BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Sistem perbankan Indonesia menganut dual banking system, sehingga nasabah masih dapat melakukan pilihan antara bank konvensional dengan bank syariah. Setelah lahirnya UU no.10/1998 sebagai perubahan Undang-Undang perbankan No 7 /1992, membuka seluas-luasnya kepada bank konvensional untuk menerapkan sistem perbankan syari’ah. Pengalaman perbankan nasional pada masa krisis ekonomi 1997-1999 merupakan pelajaran berharga. Bagi Bank Muamalat Indonesia, perintis bank syariah di Indonesia, tidak saja survive, tetapi mampu meningkatkan laba bersih 134% per tahun dengan peningkatan asset 14% pada tahun 1999 ketika banyak bank konvensional collapse saat krisis memuncak. Fenomena perbankan syariah ini memang cukup menakjubkan, yaitu dengan tumbuh serta berkembangnya bank-bank yang menggunakan kode “IB” pada logonya. Bank-bank tersebut adalah bank-bank yang menerapkan mekanisme syariah sesuai dengan aturan-aturan Islam dalam melaksanakan usahanya. Hal inilah yang membedakannya dengan perbankan biasa, yang untuk memudahkannya disebut sebagai Bank Konvensional. Oleh karena itu, ciri khas tersebut harus di cantumkan sebagai identitas Bank yang berkenaan. Logo “IB” itu sendiri berarti: “Islamic Bank”. Ekonomi syariah mampu menahan krisis ekonomi, hal ini sudah teruji dan bisa dirasakan masyarakat. Contohnya ketika krisis pada tahun 1998 di Indonesia,
1
banyak bank-bank konvensional mengalami likuidasi, justru Bank Muamalat yang memiliki prinsip ekonomi syariah bisa tetap bertahan pada zamannya. Pada tahun 2008 ketika terjadi krisis di Amerika, ternyata Indonesia yang sedang mengembangkan ekonomi syariah tidak terkena dampak yang signifikan dari krisis tersebut. Pada tahun 2012 beberapa Negara di eropa seperti Yunani, Irlandia, Spanyol, Portugal dan Italia terkena badai krisis. Tapi ternyata ada satu Negara di Eropa yang masih bertahan yaitu Inggris. Ternyata Inggris merupakan Negara yang sedang mengembangkan ekonomi syariah dan Inggris menyatakan sebagai pusat ekonomi syariah di eropa. Penasihat Kebijakan Keuangan Pemerintah Inggris, Omar Shaikh, menyatakan Inggris kini telah menjadi pusat perbankan Islam di Eropa. Sistem itu berkembang berkat dukungan politik pemerintah Inggris yang melihat pelaksanaan sistem ini sebagai peluang bisnis, dalam seminar Islamic Finance Management yang diadakan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Glasgow di University of Glasgow, Scotlandia, Inggris, Sabtu (6/4). Peluang bisnis keuangan syariah di Inggris makin berkembang seiring dengan peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan syariah. Oleh karena itu, sistem yang dibangun menekankan keterbukaan dalam pengelolaan perbankan dan lebih rasional dalam mengambil keuntungan bisnis keuangan perbankan. Bank Indonesia (BI) menilai market share perbankan syariah di Indonesia masih minim. Yakni masih diangka 5 persen dari total pangsa pasar perbakan nasional. Karenanya BI mengaku siap mendongkrak market share perbankan syariah dengan mengeluarkan berbagai deregulasi. Kondisi perekonomian global
2
dan adanya tekanan terhadap perekonomian Indonesia membawa dampak kepada perbankan, termasuk perbankan syariah. Bahkan, kenaikan suku bunga acuan atau BI Rate juga mempengaruhi bank syariah dari sisi peningkatan risiko kredit dan likuiditas. Share perbankan syariah Indonesia angkanya sudah hampir 5 persen pada 2012. Posisi tetapnya di 4,58 persen Untuk mendongkrak market share bank syariah, BI akan mengeluarkan regulasi, agar market share perbankan syariah bisa meningkat hingga diangka 15 persen dalam kurun waktu 10 tahun mendatang. Untuk meraih share minimal 15 persen itu, perlu pembenahan dari beberapa aspek. Seperti penguatan struktur dari perbankan syariah, adanya peningkatan daya saing dan ketahanan dari sisi keuangan, pembangunan infrastruktur yang memadai, dan adanya eksplorasi untapped areas. Berdasarkan jenis bank, Pertumbuhan Aset Perbankan syariah Sumatera Utara menunjukkan perkembangan yang kurang menggembirakan. Pertumbuhan tahunan aset perbankan syariah tercatat hanya mencapai 7,47% (yoy) dimana tahun sebelumnya tercatat sebesar 33,13% (yoy). Hal ini yang kemudian mengakibatkan share aset perbankan syariah terhadap total perbankan Sumatera Utara hanya sebesar 4,42 persen. Kondisi serupa terjadi pada perbankan secara nasional dimana share aset perbankan syariah berada di bawah target 5% yang telah ditetapkan. Ke depannya, dibutuhkan berbagai upaya bersama untuk mendorong kinerja perbankan syariah Sumatera Utara. Karakteristik produk terdiri dari bagi hasil, pelayanan dan tangibles (fasilitas). Bagi hasil perlu diketahui karena adanya keyakinan yang kuat dikalangan masyarakat muslim bahwa bank konvensional itu mengandung unsur
3
riba yang di larang Islam dan kerinduan umat Islam Indonesia yang ingin melepaskan diri dari peresoalan riba. Dengan mengacu pada Al-Qur'an dan hadits maka di harapkan bank syari'ah dapat menghindari praktek-praktek yang mengandung unsur riba dan melakukan usaha dengan kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan. Pelayanan perlu diketahuikarena masyarakat dalam menabung di suatu bank memerlukan pelayananyang baik sehingga nasabah merasa puas. Tangibles (fasilitas/bukti langsung) perlu di ketahui karena masyarakat dalam menabung memerlukan bukti langsung atau fasilitas yang baik sehingga nasabah merasa puas. Produk – produk pembiayaan bank syari’ah, khususnya pada bentuk pertama, ditunjukan untuk menyalurkan investasi dan simpanan masyarakat ke sector rill dengan tujuan produktif dalam bentuk investasi bersama (investment financing) yang dilakukan bersama mitra usaha (kreditor) menggunakan pola bagi hasil (mudharabah dan musyarakah) dan dalam bentuk investasi sendiri (trade financing) kepada yang membutuhkan pembiayaan menggunakan pola jual beli (murabahah,salam,dan istishna) dan pola sewa (ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik)
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka di rumusan permasalah penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana hubungan perilaku kelompok masyarakat terhadap pembiayaan Mudharabah ?
4
2. Bagaimana hubungan perilaku kelompok masyarakat terhadap pembiayaan Murabahah 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui hubungan perilaku masyarakat terhadap pembiayaan Mudharabah 2. Untuk mengetahui hubungan perilaku masyarakat terhadap pembiayaan Murabahah
1.4. Manfaat Penelitian Secara teoritis maupun metodologis kajian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap perkembangan dan pendalaman studi analisis perilaku masyarakat terhadap keinginan pembiayaan mudharabah dan murabahah pada bank syariah di Medan. Secara khusus manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti khususnya dalam hal perilaku masyarakat, serta salah satu syarat bagi peneliti dalam menyelesaikan perkuliahannya. 2. Memberi masukan kepada Perbankan Syariah agar dapat meningkatkan kualitas atas produk mudharabah dan murabahah. 3. Menjadi referensi atau perbandingan bagi peneliti lain yang tertarik untuk melakukan penelitian yang sama di masa yang akan datang
5