BAB I. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Tanaman jambu mete (Anacardium occidentale) adalah sejenis tanaman dari suku Anacardiaceae yang berasal dari Brasil dan memiliki "buah" yang dapat dimakan. Hanya beberapa wilayah di dunia diketahui memiliki perkebunan jambu mete, seperti Afrika barat, Afrika timur, India, Vietnam, Brazil dan Indonesia. Di Indonesia perkebunan jambu mete terus meluas, bahkan biji mete masuk dalam komoditas ekspor. Terdapat sentra perkebunan jambu mete di Jawa Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan perkebunan-perkebunan kecil di Sumatra, Kalimantan dan Papua. Direktorat Jenderal Perkebunan (2000) telah mendata bahwa luas area perkebunan jambu mete mencapai 516.967 ha di seluruh Indonesia, dengan rata-rata produksi 1,5 ton biji buah/100 ha. Namun demikian, produksi yang besar ini berbanding terbalik dengan kesejahteraan petaninya. Hal ini disebabkan para petani terlalu bergantung pada penjualan biji mete saja, dengan sistem penjualan secara gelondongan. Di Indonesia nilai penjualannya terus menurun karena pengaruh persaingan pasar bebas (Witjaksono, 2008). Selain biji mete, tanaman jambu mete juga menghasilkan komoditas lain berupa daging buah, pucuk daun, batang dan akar. Untuk daging buah disebut buah semu, hal ini dikarenakan biji buah yang membesar diluar daging buah. Hingga saat ini petani tanaman mete di Indonesia umumnya menjadikan biji mete sebagai produk utama, sedangkan buah semu yang ikut terpetik saat panen masuk kategori limbah perkebunan. Volume buah semu mencapai 5-10 kali lebih besar dibanding bijinya 1
sehingga akan menghasilkan limbah yang besar. Hingga saat ini sebenarnya telah banyak usaha pengolahan yang digiatkan untuk memanfaatkan buah semu, namun demikian tercatat buah semu yang terbuang tanpa nilai ekonomis sama sekali masih sangat tinggi (Sumangat, dkk., 1990). Konsumsi buah semu dalam kondisi segar masih rendah, hal ini berhubungan dengan sifat-sifat buah semu itu sendiri. Buah semu memiliki rasa sepat (astringent) dari kandungan senyawa tannin ditambah kandungan urohiol yang bisa menyebabkan rasa gatal ditenggorokan. Kandungan tanin diketahui sangat tinggi, mencapai 270 mg/100gram (Vergara, dkk., 2010). Selain itu kandungan air hingga 85% menyebabkan buah semu mudah rusak segera setelah dipanen (Muljoharjo, 1990). Ditinjau dari segi kandungan gizi, buah semu memiliki kandungan zat gizi yang lengkap, bahkan tergolong tinggi sebagai sumber vitamin dan mineral. Karbohidrat berupa glukosa dan fruktosa terkandung 15,9 %, protein 0,7%, vitamin C 197 mg/100g, vitamin A 15 mcg/100g, thiamin (B1) 0,02 mcg/100g, riboflavin (B2) dan niasin. Kemudian mineral kalsium, phosfor, karotin dan zat besi (Sutanto, 2012). Nutrisi buah jambu mete bisa dikatakan setara dengan jenis buah popular seperti jeruk dan mangga (Muljohardjo, 1990). Keuntungan yang diharapkan bila menggunakan ekstrak buah semu jambu mete sebagai media fermentasi adalah kandungan bahan-bahan organik terutama sumber karbon dan nitrogen yang dibutuhkan G. xylinus, sehingga penambahan nutrisi eksogen bisa dikurangi. Selain itu juga, tingginya kandungan mineral dan vitamin diharapkan ada komponen growth factor di dalamnya. Kurosumi, dkk (2013) meneliti, menggunakan strain G.xylinus NBRC 13693 telah berhasil memproduksi 2
nata menggunakan media sari buah alami, diantaranya sari buah jeruk, nanas, apel, pear jepang, dan anggur. Penggunaan produk samping pengolahan komoditas pangan bisa menjadi alternatif dan beberapa telah diteliti (Carreira, dkk., 2011 ; Wu dan Liu., 2013). Dari penelitian-penelitian itu disimpulkan selulosa bakteri bisa dihasilkan cukup tinggi, namun ada beberapa kandungan alami pada sumber-sumber yang digunakan masih mengandung zat penghambat pertumbuhan bakteri, walaupun tidak sedikit pula yang bisa membantu pertumbuhan bakteri. Seperti kadar tannin yang tinggi pada ekstrak buah semu jambu mete. Menurut (Manoi, 2007 ; Sutanto, 2012) ekstrak buah semu jambu mete dapat diolah secara fermentasi menggunakan bakteri Gluconacetobacter xylinum menjadi nata atau selulosa bakteri, yang populer disebut nata de cashew. Nata adalah makanan ringan tinggi serat yang baik bagi kesehatan pencernaan, rasanya tawar, kenyal, dan berwarna putih. Manoi (2007) meneliti bahwa penggunaan Acetobacter xylinum untuk menghasilkan nata de cashew hendaknya ditambahkan ekstrak ampas nenas
dengan
perbandingan 3 : 6 (ekstrak nanas : ekstrak jambu) dan akan
memberikan hasil rendemen dan mutu terbaik dengan rendemen sebesar 75,40%, ketebalan 1,84 cm. Kemudian penelitian Sutanto (2012) menggunakan Acetobacter xylinum menyimpulkan pH awal media 5,0 akan menghasilkan serat nata de cashew sebesar 2,81 %. Selama ini di fermentasi nata masih menggunakan media air kelapa. Nata yang dihasilkan dari air kelapa cukup tinggi. Maka dari itu untuk menggantikan media air kelapa dengan sumber-sumber media lain dibutuhkan usaha perumusan formula media fermentasi yang efektif. Bahan-bahan eksogen yang ditambahkan pada media 3
harus ideal, sehingga selain bernilai ekonomis juga bisa mengurangi potensi pembuangan limbah baru ke lingkungan. Salah satu usaha yang dilakukan adalah mengatur rasio C/N didalam media. Untuk nata dengan tujuan konsumsi rasio C/N bernilai 20 dinilai akan menghasilkan nata yang tidak terlalu keras dan tidak terlalu rapuh. C/N bernilai 20 juga efektif bagi pertumbuhan bakteri (Pambayun, 2002). Pertimbangan selanjutnya adalah waktu produksi. Upaya dilakukan agar dalam waktu singkat konversi media fermentasi menjadi nata bisa maksimal. Waktu produksi dari berbagai strain bakteri G.xylinus juga berbeda-beda. Populasi bakteri G.xylinus mencapai kerapatan optimal untuk proses pembuatan nata pada jumlah sel sekitar 1 x 109 sel/ml. Biasanya populasi ini dicapai setelah inkubasi 3 - 5 hari. Setelah melewati hari ke 5 barulah sel bakteri memproduksi serat selulosa pembentuk nata sebanyak-banyaknya (Misgyarta, 2007). Tujuan fermentasi nata secara umum adalah untuk menghasilkan nata yang dikonsumsi atau bisa juga bertujuan menghasilkan serat selulosa. Nata untuk konsumsi memperhatikan kualitas nata basah, seperti berat nata, ketebalan nata dan WHC. Ketiganya bisa mempengaruhi kekenyalan dan kekerasan nata. Sedangkan untuk menghasilkan selulosa, semakin berat dan padatnya nata yang dihasilkan akan semakin baik. Untuk sisa cairan media fermentasi semakin sedikit maka semakin baik, karena mengurangi potensi limbah baru. Penelitian menggunaan ekstrak buah semu jambu mete untuk menghasilkan nata atau serat selulosa masih sangat jarang. Dikarenakan tingginya kadar tanin yang merupakan inhibitor pertumbuhan bakteri. Melalui penelitian ini diharapkan masalah tersebut dapat terpecahkan. Usaha yang penting untuk dilakukan adalah mempelajari 4
pengaruh pH media awal, mempelajari pengaruh rasio ekstrak buah semu berbanding air, kemudian mempelajari pengaruh penambahan sukrosa dan ammonium sulfat pada media ekstrak buah semu, dan juga mempelajari pengaruh waktu inkubasi. Sehingga buah semu jambu mete dapat termanfaatkan sebaik-baiknya, tanpa menghasilkan limbah baru. 1.2. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengaruh nilai pH awal media ekstrak buah semu jambu mete terhadap berat nata yang dihasilkan ? 2. Bagaimana pengaruh konsentrasi ekstrak buah semu jambu mete (rasio ekstrak buah : air) terhadap berat nata yang dihasilkan ? 3. Bagaimana pengaruh penambahan sukrosa dan ammonium sulfat pada media ekstrak buah semu jambu mete terhadap berat nata yang dihasilkan ? 4. Bagaimana pengaruh waktu inkubasi pada fermentasi menggunakan media ekstrak buah semu jambu mete terhadap berat nata yang dihasilkan ? 1.3. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh nilai pH awal media ekstrak buah semu jambu mete terhadap berat basah nata, berat kering nata, dan sisa cairan media fermentasi. 2. Mengetahui pengaruh konsentrasi ekstrak buah semu jambu mete (rasio ekstrak buah semu : air) terhadap berat basah nata, berat kering nata, dan sisa cairan media fermentasi. 3. Mengetahui pengaruh penambahan sukrosa dan ammonium sulfat terhadap berat basah nata, berat kering nata, dan sisa cairan media fermentasi.
5
4. Mengetahui pengaruh waktu inkubasi terhadap berat basah nata, berat kering nata, ketebalan nata basah, water holding capacity (WHC) dan sisa cairan media fermentasi. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Meningkatkan nilai tambah bagi buah semu jambu mete dan mengurangi limbah perkebunan jambu mete. 2. Sebagai referensi potensi strain G. xylinus BTCC B796 sebagai penghasil nata atau selulosa. 3. Memberikan alternatif pengganti air kelapa dalam produksi nata. Sehingga mengurangi ketergantungan air kelapa dan dapat memicu inovasi dalam produk nata.
6