BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Psychological well-being atau kesejahteraan psikologis individu merupakan
konsep di dunia psikologi yang dewasa ini mulai berkembang pesat. Jika melihat di situs perpustakaan elektronik google.com maka terlihat bahwa konsep psychological well-being Ryff (1989) telah dijadikan rujukan lebih dari 20.000 penelitian di seluruh dunia. Konsep psychological well-being digagas oleh Carol D Ryff pada tahun 1989, yang kemudian disempurnakan bersama Keyes melalui revisi penelitiannya yang berjudul The Structure Of Psychological Well-Being Revisited (1995). Ryff (1989) mengemukakan 6 aspek yang menggambarkan psychological well-being seseorang yaitu penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan terhadap lingkungan, tujuan hidup, serta perkembangan pribadi. Individu dinyatakan mempunyai psychological well-being yang baik jika mempunyai keadaan yang baik pada keenam aspeknya. Konsep psychological well-being Ryff (1989) mempunyai tempat tersendiri dalam ilmu Bimbingan dan Konseling.
Christopher (1999) seorang Profesor di
Montana State University Amerika menyebutkan dalam jurnalnya bahwa pencapaian yang bagus dari keenam aspek psychological well-being dapat dijadikan tujuan layanan konseling. Adanya keenam aspek psychological well-being dapat memotivasi konseli dalam mencapai setiap aspeknya melalui proses konseling. Kesimpulan yang 1
dikemukakan oleh Christopher (1999) kiranya dapat menjadi sebuah pengukuhan atau tantangan bagi seorang konselor akan pentingnya pencapaian aspek-aspek psychological well-being bagi individu yang dilayani melalui proses konseling. Tinggi rendahnya psychological well-being setiap orang juga dipengaruhi oleh faktor budaya (Karasawa, Ryff dkk, 2011) dan kepribadian (Schumutte & Ryff, 1997). Kedua faktor tersebut juga saling berhubungan, budaya dapat mempengaruhi kepribadian individu yaitu ketika seseorang mengikuti apa yang dilakukan oleh orang-orang di sekitarnya dan individu menganggap budaya lingkungannya sebagai ciri
dirinya.
Sebaliknya,
kepribadian
individu
dapat
mengubah
budaya
lingkungannya. Dengan demikian penentuan dari keduanya yang lebih mempengaruhi tingkat psychological well-being juga perlu mendapatkan kajian lebih luas lagi. Salah satu konsep yang berhubungan dengan kepribadian dan budaya adalah ethnic identity. Ethnic identity merupakan suatu konstruk dinamik, multidimensional yang merujuk identitas diri, atau individu merasa diri sebagai anggota dari satu kelompok etnik tertentu (Phinney, 2003). Ethnic identity bukanlah satu yang sudah pasti (fixed) melainkan cair (fluid) dan pemahaman dinamis tentang diri dan latar belakang etnik. Identitas diri itu dikonstruk dan dimodifikasi ketika individu menyadari etnisitasnya, dalam setting sosiokultural yang luas (Phinney, 2003). Dengan demikian menjadi jelas bahwa individu memang bagian dari suatu budaya dan masuk dalam etnik tertentu sehingga memiliki ciri seperti yang dicirikan pada etniknya. Akan tetapi individu juga mempunyai otoritas akan dirinya dalam bersikap
2
dan berperilaku, apakah akan menonjolkan dan mengembangkan ciri khas tersebut, atau mampu menggunakannya secara elastis sesuai dengan keadaan yang dialami. Keterkaitan ethnic identity dengan psychological well-being juga dikaji dalam penelitian Rayya (2006) yang meneliti siswa remaja yang memiliki latar belakang ibu Eropa dan
ayah Arab dengan judul Ethnic identity, ego identity, and
psychological well-being among
mixed ethnic Arab Europaean adolescents in
Israel menunjukkan bahwa ethnic identity berhubungan positif signifikan dengan psychological well-being dengan r = 0, 63 dan p < 0, 001. Penelitian yang relevan lain yang menunjukkan hasil yang berbeda dari Quraishi & Evangeli (2007) kepada mahasiswa perempuan asal India, Pakistan, Banglades dan Sri Lanka yang kuliah di Universitas London Inggris dengan judul An Investigation of Psychological Well-being and Cultural Identity in British Asia Female University Students. Penelitian tersebut menemukan hasil bahwa tidak ada hubungan yang signifikan dengan arah yang negatif antara culture identity dengan psychological well-being dengan r = -0,01 dan p > 0,05. Culture identity tidak memberikan kontribusi independen terhadap psychological well-being sehingga penelitian tersebut menyimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan antara culture identity dengan psychological well-being. Hasil penelitian Rayya (2006) dan Quraisi & Evangeli (2007) tersebut yang didapatkan hasil yang berbeda dimana Rayya (2006) menyebutkan bahwa ethnic identity mempunyai hubungan signifikan dengan
psychological well-being,
sedangkan Quraishi & Evangeli (2007) menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan 3
yang signifikan antara culture identity dengan psychological well-being, dimana culture identity merupakan ciri yang ditunjukan seseorang karena orang itu merupakan anggota dari sebuah kelompok etnik tertentu (Liliweri, 2009). Culture identity meliputi pembelajaran tentang dan penerimaan tradisi, sifat,bawaan, bahasa, agama, keturunan dari suatu kebudayaan (Liliweri, 2009), maka perlu dilakukan penelitian ulang untuk memastikan ada atau tidaknya hubungan yang signifikan antara ethnic identity dengan psychological well-being. Fenomena menarik mengenai keadaan mahasiswa Bimbingan dan Konseling etnik Jawa mengenai ethnic identitynya juga didapatkan ketika penulis melakukan survey secara acak kepada mahasiswa Bimbingan dan Konseling (BK) suku Jawa. Tabulasi hasil survey seperti pada table berikut : Tabel 1.1Tabel Survey Varian Etnik Jawa Mahasiswa Progdi BK
No
Pernyataan
Ada Jawaban
Ragu ragu
Tidak tahu
1
Etnik mahasiswa
30
0
0
2
Jawa varian apa ?
2
2
26
3
Ciri orang Jawa ?
28
0
2
4
Apakah memiliki ciri tersebut ?
28
0
2
4
Keterangan Jawaban Semua menjawab Jawa Mayoritas mengatakan tidak tahu mengenai varian etniknya lemah lembut, andhap asor, gotong royong, menghormati orang lebih tua Ada yang dimiliki dan tidak dimiliki
Melalui tabel 1.1, ketika mahasiswa BK etnik Jawa ditanya apa etniknya, dengan tepat semua menjawab suku Jawa. Ketika ditanya suku Jawa varian apa, sebagian besar diantara mahasiswa kebingungan dalam menjawabnya. Selanjutnya ketika ditanyakan ciri orang Jawa yang diketahui, muncul banyak jawaban bahwa orang Jawa itu lemah lembut, andhap asor, gotong royong, menghormati orang lebih tua. Dan ketika dilanjutkan pernyataan apakah anda juga memiliki ciri tersebut semua menjawab ada yang dimiliki dan tidak. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa juga dipengaruhi oleh kebudayaan suku Jawa tetapi tidak sepenuhnya mempengaruhi identitas dirinya. Penulis berminat melakukan penelitian kepada mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) yang mempunyai mahasiswa multi etnik dari seluruh penjuru tanah air Indonesia. Keadaan yang membuat UKSW sering disebut sebagai miniatur Indonesia atau Indonesia mini. Sedangkan secara khusus penulis ingin melaksanakan penelitian kepada mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Program Studi Bimbingan dan Konseling (Progdi BK) etnik Jawa varian Santri, yaitu varian etnik Jawa yang menekankan aspek-aspek Islam sinkretisme (Geertz, 2013). Penulis memilih subjek secara khusus yaitu mahasiswa etnik Jawa varian Santri Progdi BK karena sesuai dengan hasil survey kepada mahasiswa etnik Jawa Progdi BK didapatkan kesimpulan bahwa mahasiswa etnik Jawa Progdi BK meyakini bahwa etniknya adalah Jawa, dapat menjelaskan ciri-ciri orang Jawa akan tetapi tidak mengetahui varian dari etnik Jawa serta menyatakan tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh budaya Jawa. Selain itu, alasan penggunaan subjek pada satu etnik yang spesifik 5
yaitu mahasiswa etnik Jawa varian Santri Progdi BK karena menurut Karasawa, Ryff dkk (2011) selaku pengembang grand theory psychological well-being menyatakan bahwa tingkat psychological well-being juga berbeda karena budaya, sehingga penulis menunjuk satu etnik secara spesifik yaitu etnik Jawa varian Santri. Adapun judul penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu Hubungan antara ethnic identity dengan psychological well-being mahasiswa etnik Jawa varian Santri Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana.
1.2
Perumusan Masalah Perumusan masalah pada penelitian ini adalah : Adakah hubungan yang signifikan antara ethnic identity dengan psychological
well-being mahasiswa etnik Jawa varian santri Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana ?
1.3
Perumusan Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : Signifikansi hubungan antara ethnic identity dengan psychological well-being
mahasiswa etnik Jawa varian santri Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana
6
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis Bila ditemukan dalam penelitian ini ada hubungan signifikan antara ethnic identity dan psychological well-being maka hasil penelitian sejalan dengan hasil penelitian Rayya (2006) sedangkan bila hasilnya tidak berhubungan signifikan antara ethnic identity dan psychological well-being maka hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Quraisi dan Evangeli (2007).
1.4.2. Manfaat Praktis Memberi masukan kepada Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana dalam menyusun layanan bimbingan konseling kepada mahasiswa.
1.5
Sistematika Penulisan Dalam penulisan penelitian dibagi menjadi 5 bab, yaitu : Bab I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab II Landasan Teori, berisi tentang teori yang melandasi yaitu berisi tentang ethnic identity, psychological well-being, etnik Jawa, penelitian yang relevan serta hipotesis penelitian..
7
Bab III Metode Penelitian, berisi tentang jenis penelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian, definisi operasional, teknik pengumpulan data, uji validitas dan reliabilitas, teknik analisis data. Bab IV Hasil dan Pembahasan berisi tentang deskripsi subjek penelitian, analisis deskriptif, analisis korelasi, uji hipotesis, hasil dan pembahasan. Bab V Penutup, berisi kesimpulan dan saran.
8