BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Manusia selain memerlukan sandang dan pangan, juga memerlukan perumahan sebagai kebutuhan dasar. Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia dalam meningkatkan harkat, martabat, mutu kehidupan dan penghidupan, serta sebagai pencerminan diri pribadi dalam upaya peningkatan taraf hidup, serta pembentukan watak, karakter dan kepribadian bangsa. Oleh karena itu, perlu disediakan perumahan untuk memenuhi kebutuhan dasar tersebut demi keberlanjutan hidup manusia. Sehubungan dengan itu upaya pembangunan perumahan terus ditingkatkan untuk menyediakan perumahan dengan jumlah yang makin meningkat, dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah dan dengan tetap memperhatikan persyaratan minimum bagi perumahan yang layak, sehat, aman dan serasi. Seiring dengan pertumbuhan penduduk maka kebutuhan akan perumahan juga akan meningkat, dan idealnya dengan meningkatnya minat akan perumahan perlu dibarengi dengan penyediaan perumahan yang disertai dengan pembiayaan, dimana diperlukan solusi yang tepat untuk pemenuhan kebutuhan perumahan sehingga dapat memberikan dukungan yang konsisten terhadap pemenuhan kebutuhan perumahan. Sistem pembiayaan
menjadi
bagian
penting 1
dari
pembangunan
kawasan
2
permukiman, karena dapat membantu masyarakat dalam hal pendanaan dan pembiayaan perumahan. Menurut data di BPS tahun 2013, kebutuhan rumah saat ini adalah 13.6 juta unit sehingga masih terdapat pemenuhan kebutuhan rumah (backlog) hingga 7,1 juta. Adapun kebutuhan rumah baru yang mencapai 800.000 unit tiap tahun, sedangkan jumlah pasokan hanya 400.000 unit tiap tahunnya. Dengan data diatas banyak masyarakat masih membutuhkan rumah, termasuk masyarakat berpenghasilan rendah dimana dengan adanya kondisi kurangnya kemampuan daya beli dikarenakan harga rumah yang terus naik setiap tahunnya. Dari permasalahan tersebut Pemerintah khususnya Kementerian
Perumahan
Rakyat
melakukan
terobosan
dengan
dikeluarkannya kebijakan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan adalah dukungan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan kepada Masyarakat Berpenghasilan Menengah Bawah (MBM) termasuk Masyarakat
Berpenghasilan
Rendah
(MBR)
yang
pengelolannya
dilaksanakan oleh Kementerian Perumahan Rakyat (Peraturan Menteri Keuangan
No.130/PMK.05/2010).
Kebijakan
Pembiayaan Perumahan merupakan kebijakan
Fasilitas
Likuiditas
yang dibentuk oleh
Kemenpera yang bekerja sama dengan pihak penyalur kredit (dalam hal ini perbankan) yang dapat mendukung masyarakat berpenghasilan rendah untuk membeli rumah secara kredit. Kebijakan FLPP merupakan kegiatan yang menggunakan mekanisme bersama antara pihak satuan kerja Badan Layanan
3
Umum (BLU) Kemenpera kepada bank pelaksana yang dibiayai secara bersama (joint financing). Dana FLPP dari BLU-Kemenpera akan digabung (blended) dengan dana bank pelaksana untuk menertibkan Kredit Konstruksi (KK) rumah sejahtera murah tapak. Kerjasama yang dilakukan antara BLUKemenpera dengan bank pelaksana terjadi ketika bank umum melakukan sejumlah prosedur yang ditetapkan oleh pemerintah (dalam hal ini Kemenpera) dari mulai mengajukan surat pernyataan minat menjadi bank pelaksana FLPP hingga menandatangani Perjanjian Kerjasama Operasional (PKO) dengan BLU-Kemenpera (Permenpera No. 11 tahun 2011). Kerjasama yang dilakukan antara BLU-Kemenpera dengan bank pelaksana FLPP ditujukan agar pemerintah dapat memberikan intervensi kepada bank pelaksana untuk menurunkan suku bunga KPR yang cenderung tinggi sehingga menyulitkan MBR untuk dapat memiliki rumah layak huni (Permenpera No. 11 tahun 2011 Bab 1:9). KPR FLPP berbeda dengan KPR pada umumnya, dimana KPR FLPP dibentuk oleh Kemenpera dengan manawarkan bunga kredit yang relatif terjangkau dan bunga tetap (fixed rate) sepanjang masa kredit dengan tenor 15 tahun. Dengan suku bunga yang sangat lunak yaitu satu digit sepanjang masa pinjaman dapat diharapkan dapat menurunkan tingkat suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Kebijakan tersebut tentunya secara langsung
berdampak
mengasungsur
kredit,
kepada sehingga
rendahnya masyarakat
angsuran
kredit
dalam
berpenghasilan
rendah
mempunyai kemampuan untuk membeli rumah layak huni.
4
Dari
permasalah
pemenuhan
kebutuhan
perumahan
diatas
menjadikan sektor perumahan di Indonesia menjadi perhatian serius pemerintah dan kalangan ekonomi perbankan. Banyak perbankan yang menawarkan kepada masyarakat berupa Kredit Pemilikan Rumah (KPR), dimana bank memberikan kredit kepada masyarakat untuk dapat memiliki rumah yang sesuai dengan keinginan dan kemampuan mereka dengan suku bunga yang berbeda-beda. Berdasarkan monitoring Bank Indonesia, pertumbuhan kredit multiguna termasuk kredit/pembiayaan konsumsi beragun properti selama beberapa tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang cukup tinggi, tapi yang menjadi permasalahan adalah harga properti yang mengalami kenaikan yang tidak wajar dari nilai jual sesungguhnya. Hal ini dapat menyebabkan meningkatkan risiko bagi perbankan terutama terkait silkus boom and bust dari harga properti (Mangeswuri, 2013:13). Seperti halnya krisis global yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2008, dimana krisis yang bermula dari pemberian kredit kepada debitur tidak kredibel tersebut berimplikasi terjadinya gelembung (bubble) di sektor propert, sehingga jika bubble (pergerakan harga properti) tersebut dibiarkan maka akan terjadi pecahnya gelembung properti yang menyebabkan harga properti jatuh diikuti dengan hancurnya perekonomian secara menyeluruh sehingga akan menimbulkan resesi ekonomi. Untuk menghindari kasus yang sama seperti Amerika, Bank Indonesia
(BI)
mengeluarkan
Surat
Edaran
Bank
Indonesia
No.
15/40/DKMP tanggal 24 September 2013 yang merupakan penyempurnaan
5
dari kebijakan sebelumnya SE BI No. 14/10/DPNP tanggal 15 Maret 2012 dan SE BI No. 14/33/DPbS tanggal 27 November 2012 mengenai kebijakan Loan to Value dan Down Payment, untuk kredit kepemilikan rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor (KKB). Penyempurnaan yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam ketentuan LTV dilatarbelakangi oleh tingginya pertumbuhan kredit di sektor properti, khususnya kredit untuk rumah tapak dan rumah susun (flat dan apartemen) setelah penerapan ketentuan LTV diberlakukan pada pertengahan tahun 2012. Tabel 1.1 Aturan Loan to Value (LTV) Tipe
Properti ke-1 70% KPR >70m 2 70% KPRS >70m 2 KPR 22m2 - 70m 2 80% KPRS 22m2 - 70m 2 KPRS s.d. 21m KPRuko / KPRukan Sumber : Bank Indonesia, 2013 2
Loan to Value Properti ke-2 60% 60% 70% 70% 70% 70%
Properti ke-3 50% 50% 60% 60% 60% 60%
Kebijakan LTV tersebut mengatur besarnya jumlah kredit yang diberikan oleh Bank terhadap nilai agunan pada saat awal pemberian kredit, yaitu ditetapkan maksimal 70% (Tabel 1.1). Ruang lingkup KPR yang dimaksud meliputi kredit konsumsi kepemilikan rumah tinggal, termasuk rumah susun atau apartemen namun tidak termasuk rumah kantor dan rumah toko dengan tipe luas bangunan lebih dari 70 m2. Pengaturan mengenai LTV dikecualikan terhadap KPR dalam rangka pelaksanaan program perumahan
6
pemerintah. Dengan kata lain dapat diartikan untuk KPR pada program perumahan pemerintah dalam hal ini KPR FLPP tudak terkena pada pembelian perumahan pertama, tetapi kebijakan LTV berlaku pada pembelian KPR FLPP yang ke dua dan seterusnya. Penelitian dari Putra (2013) menunjukkan bahwa kebijakan Loan to Value telah memberikan dampak yang negatif terhadap permintaan properti (rumah tipe diatas 70m2) selama periode tahun 2012. Dimana dampak negatif tersebut dari kebijakan Loan to Value yang berupa penurunan jumlah permintaan rumah tipe diatas 70 m2 di beberapa pengembang di kota Pematangsiantar. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Putra dan pemaparan latar belakang diatas, maka perlu diteliti kembali dampak kebijakan Loan to Value yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia namun saat ini terhadap KPR untuk masyarakat menengah kebawah (KPR FLPP). Sehingga peneliti akan menganalisa lebih lanjut dalam penyusunan tesis dengan judul “Analisis Dampak Kebijakan Loan to Value (LTV) terhadap Kredit Pemilikan Rumah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan”
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, adapun rumusan masalah dalam tesis ini adalah : 1. Bagaimana Implementasi Kebijakan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan yang diterapkan selama tahun 2010-2014?
7
2. Apakah terdapat perbedaan jumlah unit penjualan KPR FLPP dan omzet penjualan KPR FLPP dalam rupiah sebelum dan sesudah kebijakan Loan to Value (LTV)? 3. Bagaimana dampak dari kebijakan Loan to Value pada KPR Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan?
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dan tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Maksud Penelitian Memberikan pemahaman pembiayaan perumahan KPR Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan dalam rangka memberikan akses pembiayaan
dan
mewujudkan
keterjangkauan
bagi
masyarakat
khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk memiliki rumah yang layak huni dan terjangkau. 2.
Tujuan Penelitian a.
Memberikan gambaran implementasi KPR Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) Tahun 2010-2014.
b.
Untuk mengetahui ada tidaknya dampak dari kebijakan Bank Indonesia berupa pembatasan Loan to Value terhadap jumlah unit penjualan KPR Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan besarnya dana FLPP di Wilayah Jawa Bali. Dampak yang dimaksud
diukur
dengan
memperbandingkan
jumlah
unit
8
penjualandan besarnya dana FLPP yang dikeluarkan sebelum dan sesudah diberlakukannya kebijakan Loan to Value tersebut.
1.4
Manfaat dan Kegunaan Penelitian Adapun manfaat dan kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Penelitian a. Untuk memperkaya wawasan dan pengetahuan penulis dalam disiplin
ilmu
yang
penulis
tekuni
terutama
dapat
mengaplikasikannya secara konstekstual dan tekstual. b. Dengan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak akademis dalam menambah referensi ataupun tambahan ilmu pengetahuan yang berkaitan terutama dapat dijadikan referensi dalam melakukan penelitian selanjutnya. c. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi yang jelas terutama mengenai kebijakan Loan to Value bagi kepentingan Masyarakat yang ingin mengetahuinya. d. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi Mahasiswa Magister Manajemen Universitas Mercu Buana. 2. Kegunaan Penelitian Secara praktis, hasil penelitian yang berfokus pada kebijakan FLPP ini diharapkan berguna dan bisa menjadi bahan pertimbangan dan sumbangan pemikiran serta dapat memberikan kontribusi dan solusi
9
konkrit bagi para stakeholder dalam upaya memberikan bantuan kredit pembiayaan terhadap konsumen Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Dengan pendekatan kebijakan FLPP ini diharapkan dapat menghasilkan suatu kebijakan pemerintah yang memberikan suatu solusi dalam pembiayaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah baik saat ini maupun masa yang akan datang.