BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang dalam kehidupan sehari-hari saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan adanya suatu hubungan timbal balik, bukan tidak mungkin akan terjadi suatu konflik atau sengketa. Sengketa dapat muncul dalam kehidupan manusia diakibatkan oleh adanya suatu pertentangan atau perselisihan antara dua pihak atau lebih. Setiap sengketa yang terjadi memerlukan penyelesaian yang tepat, disinilah hukum memegang peranan penting dalam menyelesaikan sengketa tersebut. Meningkatnya aktivitas manusia seiring dengan arus globalisasi dewasa ini menyebabkan banyak terjadi suatu gesekan kepentingan antar individu maupun antar kelompok yang menimbulkan perselisihan. Permasalahan tersebut tidak jarang sampai ke ranah pengadilan. Dalam hal ini, pengadilan harus memutus dengan seadil-adilnya dan sedapat mungkin menyelesaiakan sengketa yang terjadi dengan waktu yang singkat sesuai dengan asas sederhana, cepat, dan biaya ringan sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 2 angka 4 UndangUndang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Asas sederhana, cepat, dan biaya ringan adalah hakim dalam mengadili suatu perkara harus berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan perkara dalam tempo yang tidak terlalu lama.5
5
Sarwono, 2011, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 23.
Masyarakat
masih
menganggap
proses
birokrasi
di
pengadilan
memerlukan waktu yang panjang dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Beberapa faktor penyebab tidak disukainya penyelesaian sengketa melalui pengadilan adalah6: 1. Memakan waktu yang lama dari pengadilan tingkat pertama sampai tingkat banding atau kasasi; 2. Memakan biaya yang tinggi; 3. Meregangkan hubungan pihak-pihak yang bersengketa; 4. Pengadilan dianggap perpanjangan tangan kekuasaan; 5. Pengadilan dianggap tidak bersih, sehingga putusan-putusannya dianggap telah memihak yang mendatangkan ketidak adilan. Berdasarkan hal-hal tersebut, terdapat beberapa faktor yang bertolak belakang dengan asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan. Untuk itu diperlukan suatu pengembangan model-model penyelesaian sengketa yang lebih efektif dan efisien, sehingga dapat menjadi alternatif bagi masyarakat dalam menyelesaikan sengketa yang tengah dialami. Alternatif penyelesaian sengketa (Alternative Dispute Resolution) dapat menjadi solusi bagi pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan konflik yang dialami dalam waktu yang singkat dan biaya yang murah. Istilah Alternative Dispute Resolution (ADR) dikenal di Indonesia sejak ditetapkannya UndangUndang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, akan tetapi sebenarnya penyelesaian-penyelesaian sengketa secara 6
Lihat Erman Rajagukguk, 2001, Abitrase Dalam Putusan Pengadilan, Chandra Pratama, Jakarta, hlm. 103.
konsensus sudah lama dilakukan oleh masyarakat, yang intinya menekankan pada upaya musyawarah mufakat, kekeluargaan, perdamaian, dan sebagainya.7 ADR mempunyai daya tarik khusus di Indonesia karena keserasiannya dengan sistem sosial, budaya, dan tradisional yang berdasarkan musyawarah mufakat. 8 Dewasa ini dikenal beberapa istilah untuk ADR, antara lain9: 1. Pilihan Penyelesaian Sengketa (PPS), 2. Mekanisme Alternatif Penyelesaian Sengketa (MAPS), 3. Pilihan penyelesaian sengketa di luar pengadilan, dan mekanisme penyelesaian sengketa secara kooperatif. Dalam ketentuan Pasal 1 butir 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, disebutkan bahwa ADR adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati oleh para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara atau metode konsultasi, negosiasi, mediasi, konsolidasi, dan penilaian ahli. Mediasi merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa melalui perdamaian yang mempunyai prospek dan peluang untuk dikembangkan serta diberdayakan di pengadilan.10 Sebagai salah satu mekanisme penyelesaian sengketa alternatif di luar pengadilan, mediasi sudah lama dipakai dalam berbagai kasus-kasus bisnis, lingkungan hidup, perburuhan, pertanahan, 7
Lihat Bambang Sutiyoso, 2008, Hukum Abitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Gama Media, Yogyakarta, hlm. 19. 8 ibid. 9 Sophar Maru Hutagalung, 2012, Praktik Peradilan Perdata dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 311. 10 Nurnaningsih Amriani, 2011, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 9.
perumahan, sengketa konsumen, dan sebagainya yang merupakan perwujudan tuntutan masyarakat atas penyelesaian sengketa secara cepat, efektif, dan efisien.11 Dengan mediasi pihak yang berperkara dapat mencapai hasil akhir yang adil tanpa mengeluarkan biaya yang banyak dan tanpa memerlukan waktu yang lama dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi. Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan merupakan suatu aturan khusus yang mengatur mengenai pelaksanaan mediasi di pengadilan. Melalui PERMA tersebut, Mahkamah Agung memerintahkan agar semua hakim yang menyidangkan perkara dengan sungguh-sungguh mengusahakan perdamaian.12 Dalam PERMA tersebut terdapat pengecualian terkait dengan jenis perkara yang dimediasi sebagaimana diatur dalam Pasal 4 yang menyebutkan bahwa jenis perkara yang dimediasi kecuali perkara yang diselesaikan melalui prosedur pengadilan niaga, pengadilan hubungan industrial, keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, dan keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Perkara yang diselesaikan melalui prosedur pengadilan hubungan industrial merupakan salah satu jenis perkara yang dikecualikan untuk dimediasi menurut PERMA Nomor 1 Tahun 2008. Salah satu alasan dikecualikannya perkara hubungan industrial pada PERMA Nomor 1 Tahun 2008 karena setiap perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya secara bipartit. Penyelesaian bipartit yaitu musyawarah antara 11 12
Bambang Sutiyoso, opcit., hlm. 56. Nurnaningsih Amriani, opcit.,hlm. 6.
pekerja dengan pengusaha13 dan prosedur mediasi pada perselisihan hubungan industrial dilakukan di setiap kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan (Tripartit). Pengadilan hubungan industrial merupakan pengadilan khusus yang berada pada lingkungan peradilan umum. Kewenangan mutlak atau kompetensi absolut dari pengadilan hubungan industrial disebutkan dalam Pasal 56 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, yakni pengadilan hubungan industrial bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus14: 1. ditingkat pertama mengenai perselisihan hak; 2. ditingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan; 3. ditingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja; 4. ditingkat
pertama
dan
terakhir
mengenai
perselisihan
antarserikat
perkerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 mengatur secara khusus penyelesaian melalui mediasi terhadap perselisihan hubungan industrial. Dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 menyebutkan bahwa penyelesaian perselisihan melalui mediasi dilakukan oleh mediator yang berada di setiap kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota. Perselisihan hubungan industrial yang dapat diselesaikan melalui mediasi adalah semua jenis perselisihan hubungan industrial yang
13
Asri Wijayanti, 2009, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 185. 14 Agusmidah, 2010, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor, hlm. 183.
dikenal dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004.15 Perselisihan hubungan industrial tersebut diselesaikan melalui musyawarah dengan ditengahi oleh seseorang atau lebih mediator yang netral.16Mediator adalah pegawai instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai mediator yang ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan yang dilimpahkan kepadanya. 17 Dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 menyebutkan bahwa mediator harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. warga negara Indonesia; c. berbadan sehat menurut surat keterangan dokter; d. menguasai peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan; e. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; f. berpendidikan sekurang-kurangnya Strata Satu (S1); dan g. syarat lain yang ditetapkan oleh menteri. Pengadilan Hubungan Industrial Yogyakarta merupakan salah satu pengadilan hubungan industrial yang ada di Indonesia. Pengadilan Hubungan Industrial Yogyakarta berdiri pada tahun 2006 sesuai dengan spirit yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004. Sejak tahun 2008 hingga bulan Oktober tahun 2013 sebanyak 13 perkara perselisihan hubungan 15
Zaeni Asyhadie, 2009, Peradilan Hubungan Industrial, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 108. ibid. 17 ibid, hlm. 109. 16
industrial diselesaikan melalui perdamaian di Pengadilan Hubungan Industrial Yogyakarta. Salah satu penyelesaian melalui perdamaian di Pengadilan Hubungan Industrial Yogyakarta tercermin dalam Putusan Perdamaian Nomor 07/G/2012/PHI.Yk.. Dalam putusan tersebut kedua belah pihak menyatakan bersedia untuk mengakhiri perselisihan hak dan perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja dengan mengadakan perdamaian. Adanya prosedur mediasi pada Pengadilan Hubungan Industrial Yogyakarta tentu menimbulkan suatu pertanyaan mengingat dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2008 mengecualikan jenis perkara yang diselesaikan melalui pengadilan hubungan industrial untuk dilakukan mediasi. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis berkeinginan untuk mengkaji dengan lebih mendalam mengenai permasalahan tersebut dalam sebuah penelitian ilmiah dengan judul “Putusan Perdamaian Dalam Penyelesaian Perselisihan Di Pengadilan Hubungan Industrial Yogyakarta (Studi Kasus Putusan Perdamaian Nomor 07/G/2012/PHI.Yk.)”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut. 1. Apakah Putusan Perdamaian Nomor 07/G/2012/PHI.Yk. tidak bertentangan dengan Pasal 4 PERMA Nomor 1 Tahun 2008 dan bagaimanakah akibat hukumnya?
2. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan Pengadilan Hubungan Industrial Yogyakarta menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui upaya perdamaian dalam Putusan Perdamaian Nomor 07/G/2012/PHI.Yk.?
C. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang telah dilakukan penulis sampai saat ini, belum ditemukan atau diketahui adanya penelitian mengenai Putusan Perdamaian Dalam Penyelesaian Perselisihan Di Pengadilan Hubungan
Industrial
Yogyakarta
(Studi
Kasus
Putusan
Nomor
07/G/2012/PHI.Yk.). Sebelum penelitian ini dilakukan, diketahui telah ada penulisan hukum mengenai penyelesaian perselisihan hubungan indutrial di pengadilan hubungan industrial, yaitu: 1) Tesis tahun 2007 yang disusun oleh Mishbahul Munir yang berjudul Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri Yogyakarta dan 2) Tesis tahun 2008 yang disusun oleh Muh. As Ari. AM. Yang berjudul Efektifitas Pengadilan Hubungan Industrial Dalam Menyelesaikan Perselisihan Hubungan Industrial Di Makasar. Tesis tahun 2007 yang disusun oleh Mishbahul Munir, mahasiswa Magister Ilmu Hukum (UGM) yang berjudul Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri Yogyakarta. Rumusan masalah penelitian ini, yaitu 1) bagaimana pelaksanaan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui pengadilan hubungan industrial pada Pengadilan Negeri Yogyakarta? 2) hambatan/kendala
apa saja yang terjadi dalam pelaksanaan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui pengadilan hubungan industrial pada Pengadilan Negeri Yogyakarta?
3) bagaimana upaya
yang dilakukan untuk mengatasi
hambatan/kendala yang terjadi dalam pelaksanaan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui pengadilan hubungan industrial pada Pengadilan Negeri Yogyakarta?. Berdasarkan pada rumusan masalah tersebut, kesimpulan penelitian ini adalah pelaksanaan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui pengadilan hubungan industrial pada Pengadilan Negeri Yogyakarta dimulai dengan pengajuan gugatan dan pendaftaran gugatan ke pengadilan hubungan industrial kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan di persidangan, dilakukan upaya perdamaian apabila tidak tercapai dilanjutkan dengan pembacaan gugatan oleh penggugat dan tergugat diberi hak untuk memberikan jawaban atas gugatan, ada replik dan duplik, dilanjutkan dengan pembuktian oleh kedua pihak, diikuti dengan pendapat akhir berupa kesimpulan hasil pemeriksaan selama sidang berlangsung dan pada akhir persidangan Majelis Hakim menjatuhkan putusan. Mengenai hambatan yang terjadi
dalam
pelaksanaan
penyelesaian
perselisihan
hubungan
industrialditinjau dari beberapa aspek, yaitu: dari aspek hakim meliputi hakim karir yang kosong dan hakim ad hoc yang bukan berlatar belakang sarjana hukum; dari aspek para pihak yang berselisih kurang begitu paham dalam beracara di persidangan; dari aspek peraturan perundang-undangan ada peraturan perundang-undangan yang menimbulkan multitafsir, sedangkan mengenai upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan yang terjadi dalam
pelaksanaan penyelesaian perselisihan hubungan industrial ditinjau dari beberapa aspek, diantaranya yaitu: dari aspek hakim, untuk jabatan hakim karir yang kosong ketua Pengadilan Negeri Yogyakarta telah mengajukan permohonan kepada Mahkamah Agung dan hakim ad hoc telah mengupayakan studi lanjut untuk mengambil pendidikan hukum; dari aspek para pihak yang bersengketa, dalam beracara di persidangan para pihak telah mengupayakan untuk meminta bantuan, dimana para pekerja biasanya meminta bantuan kepada LBH Yogyakarta, sedangkan pengusaha menggunakan jasa advokat; dari aspek peraturan perundang-undangan yang menimbulkan penafsiran yang berbeda atau multitafsir telah dilakukan konsultasi antara pejabat di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan hakim karir dan pejabat di pengadilan hubungan industrial pada Pengadilan Negeri Yogyakarta. Tesis tahun 2008 yang disusun oleh Muh. As Ari. AM., mahasiswa Magister Ilmu Hukum UGM yang berjudul Efektifitas Pengadilan Hubungan Industrial Dalam Menyelesaikan Perselisihan Hubungan Industrial Di Makasar. Rumusan masalah penelitian ini yaitu 1) bagaimanakah efektifitas pengadilan hubungan industrial dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial di Makassar? 2) hal-hal apakah yang menghambat dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui pengadilan hubungan industrial?. Berdasarkan pada rumusan masalah tersebut, kesimpulan penelitian ini adalah Pengadilan Hubungan Industrial Makasar masih efektif dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial, sedangkan faktor-faktor penghambat
efektifitas pengadilan hubungan industrial dalam menyelesaiakan perselisihan hubungan industrial antara lain adalah faktor penghambat eksternal para pelaksana pengadilan hubungan industrial di Makasar: pemisah gedung pengadilan hubungan industrial dengan pengadilan negeri; sarana fasilitas tidak mendukung dimana tidak disediakan ruang untuk hakim ad hoc pengadilan hubungan industrial di pengadilan negeri serta tidak mencukupinya daya tampung ruang sidang; tidak adanya kerjasama baik antara lembaga keamanan dengan pengadilan hubungan industrial. Kemudian faktor penghambat internal meliputi beban kerja yang ditanggung oleh hakim dan keterlambatan diterimanya honor hakim. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada fokus penelitian ini, yaitu penyelesaian sengketa melalui perdamaian di pengadilan hubungan industrial, sedangkan penelitian sebelumnya yang membahas mengenai penyelesaian perselisihan hubungan industrial di pengadilan hubungan industrial tidak meneliti mengenai perdamaian di pengadilan hubungan industrial.
D. Tujuan Penelitian Agar penelitian ini memiliki suatu maksud yang jelas, maka harus memiliki tujuan sehingga dapat mencapai target yang dikehendaki. Adapun tujuan dalam penelitian ini yaitu :
1. Untuk
mengkaji
dan
menganalisis
Putusan
Perdamaian
Nomor
07/G/2012/PHI.Yk. jika dikaitkan dengan Pasal 4 PERMA Nomor 1 Tahun 2008 dan akibat hukumnya. 2. Untuk mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan Pengadilan Hubungan Industrial Yogyakarta melakukan penyelesaian perselisihan melalui perdamaian dalam Putusan Perdamaian Nomor 07/G/2012/PHI.Yk.
E. Manfaat Penelitian Apabila tujuan penelitian dapat dicapai, maka manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini meliputi dua aspek, yaitu : 1. Aspek Keilmuan Penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
gambaran
mengenai
penyelesaian perselisihan melalui perdamaian di Pengadilan Hubungan Industrial Yogyakarta dan memberikan masukan untuk dijadikan bahan pertimbangan kepada pembuat peraturan terkait dengan prosedur mediasi di pengadilan. 2. Aspek Praktis a. Manfaat Bagi Praktisi Hukum 1) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi hakim di pengadilan hubungan industrial dalam menyelesaiakan perselisihan hubungan industrial. 2) Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pemahaman terkait dengan prosedur mediasi perselisihan hubungan industrial.
3) Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu solusi dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. b. Manfaat Bagi Akademisi Hukum 1) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai perbedaan yang yang terjadi antara das sollen dengan das sein terkait dengan prosedur mediasi di pengadilan hubungan industrial. 2) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai prosedur mediasi dalam perselisihan hubungan industrial.