1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Sekitar 1 miliar manusia atau setiap 1 di antara 6 penduduk dunia adalah remaja (UNFPA, 2000). Sebanyak 85% di antaranya hidup di negara berkembang. Remaja berusia 15-24 tahun di Indonesia berdasarkan sensus penduduk 2010 berjumlah 40,75 juta dari seluruh penduduk yang berjumlah 237,6 juta jiwa. Sementara jumlah penduduk usia 10-14 tahun berjumlah 22,7 juta (BKKBN, 2010). Sekitar 60 juta jiwa penduduk Indonesia adalah remaja. Permasalahan remaja yang ada saat ini sangat kompleks dan mengkhawatirkan. Berbagai data menunjukkan bahwa penerapan pemenuhan reproduksi bagi remaja belum sepenuhnya mereka dapatkan antara lain dalam hal pemberian informasi. Hal ini dapat dilihat dari masih rendahnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi yaitu tentang masa subur (BKKBN, 2008). Pengetahuan remaja di Indonesia tentang kesehatan reproduksi masih sangat rendah. Seperti contoh pengetahuan remaja terhadap menstruasi sebagai ciri akil baligh wanita. Remaja laki-laki yang mengetahui menstruasi sekitar 37% (20-24 tahun) dan 32 % (15-19 tahun). Sementara remaja perempuan sekitar 78% (20-24 tahun) dan 75% (15-19 tahun) (BKKBN, 2010). Hasil survei kesehatan reproduksi remaja (SKKRI) tahun 2007 pengetahuan tentang tanda akil balik pada laki-laki adalah suara menjadi besar masing-masing 55 % dari remaja wanita dan 35% dari
1
2
remaja pria, tumbuh rambut diwajah sekitar alat kelamin, ketiak, dada dan kaki masing-masing 32% untuk remaja wanita dan 37% untuk remaja pria. Pengetahuan tentang akil balik pada wanita tertinggi pada mulai haid sebesar 74,9%, payudara membesar 36,9% dan timbul jerawat 13,2%, dan terendah menonjolkan jati diri 0,8%, gairah seks meningkat 2,3%, tertarik lawan jenis 6,4% (BKKBN, 2007). Rendahnya pengetahuan terhadap ciri reproduksi, dapat menyebabkan remaja memiliki perilaku berisiko. Secara umum, pengetahuan remaja wanita terhadap risiko kehamilan lebih tinggi dibandingkan remaja pria. Akan tetapi pengetahuan terhadap risiko ini masih relatif rendah, yaitu sekitar 50%, bahkan remaja yang berpendidikan SD (Sekolah Dasar) sekitar 30%. Pengetahuan remaja terhadap risiko kehamilan semakin meningkat seiring peningkatan pendidikan (BKKBN, 2010). Bukti lain ketidaktahuan remaja tentang kesehatan reproduksi ini dapat dilihat dari banyaknya pertanyaan seputar organ reproduksi, perilaku seks saat pacaran, Infeksi Menular Seksual (IMS), Kehamilan Tak Dikehendaki (KTD), kontrasepsi, pelecehan seksual, homoseksual sampai masalah kepercayaan diri (Ngestiningrum, 2010). Hasil survei nasional Lembaga Demografi Universitas Indonesia (LDUI) tahun 1999 di 4 (empat) provinsi (Jatim, Jateng, Jabar dan Lampung) didapatkan hasil sebagai berikut, 45,1% remaja mempunyai pengetahuan yang baik tentang organ reproduksi, pubertas, menstruasi dan kebersihan diri, 42% remaja mengatakan Human Immunodeficiency Viruses (HIV) / Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) tidak ditularkan oleh orang yang tampak sehat, 46% remaja beranggapan
3
bahwa HIV/AIDS bisa disembuhkan, sekitar 24% remaja mengetahui tentang IMS. Hanya 55% mengetahui tentang proses kehamilan; 53% remaja tidak mengetahui bahwa sekali saja berhubungan badan dapat mengakibatkan kehamilan (UNFPA, 2005). Masalah reproduksi remaja selain berdampak secara fisik, juga dapat berpengaruh terhadap kesehatan mental, emosi, keadaan ekonomi dan kesejahteraan sosial dalam jangka panjang. Dampak jangka panjang tersebut tidak hanya berpengaruh terhadap remaja itu sendiri, tetapi juga terhadap keluarga, masyarakat dan bangsa pada akhirnya (UNFPA, 2005). Peralihan dari masa anak-anak ke masa remaja dikenal dengan masa pubertas. Secara klinis pubertas ditandai dengan munculnya kelamin sekunder dan berakhir jika sudah ada kemampuan bereproduksi. Kejadian yang penting dalam pubertas ialah pertumbuhan fisik yang cepat, timbul ciri-ciri kelamin sekunder, menarche, dan perubahan psikis (Wiknjosastro, 2009). Menarche sebagai tanda awal masuknya seorang perempuan dalam masa reproduksi. Rata-rata usia menarche pada umumnya adalah 12,4 tahun. Menarche dapat terjadi lebih awal pada usia 9-10 tahun atau lebih lambat pada usia 17 tahun. Secara nasional rata-rata usia menarche 13-14 tahun terjadi pada 37,5 % anak Indonesia (Depkes RI, 2010). Banyak wanita yang mengalami gangguan kesehatan fisik dan emosi selama fase luteal dari siklus menstruasi. Gejala meliputi lesu, mudah marah, mood kurang bagus, perubahan pola makan, badan tampak bengkak, timbul jerawat, nyeri payudara, insomnia. Lebih dari 70% wanita di dunia mengalami gejala menstruasi
4
tiap tahun. Penyebab yang pasti hingga saat ini belum diketahui, namun ketidakstabilan hormon esterogen dan progesteron serta faktor neurobiologi diyakini berperan penting dalam gejala sindrom pre-menstruasi. Sindrom pre-menstruasi dirasakan lebih dari 50% wanita usia reproduksi. Sindrom pre-menstruasi dipengaruhi oleh banyak faktor lain seperti faktor biologis (panjang siklus menstruasi, kehamilan), psikologi, gaya hidup sehari-hari (diet, olahraga, pemakaian kontrasepsi oral, merokok, alkohol), riwayat reproduksi (menyusui bayi, usia menarche, riwayat kehamilan sebelumnya), sosio-ekonomi (perkawinan, ras, kesibukan, pekerjaan) (Plinta, Drosdzol & Nowosielski, 2010). Survei melaporkan, di Amerika pada tahun 1990-1992 ditemukan kasus sebesar 50% wanita yang menderita gejala berat sindrom pre-menstruasi. Survei pada wanita di Perancis dilaporkan kurang lebih sebanyak 38% wanita menderita sindrom pre-menstruasi (Head, 2007). Sedangkan sebuah studi pada pelajar SMA di Indonesia didapatkan bahwa sindrom pre-menstruasi merupakan yang paling banyak dialami (75,8%) dari berbagai jenis gangguan menstruasi (Sianipar, 2009). SMP Negeri 1 Kampung PON merupakan salah satu SMP yang terletak di kota Sei Rampah dimana memiliki lokasi yang mudah dijangkau dan akses yang memadai dan berdasarkan survei awal yang dilakukan oleh peneliti di SMP Negeri 1 Kampung PON memiliki sikap yang berbeda-beda dalam menghadapi premenstrual syndrome. Sikap yang berbeda-beda terhadap premenstrual syndrome terkait dengan pengetahuan remaja di SMP Negeri 1 Kampung PON yang kurang tentang reproduksi remaja.
5
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja putri dengan sikap menghadapai premenstruasi syndrome di SMP Negeri 1 Kampung PON”
1.2. Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan adalah bagaimana hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja putri dengan sikap menghadapai premenstruasi syndrome di SMP Negeri 1 Kampung PON.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja putri dengan sikap menghadapai premenstruasi syndrome di SMP Negeri 1 Kampung PON. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk melihat pengetahuan kesehatan reproduksi remaja putri di SMP Negeri 1 Kampung PON. 2. Untuk melihat sikap remaja putri menghadapai premenstruasi syndrome di SMP Negeri 1 Kampung PON 3. Untuk melihat hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja putri dengan sikap menghadapai premenstruasi syndrome di SMP Negeri 1 Kampung PON
6
1.4. Manfaat Penelitian 1. Bagi Remaja Putri Sebagai bahan masukan bagi remaja putri untuk meningkatkan pengetahuan tentang reproduksi remaja putri dan sikap terhadap premenstrual syndrome. 2. Bagi Orangtua Remaja Untuk meningkatkan pengetahuan tentang reproduksi remaja putri dan premenstrual syndrome sehingga terjadi perubahan sikap dan perilaku remaja dalam menghadapi premenstrual syndrome. 3. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai bahan masukan untuk memperkokoh teori atau ilmu pengetahuan tentang reproduksi remaja putri dan premenstrual syndrome.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Remaja Menurut definisi yang dirumuskan WHO, remaja adalah suatu masa pertumbuhan dan perkembangan saat individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai ia mencapai kematangan seksual, individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa, terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh pada keadaan yang relatif lebih mandiri (Fatimah, 2006). Menurut ciri perkembangannya masa remaja dibagi tiga tahap yaitu masa remaja awal 10-12 tahun, masa remaja tengah 13-15 tahun dan masa remaja akhir 1619 tahun. Ciri-ciri perkembangan remaja perlu dipahami, agar penanganan masalah yang berkaitan dengan kesehatan reproduksinya dapat dilakukan lebih baik (Depkes RI, 2001). Ciri khas remaja awal lebih dekat dengan teman sebayanya, ingin bebas, lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berfikir abstrak. Ciri khas tahap remaja tengah, yaitu mencari identitas diri, timbul keinginan berkencan mempunyai rasa cinta yang mendalam, mengembangkan kemampuan berfikir abstrak, berkhayal tentang aktifitas seks. Ciri khas taraf akhir, yaitu pengungkapan kebebasan diri, lebih sensitif dalam mencari teman sebaya, mempunyai citra jasmani dirinya, dapat mewujudkan rasa cinta, mampu berfikir abstrak (Depkes RI, 2001).
7
8
Perubahan psikis yang terjadi pada masa remaja ditandai dengan keinginan untuk menyendiri, keengganan untuk bekerja, merasa bosan, kegelisahan yang menguasai diri, emosional, kurang percaya diri, mengkhayal dan berfantasi, mengalami rasa malu yang berlebihan, keinginan untuk mencoba hal yang belum diketahui, keinginan untuk menjelajah dan suka akan aktivitas kelompok (Fatimah, 2006). Perubahan kelamin primer dimulai dengan berfungsinya organ-organ genetalia yang ada. Perubahan ini terjadi pada laki-laki ditandai dengan mulai keluarnya mani (sperma) saat mimpi basah. Sedangkan pada wanita ditandai dengan menarche atau haid pertama kali (Soetjiningsih, 2004) Perubahan organ kelamin sekunder pada laki-laki ditandai dengan perubahan suara, bidang bahu melebar sering mimpi basah, tumbuh rambut pada organ tertentu (dada dan sekitar kemaluan), perubahan penis jika ada rangsangan (Soetjiningsih, 2004). Perubahan organ sekunder pada wanita antara lain suara lebih bagus, kulit muka dan badan halus, bidang bahu mengecil, bidang pinggul melebar, payudara membesar, tumbuh rambut di sekitar ketiak dan kemaluan, alat kelamin membesar dan mulai berfungsi (Soetjiningsih, 2004). Berbagai perubahan tersebut terjadi karena adanya peningkatan kadar gonadotropin yatau Folikel stimulating hormon (FSH) dan Leuteanezing hormone (LH) yang akan mematangkan sel leidig dan mengeluarkan hormon testosterone serta hormon estrogen pada wanita sebelum menstruasi. Selama pubertas pada anak laki-laki kadar hormon testosteron meingkat melebihi 20 ng/dl, yang sebelumnya selama anak-anak lebih kecil dari 10 ng/dl (Soetjiningsih, 2004).
9
2.2. Pengetahuan 2.2.1. Pengertian Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu : indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui penglihatan dan pendengaran. Pengetahuan merupakan dasar untuk terbentuknya sikap dan tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia dan sementara orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut. 2.2.2. Kategori Pengetahuan Menurut Arikunto (2006), pengetahuan dibagi dalam 3 kategori, yaitu: a. Baik : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 76-100% dari seluruh petanyaan
10
b. Cukup : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 56-75% dari seluruh pertanyaan c. Kurang : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 40-55% dari seluruh pertanyaan 2.2.3. Tingkat Pengetahuan dalam Domain Kognitif Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu: a. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengatahuan yang paling rendah b. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah faham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. c. Aplikasi (Aplication) Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
11
d. Analisis Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. e. Sintesis Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menyambungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasiformulasi yang ada. f. Evaluasi Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek
2.3. Kesehatan Reproduksi 2.3.1. Pengertian Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Atau suatu keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman (Fatimah, 2006).
12
2.3.2. Alat Reproduksi 1. Alat reproduksi wanita Alat reproduksi wanita terdiri dari bagian luar (dapat dilihat karena di permukaan tubuh) dan bagian dalam (tidak terlihat karena di dalam panggul). Alat reproduksi wanita bagian luar terdiri dari : a. Bibir kemaluan/labia mayora b. Bibir dalam kemaluan/labia minora c. Kelentit/clitoris dan d. Vulva. Sedangkan alat reproduksi wanita bagian dalam terdiri atas a. Vagina b. Leher rahim/cervik c. Rahim/uterus d. Saluran telur/tuba falopii e. Dua buah indung telur/ ovarium. 2. Alat reproduksi laki-laki Sedangkan alat reproduksi laki-laki terdiri dari penis dan kantung zakar, urethtra, kelenjar prostat dan saluran vas deference (Depkes RI dan WHO, 2003). 2.3.3. Fisiologi Alat Reproduksi. Fungsi alat reproduksi menurut Manuaba (2009): 1. Alat reproduksi wanita a. Labia mayora
13
Labiya mayora berbentuk lonjong menjurus ke bawah dan bersatu di bagian bawah. Fungsi labia mayora untuk menutupi lubang vagina. b. Labia minora Labia minora merupakan lipatan kecil di bagian dalam labia mayora. Labia ini analog dari kulit skrotum pria. c. Klitoris Merupakan bagain yang erektil, mengandung banyak pembuluh darah dan sangat sensitif. d. Himen (Selaput dara) Merupakan selaput tipis yang menutupi sebagian lubang vagina. Pada umumnya himen berlubang sehingga menjadi saluran aliran darah menstruasi. Pada hubungan seks pertama himen akan robek dan mengeluarkan darah. e. Vagina Merupakan saluran yang menghubungkan rahim dengan dunia luar. f. Rahim Bentuk rahim seperti buah pir dengan berat sekitar 30 gram. Rahim merupakan tempat berkembangnya janin. g. Tuba fallopii Merupakan saluran lurus, yang ujungnya berbentuk seperti rumbai-rumbai. Disini tempat terjadinya pembuahan sperma dan ovum.
14
h. Ovarium Ovarium merupakan sumber hormonal wanita yang paling utama, sehingga mempunyai dampak pengatur proses menstruasi. Ovarium mengeluarkan telur (ovum) setiap bulan. Pada saat telur dikeluarkan wanita mengalami masa subur. 2. Alat reproduksi laki-laki a. Penis Penis merupakan jaringan erektil yang berfungsi untuk deposit sperma dalam hubungan seksual sehingga dapat ditampung dalam liang senggama. b. Testis Testis disebut juga buah zakar. Testis berada di luar yang dibungkus dengan skrotum yang longgar. Testis merupakan alat penting yang untuk membentuk hormon pria yaitu testosteron dan membentuk spermatozoa. Spermatozoa yang telah dibentuk disimpan pada saluran testis. Spermatozoa tidak tahan panas dan tidak tahan suhu dingan. Kulit skrotum yang lingggar berguna untuk mengatur suhu sehingga panasnya relatif tetap. c. Epididimis Epididimis merupakan saluran dengan panjang 45-50 cm, tempat bertumbuh dan berkembangnya spermatozoa, sehingga siap untuk melakukan pembuahan d. Kelenjar prostat Kelenjar prostat merupakan pembentuk cairan yang akan bersama-sama keluar saat ejakulasi dalam hubungan seksual.
15
e. Vas deferens Vas deferens merupakan kelanjutan dari saluran epididimis yang dapat diraba dari luar. 2.3.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi Menurut Harahap (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi adalah : 1. Faktor sosial ekonomi Kemiskinan, tingkat pengetahuan yang rendah, ketidaktahuan tentang kesehatan reproduksi dan lokasi tempat tinggal yang terpencil. 2. Faktor budaya dan lingkungan Informasi tentang kesehatan reproduksi yang diperoleh. 3. Faktor Psikologis Remaja dengan kondisi Broken home (keretakan pada orang tua, depresi karena ketidak seimbangan hormon dan lain-lain). 4. Faktor Biologis Cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit seksual, dan lainlain. 2.3.5. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Hal-hal yang perlu diperhatikan pada remaja menurut Depkes dan WHO (2003) antara lain :
16
1. Selaput dara/ hymen 2. Tanda-tanda kematangan alat- alat reproduksi wanita. Seperti membesarnya payudara, tekstur kulit yang halus, dan bentuk tubuh menjadi indah 3. Haid/ menstruasi hal-hal lain yang perlu diperhatikan saat haid. Seperti haid pertama (menarche), lamanya menstruasi, siklus menstruasi, keluhan menstruasi dan jumlah darah yang dikeluarkan 4. Ereksi Ereksi merupakan membesarnya ukuran penis karena vaskularisasi daerah penis yang disebabkan adanya rangsangan 5. Onani Onani adalah aktivitas menyentuh/ meraba bagian tubuh dengan tujuan untuk merangsang secara seksual dirinya sendiri (Manuaba, 2009). 6. Mimpi basah Mimpi basah (emisi noktural) adalah pengeluaran cairan semen pada laki-laki saat tidur. Mimpi basah biasa dialami oleh remaja laki-laki, sekaligus menandakan bahwa telah memasuki masa pubertas (Manuaba, 2009). 7. Bahaya kehamilan di luar nikah Dampak paling menonjol dari kegiatan seks bebas ini adalah meningkatnya angka kehamilan yang tidak diinginkan. Setiap tahun ada sekitar 2,3 juta kasus aborsi di Indonesia dimana 20 persennya dilakukan remaja (Syarif, 2008).
17
8. Penyakit menular seksual (PMS) Penyakit menular seksual adalah penyakit yang penularannya melalui hubungan seksual. Penularan tersebut dapat terjadi pada perilaku seks bebas (seks pra-nikah, berganti-ganti pasangan atau dengan penjaja seks, serta hubungan seksual berisiko). Jenis PMS diantaranya adalah gonorrhea, sifilis (raja singa), herpes genetalis, trikomoniasis vaginalis, klamidia, dan sebagainya. Adapun cara pencegahannya adalah dengan tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah, bagi remaja yang sudah menikah harus saling setia. Wanita perlu diketahui bahwa risiko tertular PMS lebih besar dari laki- laki, sebab bentuk alat reproduksinya lebih rentan (Depkes RI dan WHO, 2003). Pengetahuan kesehatan reproduksi sangat penting bagi remaja sebagai dasar penentuan sikap dan perilaku kesehatan reproduksi yang positif. Pengetahuan yang tepat, benar dan terarah akan membantu siswa memiliki sikap dan perilaku positif (Rauf, 2008).
2.4. Sikap 2.4.1. Pengertian Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau obyek, sehingga manifestasi sikap tidak langsung dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan (Notoadmojo, 2003). Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu, dalam
18
kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. 2.4.2. Tingkatan Sikap 1. Menerima (receiving). Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan. 2. Merespons (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap tingkat dua. 3. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. 4. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilih dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi (Azwar, 2005). 2.4.3. Komponen Pokok Sikap Mengikuti skema triadik, struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang, yaitu komponen kognitif (cognitive), komponen afektif (Affective) dan komponen konatif (conative). Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional dan komponen konatif yang merupakan aspek
19
kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki seseorang (Azwar, 2005). 2.4.4. Interaksi Komponen-Komponen Sikap Menurut Azwar (2005), para ahli psikologi sosial banyak yang beranggapan bahwa ketiga komponen adalah selaras dan konsisten, dikarenakan apabila dihadapan dengan satu obyek sikap yang sama maka ketiga komponen itu harus mempolakan sikap yang beragam. Dan apabila salah satu saja diantara komponen sikap (cognitive, affective, conative) tidak konsisten dengan yang lain, maka akan terjadi ketidakselarasan yang menyebabkan timbulnya perubahan sikap sedemikian rupa sehingga konsistensi itu tercapai kembali. Prinsip ini banyak dimanfaatkan dalam manipulasi sikap guna mengalihkan bentuk sikap tertentu menjadi bentuk yang lain, yaitu dengan memberikan informasi berbeda mengenai objek sikap yang dapat menimbulkan inkonsistensi antara komponen-komponen sikap pada diri seseorang. 2.4.5. Faktor yang Mempengaruhi Sikap Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap, sebagaimana yang diungkapkan oleh Azwar (2005) dalam bukunya Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya yaitu dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai obyek psikologis yang dihadapinya. Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap antara lain:
20
1. Pengalaman pribadi Hal-hal yang telah dan sedang dialami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan terhadap stimulus. Pengalaman pribadi yang memberik kesan kuat merupakan dasar pembentukan sikap (Azwar, 2005). 2. Pengaruh lingkungan sosial Individu cenderung untuk memiliki sikap searah dengan orang-orang yang berpengaruh terhadap dirinya, hal ini dimotivasi oleh keinginan untuk bergabung dan menghindari konflik dengan orang yang di anggap penting (Azwar, 2005). 3. Pengaruh kebudayaan Pengaruh kebudayaan dimana individu hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar (Azwar, 2005). 4. Media massa Media massa sebagai sarana komunikasi mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan dan kepercayaan individu. Informasi baru yang disampaikan memberi landasan kognitif baru, pesan sugestif yang kuat akan memberi dasar afektif dalam menilai suatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu (Azwar, 2005). Media audiovisual secara psikis dapat menggelorakan dorongan seksual (Sakti dan Kusuma, 2006). 5. Institusi, atau lembaga pendidikan dan lembaga agama Di dalam kedua lembaga tersebut meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara
21
sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya (Azwar, 2005). 6. Jenis kelamin Jenis kelamin akan menentukan sikap seseorang, karena reproduksi dan hormonal berbeda, yang diikuti perbedaan proses fisiologi tubuh. Kadar hormon testosteron laki-laki lebih tinggi dibanding wanita, tetapi wanita lebih sensitif terhadap hormon testosteron (Sakti dan Kusuma, 2006). 7. Pengetahuan Sikap seseorang terhadap suatu obyek menunjukkan pengetahuan orang tersebut terhadap objek yang bersangkutan (Walgito, 2003). 8. Faktor emosi dalam individu (Azwar, 2005). 2.4.6. Ciri-ciri Sikap 1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari. 2. Sikap dapat berubah-rubah karena itu sikap dapat dipelajari dan sikap dapat berubah bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu. 3. Sikap tidak berdiri sendiri, tapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek. 4. Objek sikap merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan kumpulan suatu hal. 5. Sikap mempunyai segi-Segi motivasi dan segi-segi perasaan (Azwar, 2005).
22
2.4.7. Sifat Sikap Sikap dapat pula bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif (Azwar, 2005). 1. Sikap
positif
kecenderungan
tindakan
adalah
mendekati,
menyenangi,
mengharapkan obyek tertentu. 2. Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu. 2.4.8. Cara Pengukuran Sikap. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat dan pernyataan responden terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataanpernyataan hipotesis kemudian dinyatakan pendapat responden melalui kuesioner (Notoadmojo, 2003).
2.5. Sindrom Pre-Menstruasi 2.5.1. Pengertian Sindrom Pre-Menstruasi Premenstrual syndrome adalah sekelompok gejala yang terjadi dalam fase luteal dari siklus haid (Rayburn, 2001). Nama lain PMS adalah PreMenstrual Tension yang merupakan kumpulan gejala fisik, psikologis dan emosi yang terkait dengan siklus menstruasi wanita (Wijaya, 2008). Sindrom premenstruasi adalah kumpulan gejala yang timbul saat menjelang haid yang menyebabkan gangguan pada pekerjaan dan gaya hidup seseorang (Agustina, 2010).
23
2.5.2. Penyebab Etiologi yang belum jelas diketahui mempersulit mencari penyebab dan efek dari perubahan fisiologis (Rayburn, 2001). Etiologi PMS tidak diketahui (JonesLlewellyn, 2002). Ada banyak faktor yang diduga menjadi penyebab timbulnya PMS di antaranya kadar hormon progesterone yang rendah, kadar hormon estrogen yang berlebihan, perubahan ratio kadar hormon estrogen/ progesteron, dan peningkatan aktivitas hormone aldosteron, renin-angiotensin serta hormon adrenal. Selain itu, juga diduga ada faktor endogenous endorphin withdrawal, hipoglikemi, defisiensi vitamin dan mineral (A, E, B6, kalsium), sekresi prolaktin yang berlebih dan faktor genetik (Agustina, 2010). 2.5.3. Gejala Menurut Dickerson (2003), dikelompokkan ke dalam tiga symptoms. Tiga gejala tersebut yaitu behaviour symptoms, psychologic symptoms, dan physical symptoms. “Behaviour symptoms mencakup lelah, insomnia (susah tidur), makan berlebihan, dan perubahan gairah seksual. Sedangkan gejala-gejala seperti mudah tersinggung, mudah marah, depresi, mudah sedih, cengeng, cemas, susah konsentrasi, bingung, sulit istirahat, dan merasa kesepian masuk ke dalam psychologic symptoms. Secara fisik muncul juga gejala sakit kepala, payudara bengkak serta teraba keras, nyeri punggung, nyeri perut dan rasa penuh, bengkak pada kaki dan tangan, mual, nyeri otot dan persendian. Dickerson menyebutnya sebagai physical symptoms (Agustina, 2010). Sekitar 80 hingga 95 persen perempuan antara16-45 tahun mengalami gejala-gejala premenstruasi yang dapat mengganggu (Wijaya, 2008).
24
2.5.4. Diagnosis Kriteria diagnostik PMS antara lain sedikitnya timbul satu gejala PMS yang terjadi dalam waktu lima hari sebelum menstruasi selama tiga siklus haid (Agustina, 2010). Gejala PMS yang bisa timbul antara lain cemas, cepat marah, berat badan bertambah, payudara sakit, edema pada esktremitas, abdomen terasa penuh, nafsu makan bertambah, depresi, cepat lupa, cepat menangis, bingung, insomnia (Baradera, 2007). Kemudian, gejala yang timbul menghilang dalam waktu empat hari sejak awal haid dan tidak kambuh setidaknya hingga hari ke-13 siklus haid (Agustina, 2010). Diagnosis PMS dibuat setelah mengevaluasi periodisitas gejala mood dan fisik, dengan memastikan bahwa ada periode bebas gejala setelah menstruasi dan gejalagejala tersebut tidak dapat dijelaskan oleh penyakit lain (Jones-Llewellyn, 2002). 2.5.5. Penanganan Penanganan yang dilakukan tergantung dari gejala yang timbul yaitu : 1. Beberapa orang bisa mengobati sendiri dengan melakukan olahraga teratur serta memodifikasi makanan dengan mengurangi lemak. 2. Terapi obat khusus yang bisa digunakan dengan menggunakan obat penghilang nyeri, anti depresan atau menggunakan pil KB yang mengandung drospirenon (BKKBN, 2010). 3. Progesteron sinetik dalam dosis kecil dapat diberikan selama 8 sampai 10 hari sebelum haid untuk mengimbangi kelebihan relatif dari estrogen. 4. Pemberian testosteron dalam bentuk methiltestosteron 5 mg sebagi tablet isap dapat pula diberikan untuk mengurangi kelebihan estrogen (Wiknjosastro, 2006).
25
2.5.6. Pencegahan Pencegahan PMS dapat dilakukan dengan cara : 1. Melakukan diet yang sehat yang mengandung cukup buah dan sayuran atau mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung cukup vitamin dan mineral seperti A, B6, E dan kalsium. 2. Melakukan olahraga dan aktivitas fisik secara teratur 3. Menghindari dan mengatasi stress 4. Menjaga berat badan. Berat badan yang berlebihan dapat meningkatkan risiko menderita PMS. 5. Mencatat jadwal siklus haid serta kenali gejala PMS. 6. Memperhatikan apakah sudah dapat mengatasi PMS pada siklus-siklus datang bulan berikutnya (Wijaya, 2008).
2.6. Kerangka Konsep Variabel Independent
Pengetahuan Reproduksi
Variabel Dependent
Sikap Menghadapi Premenstrual Syondrom
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
26
2.7. Hipotesis Penelitian 1.
Ada hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja putri dengan sikap menghadapai premenstruasi syndrome di SMP Negeri 1 Kampung PON.
27
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat analitik, penelitian yang diarahkan untuk menjelaskan suatu keadaan atau situasi dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja putri dengan sikap menghadapai premenstruasi syndrome di SMP Negeri 1 Kampung PON
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Kampung PON. 3.2.2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan bulan April sampai Mei 2015 yaitu mulai melakukan penelusuran kepustakaan, penyusunan proposal, seminar proposal, penelitian, analisis data dan penyusunan laporan akhir.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh remaja putri di SMP Negeri 1 Kampung PON berjumlah 106 orang.
27
28
3.3.2. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi dijadikan sebagai sampel berjumlah 106 orang (total sampling).
3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Jenis Data a. Data Primer Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner. b. Data Sekunder Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengambil data-data dari dokumen atau catatan yang diperoleh dari SMP Negeri 1 Kampung PON.
3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Independent 1. Tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi adalah segala pengetahuan yang dimiliki remaja putri tentang kesehatan reproduksi dan premenstrual syndrome. Pengetahuan kesehatan reproduksi pada remaja putri antara lain: pengetahuan tentang alat reproduksi wanita, perubahan fisik dan psikologi pada remaja, mimpi basah, menstruasi dan premenstrual syndrome. Kategori Tingkat Pengetahuan : 0. Baik 1. Buruk Pengukuran variabel tingkat pengetahuan disusun 8 pertanyaan yang diajukan dengan jawaban ”ya (bobot nilai 2 )” dan ”tidak (bobot nilai 1)”, dan
29
dikategorikan menjadi 2, yaitu: 0. Baik, jika responden memperoleh skor > 50% dari total yaitu 9-16 1. Buruk, jika responden memperoleh skor ≤ 50% dari total yaitu 1-8 3.5.2. Variabel Dependent 1. Sikap menghadapi premenstrual syndrome adalah reaksi atau respons remaja putri terhadap premenstrual syndrome Kategori Sikap menghadapi premenstrual syndrome: 0.
Positif : jika responden ditunjukkan dengan mampu melakukan penanganan dini dan pencegahan dini terhadap PMS
1. Negatif : jika responden bila tidak mampu melakukan penanganan dan pencegahan terhadap PMS Pengukuran variabel sikap disusun 8 pertanyaan yang diajukan dengan jawaban ”ya (bobot nilai 1 )” dan ”tidak (bobot nilai 0)”, dan dikategorikan menjadi 2, yaitu: 2. Baik, jika responden memperoleh skor > 50% dari total yaitu 5-8 3. Buruk, jika responden memperoleh skor ≤ 50% dari total yaitu 1-4
30
3.6. Metode Pengukuran Tabel 3.1. Variabel, Cara, Alat, Skala dan Hasil Ukur Variabel Variabel Bebas Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Variabel Terikat Sikap Premenstrual Syndrome
Cara dan Alat Ukur
Skala Ukur
Hasil Ukur
Wawancara (kuesioner)
Ordinal
0. Baik 1. Buruk
Wawancara (kuesioner)
Ordinal
0. Positif 1. Negatif
3.7. Metode Analisis Data 3.7.1. Analisis Univariat Analisis data secara univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi responden. Analisa ini digunakan untuk memperoleh gambaran variabel independen pengetahuan kesehatan reproduksi remaja prutri dan variabel dependen yaitu sikap mengahadapi premenstrual syndrome. 3.7.2. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk menguji ada tidaknya hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja putri dengan sikap menghadapai premenstruasi syndrome di SMP Negeri 1 Kampung PON dengan menggunakan statistik uji chi-square kemudian hasilnya dinarasikan.
31
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian SMP Negeri 1 Kampung PON terletak di Jl. Medan P. Siantar Sei Rampah dan berdiri pada tahun 1950. Saat ini SMP Negeri 1 Kampung PON adalah Akredisi A dan memiliki ruang laboratorium yang lengkap dan fasilitas yang memadai. Luas areal seluruhnya 4.221 m2 dan luas bangunan 778 m2. Visi dan Misi sekolah/yayasan SMP Negeri 1 Kampung PON adalah sebagai berikut : a.
Visi Mencerdaskan kehidupan bangsa dengan
mendidik
para siswa
untuk
menghasilkan sumber daya manusia yang terampil serta menguasai ilmu pengetahuan menuju era globalisasi. b.
Misi Mewuzudkan siswa yang menguasai ilmu pengetahuan dan berbudi luhur sesuai dengan iman dan taqwa selaku umat beragama ditengah tengah masyarakat.
4.2. Analisis Univariat Analisis univariat yang diteliti dalam penelitian ini meliputi: pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan sikap menghadapai premenstrual syndrome.
31
32
4.2.1. Tingkat Pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi Untuk melihat tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja di SMP Negeri 1 Kampung PON dapat dilihat pada Tabel 4.1 : Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi Remaja di SMP Negeri 1 Kampung PON No Pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi 1 Baik 2 Buruk Jumlah
f 42 64 106
% 39,6 60,4 100,0
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi pada remaja di SMP Negeri 1 Kampung PON mayoritas dengan buruk sebanyak 64 orang (60,4%) dan minoritas baik sebanyak 42 orang (39,6%). 4.2.3. Sikap Menghadapai Premenstrual Syndrome Untuk melihat sikap menghadapai premenstrual syndrome pada remaja di SMP Negeri 1 Kampung PON dapat dilihat pada Tabel 4.2 : Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Sikap Menghadapai Premenstrual Syndrome Pada Remaja di SMP Negeri 1 Kampung PON No Sikap Menghadapai Premenstrual Syndrome 1 Positif 2 Negatif Jumlah
f 70 36 106
% 66,0 34,0 100,0
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa sikap menghadapai premenstrual syndrome pada remaja di SMP Negeri 1 Kampung PON mayoritas bersikap positif sebanyak 70 orang (66,0%) dan minoritas bersikap negatif sebanyak 36 orang (34,0%).
33
4.3. Analisis Bivariat Analisis bivariat bertujuan untuk menganalisis hubungan pengetahuan reproduksi remaja putri dengan sikap menghadapai premenstrual syndrome di SMP Negeri 1 Kampung PON. Berdasarkan hasil analisis bivariat antara variabel hubungan pengetahuan reproduksi remaja putri dengan sikap menghadapai premenstrual syndrome di SMP Negeri 1 Kampung PON dapat dilihat pada Tabel 4.3 : Tabel 4.3. Hubungan Pengetahuan Reproduksi Remaja Putri dengan Sikap Menghadapai Premenstrual Syndrome di SMP Negeri 1 Kampung PON Pengetahuan No Kesehatan Reproduksi Baik Buruk
Sikap n 39 31
Positif % 92,9 48,4
Negatif n % 3 7,1 33 51,6
Total n % 42 100 64 100
P value 0,000
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa dari 42 orang remaja dengan pengetahuan kesehatan reproduksi baik ada sebanyak 39 orang (92,9%) bersikap positif menghadapi premenstrual syndrome dan sebanyak 3 orang (7,1%) bersikap negatif menghadapi premenstrual syndrome. Sedangkan diantara tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi buruk ada sebanyak 31 orang (48,4%) bersikap positif menghadapi premenstrual syndrome dan sebanyak 33 orang (51,6%) bersikap negatif menghadapi premenstrual syndrome. Hasil uji statistik chi square menunjukkan bahwa nilai p < 0,000 maka dapat disimpulkan ada hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja putri dengan sikap menghadapai premenstrual syndrome di SMP Negeri 1 Kampung PON.
34
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan tentang kesehatan reproduksi pada remaja di SMP Negeri 1 Kampung PON mayoritas dengan buruk sebanyak 64 orang (60,4%) dan minoritas baik sebanyak 42 orang (39,6%). Berdasarkan hasil tersebut dapat kita lihat pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi masih jauh kurang terbukti lebih banyak dengan pengetahuan buruk. Remaja yang berpengetahuan baik terjadi mungkin karena remaja mendapat sumber informasi tentang kesehatan reproduksi atau remaja mau berusaha mencari informasi atau sumber-sumber yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi. Sedangkan remaja yang berpengetahuan buruk tentang kesehatan reproduksi terjadi karena remaja tidak mendapat informasi tentang kesehatan reproduksi dan tidak mau mencari sendiri yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi untuk menambah pengetahuannya. Keadaan ini remaja perlu mendapat informasi atau mendapat penyuluhan tentang kesehatan reprosuksi agar remaja lebih mengetahui segala apa yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi. Menurut Widyastuti (2009), pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja sangat penting agar remaja memiliki sikap dan perilaku yang bertanggung jawab. Pembekalan pengetahuan tentang perubahan yang terjadi secara fisik, kejiwaan dan
34
35
kematangan seksual akan memudahkan remaja untuk memahami serta mengatasi berbagai keadaan yang membingungkannya. Menurut Nita (2008), pengetahuan akan siklus menstruasi yang dialami sangatlah penting bagi remaja putri. Dengan mengetahui pola siklus menstruasi akan membantu dalam memperkirakan siklus menstruasi yang akan datang. Pada penelitian yang dilakukan oleh Wigati tahun 2009 yang berjudul Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi dengan Perilaku Hygiene alat reproduksi Pada Remaja Putri di SMA Muhammadiyah 2 Gemolong Sragen menunjukkan sebagian besar siswi mempunyai pengetahuan yang baik tentang kesehatan reproduksi. Hal ini disebabkan siswi kelas XI sudah mendapatkan informasi kesehatan reproduksi pada waktu mereka duduk dibangku kelas X SMA dari mata pelajaran biologi. Didalam pendidikan kesehatan reproduksi dipelajari tentang organ reproduksi. Mereka juga mencari-cari sendiri informasi tentang kesehatan reproduksi melalui media informasi seperti televisi, radio dan internet hal ini diperoleh dari hasil wawancara dari beberapa responden.
5.2. Sikap Menghadapai Premenstrual Syndrome Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap menghadapai premenstrual syndrome pada remaja di SMP Negeri 1 Kampung PON mayoritas bersikap positif sebanyak 70 orang (66,0%) dan minoritas bersikap negatif sebanyak 36 orang (34,0%). Keadaan ini menunjukkan bahwa sebagian besar remaja putri di SMP
36
Negeri 1 Kampung PON mempunyai sikap yang positif dalam menghadapi premenstrual syndrome. Hal ini disebabkan karena keluarga remaja memberikan penjelasan tentang kesehatan reproduksi, memberikan nasehat-nasehat, alternatif jawaban tentang masalah yang dihadapi oleh remaja dan apabila remaja merasa permasalahan yang dihadapi bersifat rahasia, maka remaja dapat berkonsultasi dengan keluarga. Remaja juga mendapatkan informasi tentang kesehatan reproduksi dari penyuluhan yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Handayani tahun 2003 yang berjudul Hubungan Pengetahuan tentang Sindrom Premenstruasi dengan Penanganan Sindrom Premenstruasi pada Remaja Putri di Kelurahan Notoprajan RW 5 Kecamatan Ngampilan Yogyakarta Tahun 2003 yang terdapat dalam KTI-nya Indriyani. Pengetahuan tentang menstruasi (contohnya Sindrom Premenstruasi) sangat penting agar dapat berperilaku positif terhadap gejalanya. Menurut Notoatmodjo (2007), sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Sesuai dengan pendapat Wijaya (2008), sikap positif ditunjukkan dengan mampu melakukan penanganan dini dan pencegahan dini terhadap PMS.
5.3. Hubungan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja Putri dengan Sikap Menghadapai Premenstrual Syndrome di SMP Negeri 1 Kampung PON Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa dari 42 orang remaja dengan pengetahuan reproduksi baik ada sebanyak 39 orang (92,9%) bersikap positif
37
menghadapi premenstrual syndrome dan sebanyak 3 orang (7,1%) bersikap negatif menghadapi premenstrual syndrome. Sedangkan diantara tingkat pengetahuan reproduksi buruk ada sebanyak 31 orang (48,4%) bersikap positif menghadapi premenstrual syndrome dan sebanyak 33 orang (51,6%) bersikap negatif menghadapi premenstrual syndrome. Hasil uji statistik chi square menunjukkan bahwa nilai p < 0,000 maka dapat disimpulkan ada hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja putri dengan sikap menghadapai premenstrual syndrome di SMP Negeri 1 Kampung PON. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Fatikah (2010) bahwa hasil analisis statistik ditunjukkan hasil r hitung = 0, 614 lebih besar dari r tabel = 0,181. Nilai signifikansi 0,000 yang berarti nilai signifikansi p < 0,05. Dari analisis statistik menggunakan rumus korelasi dari Pearson terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan kesehatan reproduksi dengan sikap menghadapi premenstrual syndrome. Penelitian lain yang sesuai adalah penelitian Siahaan (2008), hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan dengan sikap dan perilaku tentang kesehatan reproduksi. Menurut Wiknjosastro (2006), wanita yang baik keseimbangan psikoemosionalnya menganggap menstruasi sebagai hal yang wajar, tidak mudah menderita
sindrom
premenstruasi.
Sebaliknya,
wanita
psikoneurotik
yang
menganggap menstruasi sebagai suatu kelainan, lebih mudah menunjukkan gejalagejala yang berlebihan. Hasil penelitian, dan penelitian sebelumnya, maka peneliti berpendapat bahwa semakin tinggi pengetahuan tentang kesehatan reproduksi semakin positif pula sikap menghadapi premenstrual syndrome.
38
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan 1. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi pada remaja di SMP Negeri 1 Kampung PON mayoritas dengan buruk sebanyak 64 orang (60,4%) dan minoritas baik sebanyak 42 orang (39,6%). 2. Sikap menghadapai premenstrual syndrome pada remaja di SMP Negeri 1 Kampung PON mayoritas bersikap positif sebanyak 70 orang (66,0%) dan minoritas bersikap negatif sebanyak 36 orang (34,0%). 3. Ada hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja putri dengan sikap menghadapai premenstrual syndrome di SMP Negeri 1 Kampung PON 6.2. Saran 1.
Kepada remaja putri SMP Negeri 1 Kampung PON untuk meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan lebih bersikap positif dalam mengahadapi premenstrual syndrome.
2.
Kepada Petugas kesehatan di SMP Negeri 1 Kampung PON untuk memberikan informasi dan penyuluhan tentang kesehatan reproduksi kepada remaja agar remaja lebih bersikap positif dalam mengahadapi premenstrual syndrome.
38
39
DAFTAR PUSTAKA
Abm, “30% Mahasiswi Tak Perawan”, Radar Malang, 8 Desember 2009. Aspy, Cheryl B; Vesely, Sara K; Oman, Roy F; Rodine, Sharon; Marshall, Ladonna; McLeroy, Ken. 2007. Parental Communication and Youth Sexual Behaviour. Journal of Adolescence. Bearinger, L. H., Sieving, R. F., Ferguson, J., & Sharma, V. Global perspective on the sexual and reproductive health of adolescent: Patterns, prevention, and potensial. Lancet 2007. Burgess V, Dziegielewski SF, Green CE. Improving Comfort about Sex Communication between Parents and Their Adolescents: Practice-Based Research within A Teen Sexuality Group. Brief Treatment and Crisis Intervention. 2005; 5:379-390. Calhoun, Acocella. 1995. Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan. Terjemahan oleh Satmoko. Semarang: IKIP Semarang. Dariyo, Agoes. 2004. Perkembangan Remaja. Bogor. PT. Ghalia Indonesia. Daryanto, Tiffany. 2009. Hubungan antara Religius dengan Perilaku Seks Pranikah pada Mahasiswa Indekost di Malang. Skripsi (tidak diterbitkan). Malang: Universitas Negeri Malang. Desmita. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Effendy, Onong Uchjana. 2002. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. Eisenberg, M. E., Sieving, R. E., Bearinger, L. H., Swain, C., & Resnick, M. D. Parents’ communication with adolescents about sexual behavior: A missed opportunity for prevention? J Youth Adolescence 2006. Erwin J., Skripsiadi. 2005. Pendidikan Dasar Seks untuk Anak. Yogyakarta: Curiosita. Gunarsa, Singgih. 2004. Dari Anak Sampai Usia Lanjut: Bunga Rampai Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia. 39
40
Hurlock. E. B. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga. Hurlock. E. B. 1993. Perkembangan Anak: Jilid 2. Jakarta: Erlangga. http://tumplung.blogspot.com/2009/02/sungguh-mencengangkan-dan html di akses tanggal 12 April 2010
mengerikan.
http://news.okezone.com/read/2009/12/29/340/289247/340/video-mesum-di-tengahladang-goyang-blitar. Diakses 24 Maret 2010 Kartono, Kartini. 1995. Psikologi Remaja. Bandung. PT. Bandar Maju. Kirby D, Miller BC. Intervention Designed to Promote Parent-Teen Communication about Sexuality. New Direction for Child and Adolescent Development. 2002; 97. Marcovitz, H. The gallup youth survey. In Mayor issues and trends teens & sex. Stockton, New Jersey 2007: Mason Crest Publisher. Martino, S. C., Elliott, M.N., Corona, R., Kanouse, D.E. & Schuster, M.A. Beyond the “big talk’: The roles of breadth and repetition in parent-adolescent communication about sexual. Pediatrics 2008, 121, 612 Mufidah, Lilik. 2008. Hubungan Antara Kontrol Diri Dengan Perilaku Seks Pranikah Siswa SMKN 2 di Kota Malang. Skripsi (tidak diterbitkan). Malang: UIN Malang. Notoadmodjo, S. 2003, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta. ____________ , 2005, Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Rineka Cipta, Jakarta. Nuranti Alifah, 2, Hubungan antara Komunikasi Orangtua – Remaja dengan Sikap Remaja Terhadap Hubungan Seksual Pranikah di SMA Kabupaten Purworejo, Tesis, Program Pascasarjana, FK UGM, Yogyakarta. Papalia, Diane E, Sally Wendkos & Ruth Duskin F. 2008. Human Development (Psikologi Perkembangan): Edisi Kesembilan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Putri F.A, 2012, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Seks Pranikah Pada Remaja SMA di Rengat Kabupaten Indragiri Hulu.
41
Rachman W.A, 2008, Analisis Ketahanan Keluarga dalam Perilaku Seks Pranikah Remaja (Studi Kasus di Kota Ambon), Dosen FKM Universitas Hasanuddin Makassar, Jurnal Ilmiah Sinergi IPTEKS, LP3M Universitas Islam Makassar. Rakhmat, Jalaluddin. 2007. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Safarino. 1997. Biofeedback interactionivrea. it/thesis.
in
Education
Entertainment,
http://www.
Safitri Erlina, 2007, Hubungan Kontrol Diri Dengan Perilaku Seksual Remaja, Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Sarwono, Sarlito. W & Ami Siamsidar. 1986. Peranan Orang Tua dalam Pendidikan Seks, Jakarta: CV Rajawali. Sarwono. 1991. Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Press. Setiawati, Dermawan, 2008. Pendidikan Kesehatan. Trans info Media, Jakarta. Simanjuntak, B & Pasaribu, L.I. 1986. Pengantar Psikologi Perkembangan. Bandung: Tarsito. Supratiknya, A. 1995. Komunikasi Antar Pribadi Tinjauan Psikologis. Yogyakarta: Kanisius. Susanti, Dini. 2002. Kontrol Diri dalam Perilaku Seks Pranikah MahasiswaUIIS Malang, Skripsi (tidak diterbitkan). Malang: UIIS Malang. Tanjung, A.et'al., 2001, Kebutuhan akan informasi dan pelayanan kesehatan Reproduksi Remaja. (online), (http://www/pkbi.or.id diakses 6 Agustus 2006). Uin, 2013, Hubungan antara Komunikasi Orang Tua-Anak Mengenai Seksualitas dan Kontrol Diri dengan Perilaku Seks Pranikah, Tesis, UIN, Malang, http://lib.uin-malang.ac.id /files /thesis/fullchapter/06410008.pdf Walgito, B. 2002. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Penerbit Andi. Widayanto, Arif. 2005. Studi Perilaku Seks Pra Nikah pada Siswa SMA Katolik Diponegoro Blitar. Skripsi (tidak diterbitkan). Malang: UMM Malang
42
Wiendijarti I, 2011, Komunikasi Interpersonal Orang Tua-Anak dalam Pendidikan Seksual Remaja, Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Pembangunan Nasional ’Veteran’Yogyakarta, Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 9, Nomor 3, September-Desember 2011 Zulkifli, L. 1992. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
43
KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PUTRI DENGAN SIKAP MENGHADAPAI PREMENSTRUASI SYNDROME DI SMP NEGERI 1 KAMPUNG PON A. Indentitas Responden 1. Nomor 2. Umur
: ……………. : …………….
B. Pengetahuan Kespro Berilah tanda (√) pada jawaban yang sesuai menurut saudara pada kolom disamping dimana : Pernyataan 1. Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. 2. Kesehatan reproduksi adalah keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya. 3. Kesehatan reproduksi adalah mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman 4. Salah satu tanda kematangan alat- alat reproduksi wanita adalah membesarnya payudara. 5. Dampak paling menonjol dari kegiatan seks bebas adalah meningkatnya angka kehamilan yang tidak diinginkan. 6. Penyakit menular seksual adalah penyakit yang penularannya melalui hubungan seksual. 7. Penularan PMS terjadi karena seks pra-nikah, berganti-ganti pasangan atau dengan penjaja seks, serta hubungan seksual berisiko.
Ya
Tidak
44
D. Sikap Pernyataan 1. Apakah anda setuju bahwa sebelum menstruasi emosi yang terkait dengan siklus menstruasi wanita perlu dipertahankan. 2. Ada usaha menutupi rasa mudah tersinggung saat mentruasi? 3. Ada usaha menutupi rasa marah yang terjadi saat mentruasi? 4. Ada usaha tidak mudah sedih yang terjadi saat mentruasi? 5. Ada usaha tidak mudah cengeng yang terjadi saat mentruasi 6. Ada usaha tidak cemas yang terjadi saat mentruasi 7. Ada usaha agar tetap konsentrasi pada saat mentruasi 8. Ada usaha agar tidak merasa kesepian pada saat mentruasi
Ya
Tidak
45
MASTER DATA PENELITIAN No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
1 2 1 2 1 2 1 1 1 2 2 2 2 1 2 1 1 2 1 1 2 1 2 1 2 2 1 2 1 1 2 1 2 1 1 2 1
2 1 1 2 1 2 1 2 1 1 2 2 1 2 2 2 1 1 2 1 1 1 2 1 2 1 2 2 1 1 2 1 2 1 2 2 1
3 2 1 2 1 1 1 2 1 2 1 2 2 1 2 1 1 2 1 1 2 1 2 1 2 2 1 2 1 1 2 1 2 1 1 2 1
4 2 1 1 1 2 1 2 1 2 2 1 2 2 1 2 1 2 2 1 2 1 1 1 1 2 2 1 1 1 2 1 1 1 2 1 1
5 2 1 2 1 1 1 2 1 2 1 2 2 1 2 1 1 2 1 1 2 1 2 1 2 2 1 2 1 1 2 1 2 1 1 2 1
6 1 1 2 1 2 1 2 1 2 2 2 1 2 2 2 1 1 2 1 1 1 2 1 2 1 2 2 1 1 1 1 2 1 2 2 1
7 2 1 2 1 2 1 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2 2 1 2 1 2 1 2 2 1 2 1 1 2 1 2 1 1 2 1
8 PTOT 2 14 1 8 2 15 1 8 1 13 1 8 2 14 1 8 2 15 1 12 2 15 2 14 1 12 2 15 1 11 1 8 2 14 1 12 1 8 2 14 1 8 2 15 1 8 2 15 2 14 1 11 2 15 1 8 1 8 2 15 1 8 2 15 1 8 1 11 2 15 1 8
PK 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 0 1 0 1 0 0 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
2 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1
3 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0
4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0
5 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0
6 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0
7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1
8 STOT SK 1 8 0 1 8 0 1 8 0 1 6 1 1 8 0 1 6 1 1 8 0 1 8 0 1 8 0 1 8 0 1 6 1 0 6 1 1 8 0 1 8 0 1 8 0 1 5 1 1 8 0 1 8 0 1 6 1 1 8 0 0 5 1 1 8 0 1 6 1 1 8 0 1 8 0 1 8 0 1 8 0 1 5 1 1 5 1 1 8 0 0 6 1 1 8 0 1 5 1 1 8 0 1 8 0 1 3 1
46
37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74
1 2 1 2 2 1 2 2 2 1 2 1 1 2 2 1 1 1 2 1 2 1 2 1 1 1 2 1 2 1 2 2 1 1 1 2 1 2
1 1 2 2 2 1 1 2 2 1 2 1 1 2 1 2 1 1 2 1 2 1 1 1 1 2 2 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 2
1 2 1 2 1 1 2 2 2 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 2 1 2 1 1 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 2 1 2
1 2 2 1 2 1 2 2 1 1 2 1 1 1 2 2 1 1 2 1 2 1 2 1 1 2 1 1 2 1 2 2 1 1 1 2 1 1
1 2 1 2 1 1 2 1 2 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 2 1 2
1 1 2 2 2 1 1 2 2 1 2 1 1 2 1 2 1 1 2 1 2 1 1 1 1 2 2 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 2
1 2 1 2 1 1 2 1 2 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 2 1 2 1 1 1 2 1 2 1 2 1 1 1 1 2 1 2
1 2 1 2 1 1 2 1 2 1 1 1 1 2 2 1 1 1 2 1 1 1 2 1 1 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 2 1 2
8 14 11 15 12 8 14 13 15 8 12 8 8 15 14 11 8 8 13 8 14 8 14 8 8 11 15 8 13 8 14 12 8 8 8 14 8 15
1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 1 1 1 0 1 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1
0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1
6 8 8 8 8 5 8 8 8 8 8 6 5 8 8 8 4 8 8 5 8 8 8 5 4 8 8 6 8 6 8 8 8 8 8 8 6 8
1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0
47
75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106
1 1 2 1 2 1 1 1 1 2 2 1 2 1 2 1 2 2 1 1 2 1 2 2 1 1 2 1 1 1 2 2
2 1 2 1 2 1 2 1 1 2 2 1 2 1 2 1 2 2 1 2 2 2 2 1 1 1 2 1 1 1 2 1
1 1 2 1 2 1 1 1 1 2 2 1 2 1 2 1 1 2 1 1 2 1 2 2 1 1 1 1 1 1 2 2
2 1 2 1 1 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1 2 1 2 1 1 2 1 1 1 1 2
1 1 2 1 2 1 2 1 1 2 2 1 2 1 2 1 1 2 1 1 2 1 2 2 1 1 1 1 1 1 2 2
2 1 1 1 2 1 2 1 1 2 1 1 2 1 2 1 2 2 1 2 2 2 2 1 1 1 2 1 1 1 2 1
1 1 2 1 2 1 2 1 1 2 2 1 2 1 2 1 2 2 1 1 2 1 2 2 1 1 2 1 1 1 2 2
1 1 2 1 2 1 1 1 1 2 2 1 2 1 2 1 1 2 1 1 2 1 2 2 1 1 1 1 1 1 2 2
11 8 15 8 15 8 13 8 8 15 15 8 15 8 15 8 13 15 8 11 15 11 15 14 8 8 13 8 8 8 15 14
0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1 1 0 0
1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1
1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1
1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1
1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
8 8 8 6 8 8 8 6 6 8 8 6 8 6 8 4 8 8 4 8 8 8 8 8 5 5 8 6 5 6 8 8
0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1 1 0 0
48
Frequencies ko1
Valid
1 2 Total
Frequency 57 49 106
Percent 53.8 46.2 100.0
Valid Percent 53.8 46.2 100.0
Cumulative Percent 53.8 100.0
ko2
Valid
1 2 Total
Frequency 58 48 106
Percent 54.7 45.3 100.0
Valid Percent 54.7 45.3 100.0
Cumulative Percent 54.7 100.0
ko3
Valid
1 2 Total
Frequency 65 41 106
Percent 61.3 38.7 100.0
Valid Percent 61.3 38.7 100.0
Cumulative Percent 61.3 100.0
ko4
Valid
1 2 Total
Frequency 65 41 106
Percent 61.3 38.7 100.0
Valid Percent 61.3 38.7 100.0
Cumulative Percent 61.3 100.0
ko5
Valid
1 2 Total
Frequency 66 40 106
Percent 62.3 37.7 100.0
Valid Percent 62.3 37.7 100.0
Cumulative Percent 62.3 100.0
49
ko6
Valid
1 2 Total
Frequency 60 46 106
Percent 56.6 43.4 100.0
Valid Percent 56.6 43.4 100.0
Cumulative Percent 56.6 100.0
ko7
Valid
1 2 Total
Frequency 60 46 106
Percent 56.6 43.4 100.0
Valid Percent 56.6 43.4 100.0
Cumulative Percent 56.6 100.0
ko8
Valid
1 2 Total
Frequency 66 40 106
Percent 62.3 37.7 100.0
Valid Percent 62.3 37.7 100.0
Cumulative Percent 62.3 100.0
Pengetahuan
Valid
Baik Buruk Total
Frequency 42 64 106
Percent Valid Percent 39.6 39.6 60.4 60.4 100.0 100.0
Cumulative Percent 39.6 100.0
pr1 Frequency Valid
0 1 Total
8 98 106
Percent 7.5 92.5 100.0
Valid Percent 7.5 92.5 100.0
Cumulative Percent 7.5 100.0
50
pr2
Valid
0 1 Total
Frequency 11 95 106
Percent 10.4 89.6 100.0
Valid Percent 10.4 89.6 100.0
Cumulative Percent 10.4 100.0
pr3
Valid
0 1 Total
Frequency 12 94 106
Percent 11.3 88.7 100.0
Valid Percent 11.3 88.7 100.0
Cumulative Percent 11.3 100.0
pr4
Valid
0 1 Total
Frequency 16 90 106
Percent 15.1 84.9 100.0
Valid Percent 15.1 84.9 100.0
Cumulative Percent 15.1 100.0
pr5
Valid
0 1 Total
Frequency 15 91 106
Percent 14.2 85.8 100.0
Valid Percent 14.2 85.8 100.0
Cumulative Percent 14.2 100.0
51
pr6
Valid
0 1 Total
Frequency 13 93 106
Percent 12.3 87.7 100.0
Valid Percent 12.3 87.7 100.0
Cumulative Percent 12.3 100.0
pr7
Valid
0 1 Total
Frequency 13 93 106
Percent 12.3 87.7 100.0
Valid Percent 12.3 87.7 100.0
Cumulative Percent 12.3 100.0
pr8 Frequency Valid
0 1 Total
7 99 106
Percent 6.6 93.4 100.0
Valid Percent 6.6 93.4 100.0
Cumulative Percent 6.6 100.0
Sikap
Valid
Positif Negatif Total
Frequency 70 36 106
Percent Valid Percent 66.0 66.0 34.0 34.0 100.0 100.0
Cumulative Percent 66.0 100.0
52
Crosstabs Pengetahuan * Sikap Crosstab
Pengetahuan Baik
Buruk
Total
Pearson Chi-Square Continuity Correctionb Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Count Expected Count % within Pengetahuan Count Expected Count % within Gaya Hidup Count Expected Count % within Pengetahuan
Sikap Positif Nehatif 39 3 27.7 14.3 92.9% 7.1% 31 42.3 48.4%
33 21.7 51.6%
64 64.0 100.0%
70 70.0 66.0%
36 36.0 34.0%
106 106.0 100.0%
Chi-Square Tests Asymp. Sig. Value df (2-sided) a 22.309 1 .000 20.373 1 .000 25.571
1
Exact Sig. (2-sided)
1
Exact Sig. (1-sided)
.000 .000
22.099
Total 42 42.0 100.0%
.000
.000
106
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.26. b. Computed only for a 2x2 table