BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan dunia usaha semakin berkembang pesat pada era globalisasi sekarang ini. Perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa media khususnya bidang pertelevisian merupakan contoh dari sekian banyaknya perusahaanperusahaan yang berlomba-lomba untuk memperoleh laba. Di Indonesia, perusahaan pertelevisian yang go public antara lain adalah RCTI, SCTV, TRANS TV, dan Indosiar. Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan UU RI No. 32/2002 tentang Penyiaran Bagian V pasal 17 ayat 2 tentang Lembaga Penyiaran Swasta dan PP RI No. 50/2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta pada Bab IV pasal 24 ayat 2 tentang Permodalan, yang mengatur tentang porsi kepemilikan/permodalan asing terhadap saham media yaitu maksimal sebesar 20%. Peraturan ini dipandang sebagai hal yang dapat mengakibatkan kurang likuidnya perdagangan saham perusahaan oleh PT Indosiar Visual Mandiri Tbk. Sejak listed di BEJ pada tanggal 22 Maret 2001 silam, PT Indosiar Visual Mandiri Tbk telah membatasi masuknya investor asing seperti yang telah ditetapkan oleh pemerintah di atas. Pada awal berdiri, komposisi saham PT Indosiar Visual Mandiri Tbk adalah sebesar 43,24% saham dimiliki oleh publik, 29,02% saham dimiliki oleh PT TDM Aset Manajemen dan 27,74% dimiliki oleh PT Prima Visualindo. Namun, pada tahun 2003, porsi kepemilikan asing sebesar 20% tersebut telah habis. PT Indosiar Visual Mandiri Tbk beranggapan bahwa pembatasan ini dapat menghambat investasi masuk ke dalam perusahaan sehingga dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. Selain itu, kinerja PT Indosiar Visual Mandiri Tbk sendiri sudah
1
2 mengalami penurunan selama tahun 2001 sampai dengan tahun 2003. Perusahaan membukukan laba bersih sebesar Rp324 miliar pada tahun 2001, kemudian menurun menjadi sebesar Rp101 miliar pada tahun 2003. Hal tersebut dikarenakan beban usaha meningkat lebih besar daripada kenaikan pendapatan iklan perusahaan selama tahun 2001 sampai dengan tahun 2003. Penurunan kinerja tersebut dapat mempengaruhi harga saham perusahaan dan membuat investor dapat berpikir bahwa PT Indosiar Visual Mandiri Tbk tidak memiliki prospek yang bagus di masa mendatang. Hal tersebut merupakan salah satu faktor yang mendorong manajemen untuk menjadikan PT Indosiar Visual Mandiri Tbk sebagai perusahaan tertutup. Pada tanggal 29 Juli 2004, perusahaan mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB). Rapat ini membicarakan tentang bentuk ekspansi eksternal yang akan dilakukan perusahaan. Hasil dari rapat tersebut adalah manajemen akan mendirikan sebuah perusahaan baru dan menjadikan PT Indosiar Visual Mandiri Tbk sebagai perusahaan tertutup. Manajemen berharap kinerja perusahaan yang baru tersebut akan lebih baik daripada PT Indosiar Visual Mandiri Tbk dan investor asing dapat kembali masuk ke perusahaan. Perusahaan yang baru tersebut akan didirikan sebagai holding company, dengan nama PT Indosiar Karya Media Tbk. Hal ini dikarenakan tidak ada ketentuan yang melarang bahwa investor asing dapat memiliki saham perusahaan penyiaran secara tidak langsung, yaitu dengan melalui induk perusahaannya. Cara ini juga telah ditempuh perusahaan penyiaran lain, seperti SCTV dan RCTI. Setelah pembentukan holding company selesai maka PT Indosiar Visual Mandiri Tbk akan menjadi perusahaan tertutup dengan menarik pencatatan sahamnya di Bursa Efek. Sebagai gantinya, PT Indosiar Karya Media Tbk akan go public dengan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek. Para pemegang saham PT Indosiar
3 Visual Mandiri Tbk diberikan dua pilihan yaitu menukar saham lamanya (share swap) dengan saham PT Indosiar Karya Media Tbk yang baru dengan rasio 1:1. Pilihan kedua adalah menjual sahamnya kepada pembeli siaga (PT Prima Visualindo) dengan harga Rp551,00 per lembar saham. Harga ini berdasarkan surat edaran dari Bapepam. PT Indosiar Karya Media Tbk kemudian membeli saham PT Indosiar Visual Mandiri Tbk yang dimiliki PT Prima Visualindo dengan harga Rp250,00 per lembarnya dengan perantara PT Mahanusa Securities. PT Prima Visualindo dan PT TDM Aset Manajemen dinaungi oleh grup Salim. Pemimpin grup Salim adalah konglomerat Sudono Salim alias Liem Sioe Liong. Grup Salim juga merupakan pihak yang berinisiatif untuk mendirikan PT Indosiar Karya Media Tbk. Jadi, grup Salim terlihat seperti melakukan pembelian sahamnya sendiri. Apabila pemegang saham lainnya (publik) bersedia menjual sahamnya maka grup Salim menjadi pemilik mayoritas atas saham Indosiar. Di masa mendatang, PT Indosiar Karya Media Tbk sebagai holding company akan melakukan investasi di bisnis media selain televisi tetapi masih dalam bidang jasa media, sehingga terjadi diversifikasi usaha. Pada tahun 2004, pendapatan iklan PT Indosiar Karya Media Tbk meningkat cukup baik karena rating acara Indosiar cukup baik. Namun, biaya-biaya perusahaan juga mengalami peningkatan sehingga perusahaan hanya dapat membukukan laba bersih sebesar Rp57 miliar pada tahun 2004. Pada tahun 2005 dan 2006, PT Indosiar Karya Media Tbk mengalami penurunan kinerja. Perusahaan membukukan rugi bersih sebesar Rp141 miliar pada tahun 2005. Hal ini disebabkan oleh pendapatan iklan dan rating acara yang turun. PT Indosiar Karya Media Tbk tidak mempunyai program televisi unggulan pada tahun 2005. Hal ini disebabkan oleh kesalahan manajemen dalam memilih program tayangan Indosiar. Program televisi yang cukup membanggakan adalah Misa Malam Natal dan The Bells-A Christmas Concert, karena
4 mendapatkan Asian Television Award 2005. Pada awal tahun 2006, PT Indosiar Karya Media Tbk membangun stasiun pemancar baru dengan tinggi 400m di Jakarta. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas penerimaan gambar di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Stasiun pemancar Indosiar di wilayah ini sering terganggu akibat pembangunan gedung-gedung tinggi yang sangat cepat selama 5 tahun terakhir. Pembangunan stasiun pemancar baru tersebut akan selesai pada bulan Juni 2006. Namun, stasiun pemancar baru tersebut belum mampu meningkatkan pendapatan iklan perusahaan pada tahun 2006. Beban usaha perusahaan lebih besar daripada pendapatannya. Perusahaan masih mengalami kerugian sebesar Rp298 miliar pada tahun 2006. Manajemen berharap bahwa dalam jangka panjang, stasiun pemancar baru tersebut akan mampu meningkatkan pendapatan iklan perusahaan. PT Indosiar Karya Media Tbk sebagai induk perusahaan, belum dapat melakukan diversifikasi usaha karena mengalami kerugian selama tahun 2005-2006.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana perkembangan kinerja PT Indosiar Visual Mandiri Tbk sebelum dan sesudah berganti menjadi PT Indosiar Karya Media Tbk?
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perkembangan kinerja PT Indosiar Visual Mandiri Tbk sebelum dan setelah berganti menjadi PT Indosiar Karya Media Tbk, yang didirikan sebagai holding company.
5 1.4 Kontribusi Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dengan dilaksanakannya penelitian ini adalah: a. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan tentang kinerja PT Indosiar Visual Mandiri Tbk (tahun 2001-2003) dan PT Karya Media Tbk sebagai holding company (tahun 2004–2006). b. Memberikan analisis mengenai profitabilitas dan nilai tambah ekonomis PT Indosiar Visual Mandiri Tbk dan PT Indosiar Karya Media Tbk sebagai induk perusahaan . c. Sebagai penunjang bagi penelitian selanjutnya agar lebih mendalam dan berkembang.
1.5 Keterbatasan Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan, yaitu: a. Penelitian ini hanya mengacu pada kinerja PT Indosiar Visual Mandiri Tbk untuk tahun 2001-2003. Karena setelah tahun 2003, PT Indosiar Visual Mandiri Tbk menjadi perusahaan tertutup. b. PT Indosiar Karya Media Tbk menjadi holding company pada tahun 2004. Jadi, penelitian ini mengacu pada kinerja PT Indosiar Karya Media Tbk untuk tahun 2004-2006. c.
Penelitian ini merupakan studi yang dilakukan pada suatu perusahaan saja. Sehingga hasil dari penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan.