BAB I PENDAHULUAN 1.1 Asal Masalah Semua perusahaan yang berkeinginan untuk mempertahankan bisnisnya di tengah persaingan, globalisasi dan pasar bebas dewasa ini tidak bisa hanya berdiam diri dan mengandalkan kinerja dan prestasi perusahaan yang pernah dicapai di masa lalu untuk berkompetisi di masa depan. Salah satu konsep yang yang menyebabkan mengapa banyak perusahaan Jepang yang bertahan di tengah persaingan yang meningkat adalah konsep kaizen atau perbaikan yang berkesinambungan. Dengan alasan yang telah disebut di atas, kaizen adalah suatu budaya yang jika diterapkan akan memperbaiki secara terus menerus posisi bersaing suatu perusahaan. Perbaikan yang dimaksud tidak hanya pada proses produksi suatu perusahaan (bagi perusahaan manufaktur) tetapi juga proses bisnis atau administrasi dari perusahaan tersebut. PT XYZ adalah suatu perusahaan yang mengadopsi budaya kaizen dalam budaya kerja sehari‐hari. Secara periodik PT XYZ menganalisis kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman (SWOT analysis) yang kemudian dituangkan menjadi beberapa inisiatif tahunan untuk perbaikan proses produksi maupun proses bisnis. Inisiatif ini dituangkan salah satunya dalam bentuk dirintisnya beberapa tim perbaikan proses (process improvement teams) yang bertanggung jawab untuk satu proses yang memiliki cacat endemis dalam operasional proses produksi. Dalam memecahkan masalah atau mencari akar dari masalah, tim memiliki kebebasan untuk menggunakan berbagai macam tools. Beberapa tools yang cukup sering digunakan adalah metode DMAIC (define‐measure‐analyze‐improve‐
1
control) dengan pendekatan metodologi Six Sigma, dan pendekatan Differential Diagnosis (DD). Dari banyaknya tim dan proyek perbaikan proses yang ada di PT XYZ, dirasa perlu untuk melihat efektivitas dari penggunaan troubleshooting approach methodology yang digunakan dan serta mengkaji apakah metodologi tersebut masih bisa disempurnakan, sehingga target yang telah tercapai dapat dipertahankan, bahkan disempurnakan lebih jauh kembali. 1.2 Sejarah Perusahaan PT XYZ adalah anak perusahaan yang dimiliki sepenuhnya oleh perusahaan pembuat mainan yang berkedudukan di Amerika Serikat. Produksi PT XYZ berorientasi 100% ekspor dan memiliki sertifikat kawasan berikat untuk kedua fasilitas pabrik yang dimiliki. Induk perusahaan PT XYZ memiliki 5 fasilitas manufaktur di Asia yang tersebar di RRC, Thailand, Malaysia dan Indonesia. Dari ke‐5 fasilitas ini, ada dua fasilitas yang berkonsentrasi kepada pembuatan Fashion Dolls yaitu PT XYZ di Indonesia dan anak perusahan lainnya di Hong Kong. PT XYZ sendiri memiliki dua lokasi manufaktur di Cikarang, 50 km di arah timur Jakarta. Proses produksi dimulai di plant pertama pada Oktober 1991 disusul dengan plant kedua pada tahun 1997. Kedua pabrik ini dilengkapi dengan AC di shopfloor dan memiliki kapasitas terpasang 55 juta unit produk per tahun, total luas dari area manufacturing dan pergudangan PT XYZ adalah 550,000 sq ft atau sekitar 5 hektar. Jumlah total karyawan PT XYZ berfluktuasi sepanjang tahun dari 7,000 sampai 11,000 orang, tergantung dari beban produksi yang tergantung pada musim. Saat ini PT XYZ memperkerjakan 7,233 orang 248 di ataranya pada level staff.
2
PT XYZ juga menyediakan asrama untuk karyawan dengan kapasitas 7,000 orang, terletak tidak jauh dari masing‐masing pabrik. Karyawan yang tidak tinggal di asrama dan tinggal agak jauh dari pabrik mendapatkan fasilitas transportasi berupa bis perusahaan. PT XYZ saat ini merupakan turnkey operation bagi induk perusahaan di Amerika dengan dirintisnya fungsi design & development di awal 2004. Fungsi ini meliputi kegiatan rekayasa biaya (costing), manajemen proyek, desain dan pengembangan produk, pengembangan soft goods dan desain/pembuatan tooling untuk produk‐ produk PT XYZ. Bagian pembuatan tool dari PT XYZ memiliki kapasitas untuk membuat 250 tools/tahun. Dari struktur perusahaan, PT XYZ merupakan bagian dari operation division dan adalah cost center dari induk perusahaan. Sebagai anak perusahaan, PT XYZ tunduk kepada beberapa aturan yang digariskan induk perusahaan dalam beberapa prinsip manufaktur yang diwajibkan bagi seluruh anak perusahaan di seluruh dunia, terutama dalam proses manufaktur. Prinsip‐prinsip tersebut mencakup praktek produksi yang bertanggung‐jawab seprti kesehatan dan keamanan karyawan, manajemen lingkungan serta perlakuan yang adil untuk semua karyawan. PT XYZ juga memiliki sertifikasi ISO9001:2000, dan menjalankan manajemen K3 (Kemanan dan Keselamatan Kerja) dengan ketat. Bagian dari visi PT XYZ menekankan peningkatan daya bersaing secara global melalui inovasi yang berkesinambungan. Untuk mencapai visi ini PT XYZ menetapkan beberapa inisiatif yang bertujuan pada pengurangan biaya (cost reduction) dan perbaikan proses (process improvement). Seperti sudah disebutkan sebelumnya, salah satu bentuk konkret dari inisiatif PT XYZ adalah dibentuknya beberapa tim yang bertujuan untuk memperbaiki proses pada inti dan pendukung proses manufaktur PT XYZ. 3
Semua staf dan anggota yang terlibat dalam inisiatif ini mendapatkan training berbagai tools yang dapat digunakan dalam troubleshooting maupun mencari akar masalah dan melakukan perbaikan. 1.3 Bidang Usaha Proses produksi inti di PT XYZ adalah pembuatan mainan berupa boneka. Proses produksi boneka di PT XYZ dapat dibagi menjadi dua bagian utama : •
Proses primer yang meliputi : o Injection moding o Rotocasting o Decoration by spray painting, or o Decoration by pad printing o Sub‐component assembly
•
Proses sekunder meliputi : o Fabric die‐cut o Sewing o Rooting/grooming o Final assembly
Deployment chart dari proses produksi di PT XYZ dapat dilihat di Gambar 1.1.
4
Injection Molding Rotocast Decoration Sub‐component assembly Fabric die‐cut Sewing Rooting‐grooming Final Assembly
Gambar 1.1 Deployment Chart Proses Produksi PT XYZ PT XYZ mendapatkan kuota produk tahunan untuk dikembangkan dan diproduksi dari induk perusahaan, dan tidak melakukan kegiatan distribusi maupun pemasaran untuk produk yang dihasilkan. 1.4 Unit Analisis dan Pembatasan Masalah Proses yang akan digunakan dalam tujuan pembahasan proyek akhir ini adalah proses primer dekorasi spray painting. Analisis mengenai efektivitas kedua metodologi pemecahan masalah dalam menyelesaikan masalah endemis di PT XYZ akan dilakukan di proses tersebut dengan pertimbangan: o Penulis terlibat langsung dalam tim yang bertanggung jawab akan perbaikan proses spray painting di PT XYZ
5
o Saat tim perbaikan proses dibentuk, spray painting adalah proses yang memiliki problem endemis dengan angka rata‐rata defect rate dari Januari sampai mid Maret 2006 yang cukup tinggi yakni 532,577ppm o Spray painting adalah proses yang cukup banyak mengandung variabel yang dapat menyebabkan cacat produk atau defect antara lain operator, paint mask, paint dan peralatan pendukung seperti ban berjalan, kuas pembersih, cairan pembersih paint mask, dan sebagainya Proses spray painting sendiri adalah proses dekorasi kepala (rotomolded head atau rotohead) atau aksesoris dengan menggunakan cat/paint yang disemprotkan dengan bantuan udara bertekanan dan menggunakan paint mask untuk mendapatkan konfigurasi area yang berwarna sesuai dengan desain. Proses ini bisa dipecah menjadi beberapa tahapan: o Pengambilan benda yang akan di‐paint dari ban berjalan atau boks kontainer o Pemasangan paint mask ke benda yang akan didekorasi o Penyemprotan cat dengan warna sesuai contoh referensi o Pelepasan benda tersebut dari paint mask o Peletakan kembali ke ban berjalan atau kontainer untuk proses dekorasi warna selanjutnya o Setelah beberapa kali paint mask harus dibersihkan dengan menggunakan kuas dan cairan pembersih Proses spray painting selalu menggunakan beberapa paint mask yang memiliki konfigurasi berbeda untuk satu produk yang didekorasi. Di akhir proses ditempatkan seorang operator untuk melakukan pemeriksaan akhir, dan sebelum proses pemeriksaan ini ditempatkan operator lain untuk melakukan 6
pembersihan seperlunya. Sistem quality control di PT XYZ melakukan pengecekan kualitas produk dengan metode sampling sebelum proses pembersihan, karena proses tersebut dianggap kegiatan yang tidak memberikan nilai tambah (non‐value‐added activitiy). Angka jumlah defect yang didapat dari pengecekan sampel ini dianggap menunjukkan kemampuan keseluruhan proses sebelum ada proses tambahan berupa pemeriksaan/pembersihan. Proyek akhir ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas dari dua metodologi penyelesaian masalah di proses spray painting yang sudah disebutkan di atas yakni Differential Diagnosis dan DMAIC/Six Sigma. Defect yang dikaji adalah paint contamination/dirty, yang dipilih karena secara konsisten defect ini termasuk dalam Weekly Top 3 Defect yang dicatat oleh bagian pengendalian kualitas (quality control atau QC). Menurut pareto defect dari dokumentasi defect rate saat proyek ini dimulai, defect akibat paint contamination/dirty mempunyai andil sekitar 50% dari total seluruh defect; yakni 246,069 ppm dari total defect 532,577ppm. 1.5 Isu Bisnis Dari data di atas, defect rate 246,069 ppm memiliki arti untuk tiap satu juta pcs kepala yang di‐paint, maka terdapat defective parts 246,069 pcs. Memang karena proses pengambilan data defect rate di line produksi ini dilakukan sebelum proses pembersihan, maka defect ini dapat ditutupi dengan adanya proses pembersihan. Pada kenyataannya jika dikaji lebih lanjut, walau kegiatan pembersihan ini menyebabkan berkurangnya defect part (contamination/dirty part) yang diteruskan ke proses selanjutnya, sebenarnya kegiatan ini bukan merupakan value‐added operation. Kegiatan ini tidak memberikan nilai tambah bagi proses berikutnya sebagai customer, karena customer tidak melihat adanya 7
perbedaan apakah part (yang bagus) yang mereka terima setelah melewati proses pembersihan atau bukan. Kegiatan NVA ini memerlukan biaya yang sebenarnya tidak diperlukan. Dalam mencari penyelesaian bagi akar masalah yang mengakibatkan biaya NVA tersebut di atas, harus digunakan metodologi yang tidak menyebabkan biaya tambahan yang justru kontra produktif dalam mengurangi biaya di atas. Sebagai contoh jika suatu riset untuk mencari akar masalah problem di proses spray painting memakan waktu berbulan‐bulan, dan menyita waktu para engineer/ manager setiap minggu, maka akan terlihat tidak efektif dari segi pembiayaan. Sumber daya yang dibutuhkan (waktu, SDM dan biaya) harus dibandingkan dengan potensi perbaikan yang dihasilkan (input vs output) untuk mendapatkan perbandingan yang konsisten dan masuk akal. 8