BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang saat ini sedang giat-giatnya melakukan pembangunan di segala bidang baik bidang politik, ekonomi, sosial-budaya, hukum dan pertahanan keamanan. Bidang ekonomi memberikan peranan yang sangat penting untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh, sesuai dengan salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia yang tercantum dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945. Pembangunan ekonomi di Indonesia ditandai dengan maraknya lembaga keuangan baik bank maupun non bank yang memiliki posisi yang sangat strategis dalam pertumbuhan ekonomi dan stabilitas ekonomi nasional baik stabilitas makro maupun mikro, terutama dalam peningkatan investasi sektor riil. Dilihat secara teoritik maupun legal, bank merupakan lembaga keuangan yang bertindak sebagai lembaga intermediary (perantara) keuangan dengan fungsi menghimpun dana dari masyarakat berupa simpanan, dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat berupa pinjaman atau dengan kalimat lain, bank merupakan lembaga perantara yang dalam aktivitasnya bisa
1
2
melakukan mekanisme pengumpulan dana, penyaluran dana secara seimbang, sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Bagi Indonesia, yang merupakan negara berkembang dengan penduduk yang mayoritas beragama Islam, yang bahkan merupakan salah satu negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, produk-produk ekonomi yang berlandaskan ajaran Islam merupakan potensi pasar yang sangat besar seiring dengan kesadaran yang semakin meningkat dari tahun ke tahun dari umat muslim untuk menggunakan semua produk yang sesuai dengan ketentuan hukum syari‟at Islam yang mengacu kepada sumber hukum Islam yaitu Al Qur‟an dan Al Hadits. Kesadaran akan pentingnya menggunakan produk-produk yang sesuai dengan kaidah hukum Islam itulah yang melahirkan ide-ide bagi terwujudnya lembaga keuangan syariah di Indonesia. Dalam bidang ekonomi, prinsip yang menjadi landasan berpijak umat Islam adalah prinsip halal dan thoyyib (baik), sebagaimana diatur di dalam Al Qur‟an surah Al Baqarah : 168 yang berbunyi: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” Prinsip halal dan baik ini dalam bidang perbankan dipertegas dengan konsep haramnya memakan riba seperti dijelaskan dalam Al Qur‟an surah Al Baqarah : 276 yang berbunyi : “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa”.
3
Salah satu kritik Islam terhadap praktik perbankan konvensional adalah dilanggarnya prinsip hasil usaha muncul bersama biaya dan prinsip untung muncul bersama resiko. Inilah yang dimaknai sebagai riba.5 Syafii Antonio menyatakan bahwa adanya unsur riba dari bunga yang diberikan bank adalah unsur yang paling bertentangan dengan ajaran Islam, dimana hukumnya riba nyata-nyata adalah haram sehingga wajib untuk ditinggalkan dan dijauhi.6 Beberapa pendapat pakar hukum syariah Islam menjelaskan tentang pengertian riba, yang jika ditarik kesimpulannya menyatakan bahwa riba adalah pengambilan tambahan baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip-prinsip ke-halal-an muamalah dalam ajaran Islam yaitu prinsip ridho bi ridho (rela sama rela). Membahas persoalan bank syariah, pada dasarnya bersumber pada konsep uang dalam Islam. Islam memandang uang sebagai alat ukur, bukan suatu komoditi. Diterimanya peranan uang ini secara meluas dengan maksud melenyapkan ketidakadilan, ketidakjujuran, dan penghisapan dalam ekonomi tukar menukar. 7 Kristalisasi kesadaran umat Islam di tanah air untuk ber-muamalah secara Islami ditandai dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991 dan dilanjutkan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 7 tahun
5
A. Karim, 2004, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Edisi 2, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm 6 6 M. Syafei Antonio, 2001, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Gema Insani, Jakarta, hlm 11 7 Muhammad, 2002, Lembaga-lembaga Keuangan Umat Kontemporer, UII Press, Yogyakarta, hlm 17
4
1992 yang direvisi melalui Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998, yang menetapkan sistem perbankan di Indonesia sebagai dual banking system atau sistem perbankan ganda yaitu sistem perbankan umum (konvensional) dan sistem perbankan syariah. Kemudian pada tahun 2008 diundangkan landasan hukum baru bagi perbankan syariah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah yang memberikan
landasan yang tegas dan kokoh, baik dari segi kelembagaan maupun landasan operasional dari perbankan syariah di Indonesia. Dasar hukum operasional bank syariah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan seperti : 1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah 2. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/10/PBI/2009 Tentang Unit Usaha Syariah 3. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/03/PBI/2009 Tentang Bank Umum Syariah. 4. Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/16/PBI/2008 Tentang Perubahan Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 Tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah. Perbankan syariah, seperti halnya perbankan konvensional lainnya, mempunyai fungsi pokok yang dijabarkan dalam tiga hal, yaitu:
5
1. Fungsi pengumpulan dana (funding), dikembangkan dalam dua model yang meliputi prinsip wadiah (titipan) dan prinsip Mudharabah (bagi hasil). 2. Fungsi penyaluran dana (financing), dapat dikembangkan dalam tiga model yaitu prinsip ijarah (jual beli) yang dikembangkan dalam bentuk pembiayaan murabahah, salam, dan istishna, prinsip ijarah (sewa) dan prinsip syirkah (bagi hasil) yang dikembangkan dalam produk pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah. 3. Fungsi pelayanan jasa, dikembangkan sebagai akad pelengkap misalnya alhiwalah (alih hutang piutang), rahn (gadai), qard, wakalah, dan kafalah.8 Ketiga fungsi pokok perbankan syariah sebagaimana disebutkan di atas melahirkan berbagai macam produk pengumpulan dan penyaluran dana oleh bank syariah. Salah satu jenis produk perbankan syariah dalam hal penyaluran dana (pembiayaan) yang diberikan kepada masyarakat berakar pada prinsip jual beli adalah Murabahah. Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Menurut Muhamad, murabahah adalah menjual dengan hasil ditambah dengan marjin keuntungan yang telah disepakati dan dibayar di kemudian hari pada waktu jatuh tempo.9 Dasar syariah dari murabahah dapat dilihat pada QS. Al Baqarah : 275 yang artinya :
8 9
Ibid, hlm 83 Ibid, hlm 23
6
“ Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Sedangkan berdasarkan penjelasan Pasal 19 Ayat (1) huruf (d) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, pengertian akad murabahah adalah : “Akad pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati”. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005 Pasal 1 Ayat (7) murabahah adalah jual beli barang sebesar harga pokok barang ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati. Pada perjanjian murabahah, bank membiayai pembelian barang atau aset yang dibutuhkan nasabah dengan membeli barang itu dari penjual dan kemudian menjualnya kembali kepada nasabah tersebut dengan menambahkan suatu keuntungan (mark-up) yang disepakati kedua belah pihak berdasarkan prinsip kerelaan (ridho bi ridho). Dalam
praktek,
kebanyakan
pembiayaan
menggunakan
skim
pembiayaan murabahah berdasarkan beberapa alasan yaitu, pertama, murabahah merupakan pembiayaan jangka pendek. Kedua, mark-up dalam murabahah dapat diterapkan sedemikian rupa sehingga ank syariah dapat
7
memperoleh keuntungan yang sebanding dengan keuntungan yang diterapkan oleh bank-bank konvensional. Ketiga, murabahah lebih memberikan kepastian dari segi pendapatan bila dibandingkan dengan bisnis-bisnis yang berdasarkan prinsip profit and loss sharing, dan alasan keempat, dalam murabahah, bank tidak dapat mencampuri manajemen bisnis dari nasabah, karena hubungan bank dengan nasabah adalah hubungan antara kreditur dengan debitur. Merujuk data statistik perbankan yang dihimpun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator dan pengawas industri keuangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, tingkat NPF - Non Performing Financing (pembiayaan bermasalah) perbankan syariah per November 2013 mencapai 2,96 persen. Angka tersebut naik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang berada pada angka 2,50 persen. Posisi tersebut juga termasuk tinggi dibandingkan rata-rata NPF 2012-2013 yang ada pada angka 2,80 persen. Level NPF pada BPR Syariah tercatat sangat tinggi, yakni 7,48 persen atau di atas ambang toleransi 5 persen per November 2013. 10 Indikator NPF tersebut adalah jumlah pembiayaan macet dibandingkan dengan total pembiayaan yang disalurkan. Untuk mengantisipasi meningkatnya rasio NPF perbankan syariah, OJK mendorong agar perbankan syariah tidak menjadikan nasabah yang bermasalah sebagai nasabah sindikasi pembiayaan syariah dengan cara tetap 10
JPNN, 2014, OJK Panggil Bank Syariah Bermasalah, dalam http://m.jpnn.com, diunduh tanggal 03 September 2014
8
menjaga dan tidak mengurangi kualitas penerapan prinsip kehatihatian (prudent) dan menajemen risiko dalam menyalurkan sindikasi pembiayaan dan ini berarti harus dilakukan proses otokritik dan pembenahan diri ke dalam. Berdasarkan data di atas, pembiayaan oleh perbankan syariah rentan akan terjadinya pembiayaan bermasalah, terutama bagi pembiayaan yang didasarkan atas prinsip jual beli, yang tetap menjadi pilihan utama oleh nasabah perbankan syariah jika dibandingkan prinsip bagi hasil, sehingga memberikan kontribusi besar pula pada kenaikan NPF perbankan syariah. Perbaikan kinerja perbankan syariah, yang ditunjukkan dengan semakin menurunnya tingkat rasio NPF, merupakan hasil dari peningkatan kinerja perbankan syariah dalam bentuk meningkatkan kualitas prinsip kehatihatian (prudent) dan manajemen resiko dalam penyaluran pembiayaan. BPRS Bangun Drajat Warga Yogyakarta (BPRS BDW) adalah bank pembiayaan rakyat yang prinsip operasionalnya didasarkan pada prinsip syariah. Kegiatannya meliputi pengumpulan dana, penyaluran dana, dan pelayanan jasa. Ini tercermin dari produk-produk yang ditawarkan kepada nasabah. Dalam hal penyaluran dana, salah satu produk pembiayaan yang mendapatkan cukup banyak respon positif dari masyarakat selaku nasabah adalah produk murabahah. Murabahah sebagai salah satu produk pembiayaan perbankan syariah yang didasarkan atas akad jual beli dengan angsuran sedangkan penyerahan barangnya dilakukan pada saat penandatanganan akad, maka hal ini dapat menimbulkan sengketa. Dalam praktek, meskipun besarnya nominal angsuran
9
terhadap pembiayaan murabahah telah dibicarakan dan disepakati oleh pihak bank dan nasabah namun seringkali masih menimbulkan permasalahan dalam pelunasan angsurannya. Dalam menyikapi wanprestasi yang dilakukan oleh nasabah tersebut, maka pihak bank dalam praktek biasanya dapat menempuh penyelesaian dengan jalan litigasi (Lembaga Peradilan) maupun non litigasi (lembaga alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan) Penyelesaian dengan jalan non litigasi dapat menggunakan lembaga mediasi, negosiasi, dan arbitrase. Khusus arbitrase, biasanya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS). Jika tidak sepakat ditempuh melalui jalur litigasi dengan mendaftarkannya ke Pengadilan Agama. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis berminat dan berketetapan hati untuk melakukan penelitian dalam rangka menyusun tesis dengan judul : “TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR PEMBIAYAAN
BERDASARKAN RAKYAT
WARGA YOGYAKARTA”
AKAD
SYARIAH
MURABAHAH (BPRS)
DI
BANGUN
BANK DRAJAT
10
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana yang diuraikan di atas, maka perlu untuk memberikan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pelaksanaan pembiayaan kendaraan bermotor berdasarkan akad murabahah di BPRS Bangun Drajat Warga Yogyakarta ? 2. Bagaimana
penyelesaiannya
apabila
nasabah
wanprestasi
dalam
pembiayaan kendaraan bermotor dengan akad murabahah di BPRS Bangun Drajat Warga Yogyakarta?
C. Keaslian Penelitian Setelah melakukan penelusuran kepustakaan, penulis mendapatkan beberapa tulisan ilmiah tentang murabahah dan jaminan pada perbankan syariah yang ditulis oleh beberapa peneliti, yaitu : 1. M. Aprian Wibowo, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, pada tahun 2012, dengan judul “Jaminan dalam Transaksi Jual Beli Laptop dengan Akad Murabahah di PT. BPR Syariah Bangun Drajat Warga Ditinjau dari Hukum Jaminan”. Penelitian tersebut dilakukan dalam rangka penyusunan penulisan hukum dengan permasalahan “mengapa dalam transaksi jual beli laptop dengan akad murabahah di BPRS Bangun Drajat Warga membutuhkan suatu jaminan, apa saja bentuk jaminan dalam transaksi jual beli laptop dengan akad murabahah di BPRS Bangun Drajat Warga dan bagaimana eksekusi terhadap jaminan dalam transaksi jual beli laptop dengan akad murabahah di BPRS Bangun Drajat Warga”. Hasil
11
penelitiannya menyebutkan : pertama, bahwa jaminan diperlukan untuk mengantisipasi sifat negatif manusia yang berwujud itikad buruk dan niat untuk tidak mengangsur, agar debitur mampu mengembalikan pembiayaan sesuai dengan perjanjian, dan merupakan pelaksanaan prinsip kehati-hatian perbankan, kedua, bentuk jaminan merupakan jaminan umum, dan jaminan khusus yang bersifat kebendaan, ketiga, eksekusi terhadap jaminan dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu, nasabah menjual sendiri barang jaminan dan bank menjualkan barang jaminan kepada suplier. 11 2. Yulia Ajeng Pratiwi, kenotariatan, pada tahun 2013, dengan judul “Tanggung Jawab Bank dalam Akad Pembiayaan Murabahah (Studi pada Bank Muamalat Cabang Yogyakarta)”. Penelitian tersebut dilaksanakan dalam rangka penyusunan tesis Magister Kenotariatan pada Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, dengan rumusan permasalahan : “Bagaimana hubungan hukum antara bank dan nasabah dalam pembiayaan murabahah dan Bagaimana tanggung jawab bank terhadap nasabah dalam pembiayaan murabahah”. Hasil penelitian dari Yulia Ajeng Pratiwi ada 2 (dua) yaitu, pertama, bahwa dalam hubungan hukum antara bank dengan nasabah menimbulkan hak dan kewajiban, kedua, bank telah memenuhi
11
M. Aprin Wibowo, 2012, Jaminan dalam Transaksi Jual Beli Laptop dengan Akad Murabahah di PT. BPR Syariah Bangun Drajat Warga Ditinjau dari Hukum Jaminan, penulisan hukum, Fakultas Hukum, UGM, Yogyakarta, hlm 4
12
tanggung jawabnya selaku pemberi pembiayaan melalui adanya kuasa pembelian barang/wakalah.12 3. Yetti Afrini, kenotariatan, pada tahun 2013, dengan judul “Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah pada Usaha Mikro oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah Padang”. Penelitian tersebut dilakukan dalam rangka penyusunan tesis dengan permasalahan : “apakah faktor-faktor yang menjadi pertimbangan PT. Bank BRI Kantor Cabang Syariah Padang dalam pelaksanaan pembiayaan murabahah kepada usaha mikro, apakah pembiayaan murabahah kepada usaha mikro tersebut telah sesuai dengan ketentuan syariah, dan bagaimana upaya penyelesaian permasalahan dalam pelaksanaan pembiayaan murabahah tersebut”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pertama, pelaksanaan pembiayaan dengan prinsip murabahah menggunakan prosedur umum pembiayaan, kedua, dalam praktek pelaksanaannya antara akad wakalah dan akad murabahah penandatanganan dilakukan bersamaan, sedangkan seharusnya tidak. 13 Berdasarkan uraian permasalahan dan hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti di atas, ada kesamaan, yaitu keempat penelitian ini mengkaji pembiayaan dengan akad murabahah. Namun berdasarkan pendalaman yang dilakukan terhadap ketiga penelitian di atas, penulis juga mendapatkan beberapa perbedaan yang mendasar.
12
Yulia Ajeng Pratiwi, 2013, Tanggung Jawab Bank dalam Akad Pembiayaan Murabahah (Studi pada Bank Muamalat Cabang Yogyakarta), tesis, Magister Kenotariatan, UGM, Yogyakarta, hlm l 11 13 Yetti Afrini, 2013, Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah pada Usaha Mikro oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah Padang, tesis, Magister Kenotariatan, UGM, Yogyakarta, hlm.9
13
Penelitian pertama mengangkat permasalahan yang terfokus pada jaminan dalam transakasi jual beli laptop, baik macamnya maupun eksekusi terhadap jaminan tersebut, sedangkan di dalam penelitian ini, penulis mengangkat pembiayaan kendaraan bermotor, yang berkenaan dengan proses pelaksanaan dan upaya yang ditempuh BPRS BDW dalam menyelesaikan pembiayaan kendaraan bermotor bermasalah. Terhadap penelitian kedua terdapat perbedaan pada permasalahan yang diteliti. Penelitian tersebut mengkaji hubungan hukum dan tanggung jawab bank dan nasabah dalam pembiayaan murabahah sedangkan penulis lebih menekankan
pada
proses
pelaksanaan
pembiayaan
murabahah
dan
penyelesaian wanprestasi. Demikian juga dengan penelitian ketiga yang mengkaji permasalahan dengan fokus pada usaha mikro dan berlokasi di BRI Syariah Cabang Padang, terdapat perbedaan yang mendasar dengan penelitian penulis, yang fokus pada pembiayaan kendaraan bermotor di BPRS BDW Yogyakarta. Atas dasar penelusuran dan kajian yang penulis lakukan terhadap beberapa penelitian seperti diuraikan di atas, maka penulis berkesimpulan bahwa penelitian yang akan dilakukan memiliki perbedaan dari penelitianpenelitian yang ada selama ini sehingga dapat dinyatakan bahwa penelitian ini adalah penelitian yang asli. Namun demikian, apabila ternyata pernah dilakukan penelitian dengan topik yang sama dengan judul penelitian ini, maka penelitian ini diharapkan dapat melengkapi tulisan yang sudah ada sebelumnya.
14
D. Manfaat Penelitian Setiap peneliti pada umumnya mempunyai harapan bahwa penelitian yang dilakukannya memberi nilai manfaat baik bagi peneliti itu sendiri dan peneliti-peneliti lain yang akan meneliti di bidang yang sama, bagi ilmu pengetahuan, maupun bagi masyarakat dan pemerintah. Manfaat yang diharapkan penulis terhadap penelitian ini yaitu : 1. Secara teoritis hasil penelitian tersebut diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum khususnya mengenai hukum perbankan syariah. 2. Secara praktis penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat yang ingin mendapatkan pembiayaan murabahah dari BPRS Bangun Drajat Warga Yogyakarta. 3. Secara praktis penelitian ini juga diharapkan bermanfaat bagi BPRS Bangun Drajat Warga Yogyakarta yang menyediakan pembiayaan dengan akad murabahah kepada masyarakat.
E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis ini adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pembiayaan kendaraan bermotor berdasarkan akad murabahah di BPRS Bangun Drajat Warga Yogyakarta. 2. Untuk mengetahui upaya hukum apa saja yang dilakukan oleh BPRS BDW dalam hal debitur wanprestasi.