BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Saat ini industri swalayan di Indonesia mengalami perkembangan yang pesat. Besarnya jumlah penduduk Indonesia dengan urutan keempat di dunia serta pertumbuhan GDP rata-rata diatas 6% menjadi modal utama prospek pertumbuhan industri swalayan di tanah air. Rendahnya rasio populasi ritel dibanding Negara Asia lainnya (1 juta penduduk : 50 peritel) memberikan peluang tumbuhnya sektor swalayan. Meningkatnya tingkat kepercayaan konsumen mendorong tumbuhnya penjualan swalayan 70% dalam kurun waktu 10 tahun (Rp80 trilun, 2002 - Rp137 trilun, April 2012) sehingga CCI (Consumer Confidence Index) rata-rata diatas level 100. Meningkatnya penjualan swalayan didukung juga oleh tingkat konsumsi swasta yang mencapai 55% dari GDP (Fahruri, 2012). Kondisi di atas telah memicu munculnya pelaku - pelaku baru dalam dunia swalayan. Bukan hanya di kota besar saja, di daerah terpencil juga bermunculan swalayan yang menjual segala macam kebutuhan sehari - hari. Umumnya swalayan tersebut menyediakan segala macam barang dari peralatan mandi hingga obat-obatan umum termasuk juga produk – produk agroindustri. Semakin banyaknya swalayan yang bermunculan mengakibatkan persaingan bisnis sektor ini semakin ketat. Berbagai stategi dilakukan oleh pelaku usaha
1
retail untuk membuat konsumen loyal dengan ritelnya. Semua itu dilakukan agar pelaku usaha retail atau swalayan unggul dalam persaingan usaha. Salah satu strategi untuk meningkatkan daya saing swalayan adalah dengan menerapkan strategi desain outlet. Dengan desain outlet yang bagus maka swalayan akan memenangkan hati konsumen dan membuat konsumen loyal terhadapnya. Salah satu outlet yang ada di swalayan adalah outlet agroindustry. Outlet agroindustri adalah bagian dari swalayan yang khusus menjual produk agroindustry bisa di katakana jika outlet ini adalah media pemasaran bagi produk agroindustry. Desain outlet yang bagus adalah desain yang sesuai dengan perasaan psikologis konsumen. Oleh karena itu ntuk menghasilkan desain tersebut perlu dilibatkan konsumen dalam pengambilan keputusan. Salah satu teknik yang dapat dipakai dalam pengambilan keputusan ini adalah kansei engineering. Kansei engineering adalah suatu teknik pengambilan keputusan yang mengunakan pencitraan atau perasaan konsumen dalam prosesnya. Istilah Kansei berasal dari bahasa Jepang yang bisa didefinisikan sebagai perasaan psikologis
manusia.
Kansei
Engineering
didefinisikan
sebagai
suatu
pendekatan untuk menterjemahkan perasaan konsumen untuk mendapatkan sistem kerja yang baru (Nagamachi, 1995). Ushada dan Murase (2009), menyatakan bahwa tingkat kepentingan atribut sistem kerja dapat dilihat berdasarkan keadaan sebenarnya melalui apa yang diucapkan dan keadaan ideal melalui perasaan fisiologisnya. Metode Kansei Engineering merupakan
2
metode pendekatan perasaan seseorang yang merepresentasikan sebuah produk atau sistem kerja. Metode kansei engineering ini berbeda dengan metode-metode lainnya dalam perancangan produk atau sistem kerja seperti Value Engineering atau Quality Function Deployment .Secara umum metode lain didasarkan keinginan konsumen atau kesukaan konsumen. Namun, dalam metode kansei engineering lebih menonjolkan perasaan psikologis konsumen. Metode Kansei Engineering bertujuan untuk merancang produk, sistem kerja dan lainnya dengan mengedepankan perasaan yang timbul dari penggunaan produk. Oleh karena itu metode ini sangat cocok untuk digunakan dalam menentukan produk atau sistem kerja yang tepat dan sesuai dengan perasaan psikologis konsumen berdasarkan pencitraan konsumen terhadap produk atau sistem kerja. Pencitraan produk atau sistem kerja yang terbentuk ini diperoleh dari kansei words. Ada
beberapa
metode
statistika
yang
dapat
digunakan
untuk
menghubungkan antara emosi konsumen dengan desain dalam kansei engineering. Beberapa diantaranya adalah metode kuantifikasi hayashi ( tipe 1, 2, 3, dan 4), conjoint analysis dan partial least squeare. Conjoint analysis adalah analisis yang digunakan untuk memperoleh skor kegunaan (utility) yang dapat mewakili kepentingan setiap aspek produk, sehingga dari skor tersebut dapat ditarik kesimpulan tentang atribut apa yang paling dipertimbangkan konsumen dalam memilih sebuah produk. Partial least square merupakan metode analisis yang powerfull oleh karena tidak didasarkan banyak asumsi.
3
metode PLS mempunyai keunggulan tersendiri diantaranya: data tidak harus berdistribusi normal multivariate dan ukuran sampel tidak harus besar, oleh kerena itu tetapi metode ini lebih tepat digunakan untuk menkonfirmasi teori. Dalam penelitian ini metode yang cocok digunakan untuk penyelesaian adalah analisis kuantifikasi hayashi 1. Hal ini di karenakan sifat analisis kuantifikasi yang mirip dengan analisi regresi berganda sehingga akah lebih menunjukan skor pengaruh antara elemen desian dengan pencitraan produk. Kansei engineering dengan kuantifikasi hayashi I merupakan analisis linear. Hal ini dikarenakan struktur data yang akan dianalisis linear yaitu kumpulan komponen-komponen yang tersusun membentuk satu garis linear. Bila komponen-komponen ditambahkan (atau dikurangi), maka strukturstruktur tersebut berkembang (atau menyusut). Kuantifikasi hayashi I merupakan metode kuantifikasi yang mengukur variabel penjelas secara kualitatif dan variabel tujuan diukur secara kuantitatif (Saefulhakim, 2008). Secara umum kuantifikasi hampir sama dengan persamaan regresi linear namun perbedaannya jika analisis regresi berganda adalah pendugaan parameter koefisien variabel-variabel penjelas, sedangkan yang dilakukan dalam analisis kuantifikasi hayashi I adalah pendugaan parameter skor variabel-variabel penjelas (Saefulhakim, 2008) Oleh karena itu kansei engineering dengan penyelesaian teori kuantifikasi hayashi 1 akan digunakan dalam penelitian ini. Hal itu karena penelitian ini akan menentukan desain outlet agroindustry yang sesuai dengan perasaan psikologis konsumen. Dengan
4
penelitian ini maka akan diketahui seperti apa desain outlet yang sesuai dengan perasaan psikologis konsumen untuk masing-masing kategori suasana belanja.
B. Perumusan Masalah Rumusan masalah yang diteliti adalah langkah yang harus ditempuh Prima Swalayan agar dapat unggul dari aspek psikologis di mata konsumen sehingga dapat memenangkan persaingan antar swalayan di daerah Srandakan dan sekitarnya. Langkah tersebut adalah dengan cara mengubah desain outlet sesuai dengan aspek psikologis konsumen sehingga konsumen akan merasa lebih suka untuk berbelanja di Prima Swalayan.
C. Batasan Masalah 1. Penelitian ini di laksanakan di Swalayan Prima Srandakan. Swalayan Prima dipilih karena letaknya dekat dengan tempat tinggal peneliti. Alasan yang kedua adalah adanya dukungan dari pihak manajemen terhadap isi dan kegiatan penelitian ini. Hal ini di karenakan swalayan prima sedang berupaya untuk bisa unggul dari pesaing mereka di mata konsumen sesuai dengan visi mereka untuk menjadi pusat pemenuhan kebutuhan masyarakat sekitar. 2. Kategori
suasana
belanja
dicari
pengumpulan kansei words.
5
dengan
menggunakan
metode
D. Tujuan Penelitian 1. Menentukan ragam kategori suasana belanja menurut konsumen Swalayan Prima. 2. Menentukan elemen - elemen desain suasana belanja di Swalayan Prima sesuai harapan konsumen. 3. Menentukan desain suasana belanja yang sesuai perasaan psikologis konsumen pada Swalayan Prima.
E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan gambaran kepada perusahaan tentang kategori desain suasana belanja. 2. Mengetahui elemen desain untuk masing-masing kategori swasana belanja bagi konsumen swalayan prima. 3. Memberi saran kepada perusahaan mengenai desain suasana belanja yang baik berdasarkan perasaan psikologis konsumen.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Swalayan Swalayan merupakan salah satu jenis dari ritel. Ritel sendiri dalam dunia bisnis merupakan mata rantai yang penting dari saluran distribusi yang menghubungkan keseluruhan dari bisnis dan orang-orang yang mencakup perpindahan secara fisik dan transfer kepemilikan barang dan jasa dari penghasil atau produsen kepada konsumen. Kotler (2000) mendefinisikan usaha eceran (retailing) meliputi semua kegiatan yang melibatkan penjualan barang atau jasa secara langsung pada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan bisnis. Sedangkan Levy & Weitz (2001), mengemukakan “ Retailing is the set of business activities that adds value to the products and service sold to consumers for their personal or family use”. Hidayat, Pengamat Bisnis Eceran dalam Warta ekonomi (2005), menerangkan bahwa yang dimaksud dengan usaha eceran adalah bisnis eceran makanan & minuman yang lebih sering disebut sebagai supermarket, dan untuk non-food, yang disini disebut sebagai departement store. Setiap organisasi yang melakukan penjualan langsung kepada konsumen berarti bertindak dalam proses usaha eceran atau bisnis ritel. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Kotler (2000), bahwa organisasi apapun yang menjual kepada konsumen akhir, baik itu produsen, grosir atau pengecer,
7
dikatakan melakukan usaha eceran. Tidak masalah bagaimana barang dan jasa itu dijual (melalui orang, surat, telepon atau mesin penjual) atau dimana dijual (di toko, di pinggir jalan atau di rumah konsumen). Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa bisnis ritel/usaha eceran merupakan aktivitas penjualan barang atau jasa yang langsung kepada konsumen akhir dan bukan untuk dijual kembali. Menurut Kotler (2000) jenis-jenis pengecer toko utama dapat dibedakan menjadi : 1. Toko khusus (specialty store), yaitu toko yang menjual lini produk yang sempit dengan ragam pilihan yang dalam, seperti toko pakaian, toko alat-alat olahraga, toko bunga & toko buku. 2. Toko serba ada (departement store), yaitu toko yang menjual beberapa lini produk (biasanya pakaian dan perlengkapan rumah tangga), dan tiap lini produk tersebut beroperasi sebagai departement tersendiri yang dikelola oleh pembeli spesialis atau pedagang khusus. 3. Pasar swalayan (supermarket), yaitu toko dimana usaha/operasi penjualan yang dilakukan relatif besar, berbiaya rendah, bermargin rendah, bervolume tinggi, swalayan, yang dirancang untuk melayani semua kebutuhan konsumen seperti makanan, pencucian & produk perawatan rumah tangga. Pasar swalayan ini memperoleh laba operasi hanya sekitar 1 % dari penjualannya dan 10 % dari nilai kekayaan bersihnya.
8
4. Toko kelontong, kebutuhan sehari-hari (convinience store), yaitu toko yang relatif kecil dan terletak didaerah pemukiman, memiliki jam buka yang panjang selama tujuh hari dalam seminggu, dan menjual lini produk bahan pangan yang terbatas dengan tingkat perputaran tinggi. 5. Toko diskon (discount store), yaitu toko yang menjual barang-barang standar dengan harga lebih murah karena mengambil margin yang lebih rendah dan menjual dengan volume tinggi. 6. Pengecer potongan harga (off-price retailer), yaitu toko dimana membeli dengan harga yang lebih rendah daripada harga pedagang besar dan menetapkan harga untuk konsumen lebih rendah daripada harga eceran. Sering merupakan barang sisa, berlebih dan tidak reguler, yang diperoleh dengan harga lebih rendah dari produsen atau pengecer lain. 7. Toko super (super store), adalah toko yang rata-rata memiliki ruang jual yang luas, bertujuan untuk memenuhi semua kebutuhan konsumen akan produk makanan, dan bukan makanan yang dibeli secara rutin. Biasanya toko ini menawarkan pelayanan seperti binatu, penguangan cek dan pembayaran tagihan. 8. Ruang pameran, untuk penjualan dengan banyak pilihan produk bermerek, margin tinggi, perputaran cepat, dengan harga diskon, konsumen memesan barang dari katalog diruang pamer, kemudian
9
mengambil barang tersebut dari suatu area pengambilan barang di toko itu. Masih menurut Kotler (2000) jenis-jenis pengecer toko dapat dibedakan berdasarkan tingkat pelayanannya, adalah sebagai berikut : 1. Swalayan (self service), swalayan merupakan dasar dari semua operasi diskon. Banyaknya konsumen yang bersedia melakukan sendiri proses menemukan, membandingkan, memilih guna menghemat uang. 2. Swapilih (self-selection), para konsumen mencari barang sendiri, walaupun
mereka
menyelesaikan
dapat
transaksi
meminta mereka
bantuan. setelah
Para
konsumen
membayar
kepada
pramuniaga. 3. Pelayanan terbatas (limited-service), pengecer ini menjual lebih banyak barang shopping, dan konsumen memerlukan lebih banyak informasi serta bantuan. Toko-toko ini juga menawarkan jasa seperti kredit dan hak pengembalian barang. 4. Pelayanan penuh (full-service), pramuniaga siap untuk membantu dalam tiap tahap dari proses menemukan-membandingkan-memilih. Konsumen yang suka dilayani akan memilih toko jenis ini. Biaya pegawai yang tinggi, ditambah dengan proporsi yang tinggi atas barang khusus dan barang yang perputarannya lambat serta jasa yang banyak, menyebabkan terjadinya eceran yang berbiaya tinggi. Outlet dapat diartikan sebagai suatu ruangan atau tempat yang berfungsi untuk menjual produk atau jasa dengan kriteria tertentu. Outlet bisa
10
berdiri sendiri atau tergabung dalam wadah yang lebih besar seperti swalayan, supermarket atau hypermarket. Outlet pada umumnya menjual produk atau jasa dengan criteria tertentu atau dengan merek tertentu. Sebagai contok outlet pulsa, outlet sepatu pakalolo outlet bank dan outlet produk agroindustry.
B. Kansei engineering Kansei Engineering atau Kansei Ergonomics ditemukan di Universitas Hiroshima sekitar 30 tahun yang lalu. Kansei Engineering bisa didefinisikan sebagai perasaan fisiologis manusia. Kansei dalam bahasa Jepang dapat diartikan sebagai penerjemahan dari perasaan atau selera pelanggan terhadap suatu produk. menuju pada implementasi perasaan dan permintaan konsumen ke dalam desain dan fungsi produk. (Nagamachi, 1995). Nagamachi (1995) mengusulkan Kansei Engineering sebagai metode untuk mengolah nilai Kansei sebagai input menjadi atribut sistem kerja baru sebagai output. Ushada dan Murase (2009) menyimpulkan bahwa tingkat kepentingan atribut sistem kerja dapat dievaluasi menggunakan dua parameter berdasarkan keadaan sebenarnya melalui apa yang diucapkan oleh konsumen dan keadaan ideal melalui perasaan fisiologis konsumen yang dapat diukur menggunakan nilai Kansei. Konsep Kansei Engineering bertujuan untuk menjawab adanya gap antara yang diucapkan dengan perasaan fisiologis.
11
Menurut Grimsaeth, nilai Kansei seseorang dapat dinyatakan melalui fungsi psikologi. Ada beberapa cara yang berbeda dalam mengukur nilai Kansei (Nagamachi, 1995 dan Ushada, 2010): a) Kansei words b) Respon psikologi (denyut jantung, suhu tubuh, tekanan darah) c) Perbuatan dan tingkah laku manusia d) Ekspresi wajah dan tubuh Menurut Ushada (2010), nilai Kansei dipengaruhi oleh kearifan lokal, yaitu kecerdasan/pengetahuan, familiaritas, persetujuan, dan minat warga setempat dalam memenuhi kebutuhan mereka dengan memperhatikan lingkungan serta sumberdaya manusia yang terdapat pada daerah lokal setempat. Kansei Engineering bertujuan untuk menghasilkan sistem kerja baru berdasarkan pada perasaan psikologis konsumen. Ada 4 poin yang berkenaan dengan teknologi ini, yaitu (Nagamachi, 1995): 1.
Bagaimana mengerti dan memahami perasaan konsumen (Kansei) terhadap sistem kerja baru dalam istilah ergonomi dan psikologi. Poin ini menggunakan skala Likert untuk memahami nilai Kansei konsumen (Ushada, dan Murase 2009). Kansei atau kata-kata perasaan konsumen dikumpulkan sebanyak-banyaknya.
2.
Bagaimana mengidentifikasi karakter desain sistem kerja baru dari Kansei konsumen.Pada poin ini dilakukan survei atau percobaan untuk melihat hubungan antara kata-kata Kansei dengan elemen-elemen desain.
12
3.
Bagaimana membangun Kansei Engineering sebagai suatu teknologi ergonomi. Teknologi komputer digunakan untuk membangun kerangka kerja sistematis pada teknologi Kansei Engineering. Artificial Intelligence, Neural Network Model, Genetic Algorithm, dan Fuzzy Logic digunakan dalam sistem Kansei engineering
untuk
menyusun
database
dan
sistem
kesimpulan
terkomputerisasi. 4.
Bagaimana mengatur desain sistem kerja baru untuk perubahan sosial tertentu (trend) berdasarkan preferensi konsumen. Tahap akhir dari teknologi ini adalah mengatur database Kansei Engineering untuk kansei baru konsumen dengan memasukkan data nilai kansei baru konsumen setiap tiga atau empat tahun. Nagamachi
mengembangkan
Kansei
Engineering
sebagai
suatu
teknologi ergonomis berorientasi konsumen untuk pengembangan sistem kerja baru. Nilai Kansei di negara Jepang merupakan perasaan psikologi konsumen dan pencitraan/kesan mengenai sistem kerja baru. Teknologi Kansei Engineering memungkinkan pencitraan dan perasaan konsumen digunakan dalam desain sistem kerja baru. Kansei Engineering didefinisikan sebagai “teknologi penerjemah perasaan konsumen (nilai Kansei di Jepang)” pada produk untuk atribut-atribut dalam desain (Nagamachi, 1995).
13
C. Semantic differensial Semantic differensial merupakan metode untuk memberikan penilaian karakter suatu lanskap berdasarkan persepsi pengamat. Metode ini biasanya dilakukan dengan menggunakan kuisioner (Heise, 1970). Skala diferensial yaitu skala untuk mengukur sikap yang tersusun dalam satu garis kontinum dimana jawaban yang sangat positif terletak di bagian kanan garis, dan jawaban yang sangat negatif terletak di bagian kiri garis atau sebaliknya. Biasanya skala ini digunakan untuk mengukur sikap atau karakteristik tertentu yang dimiliki seseorang. Semantic
differensial
dibagi
menjadi
2
kriteria
diantaranya
membandingkan sikap dan evaluasi kinerja. Dalam membandingkan sikap, Semantic differensial diaplikasikan dalam analisis perilaku user untuk membandingkan sikap atau persepsi terhadap kualitas lanskap tertentu, dan ditunjukkan dalam bentuk gambar atau peta, sedangkan kinerja atau kualitas lanskap dicerminkan dengan melihat kinerja sekelompok atribut, kemudian atribut tersebut dibandingkan dengan lanskap lain karena dalam bentuk gambar, dan ditarik kesimpulan. Kesimpulan yang bias ditarik adalah per atribut dan tidak bisa disimpulkan secara umum.
D. Factor Analysis Tujuan dari analisis faktor adalah untuk menggambarkan hubunganhubungan kovarian antara beberapa variabel yang mendasari tetapi tidak teramati, kuantitas random yang disebut faktor, (Johnson &Wichern, 2002).
14
Vektor random teramati X dengann p komponen, memiliki rata-rata μ dan matrik kovarian . Model analisis faktor adalah sebagai berikut :
X 1 1 11 F1 12 F2 .... 1m Fm 1 ......................................(1)
X p p p1 F1 p 2 F2 .... pm Fm p
Atau
dapat
ditulis
dalam
notasi
X pxl μ ( pxl ) L( pxm ) F( mxl ) ε pxl
..............................(2)
matrik
sebagai
berikut
.................................................(3)
dengan
i rata-rata variabel i
i faktor spesifik ke – i F j common faktor ke- j i j loading dari variabel ke – i pada faktor ke-j
Bagian dari varian variabel ke – i dari m common faktor disebut komunalitas ke – i yang merupakan jumlah kuadrat dari loading variabel ke – i pada m common faktor (Johnson &Wichern, 2002), dengan rumus :
hi2 2i 1 2i 2 .... 2i m
...........................................................(4)
Tujuan analisis faktor adalah menggunakan matriks korelasi hitungan untuk :
15
1. Mengidentifikasi jumlah terkecil dari faktor umum (yaitu model faktor yang paling parsimoni) yang mempunyai penjelasan terbaik atau menghubungkan korelasi diantara variabel indikator. 2. Mengidentifikasi, melalui faktor rotasi, solusi faktor yang paling masuk akal. 3. Estimasi bentuk dan struktur loading, komunality dan varian unik dari indikator. 4. Intrepretasi dari faktor umum. 5. Jika perlu, dilakukan estimasi faktor skor. (Sharma, 1996).
E. Teori Kuantifikasi Prinsip dasar dan tujuan dari Analisis Kuantifikasi Hayashi I adalah sama dengan Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression Analysis), yakni: menduga parameter koefisien keterkaitan antara variabel-variabel penjelas (Explanatory Variables) dengan satu variabel tujuan tertentu (Objective Variable). Selanjutnya, hasil ujinyata terhadap nilai penduga parameter koefisien keterkaitan ini menunjukkan variable – variabel penjelas mana saja yang paling nyata (Significant) kaitannya dengan variabel tujuan. Perbedaan pokok dari Analisis Kuantifikasi Hayashi I dengan Analisis Regresi Berganda adalah : 1. Dalam Analisis Regresi Berganda, baik variabel tujuan maupun variable-variabel penjelas secara umum diukur dalam skala kuantitatif
16
2. Dalam Analisis Hayashi I, hanya variabel tujuannya yang diukur dalam skala kuantitatif (data interval atau data rasio), adapun variabel-variabel penjelasnya, semuanya diukur dalam skala kualitatif (data nominal atau data ordinal). Teori kuantifikasi hayasi 1 dikembangkan di tahun 50-an. Metode ini memungkinkan kuantifikasi hubungan satu set variabel kualitatif pada variabel akan menjawab dan dinyatakan dalam nilai numerik. Metode kuantifikasi mencakup 4 metode, yaitu kuantifikasi 1, 2,3 dan 4. Metode ini secara umum telah digunakan dalam aplikasi yang beragam.
17