingkatan ranah afektif menurut taksonomi Krathwohl ada lima tingkatan, yaitu: receiving (attending), responding, valuing, organization, dan characterization. Pada tingkat receiving merupakan tingkatan dimana, peserta didik diharapkan memiliki keinginan memperhatikan suatu fenomena khusus atau stimulus. Responding merupakan partisipasi aktif peserta didik selama proses pembelajaran ataupun setelah pembelajaran. Valuing dimana mengacu pada nilai dan kepercayaan
terhadap
gejala
atau
stimulus
tertentu.
Pada
tingkat
organization,meliputi konseptualisasi nilai-nilai menjadi suatu sistem nilai. Tingkat ranah afektif tertinggi adalah characterization merupakan sikap dan perbuatan yang secara konsisten dilakukan oleh seseorang selaras dengan nilainilai yang dapat diterimanya, sehingga sikap dan perbuatan itu seolah-olah telah menjadi cirri tingkahlakunya.
Perubahan afektif yang positif dapat mempengaruhi seseorang terhadap benda-benda, kejadian-kejadian atau makhluk-makhluk hidup lainnya. Perubahan afektif terbentuk dari adanya interaksi yang dialami oleh individu. Interaksi tersebut meliputi hubungan antara individu dengan lingkungan fisik maupun lingkungan psikologis disekelilingnya. Kompetensi afektif dirasa sangat penting bagi siswa tunanetra untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Karena
keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotor dipengaruhi oleh kondisi afektif peserta didik. Peserta didik yang memiliki minat belajar dan sikap positif terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata pelajaran tertentu, sehingga dapat mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Berdasarkan penelitian sebelumnya bahwa model pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada sekolah regular dalam mata pelajaran Bahasa Arab, dalam hal ini peneliti ingin mncoba menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing pada siswa tunanetra dalam meningkatkan kompetensi afektif terhadap mata pelajaran biologi pada sub pokok bahasan pengelolaan lingkungan. Biologi merupakan mata pelajaran yang memerlukan pemahaman yang mendalam karena erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Perubahan afektif yang dapat meningkatkan kompetensi afektif dalam proses pembelajaran Biologi akan membawa siswa lebih menyadari pentingnya mata pelajaran Biologi dalam kehidupan dan bisa mengapresiasikannya melalui respon yang positif terhadap lingkungannya. Materi pengelolan lingkungan diharapkan mampu menggali kesadaran lingkungan siswa sehingga dapat menjaga dan melestarikan lingkungan. Berangkat dari pemaparan di atas skripsi ini ingin mengkaji penerapan model pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing untuk meningkatkan kompetensi afektif siswa tunanetra terhadap mata pelajaran biologi.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kancing Gemerincing dapat Meningkatkan Kompetensi Afektif Siswa Tunanetra dalam Mata Pelajaran Biologi?”
C. Batasan Masalah Pembatasan
masalah
dalam
penelitian
ini
adalah
penelitian
dilaksanakan untuk bidang studi biologi dengan sub pokok bahasan pengelolaan lingkungan, kelas VII SMPLB.
D. Variabel Penelitian Variabel secara sederhana dapat diartikan sebagai objek penelitian, atau pun apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. 1. Variabel Bebas Variabel bebas yaitu variabel yang mempengaruhi variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing. Maksud dari pembelajaran kooperatif dengan tipe kancing gemerincing dalam penelitian ini adalah cara mengajar guru dengan
menciptakan kondisi belajar siswa yang menekankan siswa untuk belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok pembelajaran
tersebut
kecil secara
terdapat proses pemberian
kolaboratif. masalah,
Dalam berpikir,
berpendapat, dan bertukar informasi. Adapun dalam
pelaksanaannya adalah membentuk kelompok-
kelompok kecil dengan jumlah tiap kelompok 3 siswa dengan struktur kelompok yang heterogen dan masing-masing anggota kelompok mendapat dua atau tiga kancing. 2. Variabel Terikat Variabel terikat yaitu variabel yang menjadi akibat perlakuan dari variabel bebas. Dalam
hal ini yang menjadi variabel terikat adalah
kompetensi afektif terhadap pembelajaran dalam mata pelajaran biologi sub pokok bahasan pengelolaan lingkungan. Kompetensi afektif dalam hal ini merupakan kemampuan yang harus dimiliki siswa setelah melakukan pembelajaran yang berkaitan dengan sekelompok perubahan tingkah laku yang dipengaruhi oleh perasaan. Kemampuan ini disamakan dengan perasaanperasaan yang dimiliki terhadap sesuatu (Azwar , 2008). Dimana tingkatan ranah afektif menurut taksonomi Krathwohl ada lima tingkatan, yaitu: receiving
(attending),
characterization.
responding,
valuing,
organization,
dan
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Sesuai dengan masalah yang dirumuskan di atas, secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran
kooperatif
dengan
tipe
kancing
gemerincing
dalam
meningkatkan kompetensi afektif pada pelajaran IPA. Secara spesifik penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif dengan tipe kancing gemerincing dalam mengembangkan kompetensi afektif pada pelajaran IPA. 2. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: a. Bagi peneliti sendiri diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang berbagai model pembelajaran untuk diterapkan dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah. b. Sebagai bahan masukan bagi guru-guru SLB-A menerapkan model pembelajaran kooperatif dengan tipe kancing gemerincing dalam meningkatkan kompetensi afektif. c. Diharapkan bermanfaat bagi siswa dalam meningkatkan kompetensi afektifnya terhadap berbagai mata pelajaran, khususnya mata pelajaran biologi melalui model pembelajaran ini.
F. Metode Penelitian Metode
penelitian
yang
digunakan
oleh
peneliti
untuk
mengungkapkan jawaban atas permasalahan yang dihadapi adalah metode eksperimen semu (quasi-experiment) dengan one-group pretest-postest design (Firman, 2008). Sedangkan jenis disain yang digunakan adalah disain tes awal dan tes akhir dengan pola : T1 x T2. Maksud dari tes awal dalam penelitian ini adalah pengukuran skala sikap sebelum pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing. Tes akhir dalam penelitian ini adalah pengukuran skala sikap setelah menggunakan pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing. Perbedaan antara T1 dan T2 yakni T2-T1 diasumsikan merupakan efek dari treatment atau eksperimen. G. Subyek Penelitian Penelitian akan selalu berhubungan dengan sumber data yang diperlukan dalam penelitian yaitu subyek penelitian. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VII semester 2 tahun ajaran 2008/2009 di SLB Negeri A di Kota Bandung, yang berjumlah 9 siswa.