BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan perekonomian Islam pada satu dekade akhir ini menjadi sebuah kejadian yang menarik. Lahirnya Bank Muamalat Indonesia sebagai bank umum pertama yang melakukan kegiatan operas ionalnya berlandaskan syariah telah menstimulasi berbagi instrumen perekonomian lainnya untuk ikut berkembang. Perkembangan perekonomian Islam tersebut dilatar -belakangi oleh dua faktor. Pertama, kesadaran umat Islam di Indonesia adalah untuk melaksanakan Islam secara kaffah dalam kehidupannya, Islam secara hakiki tidak hanya mengatur tentang pelaksanaan ibadah
tapi lebih jauh juga mengatur kegiatan muamalah
manusia di dunia termasuk juga di dalamnya bidang ekonomi . Karakteristik perekonomian Islam yang mengharamkan riba dan menekankan pada prinsip kerelaan, keadilan, kemanfaatan, dan saling menguntungkan lebih baik daripada sistem ekonomi yang dianut bangsa barat yang ribawi. Keunggulan sistem tersebut menjadikan sistem perekonomian Islam menjadi kuat d an mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap badai krisis ekonomi. Perkembangan dalam perbankan syariah menjadi salah satu contohnya. Perbankan syariah memiliki ketahanan terhadap dampak krisis ekonomi karena tidak adanya negative spread 1 yang muncul sebagai akibat dari kewajiban pemberian bunga terhadap nasabah. Perbankan konvensional banyak yang 1
menggunakan
Negative spread adalah pendapatan bunga negatif, padahal pe ndapatan bunga merupakan sumber pendapatan terbesar bank (konvensio nal) yang dalam situasi normal di Indonesia mencakup 65%-80% dari total pendapatan. Lihat Rijanto Sastro Atmodjo,Skenario Rekapitalisasi Perbankan 1999 -2001, dalam Jurnal Hukum Bisnis vol. 6 tahun 1999, ( Juni 1999), hlm.4.
konsep bunga, hancur akibat beban negative spread yang semakin lama akan meggerogoti aktiva. Hal ini menjadi sebuah pembuktian bahwa ajaran agama Isl am tidak hanya berbicara secara normatif, namun juga aplikatif. Bank syariah di Indonesia secara formal dimulai sejak tahun 1992 dengan diberlakukannya Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang perbankan sebagaiman telah diubah dengan Undang -Undang No.10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang Undang No.7 Tahun 1992 Tentang perbankan dan seiring perkembangan perbankan syariah maka diterbitkan juga Undang -Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Undang -Undang tersebut merupakan dasar diterapkannya dua sistem perbankan (dual banking system) dalam sistem perbankan Indonesia, yaitu sistem bank konvensional dan bank syariah. 2 Bank Syariah adalah bank yang melakukan operasionalnya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam atau tata cara beroperasinya mengacu pada ketentuanketentun Al Qur’an dan Hadits. 3 Bank syariah memiliki karakter yang berbeda dengan bank konvensional, yaitu menghilangkan bunga sebagai instrumen utama dan menggantikannya dengan prinsip bagi -hasil yang lebih sesuai dengan prinsip perekonomian dalam Islam. Sehingga, banyak orang yang mengenal bank syariah sebgai bank bagi-hasil. Ketika Bank syariah muncul pertama kali, seringkali disebutkan bahwasannya bank syariah adalah bank bagi -hasil. Hal ini adalah untuk membedakan antara bank syariah dengan bank konvensional yang beroperasi dengan menggunakan sistem 2
Fathurrahman Djamil,Dasar-Dasar Perbankan Syariah ,( Makalah disampaikan pada seminar menggagas ekonomi syariah yang mantap dengan pembentukan Undang -Undang yang Baik, Jakarta, 25 -27 Februari 2004) , hlm. 1. 3 Karnaen Perwataatmadja dan Muhammad Syafi’i Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam, Dana Bakti Yasa , Yogyakarta:, 1992 cet. 3, hlm. 1.
bunga. Anggapan tersebut benar, tetapi tidak seluruhnya karena pada dasarnya bagi hasil itu hanya merupakan bagian dari sistem operasional bank syariah. Kesimpulannya, dapat dikatakan bahwa sistem bagi-hasil merupakan salah satu praktik perbankan syariah, namun praktik perbankan syariah belum tentu seluruhnya menggunakan sistem bagi-hasil.4 Fungsi utama bank syariah seperti halnya dengan bank konvensional adalah sebagai intermediary financial, yakni perantara antara para pihak yang yang memiliki dana dengan pihak yang kekurangan dana. Bank syariah berfungsi sebagai pihak yang menampung dan menghimpun dana dan menyalurkannya kepada pihak yang memerlukan. Prinsip pembiayaan yang menganut sis tem bagi-hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan dengan empat akad, yaitu musyarakah, mudhrabah, muzara’ah dan musa’qah. Prinsip yang paling banyak dipakai adalah musyarakah dan mudharabah. Sedangkan muzara’ah dan musa’qah khusus dipergunakan sebagai plantation financing 5 Pembahasan produk perbankan syariah kita fokuskan pada produk pembiayaan. Bank BPD Syariah DIY juga mempuny ai produk pembiayaan Mudharabah antara lain adalah pembiayaan produktif dengan akad Mudharabah. Produk pembiayaan yang akan d ibahas kita fokuskan pada pembiayaan mudharabah. Produk pembiayaan dengan sistem mudharabah ini sangat membantu bagi orang–orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan usaha tetapi tidak
4
Adiwarman A Karim, Untung Rugi dalam Mudhrabah , Majalah Modal No. 10/ l tahun 2003 ( Agustus 2003), hlm. 20. 5 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Prakt ik, Gema Insani press, Jakarta:, cet. 3,2001, hlm. 7.
mempunyai modal. tidak terkecuali Bank BPD DIY Syariah juga memilik i produk pembiyaan produktif dengan akad mudharabah. produk pembiayaan produktif pada Bank BPD DIY Syariah menawarkan tiga pilihan akad kepada nasabah yang akan mengajukan pembiayaan produktif, nasabah dapat menggunakan akad Musyarakah, atau akad Mudharabah dalam pembiyaan produktif
hal ini tergantung pada
kesepakatan yang dibuat antara Bank B PD DIY Syariah dengan Nasabah pada saat akad. Produk pembiayaan produktif ini memberikan banyak kemudahan bagi nasabah pengguna produk pembiyaan produktif di Bank BP D DIY Syariah. Hal ini membuktikan produk pembiayaan yang disediakan oleh lembag a perbankan memberikan kemudahan secara keseluruhan mulai dari pengajuan peminjaman dana sampai kepada kepengurusan pembagian hasilnya . Semua yang berkaitan tentang pelaksanaan administratif pembiayaan produktif menjadi tangung jawab pihak bank untuk mengurusnya. Pembahasan produk pembiayaan produktif dari Bank BPD DIY Syariah lebih di fokuskan menggunakan akad mudharabah. Produk pembiayaan dalam perbankan syariah memiliki lan dasan hukum sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 02/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah yaitu: 1. Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif. 2.
Pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100 % kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha.
3. Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha). Permasalahan yang timbul dalam melakukan akad mudharabah, baik dalam bentuk penghimpunan dana maupun pembiayaan, Hampir semua bank syariah di Indonesia termasuk Bank BPD Syariah adalah penggunaan bagi-hasil berdasarkan sistem pembagian pendapatan (revenue sharing) dan bukan menggunakan sistem pembagian hasil profit loss sharing yang merupakan karakter dari pembiayaan mudharabah . Penggunaan akad mudharabah dalam produk pembiayaan produktif dengan akad mudharabah Bank BPD DIY Syariah akan membutuhkan penentuan nisbah bagi-hasil antara pihak bank dengan nasabah . Karena penggunaan akad mudharabah dalam produk pembiayaan produktif Bank BPD DIY Syariah akan menimbulkan hubungan timbal-balik antara nasabah dengan pihak bank. Akad mudharabah yaitu akad kerjasama antara pemilik dana ( Shahibul Maal) dengan pengelola dana (Mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha dengan nisbah bagi-hasil (keuntungan atau kerugian) menurut kesepakatan. Apabila shahibul maal dalam menjalankan usahanya mengalami kerugian dikarenakan faktor sedikitnya transaksi yang dilakukan, tentunya akan menyulitkan pengguna produk pembiayaan produktif . Jika hal tersebut terjadi nasabah dapat mengalami kerugian yang dikarenakan pembagian bagi-hasil yang cenderung membebani shahibul maal. Sehingga idealnya apabila pendapatan yang diperoleh oleh pihak shahibul maal dipotong biaya produksi dan hasilnya dibagi sesuai prosentase kesepakatan pada awal akad .
Oleh karena itu, penulis merasa perlu me mbahas masalah- masalah tersebut yang akan dituangkan
dalam skripsi berjudul PENENTUAN NISBAH BAGI -
HASIL ANTARA MUDHARIB DENGAN SHAHIBUL MAAL DALAM PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK BPD DIY SYARIAH . B. Rumusan Masalah 1.
Bagaimanakah penentuan nisbah bagi-hasil antara mudharib dengan shahibul maal pada pembiayaan mudharabah di Bank BPD DIY Syariah ?
2.
Bagaimanakah penyelesaian sengketa antara mudharib dengan shahibul maal terkait dengan penentuan nisbah bagi-hasil?
C. Tujuan Penelitian 1.
Untuk mengetahui penentuan nisbah bagi-hasil antara mudharib dengan shahibul maal di Bank BPD DIY Syariah
2.
Untuk mengetahui bentuk penyelesaian sengketa antara mudharib dengan shahibul maal terkait dengan nisbah bagi -hasil.
D. Tinjauan Pustaka Pengertian Bank dalam pasal 1 angka 2 Undang-undang Perbankan Syariah UU No 21 Tahun 2008, lengkapnya sebagai berikut:
6
“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meni ngkatkan taraf hidup rakyat .”
6
Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit: Suatu Tinjauan Yuridis , Djambatan, Jakarta, 1995, hal 1-2
Bank berdasarkan prinsip syariah atau bank Islam seperti halnya bank konvensional, berfungsi sebagai suatu lembaga intermediasi ( intermediary institution), yaitu menerim atau menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Bank syariah tidak melakukan usahanya berdasarkan bunga, tetapi berdasarkan prinsip syariah yaitu prinsip bagi -hasil. Pendirian bank syariah mempunyai tujuan untuk mengembangkan penerapan prinsip -prinsip Islam, syariah dan tradisinya ke dalam transaksi keuangan dan perbanka n. Prinsip utama yang diikuti oleh bank Islam itu adalah: 1. Larangan riba dalam berbagai bentuk transaksi ; 2. Melakukan kegiatan usaha dan perdagangan berdasarkan perolehan keuntungan yang sah; 3. Memberikan zakat. 7 Menurut Ensiklopedia Islam, Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa -jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesu aiakan dengan prinsip-prinsip syariah Islam.8 Syafi’i Antonio dan Perwat aatmadja membedakan menjadi dua pengertian yaitu Bank Islam yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam dan bank yang tatacara beroperasinya mengacu pada ketentuan Al-Quran dan Hadist. Sementara bank yang beroperasi sesuai prinsip syariah Islam khususnya menyangkut tatacara bermuamalat menurut Islam merupakan kegiatan yang menghindari praktik -praktik riba, untuk diisi dengan investasi atas dasar bagi-hasil dan pembiayaan perdagangan. 7
Tan Sri Datuk Ahmed Mohammed Ibrahim, Legal Issues in Implemention of Islamic Banking and Finance, Labuan International Summit on Islamic Financial & Investment Instrument, 16 -18 June 1997. 8 Warkum Sumitro, Op.cit., hal 5.
Pasal 1 angka 25 Undang-undang No. 21 tahun 200 8 disebutkan mengenai pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yaitu: “Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan .” Pengertian yang menyangkut prinsip syariah ter dapat dalam Undang-undang No. 21 Tahun 2008, yaitu: “Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. Bank di dalam menjalankan prinsip yang terdapat dalam UU No 21 Tahun 2008, yaitu: Bab IV tentang jenis dan kegiatan usaha, pasal 19, kegiatan bank syariah meliputi: 1. Menghimpun dana dalam bentuk simpanan berupa giro, tabungan, atau bentuk yang lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan prinsip wadi’ah ataua akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; 2. Menghimpun dana dalam bentuk investasi berupa Deposito, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan prinsip akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan p rinsip syariah; 3. Menyalurkan Pembiayaan bagi -hasil berdasarkan akad mudharabah, akad salam, akad istishna’, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; 4. Menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah;
5. Menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah berdasarkan akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk muntahiya bittamlik atau akad lain yang tidak bertentang dengan prinsip Syariah; 6. Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip Syariah; 7. Melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah; 8. Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berhar ga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan prinsip syariah, antara lain, seperti Akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah 9. Membeli surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia; 10.
Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antara pihak ketiga berdasarkan prinsip syariah;
11. Melakukan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu ak ad yang berdasarkan prinsip syariah; 12.
Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah;
13. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah berdasarkan prinsip syariah; 14. Melakukan fungsi sebagai Wali Amanat berdasarkan Akad Wakalah
15. Memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan prinsip syariah;dan 16. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan pr insip Syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -undangan Dewan Syariah Nasional. Dasar-dasar hukum positif inilah yang dijadikan pijakan bagi Bank Islam di Indonesia dalam mengembangkan produk dan operasionalnya. Berdasarkan hukum positif tersebut, Bank Islam di Indonesia sebenarnya memiliki keleluasaan dalam mengembangkan produk dan aktivitas operasionalnya. Bank Syariah memiliki beberapa keistimewaan, diantaranya: 1. Adanya kesamaan ikatan emosional yang kuat antara pemegang saham, pengelola bank dan nasabahnya. Kuatnya emosional keagamaan ini akan menimbulkan akibat kebersamaan dalam menghadapi risiko usaha dan membagi keuntungan secara jujur dan adil. Semua pihak yang terlibat dalam Bank Islam akan memiliki tanggungjawab usaha yang sama sesu ai dengan ajaran agamanya, sehingga semua pihak akan memperolehnya dengan ikhlas. 2. Diterapkannya sistem bagi-hasil sebagai pengganti bunga akan menimbulkan akibat yang positif, yaitu: a. Cost push inflation, yaitu akibat penerapan si stem bunga pada bank konvesional dapat dihilangkan, sehingga bank Islam dapat menjadi pendukung kebijaksanaan moneter yang handal. b. Memungkinkan persaingan antar bank Islam secara wajar, karena keberhasilan bank Islam ditentukan oleh fungsi edukatif bank dalam membina nasabah dengan kejujuran, keuletan dan profesionalisme. Akibatnya bank Islam akan
lebih mandiri dari pengaruh pengaruh gejolak moneter baik dalam maupun luar negeri. 3. Bank Islam memiliki fasilitas pembiayaan kebaikan ( al-Qard al-Hasan) yang diberikan secara cuma-cuma. Nasabah hanya berkewajiban membayar biaya materai, notaris dan biaya studi kelayakan. Keistimewaan jenis fasilitas ini, selain tanpa beban, serta tampak besarnya kepedulian bank terhadap nasabah tanpa memandang tingkat ekonominya. Bank memandang nasabah sel aku mitra usaha yang tidak hanya pertimbangan bisnis semata, tetapi juga pertimbangan kemanusiaan. 4. Keistimewaan yang paling menonjol dalam bank Islam adalah melekat pada konsep dengan berorientasi pada kebersamaan dalam hal: a. Mendorong kegiatan investasi da n menghambat simpanan yang tidak produktif melalui sistem operasi profit and lost sharing sebagai pengganti bunga, baik yang diterapkan kepada nasabah al -mudharabah dan almusyarakah maupun yang diterapkan pada banknya sendiri. Sistem penyimpanan dana ini memberikan motivasi untuk melakukan investasi yang menguntungkan. b. Memerangi kemiskinan dengan membina golongan ekonomi lemah dan tertindas (Dhu’afa dan Mustadh’afin ) melalui bantuan hibah yang diarahkan oleh bank secara produktif. Dananya bisa diperoleh me lalui zakat dan sedekah, serta melalui pinjaman lunak tanpa bunga ( al-qardhu hasan) yang dananya diperoleh dari zakat. Khusus penerimaan dari infak, dananya disalurkan untuk pengembangan sarana ibadah dan pendidikan Islam.
c. Mengembangkan produksi, mengemban gkan perdagangan dan memperluas kesempatan kerja melalui kredit pemilikan barang atau peralatan modal dengan pembayaran tangguh ( al-murabahah) dan pembayaran cicilan ( albai’u bithaman ajil) yang disalurkan kepada pengusaha, pedagang perantara, dan konsumen dari barang yang dihasilkan dari pengusaha produsen. Dana untuk pengembangan industri, perdagangan dan kesempatan kerja ini diperoleh dari penyimpanan dana baik dalam bentuk giro, tabungan maupun deposito. d. Meratakan pendapatan melalui sistem bagi-hasil dan kerugian (profit and lost sharing) baik yang diberlakukan pada banknya sendiri sebagai mudharib atau pemegang amanah maupun kepada peminjam dalam operasi mudharabah dan musyarakah. 9 5. Penerapan sistem bagi-hasil, berarti tidak membebani bia ya diluar kemampuan nasabah. 6. Adanya kenyataan bahwa dalam kehidupan ekonomi cenderung menimbulkan pengeksploitasian kelompok kuat (kuat ekonomi dan politik) terhadap kelompok lemah yang merupakan mayoritas untuk berkreasi bagi munculnya kehidupan ekonomi yang berkeadilan. Bank Islam dengan sistem bagi-hasilnya menawarkan alternatif terhadap kehidupan ekonomi yang berkeadilan itu. Perbankan syariah dalam tata hukum Indonesia keberadaanya diatur dalam Undang-undang No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah maka secara tegas Sistem Perbankan Syariah ditempatkan sebagai bagian dari Sistem Perbankan
9
Karnaen Perwataatmadja dan Muhammad Syafi’i Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam, 2001,Dana Bhakti Prima Yassa, Yogyakarta, hlm.24 -25
Nasional. Perbankan syariah adalah konsep perbankan yang memberikan layanan dan melakukan kegiatan operasional perbankan berdasarkan ketentuan -ketentuan syariat agama Islam dengan memberikan layanan bebas bunga kepada para nasabahnya. Pembiayaan mudharabah, disamping perlunya landasan operasional yang kuat, maka selanjutnya perlu adanya sosialisasi secara optimal agar terbukanya pemahaman masyarakat terhadap bank syariah dan lembaga keuangan syariah. Masyarakat perlu untuk memahami tentang pembiayaan yang ada dalam perbankan syariah. Salah satu bentuk pembiayaan adalah
mudharabah.
mudharabah atau orang Hijaz menyebutnya muqaradlah adalah akad yang telah dikenal oleh umat muslim sejak zaman nabi. Ketika Nabi Muhammad SAW, berprofesi sebagai pedagang 10, nabi melakukan akad mudharabah dengan Khadijah. Dengan demikian, ditinjau dari segi hukum Islam, maka praktik mudharabah ini diperbolehkan, baik menurut Alquran, Hadits maupun Ijma.11 Banyak terdapat beberapa pengertian Mudharabah dalam beberapa literatur namun secara esensi adalah sama. Pengertian Mudharabah adalah suatu bentuk perniagaan di mana si pemilik modal (shahibul maal) memberikan modalnya kepada pengusaha, yang selanjut nya disebut mudharib, untuk modal usaha dengan keuntungan akan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan pada saat akad, jika ada kerugian yang bukan merupakan akibat kesalahan dari pihak mudharib, akan ditanggung si pemilik modal.
10
Kala itu Nabi Muhammad SAW berusia kira -kira 20-25 tahun, dan belum menjadi nabi. M. Anwar Ibrahim, Konsep Profit and Loss Sharing System Menurut Empat Mazhab . Makalah tidak diterbitkan, hlm 1-2. menurut Alquran, lihat misalnya dalam QS (73:20). Menurut Sunnah, diantaranya hadits Ibnu Abbas r.a. bahwa nabi mengakui syarat -syarat mudharabah yang diterapkan Al-‘Abbas bin Abdul Muthalib kepada mudharib. Menurut Ijma, karena sistem ini sudah dik enal sejak zaman nabi dan zaman sesudahnya. Para sahabat banyak yang mempraktikannya dan tidak ada yang mengingkarinya. 11
“ Pemilik modal menyerahkan modalnya kepada pekerja/pedagang untuk diusahakan/dikelola sedangkan keuntungan dagang itu dibagi menurut kesepakatan bersama.” 12 Mudharabah secara umum terbagi menjadi dua jenis, yaitu: 1.
Mudharabah Muthlaqah Mudharabah muthlaqah (unrestricted) adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis.
2.
Mudharabah Muqayyadah Mudharabah muqayyadah atau disebut juga dengan istilah restricted mudharabah/specified mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah. Mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha.
Jaminan menurut mayoritas ahli fiqih selain mazhab Hanafi, terbagi menjadi dua yaitu, pertanggungan dengan harta dan j aminan pertanggungjawaban pribadi (persoon). Jaminan pertanggungjawaban pribadi atau dhommanan yang sering disebut dengan kafalah yaitu suatu bentuk pertanggungjawaban dengan bentuk menanggung kewajiban orang lain menjadi kewajiban penanggung atau penjamin . Sedangkan jaminan pertanggungan harta ( rahn) yaitu menjadikan suatu harta atau benda sebagai jaminan hutang, yang dapat dijadikan jaminan pembayaran hutang apabila orang yang bersangkutan tidak mampu membayar hutang tersebut. 13
12
Ensiklopedia Hukum Islam Abi Zakariya Yahya Ibn Syar An -Nawawi, al-majmu’ Syarh al-muhadzdzab, Darr al-Fikr, Beirut, 1996, jz 9, hlm 406. 13
Pengertian jaminan di sini sesuai dengan kaidah hukum positif di Indonesia tentang jaminan. Pengertian jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur yang diserahkan oleh debitur untuk menjamin bahwa debitur akan memenuhi kewajibannya (prestasi) yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan. 14 Berdasarkan hukum positif, jaminan dibedakan menjadi dua macam, yaitu jaminan kebendaan (materiil) dan jaminan perorangan (immaterial).15 E. Metode Penelitian
1.
Objek Penelitian a. Penentuan nisbah bagi-hasil antara mudharib den gan shahibul maal b. Bentuk penyelesaian sengketa antara mudharib dengan shaibul maal terkait dengan nisbah bagi-hasil
2.
Subjek Penelitian a. Nasabah Bank BPD DIY Syariah Yogyakarta sebagai Mudharib b. Account Officer Bank BPD BIY Syariah Yogyakarta sebagai Shahibu l Maal
3.
Sumber Data a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh dari penelitian lapangan ( field research) b. Data Sekunder, yaitu berupa data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) yang terdiri atas: 1)
14
Bahan hukum primer, berupa peraturan perundang-
Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia , PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2004, hlm 21-22. 15 Ibid, hlm 23
undangan 2)
Bahan hukum sekunder, berupa rancangan peraturan perundang-undangan, literatur, jurnal serta hasil penelitian terdahulu
3)
Bahan hukum tersier, berupa kamus, ensiklopedi dan leksikon.
4.
Teknik Pengumpulan Data a. Data Primer Dilakukan dengan cara: Wawancara, yang berupa wawancara langsung, menggunakan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Dilengkapi juga dengan wawancara tidak langsung, dengan menggunakan daftar pertanyaan ya ng terbagi menjadi beberapa kelompok sesuai dengan subyek penelitian. b. Data Sekunder Dilakukan dengan cara: 1) Studi kepustakaan, yakni dengan menginventarisasi dan mengkaji bahan hukum yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. 2) Studi dokumentasi, mengkaji berbagai dokumen resmi institusional yang berupa akad mudharabah dan lain -lain yang berhubungan dengan penelitian.
5.
Metode Pendekatan Metode pendekatan adalah sudut pandang yang digunakan peneliti dalam memahami dan menyelesai kan permasalahan. Pendekatan yang digunakan
adalah pendekatan yuridis, dan jika dianggap perlu digunakan pendekatan lain sebagai penunjang dari pendekatan yuridis tersebut, misalnya: filosofis, politis dan komparatif. 6.
Analisis Data Data yang diperoleh dari penelitian akan dianalisis dengan cara deskriptif kualitatif, yaitu data yang diperoleh disajikan secara deskriptif dan dianalisis secara kualitatif, dengan langkah -langkah sebagai berikut : a. Data penelitian diklasifikasikan sesuai dengan permasalahan p enelitian; b.
Hasil klasifikasi data selanjutnya disistematikan ;
c.
Data yang telah disistematikan kemudian dianalisis untuk dijadikan dasar dalam mengambil kesimpulan.
F. Sistematika Pembahasan Skripsi ini akan dibahas secara sistimatis dan mendalam mengenai Penentuan nisbah bagi-hasil antara Mudharib dengan Shahibul Maal dan penyelesaian sengketa terkait dengan penentuan nisbah bagi -hasil pada Bank BPD DIY Syariah. Maka sistematika pembahasannya disusun sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan, yang terdiri dari: La tar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika Pembahasan.
BAB II
Tinjauan Umum tentang Mudharabah, Bagi-Hasil, dan Penyelesaian Sengketa,
terdiri
dari
Tinjauan
Umum
Mudharabah
meliputi:
Pengertian
Mudharabah, Dasar Hukum Mudharabah, Rukun dan Syarat Mudharabah, Jenisjenis Mudharabah, Tinjauan Umum tentang Bagi -Hasil yaitu: Perbedaan bagi Hasil dan Bunga serta Tinjauan Umum tentang Penyelesaian Sengketa yang berisi: Penyelesaian sengketa melal ui mediasi, penyelesaian sengketa melalui Basyarnas dan penyelesaian sengketa melalui Pengadilan Agama BAB III Penentuan nisbah bagi-hasil antara Mudharib dengan Shahibulu Maal pada pembiayaan Mudharabah dan penyelesaian sengketa terkait dengan penentuan n isbah bagi-hasil. BAB IV Penutup, terdiri dari: Kesimpulan dan Saran -Saran.