BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian . Perkembangan kehidupan masyarakat mempunyai hubungan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Lebih jauh lagi mereka berinteraksi. Demikian pula halnya dengan masyarakat internasional. Dinamika kehidupan menciptakan kondisi-kondisi yang mengandung kemungkinanan dan kesempatan di samping masalah. Kelangsungan hidup dalam keadaan aman yang dilengkapi dengan kesejahteraan yang terus meningkat akan mempunyai makna dan manfaat melalui usaha manusia dalam kerangka kerjasama dengan jangkauan kecil dan jangkauan luas. Dinamika disipln Hubungan Internasional semakin tampak tidak saja dengan melihat proses perluasan ilmu. Dalam hal aktor pun, disiplin HI mengalami proses transformasi yang cepat. Jika pada awalnya disiplin HI hanya memfokuskan pada Negara sebagai unit analisis paling penting (jika tidak satu-satunya), dalam perkembangan selanjutnya disiplin HI juga melirik kekuatan-kekuatan lain di luar Negara sebagai aktor di dalam Hubungan Internasional. Pengakuan terhadap pengaruh individu dan masyarakat dalam hubungan internasional mulai dirasakan sejak Paul R. Voitti dan Mark V. Kauppi memperkenalkan pendekatan “pluralism” yang menyatakan bahwa aktor disiplin HI tidak lagi didominasi oleh Negara, tetapi mulai
1
melibatkan aktor-aktor lain di luar Negara seperti perusahaan internasional, lembaga nonpemerintah, masyarakat, dan bahkan individu.1 Akibat yang dapat ditimbulkan dari suatu interaksi yang bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan
masing-masing
pihak,
maka
akan
timbul
saling
ketergantungan
atau
interdependency.2 Interaksi dapat dikategorikan menjadi interaksi yang bersifat positif yaitu kerjasama dan interaksi yang bersifat negative yaitu konflik. Kesadaran yang timbul akan dampak buruk yang diakibatkan oleh konflik membuat banyak Negara kemudian cenderung untuk memilih kerjasama baik untuk menyelesaikan konflik maupun kerjasama untuk memenuhi kebutuhan nasionalnya. Kerjasama internasional yang terjalin antar negara meliputi berbagai aspek, maupun ketika high politic tidak lagi menjadi satu-satunya aspek penting dalam sistem internasional dan digantikan atau setidaknya disejajarkan oleh low politic, maka peranan ekonomi di dunia internasional semakin mengemuka. Kerjasama antara masyarakat internasional pun banyak didominasi oleh kerjasama ekonomi yang dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat masing-masing Negara untuk menghadapi era globalisasi.3 Globalisasi telah menimbulkan banyak dampak yang sangat berarti dalam berbagai dimensi kehidupan manusia. Globalisasi merupakan proses internasionalisasi seluruh tatanan masyarakat modern. Pada awalnya proses ini hanya pada tatanan ekonomi, namun dalam
1
Paul R. Viotti dan Mark N Kauppi (1997). International Relations and World PoliticS: security, economy and identity. New Jersey: prentice-hall. 2 Soeprapto, R. Hubungan Internasional: Sistem, Interaksi dan Pelaku ( Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada,1997), hlm, 155. 3 Ibid 2
perkembangannya cenderung menunjukkan keragaman. Ada tiga (3) dimensi proses globalisasi, mereka adalah : 1, globalisasi ekonomi., 2, globalisasi polotik., 3, globalisasi budaya. Universalisasi sistem nilai global yang terjadi dalam dimensi kebudayaan telah mengaburkan sistem nilai (values system) kehidupan manusia. Gejolak sosial yang muncul di tengah – tengah masyarakat adalah dampak ketimpangan sosial ekonomi antar sesamanya. Globalisasi meningkatkan kesadaran tehadap hak-hak asasi manusia. Serta kewajiban manusia di dalam kehidupan bersama, dan sejalan dengan itu semakin meningkatnya kesadaran bersama dalam alam demokrasi. Era globalisasi membawa berbagai perubahan yang menyentuh sampai pada dasar kehidupan manusia. Perubahan tersebut disebabkan oleh perjuangan hak asasi manusia, pelestarian lingkungan hidup, serta peningkatan kualitas hidup. Corak masyarakat globalisasi terus bertambah, dari demokrasi pasca industri, pencapaian tujuan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan, cenderung semakin dibutuhkan untuk penguasaan teknologi dan informasi. Salah satu sektor yang ikut terpengaruh dalam arus globalisasi Adalah sektor ekonomi. Bahkan dalam Millenium Development Goals (MDG’s) penghapusan kemiskinan ekstrim dan kelaparan merupakan hal yang paling utama. Sekitar lebih dari 1,3 milyar jiwa di dunia hidup dalam kemiskinan dan kelaparan.4 Kerjasama internasional adalah salah satu usaha dari aktor-aktor negara dan non-negara untuk menyelaraskan kepentingan yang sama dan juga merupakan suatu perwujudan masyarakat yang saling bergantung satu sama lain. Suatu negara harus mengadakan kerjasama dengan aktor
4
http://www.iupost.org/world_congress/documents/IUF.food.security.Nelson.3.pdf diakses pada 19 januari 2010. 3
hubungan internasional lainnya untuk mewujudkan semua kebutuhan dalam negerinya. Hal ini dikarenakan bahwa setiap negara tidak akan selalu memenuhi kebutuhan negaranya sendiri tetapi kadangkala suatu negara harus mendatangkan barang-barang atupun investor dari luar negeri untuk memenuhi dan meningkatkan pembangunan negaranya, seperti halnya indonesia. Kerjasama ekonomi antar negara ini telah berlangsung lama dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang tidak dapat dicapai dan dipenuhi di dalam negerinya sendiri. Kerjasama ekonomi tidak hanya terbatas antar negara-negara yang telah maju saja, namun juga antara negara maju dan negara berkembang serta bersifat saling menguntungkan. Indonesia, sebagai negara yang mengikuti perkembangan dunia internasional dan juga negara yang sedang berkembang, tentu tidak lepas dari kerjasama dengan negara lain. Salah satu bentuk kerjasama yang dipilih indonesia adalah kerjasama ekonomi. Kerjasama ini menginginkan sebuah tujuan demi kesejahteraan rakyat indonesia. Untuk merealisasikan tujuan tersebut, indonesia harus terus memaksimalkan upaya pemanfaatan sumber daya alam yang dimiliki indonesia sebagai negara agraris besar. Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang di Benua Asia yang mempunyai sumber daya alam yang melimpah ruah. Potensi pemanfaatan kekayaan alam yang sangat tinggi dalam meningkatkan perekonomian di Indonesia terletak di pembangunan pertanian. Pembangunan Pertanian di Indonesia tetap dianggap terpenting dari keseluruhan pembangunan ekonomi, apalagi semenjak sektor pertanian ini menjadi penyelamat perekonomian nasional karena justru pertumbuhannya meningkat, sementara sektor lain pertumbuhannya negatif. Beberapa alasan yang mendasari pentingnya pertanian di Indonesia : (1) potensi sumberdayanya 4
yang besar dan beragam,; (2) pangsa terhadap pendapatan nasional cukup besar,; (3) besarnya penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini dan; (4) menjadi basis pertumbuhan di pedesaan. Potensi pertanian yang besar namun sebagian besar dari petani banyak yang termasuk golongan miskin adalah sangat ironis terjadi di Indonesia. Selain itu, lokasi geografis Indonesia yang terletak secara strategis di garis ekuador seharusnya menjadikan Indonesia sebagai Negara adraris yang ijo royo-royo gemah ripah loh jinawi, sektor pertanian juga bisa mendorong kesempatan berusaha untuk sector yang lain (penyedia material untuk industry non-pertanian) dan juga penghasil devisa dari hasil eksport. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah bukan saja kurang memberdayakan petani tetapi sektor pertanian keseluruhan. Disisi lain adanya peningkatan investasi dalam pertanian yang dilakukan oleh investor PMA dan PMDN yang berorientasi pada pasar ekspor umumnya padat modal dan perananya kecil dalam penyerapan tenaga kerja atau lebih banyak menciptakan buruh tani. Berdasarkan latar belakang tersebut ditambah dengan kenyataan justru kuatnya aksesibilitas pada investor asing /swasta besar dibandingkan dengan petani kecil dalam pemanfaatan sumberdaya pertanian di Indonesia, maka dipandang perlu adanya grand strategy pembangunan pertanian melalui pemberdayaan petani kecil. Melalui konsepsi tersebut, maka diharapkan mampu menumbuhkan sektor pertanian, sehingga pada gilirannya mampu menjadi sumber pertumbuhan baru bagi perekonomian Indonesia, khususnya dalam hal pencapaian sasaran : (1) mensejahterkan petani,; (2) menyediakan pangan,; (3) sebagai wahana pemerataan pembangunan untuk mengatasi kesenjangan pendapatan antar masyarakat maupun kesenjangan antar wilayah,; (4) merupakan pasar input bagi pengembangan agroindustri,; (5) menghasilkan devisa, ;(6) menyediakan
5
lapangan pekerjaan,; (7) peningkatan pendapatan nasional,;dan (8) tetap mempertahankan kelestarian sumberdaya.5 Sejalan dengan perubahan tatanan politik di Indonesia yang mengarah pada era domokratisasi serta perubahan tatanan dunia yang mengarah pada globalisasi, maka pembangunan sektor pertanian dimasa datang dihadapkan pada dua tantangan pokok sekaligus. Tantangan pertama adalah tantangan internal yang berasal dari domestik, dimana pembangunan pertanian tidak saja dituntut untuk mengatasi masalah-masalah yang sudah ada, namun dihadapkan pula pada tuntutan demokratisasi yang terjadi di Indonesia. Sedangkan tantangan kedua adalah tantangan eksternal, dimana pembangunan sector pertanian diharapkan mampu untuk mengatasi era globalisasi dunia. Kedua tantangan internal dan eksternal tersebut sulit dihindari dikarenakan merupakan kesepakatan nasional yang telah dirumuskan sebagai arah kebijakan pembangunan nasional di Indonesia. Konsep pembangunan ekonomi pertanian di indonesia tidak terlepas dari bantuan asing. Indonesia yang sampai saat ini masih berupaya menjalin kerjasama dengan Negara-negara di dunia. Landasan Indonesia untuk melakukan kerjasama adalah Politik Bebas Aktif
yang
memperinci arah dan kebijakan pemerintah dalam bidang hubungan luar negeri. Inti dari tap ini adalah: “pelaksanaan politik luar negeri yang bebas aktif dilaksanakan secara konsekuen dan diabadikan oleh kepentingan nasional terutama untuk kepentingan di segala bidang”.6 Indonesia saat ini banyak melakukan kerjasama dengan Negara lain baik dalam bentuk kerjasama bilateral maupun multilateral. Biaya pembangunan nasional yang sangat besar belum mampu dipenuhi
5 6
http://www.fp.brawijaya.ac.id/academic/pdf/13_7makalah.pdf diakses pada tanggal 11 februari 2010. Tap MPR No. II (MPR) 1999 6
Indonesia tanpa bantuan Negara lain ditambah dengan krisis yang masih membayangi dalam era globalisasi sekarang ini. Bentuk kerjasama ini pun bisa langsung tercipta dari suatu organisasi internasional ke organisasi non-pemerintah yang ada di suatu negara. Dalam masalah perekonomian di indonesia, ada beberapa oganisasi internasional yang mempunyai kesempatan untuk menciptakan suatu atmosfer kerjasama yang baik. Indonesia mendapatkan berbagai sponsor seperti dari UNDP
(Partnership for Local Economic Development), World Bank (City Development Strategy), ADB (Sustainable Capacity Building for Decentralization), USAID (Performance Oriented
Regional Management Project), dan bantuan bilateral lainnya seperti GTZ, JICA, CIDA. Salah satunya adalah JICA yaitu Japan International Cooperation Agency. JICA adalah badan implemantasi bantuan luar negeri Jepang dan merupakan organisasi pemerintahan Jeapang yang mengatur Official Development Assistance (ODA) bertugas untuk membantu pembangunan sosial dan ekonomi di negara-negara berkembang serta mempromosikan kegiatan kerjasama internasional di dunia. ODA adalah bantuan program pembiayaan yang disediakan oleh pemerintahan Jepang bagi negara-negara yang sedang berkembang. ODA bermaksud untuk memberikan kontribusi pada upaya perdamaian dan pembangunan internasional, guna menjamin keamanan dan kesejahteraan bangsa Jepang untuk menjawab tantangan pembangunan dunia baru.
Berbagai komponen dari ODA seperti dana hibah pinjaman luar negeri, dan kerjasama teknis dasar oleh berbagai badan implemenasitermasuk JICA. Program Pemberdayaan Masyarakat (CEP) adalah bagian dari skema kerjasama Japan International Cooperation Agency (JICA) dengan target untuk mendukung langsung masyarakat akar rumput melalui kerjasama 7
dengan organisasi non pemerintah (ORNOP) berdasarkan persetujuan pemerintah. Pertama kali CEP diperkenalkan oleh JICA Indonesia pada tahun 1997 sebagai bagian dari bantuan darurat krisis ekonomi seiring dengan meningkatnya peran ORNOP sebagai salah satu pelaku pembangunan yang penting di Indonesia. CEP bertujuan untuk memberdayakan masyarakat dalam membangun kapasitas mereka untuk meningkatkan kesejahteraan dan kehidupannya secara mandiri sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan pembangunan sosial dan ekonomi daerah dan pengentasan kemiskinan.
Bantuan yang ditujukan untuk pengembanagan ekonomi pertanian sendiri telah menjadi focus utama dalam beberapa tahun ke belakang, dan usaha-usaha yang dilakukan demi mengembangkan sektor pertanian tersebut mengalami peningkatan yang signifikan. Karena sepertiga dari masyarakat miskin di dunia hidup di pedesaan, bantuan kerjasama pertanian memiliki peran yang sangat penting dalam usaha untuk memerangi kemiskinan dan masalah ketahanan pangan.
Di Indonesia, JICA bekerjasama dengan Departemen Pertanian untuk mengadakan kegiatan di berbagai daerah untuk menyebarkan informasi mengenai teknik produksi dan teknik pemasaran yang pada hakekatnya adalah untuk memperbaiki atau memecahkan masalah yang selama ini ada dalam bidang pertanian., diantaranya :
-
Pelatihan dan pengembangan multiplikasi bibit berkualitas tinggi ( 1991-1998 )
-
Proyek pelatihan dan peningkatan teknologi statistik pertanian ( 1993-2001 )
-
Pelatihan internasional mengenai tekno pertanian ( 2002 )
8
-
Pelatihan bagi para penyuluh pertanian dalam rangka mendorong peningkatan pengelolaan pertanian ( 2004 – 2007 )
-
Proyek pelatihan dan peningkatan teknologi statistik pertanian ( 2005 – 2008 )
Kerjasama ini dilakukan terutama karena dewasa ini pelaku pengembangan ekonomi pertanian di Indonesia masih mengeluhkan minimnya informasi pasar dan informasi teknologi pertanian tepat guna yang dapat disediakan oleh pemerintah, dalam hal ini Departemen Pertanian. Oleh karena itu menjadi kewajiban departemen untuk dapat menyediakan informasi pasar dan informasi teknologi pertanian bagi pelaku agribisnis. Selain itu, system penyuluhan yang dilakukan oleh Indonesia selama ini dapat dianggap sudah tidak cocok lagi dengan kebutuhan para petani. Dengan adanya kerjasama yang diadakan bersama JICA diharapkan informasi tersebut disampaikan kepada para petani dengan cara yang lebih efektif sehingga para petani mampu untuk mengembangkan usaha tani, sekaligus meningkatkan taraf hidup mereka hingga para petani tidak harus mengalami kemiskinan.
Dengan melihat masalah diatas, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih jauh mengenai perkembangan ekonomi pertanian setelah Indonesia melakukan kerjasama dengan JIC adri Je3pang dalam program pemberdayaan masyarakat dengan judul: PERANAN JAPAN INTERNATIONAL COOPERATION AGENCY (JICA) DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI SUBSEKTOR PERTANIAN INDONESIA.
9
B. Identifikasi masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat di identifikasikan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kebijakan pembangunan perekonomian subsektor petanian di indonesia ? 2. Bagaimana strategi pemerintah Indonesia dalam mengembangkan ekonomi sektor pertanian indonesia? 3. Bagaimana keterlibatan JICA dalam membantu pembangunan perekonomian pertanian di indonesia? 4. Bagaimana pelaksanaan program JICA dengan Departemen Pertanian indonesia? 5. Bagaimana kendala yang dihadapi pemerintahan dibantu JICA dalam memanfaatkan pertanian untuk membangu perekonomian indonesia yang handal?
1. Pembatasan Masalah Dalam penelitian ini, peneliti akan membatasi pada : a) Aktor internasional yang terlibat, yaitu JICA sebagai badan pemberi bantuan yang dibentuk oleh pemerintah jepang 10
b) Wilayah, detail hanya akan dikhususkan pada daerah Jabar. Daerah ini termasuk wilayah yang memiliki keragaman bentuk dan aktivitas pertanian serta yang memiliki program kerjasama dengan JICA yang paling banyak. Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah meneliti bagaimana keterlibatan JICA dalam membantu membangun ekonomi pertanian yang handal di daerah Jawa Barat. 2. Perumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah, penulis merumuskan perumusan masalah sebagai berikut : ”Bagaimana program bantuan membantu
menempatkan
pembangunan
pertanian
sebagai
JICA
dalam
penggerak
utama
perekonomian Propinsi Jawa Barat? Barat?””
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan penelitian Tujuan penelitian
yang
berkaitan
dengan
penelaahan
dan pemahaman
serta
pengembangan bidang yang sedang diteliti. Adapun tujuan penulis mengadakan penelitian dalam studi Hubungan Internasional ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui hal apa yang menyebabkan indonesia belum mampu mengelola potensi pertanian tanpa bantuan dari negara lain.
11
2. Untuk mengetahui upaya-upaya pemerintah Indonesia dalam membangun ekonomi pertanian di era globalisasi ini 3. Untuk mengetahui keuntungan dan kerugian yang didapat oleh pemerintah indonesia sehubungan dengan adanya kerjasama yang dijalin antara departemen pertanian indonesia dengan lembaga bantuan luar negeri seperti JICA serta pengaruhnya terhadap pembangunan ekonomi pertanian indonesia
2. Kegunaan penelitian 1. Diharapkan bermanfaat bagi seluruh mahasiswa sebagai literatur tambahan dalam mempelajari masalah-masalah Hubungan Internasional. 2. Menambah pengetahuan dan wawasan penulis serta menganalisa masalah-masalah dalam lingkup internasional, khususnya dalam hal studi kawasan, kerjasama, serta politik internasional. 3. Sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian Seminar Proposal Program Sarjana Strata Satu (S1) jurusan Hubungan Internasioal Fakultas Ilmi Sosial Ilmu Politik, Universitas Pasundan.
D. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 1. Kerangka pemikiran
12
Kerangka pemikiran mengemukakan dasar pemikiran serta penggunaan anggapan dasar dan teori-teori yang mendukung dalam permasalahan penelitian ini. Hal ini berfungsi untuk menentukan teori-teori dan konsep mana saja yang memberikan kontribusi, menjabarkan, menggambarkan dan mendeskripsikan penelitian tersebut. Pendekatan adalah hal yang sangat esensial dalam menelaah fenomena Hubungan Internasional yang bersifat kompleks. Dengan menggunakan pendekatan tertentu maka masalah yang akan diteliti akan lebih mudah dipahami. Pendekatan secara sederhana adalah cara memandang dan menjelaskan fenomena tertentu. Perspektif ini dapat melingkupi suatu wilayah yang luas, seperti dunia secara keseluruhan atau yang lebih sempit seperti politik local, regional, nasional, dan internasional.7 Pendekatan berguna untuk mengarahkan penelitian dalam memilah dan memilih teoriteori dan konsep-konsep yang akan digunakan dalam penelitian, terutama dalam menyusun asumsi-asumsi sebagai dasar argumentasi untuk merumuskan hipotesis. Akibatnya, pendekatan yang digunakan oleh seorang peneliti akan sangat mempengaruhi hasil penelitian, bukan karena hanya ia menentukan pemikiran dan perumusan masalah serta pengambilan data tapi juga karena ia menuntun peneliti dalam merumuskan hipotesis, memilih metode penelitian serta menafsirkan data. Untuk menganalisis peran JICA kita memerlukan teori-teori atau pandangan tertentu, sebelumnya harus melihat makna peran. Adapaun makna dari kata peran dapat dijelaskan lewat
7
J.C. Johari, Internationa Relations and Politics: Theoretical Perspective (New Delhi: Sterling Publisher Private Ltd, 1985), hlm, 21. 13
beberapa cara. Pertama, suatu penjelasan historis menyebutkan, konsep peran semula dipinjam dari keluarga drama/teater yang tumbuh subur pada jaman Yunani kuno (roman). Dalam arti ini, peran menunjuk pada karakteristik yang disandang untuk dibawakan oleh seorang actor dalam sebuah pentas drama. Kedua, suatu penjelasan yang menunjuk pada konotasi social, yang mengartikan peran sebagai suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika menduduki suatu karakteristik (posisi) dalam suatu struktur social. Ketiga, suatu penjelasan yang lebih bersifat operasional, menyebutkan bahwa peran seorang actor adalah suatu batasan yang dirancang oleh actor lain, yag kebetulan sama-sama dalam satu penampilan/unjuk peran (performance).8 Sedangkan menurut kamus besar Bahasa Indonesia, peran seperti tingkah yang diharapkan yang dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat. Seiring dengan perkembangan dunia yang mengglobal saat ini menunjukkan bahwa interaksi yang melintasi batas wilayah suatu negara melalui kerjasama ataupun konflik, hal ini menunjukkan bahwa pola interaksi tersebut membutuhkan suatu hubungan, karena pada hakikatnya tidak ada satu negara pun yang dapat memenuhi kebutuhannya tanpa dengan mengadakan hubungan dengan negara lainnya. Di dalam pergaulan internasional setiap negara memiliki masalah yang begitu kompleks dengan negara lain, juga memiliki potensi yang sangat besar terhadap kelangsungan umat manusia di muka bumi ini. Untuk itu diperlukannya hubungan yang komprehensif dimana memiliki tingkat kesepahaman antara negara yang satu dengan negara lainnya, karena hubungan tersebut sangat kompleks dimana setiap segi dari hubungan ini memerlukan koordinasi yang tidak sederhana.
8
http://www.damandiri.or.id/file/suwandinuairbab21.pdf diakses pada tanggal 20 februari 2010 14
Suatu negara melakukan hubungan dengan negara lain bisa menimbulkan konflik karena pada umumnya setiap negara yang terlibat dalam menjalin hubungan mempunyai kepentingan untuk mengejar kepentingan masing-masing. Hubungan internasional yang menyangkut berbagai aspek kehidupan manusia, pada hakikatnya akan membentuk tiga pola hubungan, yaitu : kerjasama (cooperation), persaingan (competition), dan konflik (conflict) antar negara yang satu dengan negara lainnya. Hal ini disebabkan karena adanya persamaan dan perbedaan kepentingan nasional diantara negara-negara. Hubungan internasional sebagai suatu disiplin ilmu yang selalu mempunyai gerak dinamika dan terus senantiasa berkembang, sehingga terdapat berbagai macam pendapat mengenai istilah hubungan internasional itu sendiri. Hubungan internasional saat ini telah memasuki ruang lingkup yang sangat luas, yang mana tidak menitik beratkan pada sifat hubungan yang formal (state action) saja, tapi juga mencakup semua hal yang sifatnya lintas batas rasional dari semua aspek kehidupan manusia (non state action). Studi Hubungan Internasional pada dasarnya bertujuan mempelajari prilaku internasional yaitu prilaku aktor-aktor baik aktor negara maupun aktor non negara di dalam transaksi internasional.9 Interaksi dan hubungan internasional dilandasi oleh kebijakan luar negeri aktoraktor tersebut. Interaksi adalah hubungan yang terjalin antara 2 orang atau lebih dimana dalam prosesnya hampir selalu menimbulkan aktivitas yang saling mempengaruhi sehingga akan muncul apa yang di sebut degan umpan balik atau hubungan resiprokal yang akan berpengaruh terhadap prilaku setiap orang yang berinteraksi.
9
Mochtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodolog (Jakarta: LP3ES, 1990), hlm. 26. 15
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis terlebih dahulu menjelaskan mengenai definisi Hubungan Internasional menurut Suwardi Wiriatmadja yang dikutip dari Trygive Mathisen, yaitu : “Hubungan Internasional adalah bidang spesialisasi yang meliputi aspek-aspek internasional dari cabang ilmu politik, sejarah baru dari politik internasional, hubungan semua aspek internasional dari kehidupan sosial manusia dalam arti semua tingkah laku nusia yang terjadi atau berasal dari suatu negara dapat mempengaruhi tingkah laku ma manusia manusia di negara lain, dan suatu cabang ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri ”.10 sendiri”
Selain itu, definisi Hubungan Internasional diperkuat oleh K.J. Holsti dalam bukunya
Politik Internasional Suatu Kerangka Analisis yang diterjemahkan oleh Wawan Djuanda sebagai berikut : “Istilah Hubungan Internasional mengacu kepada semua bentuk interaksi antar anggota masyarakat yang berlainan, baik yang disponsori pemerintah maupun tidak, hubungan internasional akan meliputi analisa kebijakan luar negeri atau proses-proses antar bangsa menyangkut segala hubungan itu itu””.11
Dalam pembahasan yang berhubungan dengan masalah internasional diperlukan suatu konsep dan teori sebagai landasan berpikir. Untuk itu masalah internasional tidak mungkin begitu saja meninggalkan system internasional. K.J Holsti mengemukakan sistem internasional dalam bukunya Politik Internasional Suatu Kerangka Analisis yang diterjemahkan oleh Wawan djuanda : “Sistem internasional dapat di definisikan sebagai kumpulan kesatuan politik yang independen seperti suku, negara, kota, bangsa, dan kerajaan, yang berinteraksi dalam frekuensi tinggi dengan proses yang teratur, para pengkaji mempunyai pengertian untuk
10 11
Suwardi Wiriatmadja, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, Pustaka Tinta Mas, Surabaya, 1967 K.J Holsti, Politik Internasional, Suatu Kerangka Analisis, Bina Cipta, bandung, 1987 hal 26-27. 16
menjelaskan keistimewaan atau karakteristik perilaku unit politik tersebut satu sama lain ”.12 dengan menerangkan berbagai perubahan besar dalam interaksinya interaksinya”
Dengan demikian, pada hakikatnya bahwa Hubungan Internasional itu merupakan suatu ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan manusia, bahkan mengenai aspek-aspek internasional yang mana tidak pernah lepas dari kehidupan manusia itu sendiri. Untuk mempertajam pemaknaan tentang Hubungan Internasional guna mendapatkan suatu gambaran yang jelas sesuai acuannya seperti yang diungkapkan oleh Charles McClelland dalam bukunya Pengantar Hubungan Internasional terjemahan Hilman Adil sebagai berikut:
“Hubungan Internasional merupakan studi tentang interaksi antara jenis-jenis kesatuan tertentu, termasuk studi tentang keadaan-keadaan relevan yang mengelilingi interaksi”.13 Studi Hubungan Internasional merupakan suatu studi yang bersifat interdisipliner, artinya bahwa HI memiliki hubungan dengan ilmu lainnya dalam usahanya mengkaji suatu masalah yang timbul walaupun perhatian utamanya tetap pada hubungan antar negara dan antar pemerintah (Inter state dan Inter Government). Ilmu hubungan internasional juga merupakan bagian dari ilmu sosial yang mencakup berbagai aspek kehidupan manusia dari masyarakat internasional. Menurut K.J Holsty yang diungkapkan dalam bukunya Politik Internasional : Kerangka untuk Analisis yang diterjemahkan oleh M. Tahir Azhary tentang konsep Hubungan Internasional : ”Istilah hubungan internasional dapat mengacu pada semua bentuk interaksi antar masyarakat yang berbeda apakah disponsori oleh pemerintah atau tidak. Hubungan
12 13
Ibid, hal 35. Charles McClelland, Pengantar Hubungan Internasional (Terjemahan Hilmah Adil) (Jakarta : CV.Rajawali, 1981), hlm. 27. 17
internasional mencakup analisis kebijakan luar negeri atau proses politik antar bangsa” bangsa, tetapi karena niatnya yang berbeda-beda. berbeda-beda.”
Dalam melakukan interaksi yang melintasi batas suatu negara, negara merupakan aktor utama dalam melakukan suatu hubungan internasional. Keadaan ini telah menyebabkan adanya suatu kecenderungan yang menyebabkan suatu kaidah atau aturan. Perkembangan interaksi internasional akan mempengaruhi tatanan hukum yang melintasi batas suatu negara. Untuk mewujudkan agar terjadinya suatu aturan internasional maka J.G Starke mengungkapkan definisi tentang Hukum Internasional dalam bukunya Pengantar Hukum Internasional (terjemahan Sumitro L.S. Danuredjo dan Lukas Ginting), sebagai berikut : ”Keseluruhan hukum
yang untuk sebagian besar terdiri atas sendi-sendi dan aturan-aturan perilaku terhadap mana negara-negara merasa dirinya terikat untuk menaatinya dan karena itu pada umumnya memang menaatinya dalam hubungan antara negara-negara itu satu sama lain”.14 Selain itu ada pernyataan mengenai Hukum Internasional yang dinyatakan oleh J.L Brierly dalam bukunya Hukum Bangsa-Bangsa: Pengantar hukum Damai Internasional, sebagai berikut: ”himpunan kaidah-kaidah dan asas-asas tindakan yang mengikat bagi negara-negara
beradab dalam hubungan mereka satu sama lain.”15 Seiring perkembangan dan pesatnya kegiatan-kegiatan yang melintasi batas suatu negara, hubungan kerjasama dan saling ketergantungan antar negara, serta munculnya berbagai macam organisasi internasional yang menyebabkan ruang lingkup hukum internasional menjadi lebih luas. Dari definisi diatas, negara satu-satunya yang menjadi subjek hukum internasional, yang merupakan subjek-subjek hukum internasional lainnya bukan hanya negara tetapi juga aktor non negara. Seperti yang dinyatakan
14
J.G Starke, Pengantar Hukum Internasional edisi kesembilan (terjemahan Dr. Sumitro L.S. Danuredjo S.H dan
Drs. Lukas Ginting) (PT. Aksara Persada Indonesia,1989), hlm. 3. 15
J.L Brierly, Law of Nations, Oxford at the Clarendon Press, London, 1955, hlm.,42. 18
oleh J.G Starke dalam bukunya Pengantar Hukum Internasional (terjemahan Sumitro L.S. Danuredjo dan Lukas Ginting) , sebagai berikut : ”a). Aturan-aturan hukum yang yang bertalian dengan berfungsinya lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi internasional, hubungan-hubungan lembaga atau organisasi yang satu dengan lainnya dan hubungan-hubungan lembaga atau organisasi itu dengan negaragara dan individu-individu, b). Aturan-aturan hukum tertentu yang bertalian dengan ne negara individu-individu dan satuan-satuan bukan negara sejauh hak-hak dan kewajibankewajiban para individu dan satuan-satuan bukan negara itu merupakan kepentingan ternasional. masyarakat in internasional. ternasional.””16
Kemudian, sesuai dengan orientasi judul penelitian ini yang berfokus pada kajian pembangunan dan perkembangan ekonomi pertanian di wilayah Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Dalam pelaksanaan pembangunan dan perkembangan ekonomi, dampak nyata dalam sebuah pelaksanaan ekonomi internasional ini adalah adanya ketergantungan antar negara terutama negara-negara yang lemah tehadap negara-negara maju (core state). Menurut Robert Gilpin dalam bukunya The Political-Economy of International Relations, menyatakan : ”Kekayaan
adalah suatu instrumen dalam penciptaan keamanan nasional dan kesejahteraan nasional. Lancarnya fungsi pasar bebas tergantung pada kekuatan politik. Tanpa kekuatan yang dominan atau hegemonik, tidak akan ada perekonomian dunia yang liberal”.17 Untuk mempertajam pemaknaan tentang teori Ekonomi Politik Internasional, Umar Suryadi Bakry dalam bukunya Ekonomi Politik Internasional, menyatakan sebagai berikut :
”Ekonomi politik internasional adalah adanya interaksi antara faktor ”pasar” dan unsur
16 17
Ibid. Robert Gilpin, The Political-Economy of International Relations.Princestone : Princestone
University Press. 19
”negara” antara ”pertukaran” dan ”kewenangan”, antara ”kekayaan” dan ”kekuatan” suatu negara dalam berhubungan dengan negara lain”.18 Dalam rangka memenuhi kebutuhan nasional, suatu negara harus mengadakan hubungan ekonomi dengan negara lain. Bahkan banyak persoalan politik dapat dianalisis dari segi ekonomi, maka ekonomi internasional yang disebarkan mempunyai pengaruh yang menentukan dalam situasi politik internasional. Adapun tujuan ekonomi internasional menurut R.E.A Mamorer dalam bukunya
Ekonomi Internasional adalah : ”Tujuan ekonomi internasional adalah kerjasama membantu antar bangsa dan antar negara. Dengan adanya kerjasama ini, maka kebutuhan yang tersedia di dalam negara dapat dipenuhi oleh negara lain.” Pada hakikatnya Hubungan Internasional merupakan suatu bentuk interaksi perilaku baik antar negara maupun non-negara dalam berbagai karakteristiknya, yang pada akhirnya melahirkan kerjasama internasional. Suatu negara tidak mungkin berdiri sendiri tanpa bantuan dari negara ataupun aktor hubungan internasional lainnya di era globalisasi sekarang ini. Untuk itu dibutuhkan suatu kerjasama diantara bangsa-bangsa yang memiliki kepentingan tersebut. Sebagaiman yang diungkapkan oleh Koesnadi Kartasasmita mengenai konsep Kerjasama Internasional dalam bukunya Organisasi Internasional, yaitu : ”kerjasama internasional terjadi karena nation understanding dimana memiliki tujuan dan arah yang sama, keinginan ini didukung oleh kondisi internasional yang saling membutuhkan. Kerjasama ini didasari oleh kepentingan bersama diantara negara-negara
18
Umar Suryadi Bakry, Ekonomi Politik Internasional, Lembaga Penelitian dan pengabdian pada masyarakat Universitas Jayabaya, Jakarta, 1997, hal2. 18 Umar Suryadi Bakry, Ekonomi Politik Internasional, Lembaga Penelitian dan pengabdian pada masyarakat Universitas Jayabaya, Jakarta, 1997, hal2. 20
” dan aktor hubungan internasional lainnya, namun kepentingan tersebut tidak identik identik” (1987:37)
Adanya kerjasama suatu negara dengan negara maupun aktor hubungan internasional lainnya menandakan hubungan internasional. Adapun bentuk-bentuk dari hubungan internasional suatu negara adalah sangat luas, yang mana setiap negara berusaha seoptimal mungkin mencapai suatu sasaran, nilai-nilai dan tujuan mereka sebagai akibat dari tekanan politik domestik, ideologi nasional, opini masyarakat atau kebutuhan sosial dan ekonomi. Dimensi ekonomi selalu hadir dalam berbagai hal seperti politik kekuasaan serta perekonomian global. Pun Indonesia sebagai negara berkembang dan terus berusaha untuk menyesuaikan diri di era globalisasi ini, harus berupaya keras dalam menjaga stabilitas ekonomi dalam negeri dan tanpa mengesampingkan keadaan ekonomi dunia. Baik dan buruknya keadaan ekonomi dunia, mau tidak mau akan mempengaruhi keadaan ekonomi dalam negeri, indonesia harus menyesuaikan diri tanpa menghilangkan identitas bangsa. Sebagai negara agraris besar, indonesia mampu bersaing dan menuntaskan masalah-masalah ekonomi yang dihadapi indonesia saat ini. Komoditas pertanian memiliki karakteristik seperti musiman, perishable, mudah rusak, bulky, dan harga berfluktuasi. Bagi petani, hal itu menjadi suatu masalah. Untuk itu, diperlukan solusi untuk memecahkan masalah tersebut, salah satunya melalui ekonomi pertanian. Ekonomi pertanian memegang peranan penting dalam dunia pertanian dan telah memberikan kontrobusi bagi pemangunan ekonomi, baik di negara-negara maju maupun negara berkembang. Pertanian di indonesia adalh pertanian tropika karena sebagian besar daerahnya berada di wilayah tropis yang langsung dipengaruhi oleh garis khatulistiwa yang memotong indonesia hampir mehjadi dua. Di samping pengaruh khatulistiwa, ada dua faktor alam lain yang ikut memberi corak pertanian indonesia, yaitu bentuknya sebagai kepulauan dan tofografinya bergunung-gunung. 21
Menurut Mubyarto (1989:12) : ”indonesia masih merupakan
negara pertanian, artinya
pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang hidup atau bekerja pada sektor pertanian dan produk nasional yang berasal dari pertanian”. Pertanian mempunyai kontribusi yang besar dalam proses pembanguna ekonomi. Menurut Ghatak dan Ingersent (1984), Cit Widodo (1993:2), kontribusi pertanian terhadap pembanguna ekonomi negara yaitu kontribusi
produksi, kontribusi pasar, kontribusi faktor produksi, dan kontribusi devisa. Dengan makin pentingnya pertanian dalam pembangunan indonesia, penting untuk dapat mengerti hakikat dan masalah-masalah pertanian. Masalah tersebut juga menyangkut masalah ekonomi pertanian dalam hubungannya dengan analisis ekonomi pertanian. Sebelum mengetahui pengertian ekonomi pertanian, sebaiknya mengkaji dulu ilmu ekonomi dan ilmu pertanian. Ekonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu oikos yang berarti rumah tangga serta nomos yang berarti mengatur rumah tangga. Dalam hal ini tidak hanya terbatas pada rumah tangga individu, melainkan dapat mengandung arti yang lebih luas. Hal ini karena manusia selain sebagai individu, juga sebagai makhluk sosial. Dengan demikian, rumah tangga yang perlu diatur meliputi rumah tangga individu, rumah tangga keluarga, rumah tangga desa, rumah tangga kota, rumah tangga pemerintah atau negara, dan rumah tangga dunia. Menurut Adam Smith bersama David Ricardo dalam bukunya The principle of political aconomy and texation : ”ilmu ekonomi merupakan suatu studi mengenai individu-individu dan masyarakat dalam membuat pilihan dengan atau tanpa penggunaan uang, dengan menggunakan sumbersumber daya yang terbatas, tetapi dapat digunakan dalam berbagai cara untuk gai jenis barang dan jasa serta mendistribusikannya untuk kebutuhan menghasilkan berba berbagai konsumsi sekarang dan di masa datang kepada individu dan golongan masyarakat. Mempelajari perilaku manusia dalam hubungannya dengan proses dan masalah ngkaan brarang dan jasa. Oleh karena itu, sumber penyesuaian masyarakat terhadap kela kelangkaan ” daya harus dialokasikan secara optimum pada berbagai alternatif tujuan. tujuan.”
22
Sedangkan pertanian merupakan kegiatan dalam usaha mengembangkan (reproduksi) tumbuhan dan hewan dengan maksud supaya tumbuh lebih baik untuk memenuhi kebutuhan manusia.19 Maka, ilmu ekonomi pertanian dapat diberi definisi sebagai ilmu yang berurusan
dengan azas yang mendasari keputusan petani dalam menghadapi masalah yang diproduksi, bagaimana memproduksi, bagaimana memproduksi, apayang dijual, dan bagaimana menjual agar petani memperoleh keuntungan terbesar sesuai dengan kepentingan masyarakat widodo keseluruhan. (widodo widodo, 1993:3). Pembangunan ekonomi pertanian mempunyai makna kelanjutan dan peningkatan dengan orientasi pada peningkatan produksi pertanian.dengan menempatkat pembangunan pertanian sebagai penggerak utama pembangunan ekonomi nasional (agricultural-led development) maka persoalan ekonomi nasional saat ini seperti pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan kerja dan berusaha, peningkatan devisa, pemerataan, percepatan, pembangunan ekonomi daerah, Ditinjau dari struktur perekonomian nasional, sektor pertanian menempati posisi yang penting dalam kontribusinya terhadap PDB. Pada saat krisis, sumbangan sektor pertanian terhadap PDB mengalami peningkatan paling besar dibanding sektor lainnya. Dari segi penyerapan tenaga kerja, pada tahun 2003 sektor pertanian mampu menyerap 46 persen, paling tinggi diantara sektor-sektor lain (yudhoyono 2004). Berdasarkan teori dan uraian yang telah dibahas, penulis mencoba mengemukakan asumsi sebagai berikut :
19
Hastuti, Diah R.D., dan ABD. Rahim., 2007., ekonomika pertanian pengantar, teori dan kasus, penebar swadaya, Jakarta. 23
1. Pertanian mempunyai peranan penting sebagai penggerak utama pembangunan ekonomi nasional, mengingat indonesia sebagai negara agraris besar dengan bentuk kegiatan dan hasil pertanian. 2. Indonesia berusaha keras memperbaiki kondisi perekonomian nasional melalui peningkatan sestem pengelolaan pertanian, meningkatkan produktivitas pertanian dan sarana prasarana pertanian untuk kesejahteraan masyarakat. 3. Pembangunan pertanian tidak cukup hanya melalui dorongan pemerintah dalam upaya peningkaan produksi, pembukaan lahan pertanian, tetapi lebih kearah pembangunan yang hasilnya tidak dapat dirasakan pada waktu singkat yaitu perubahan perilaku dan sikap mental serta budaya masyarakat pertanian dalam beruaha tani. 4. Program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan JICA di indonesia untuk membantu meningkatkan produktivitas hasil pertanian di indonesia dapat membantu pembangunan perekonomian indonesia menjadi lebih andal.
2. Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran dan permasalahan diatas, maka penulis mencoba membuat dan merumuskan hipotesis. Hipotesis dapat diartikan sebagai dugaan awal atau jawaban sementara yang kebenarannya masih harus di uji secara empirik terhadap masalah. Maka penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut : ”Kontribusi JICA melalui program kerjasama teknis dalam pembangunan ekonomi subsektor pertanian di Propinsi Jawa 24
Barat cukup efektif melalui pelatihan, penyuluhan, dan pendampingan. Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan hasil produktivitas pertanian (tanaman pangan) , sehingga ketahanan pangan masyarakat Propinsi Jawa Barat naik naik””. 3. Operasional Variabel Variabel
Indikator
Variabel Bebas :
1. JICA
”
kontribusi
melalui
JICA
program
kerjasama teknis
Verifikasi Data sebagai
Kerjasama
Badan 1.Data-data dan fakta
tentang
Internasional JICA
Jepang
(http://www.jica.org
di
)
diakses
tanggal 11 januari 2010.
dalam pembangunan ekonomi
subsektor
pertanian di Propinsi Jawa efektif
Barat
cukup melalui
2. Adanya
kebijakan 2.Rencana Pembangunan Jangka
pemerintah
tentang Menengah
pembanguan pertanian
Nasional
(RPJMN)
Disahkan 19 Januari 2005 melalui
pelatihan, penyuluhan penyuluhan,,
Peraturan Presiden No. 7 Tahun
serta pendampinan.
2005
3. Adanya program kerjasama
3.Data-data
tentang
berbagai
teknis JICA yang bertujuan kegiatan yang dilaksanakan JICA dengan Negara Penerima Bantuan
memberdayakan
Kerjasama Teknis. masyarakat
untuk
terjun a). Pelatihan internasional
langsung
mengolah
pertanian dan meningkatkan
mengenai 2004.
tekno pertanian b). Pelatihan bagi
para penyuluh pertanian dala 25
produktivitas
m
pertanian
rangka
peningkatan
dengan cara : kerjasama
Proyek
statistik
pengembang. Lingkup kerja
c). dan
teknologi
pertanian,
2004-
2005. d). Proyek pelatihan dan peningkatan teknologi
dan
statistik
ditandatangani oleh JICA ( Sadako Ogata) dengan
pelatihan
peningkatan
ahli, pelatihan, dan studi
disepakati
pengelolaan
pertanian, 2004 – 2007.
proyek, pengiriman tenaga
yang
mendorong
pertanian,
2005-
2007, dll.
(Rncang
Bangun
pelaksanaan
Departemen Pertanian (Ir. kerjasama luar negeri departemen Sutarto
Alimoeso,
MM)
pertanian badan penelitian dan pengembangan pertanian Propinsi
pada tanggal 5 noember 2004, Nippon koei co.
Jawa
Barat,2004)
dan
www.jica.go.jpg (diakses tanggal 13 januari 2010)
26
Variabel Terikat : Hal
ini
4. Adanya
ditandai
dengan
adanya
peningkatan
hasil
peningkatan 4.Data (fakta dan angka) yang
jumlah
hasil didapat
produktivitas pertanian produktivitas tanaman pangan.
tanaman
pangan)
pangan
masyarakat
Propinsi
pangan
pertanian
Jawa
Barat
no. 06/02/32/Th.x, 15 februari
sehingga
ketahanan
hasil
Statistik BPS Provinsi Jawa Barat
(tanaman ,
pertumbuhan
triwulan IV/2008 Berita Resmi
produktivitas pertanian
dari
2008 serta tentang Perkembangan ekonomi
pertanian
wilayah
provinsi jawa barat
Jawa Barat naik. ”.
terhadap
pembangunan ekonomi nasional. tergambar pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tumbuh sebesar
2,16%
sebelumnya, pertumbuhan
dari
tahun
berdasarkan year
on
laju year
dibandingkan tahun 2006 tumbuh 1,27%, sumber pertumbuhan yang terdapat pada tahun 2007n yang tumbuh dari 0,8% menjadi 1,2%. (www.bappenas.go.id ). Diakses tanggal 12 Januari 2010.
5. Menurunnya tingkat buta teknologi
informasi
dan
statistik pertanian beserta sistem
pengelolaan
yang
5.Data
dan
menurunnya
fakta tingkat
tentang kesalahan
penggunaan teknologi informasi, pengguanaan alat, serta statistik
lebih baik.
lahan pertanian di jawa barat.
27
Terdapat
banyaknya
penyuluhan
pertanian
kecamatan
propinsi
pos-pos di
setiap
jawa
barat
dengan para penyuluh yang sipa guna untuk mengadakan penyuluhan serta pemantauan
kegiatan
pertanian
setempat.
6. Adanya hubungan antara peningkatan jumlah hasil
(www.bappenas.go.id/get-fileserver/node/5785/ ). Diakses tanggal
pertanian 12 Januari 2010.
produktiktivitas
tanaman pangan yang akan mempengaruhi
tingkat
ketahanan pangan.
6.misi Jawa
pemerintahan Barat
kualitas
:
Propinsi
“meningkatkan
dan
kuantitas
produktivitas tanaman pangan” yang
terangkum
dalam
RENSTRA (Rencana Strategis) JABAR 2005-2009). Dituangkan dalam visi : “sebagai pengatur handal dalam agribisnis tanaman pangan
untuk
mewujudkan
ketahanan pangan yang handal”. Meningkatnya ketersediaan sumber pangan Menurunnya impor pangan,
Menurunnya jumlah masyarakat yang
rawan
Meningkatnya
pangan, diversifikasi
konsumsi pangan non Beras.
28
4. Skema Kerangka Teoritis Pengaruh Keberadaan Out Migration (Pos-Pos Lintas Batas) RI-Malaysia Terhadap Perkembangan Ekonomi di Wilayah Perbatasan RI (Kab. Sanggau-Kalimantan Barat)
PPLB INDONESIA
PPLB MALAYSIA
KONDISI EKONOMI DI WIL.
KONDISI EKONOMI DI WIL.
PERBATASAN
PERBATASAN
29
E. Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data 1. Tingkat Analisis Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisa reduksionis, karena unit eksplanasinya yaitu peranan Japan International Cooperation Agency (JICA) merupakan variable yang mempegaruhi berada pada tingkat yang lebih rendah jika dibandingkan dengan unit analisa ekonomi pertanian Jawa Barat. 2. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis dan metode historis analitis. a. Metode deskriptif analitis, yaitu metode yang digunakan untuk mendefinisikan fenomena yang ada dan membahas realita yang ada serta berkembang dewasa ini kendati yang setuju pada pencarian alternative untuk membahas permasalahan yang dihadapi. Metode ini pada akhirnya akan dapat dikomparasikan dengan prediksi realita masa yang akan datang. Metode deskriptif analitis menggambarkan, mengklarifikasikan, menelaah, serta menganalisis fenomena yang ada didasarkan atas pengamatan dari beberapa kejadian dalam masalah yang bersifat aktual di tengah realita yang ada untuk menggambarkan secara rinci fenomena sosial tertentu, serta berusaha memecahkan masalah dalam
30
prakteknya tidak sebatas pengumpulan dan penyususnan data, melainkan meliputi juga analisis dari interpretasi data-data tersebut. b. Metode historis analitis, yaitu metode penelitian yang menghasilkan metode pemecahannya yang ilmiah dan perspektif historis suatu masalah, yakni cara pemecahan suatu masalah dengan cara pengumpulan data dan fakta-fakta khusus mengenai kejadian masa lampau dalam hubungannya dengan masa kini sebagai rangkaian yang tidak terputus dan saling berhubungan satu sama lain. Metode penelitian ini digunakan untuk mengungkapkan peristiwa masa lalu, metode ini ditarik kesimpulannya untuk kemudian dikomparasikan dan dicocokkan dengan kondisi yang tengah terjadi pada saat ini serta juga dapat dijadikan dasar untuk melakukan prediksi-prediksi masa yang akan datang.
3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data dengan mencari data-data dari kepustakaan buku-buku, informasi-informasi berdasarkan penelaahan literatur atau referensi baik yang bersumber dari artikel-artikel, surat kabar, jurnal, bulletin-buletin, internet, laporan lembaga pemerintah maupun non pemerintah maupun catatan-catatan penting mengenai hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti oleh penulis.
31
F. Lokasi dan Lamanya Penelitian 1. Lokasi Penelitian a. Departemen Luar Negeri Republic Indonesia Jl. Taman Pejambon No.6, Jakarta 10110
b. Pusat Dokumentasi dan Perpustakaan Departemen Luar Negeri RI Jl. Taman Pejambon No. 4 (ex-BP7) Jakarta Pusat
c. Badan penelitian dan pengembangan pertanian Jawa Barat
d. BPS Provinsi Jawa Barat
e. Perpustakan daerah Jawa Barat Jln. Soekarno-hatta bandung
f. Perpustakaan Universitas Pasundan Bandung Jl. . Lengkong Besar, Bandung.
2.Lamanya Penelitian
32
Penulis melakukan penelitian diperkirakan sejak bulan Januari sampai dengan Mei 2010. Adapun tahapannya yang lebih rinci dapat dilihat dalam table pada halaman berikutnya.
Desember
No 1
2
3 4 5
Bulan Minggu Kegiatan
1
Tahap Penelitian a. Konsultasi Pengajuan judul Penyususnan proposal a. Seminar proposal b. Pengurusan surat ijin penelitian Pengumpulan data Pengolahan dat Pengajuan draft dalam bentuk skripsi a. Pelaporan b. Persiapan drft c. Perbaikan hasil draft d. Ujian siding
33
2
3
Januari 4
1
2
3
4
G. Sistematika Penulisan BAB I
PENDAHULUAN Latar belakang masalah, identifikasi masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan hipotesis, metode penelitian dan teknik pengumpulan data, Lokasi dan lamanya penelitian.
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG JICA (JAPAN INTERNATIONAL COOPERATION AGENCY) Bab ini menguraikan tentang profil JICA serta tahapan kerjasama yang dapat dilakukan JICA dengan Negara lain.
BAB III
PEMBANGUNAN EKONOMI SUBSEKTOR PERTANIAN DI JAWA BARAT, INDONESIA. Bab ini dikhususkan untuk membahas Jawa Barat dalam membangun ekonomi pertanian serta perkembangannya dan pengaruhnya terhadap ekonomi nasional.
BAB IV
PERAN JICA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI SUBSEKTOR PERTANIAN DI JAWA BARAT, INDONESIA. Bab ini menguraikan tentang analisis peran JICA dalam pembangunan ekonomi sektor petanian di wilayah Jawa Barat.
34
BAB V
KESIMPULAN Merupakan bab penutup dari penulisan skripsi yang perlu memberikan beberapa kesimpulan serta saran-saran yang dipandang perlu, daftar kepustakaan dan lampiran-lampiran mengenai data yang berhubungan dengan materi yang diambil.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JICA (JAPAN INTERNATIONAL COOPERATION AGENCY) A.
Profil umum JICA
JAPAN INTERNATIONAL COOPERATION AGENCY (JICA) Singkatan
: JICA (Japan International Cooperation Agency)
Negara
: Jepang
Jenis Organisasi
: Bantuan teknis
Kegiatan Pendukung : JICA telah menjalankan inisiatif-inisiatif untuk merumuskan kembali program bantuannya dalam rangka memenuhi permintaan dan menanggapi perubahan situasi di Indonesia, dengan merumuskan Country Program yang lebih tepat sasaran untuk Indonesia. Berkaitan dengan proses ini, pada tahun 2001, JICA telah menjabarkan prioritas bidang kerjasama yang menjadi prioritasnya bagi Indonesia, sebagai berikut:
35
Prioritas-prioritas JICA: 1. Reformasi Struktural Ekonomi bagi Pemulihan Ekonomi yang stabil 2. Pemerintahan yang Berwibawa 3. Infrastruktur Industri untuk Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan , 4. Pembangunan Sosial dan Pengurangan Kemiskinan 5. Perlindungan terhadap Lingkungan. Sektor yang diprioritaskan : a. Organisasi yang didukung : -NGO/LSMsecaraumum - Organisasi penelitian - Pemerintah Indonesia
b. Jaringan : - Jaringan kerja di Indonesia : - Jaringan kerja Internasional :
Fokus geografis : . Cara mengakses dukungan tersebut : . Kaitan peace building dengan tujuan dan strategi organisasi :
36
Latar belakang organisasi : Japan's Official Development Assistance (ODA) dimulai pada tahun 1954, ketika mengikuti Colombo Plan, sebuah organisasi yang didirikan pada tahun 1950 untuk membantu negaranegara Asia dalam pembangunan sosial-ekonomi mereka. Sementara menerima bantuan itu sendiri pada era 1950an dari Bank Dunia untuk rekonstruksi ekonominya, Jepang mulai memberikan bantuan bagi negara-negara yang sedang berkembang.
Ada tiga kategori utama ODA: 1). Bantuan Dana Bilateral (bantuan dana dan kerjasama teknis), 2). Bantuan Pinjaman bagi Pinjaman Bilateral, yang umumnya disebut "Pinjaman Yen", 3). Kontribusi dan biaya keanggotaan bagi organisasi donatur multilateral. Kebanyakan jatah bantuan dana bilateral dijalankan melalui Japan International Cooperation Agency (JICA), sementara itu Japan Bank untuk International Cooperation (JBIC: sebelumnya bernama OECF "Overseas Economic Cooperation Fund ") bertanggungjawab atas pinjaman bilateral.
B.
Pembentukan JICA Jepang sebagai salah satu Negara maju memiliki berbagai program untuk membantu
negara-negara berkembang di seluruh penjuru dunia yang dirangkum dalam Japan’s Official Development Assistance. Japan International Cooperation Agency, atau dikenal melalui singkatan JICA merupakan organisasi pemerintah Jepang yang mengatur ODA. JICA bertugas 37
untuk membantu pembangunan sosial dan ekonomis di Negara-negara berkembang serta mempromosikan kegiatan kerjasama internasional di dunia. Pada awalnya, Jepang juga merupakan salah satu penerima bantuan luar negeri karena memerlukan dana yang besar untuk membangun kembali negaranya akibat kalah perang pada tahun 1945. Namun, pada tahun 1954, jepang mengikuti colombo plan dan menjadi salah satu Negara pemberi bantuan teknis kepada Negara-negara berkembang. Pada tahun 1960-an, tujuuh belas Negara di afrika mendeklarasikan kemerdekaannya. Bersama dengan Negara-negara donor barat, jepang berpartisipasi dalam program pemberi bantuan yang dipmpn oleh Amerika Serikat (AS). Pada tahun 1961, Overseas Technical Coopertaion Agency (OTCA) dibentuk untuk membantu pemerintah Jepang dalam mengimplementasikan kerjasama di Negara-negara berkembang. Pada bulan agustus 1974, OCTA bergabung dengan Japan Emigrations Services (JEMIS) yang bertugas untuk mengurus emigrasi warga Jepang diluar negeri, penggabungan dua lembaga ini membentuk JICA yang bekerja sepenuhnya dibawah Departemen Luar Negeri Jepang. Selanjtnya perkembangan yang diperlihatkan Jepang luar biasa, pada tahun 1989, bantuan luar negeri yang diberika Jepang kepada Negara-egara berkembang melalui JICA melebihi jumlah bantuan yang diberikan oleh pemerintah Amerika Serikat. Pada tahun 2003, pemerintah jepang memutuskan untuk memisahkan JICA dari Departemen Luar Negeri Jepang sehingga menjadi institusi dengan administrasi mandiri yang ditujukan agar kegiatan yang dilakukan lebih efektif karena dengan tidak adanya administrasi yang berbelit-belit. Meskipun demikian, seluruh kegiatan JICA dibawah pengawasan Departemen Luar Negeri Jepang. Bidang kerja JICA beragam dalam lingkup dan mencerminkan isu-isu internasional serta perubahan kebutuhan dari Negara-negara berkembang. Untuk mengatasi isu-isu internasional 38
tersebut, JICA menggunakan jaringan cabang di berbagai Negara untuk merancang implementasi proyek terhadap Negara-negara dan tiap-tiap Negara serta menetapkan bagaimana proyek tersebut berlangsung. JICA juga tergabung dalam satuan kerja ODA yang dibentuk di dalam Negara penerima bantuan dan melibatkan kedutaan Jepang, JBIC, dan berbagai institusi lainnya. Selanjutnya, JICA memodifikasi program atau proyek yang akan dilaksanakan agar sesuai dengan keadaan sekitar dan memastikan bahwa nilai-nilai lokal ikut tergabung di dalamnya. Negara-negara di Asia Tenggara termasuk juga Negara-negara anggota ASEAN menjadi wilayah prioritas bagi JICA untuk menguatkan hubungan dan kemitraan dalam bidang ekonomi, melalui kebijakan dadar sebagai berikut : 1. Mendukung upaya kemandirian negara-negara yang sedang berkembang melalui perluasan kerjasama dalam pembanguan Sumber Daya Manusia (SDM), pengembangan kelembagaan, pembangunan sarana ekonomi dan sosial. 2. Perspektif keamanan dengan upaya langsung penanganan konflik, bencana, wabah penyakit, melalui peningkatan kapasitas dan memperluas bantuan perlindunagn dan pemberdayaan masyarakat dalam menghadapi konflik pada tahap rekonstruksi dan pembangunan. 3. Menjamin keadilan dengan memperluas akses bagi masyarakat untuk memanfaatkan ODA dengan penekanan pada permasalahan gender, ketentuan sosial, dan kemiskinan. 4. Memanfaatkan pengalamanan dan keahlian bangsa jepang melalui pemanfaatan teknologi maju, pengetahuan, SDM, dan kelembagaan dalam pembangunan akonomi sosial.
39
5. Mengembangkan kemitraan dengan masyarakat internasional melalui kerjasama dengan organisasi internasional, negara-negara donor, LSM, perusahaan swasta, da entitas lainnya mendasarkan netralitas politik dan secara aktif mempromosikan kerjasama antarwilayah dan kerjasama selatan-selatan dengan mengembangkan kemitraan dengan negara-negara sedang berkembang di asia dan wilayah lainnya.
1. visi
"Inclusive development" represents an approach to development that encourages all people to recognize the development issues they themselves face, participate in addressing them, and enjoy the fruits of such endeavors. The role of New JICA is to effectively provide backing for this process. "Dynamic development" refers to the creation of self-reinforcing virtuous cycles of mid- to long-term economic growth and poverty reduction in a constantly changing environment of developing countries where a variety of issues arise simultaneously and get entangled each other. New JICA will provide creative, highly effective support toward this end, at times moving swiftly and at times acting from the longer-term perspective as the situation calls for.
2. misi
40
Dalam menghadapi kemajuan globalisasi, kondisis Negara-negara berkembangyang slalu berubah dan berbagai isu yang saling berkaitan satu sama lain, JICA memiliki isi sebagai berikut: 1. Menjawab isu-isu global Kemajuan globalisasi membawa pengaruh positif diantaranya, memacu pembanguna di sector ekonomi dan menyediakan kempatan yang baru kepada semua orang. Namun globalisasi juga membawa pengaruh negative seperti pembagian kekayaan yang tidak merata dan isu yang melintasi batas-batas negara seperti perubahan iklim global, penyakit menular, terorisme, dan krisis ekonomi yang semakin meluas. Pengaruh-pengaruh ini memberikan ancaman terhadap stabilitas dan kesejahteraan komunitas internasional. Ancaman-ancaman ini lebih berbahaya terutama bagi Negara-negara berkembang. JICA akan menggunakna pengalaman dan teknologi dari Jepang secara maksimal dan kerjasama dengan komunitas internasional serta mengatasi berbagai isu global yang dihadapi Negara berkembang secara efektif.
2. Mengurangi kemiskinan Masyarakat miskin di Negara-negara berkembang lebih rentan terhadap efek dari krisis ekonomi, konflik, dan bencana alam, serta terancam untuk masuk ke jurang kemiskinan yang lebih dalam. Terlebih lagi, jurang kekayaan yang semakin melebar merupakan factor yang membuat keadaan suatu Negara menjadi tidak stabil. Menolong masyarakat agar lepas dari kemiskinan menuju hidup yang sehat dan layak adalah tugas yang penting bukan hanya bagi pemerintah Negara yang bersangkutan, tetapi juga bagi komunitas internasional. Untuk 41
mengurangi kemiskinan, kesempatan kerja harus diperluas melalui pertumbuhan yang seimbang dan memeberi kesempatan yang sama kepada seluruh tingkatan masyarakat. Selain itu pelayanan masyarakat seperti pendidikan dan akses terhadap kesehatan harus lebih ditingkatkan. JICA akan member dukungan untuk pengembangan sumbar daya manusia, pembangunan kapasitas manusia, perbaikan kebijakan dan institusi, serta tersedianya infrastruktur social-ekonomi demi mengurangi kemiskinan di Negara-negara berkembang seluruh dunia
3.
Meningkatkan kapasitas pemerintahan Kapasitas suatu Negara menunjukkan statusnya sebagai komunitas yang dapat memaksimalkan penggunaan segala sumber daya yang dimiliki dan mengelolanya sesuai dengan keinginan rakyatnya. Memperbaiki pemerintahan merupakan hal yang vital bagi perkembangan ekonomi suatu Negara berkembang. Tetapi, seringkalinegara-negara berkiembang tersebut memiliki system pemerintahan, kebijakan, serta badan administratuf, dan system hokum yang kurang berkembang dan justru menimbulkan berbagai halangan untuk mengurangi kemiskinan melalui pertunuhan ekonomi di negaranya. JICA akan mendukung perbaikan dari system pemerintahan dari Negara-negara berkembang tersebut, dan juga membantu untuk menyediakan layanan masyarakat yang diperlukan, serta membangun sumnberdaya manusia dan institusi agar merndukungsistem pemerintahan yang ada. 42
4.
Memenuhi konsep human security Kemajuan globalisasi menimbulkan berbagai ancaman lintas Negara dan menimbulkna nacaman bagi banyak orang di Negara berkembang, seperti kemiskinan, bencana alam, dan berbagai ancaman terhadap kemanusiaan lainnya. Konsep human security menempatkan setiap individu pada tempatnya, melindungi mereka dari berbagai ketakutan dan membantu memberikan apa yang mereka inginkan. Ketakutan dari hal-hal seperti konflik, terorosme, bencana alam, perusakan lingkungan, berbagai penyakit menulardan keinginan untuk lepas dari kemiskinan dan aksees ke berbagai infrastruktur social. Dengan membangun kemampuan dari tiap individu untuk mengatasi berbagai isu tersebut sendiri, pedekatan ini bertujuan untuk membangun komunitas dimana mereka dapat hidup dengan memliki harga diri. Demi melindungi masyarakat yang paling lemah dalam komunitasnya. JICA akan membantu berbagai usaha untuk meningkatkan kapasitas sosialdan institusional dari individu agar dapatmengatasi ancaman ersebut secara mandiri.
3.
strategi JICA
Untuk memenuhi misi-misi tersebut JICA mempunyai strategi : 1) Penggabungan tiga macam Bantuan Luar Negeri. JICA akan menjalankan pengelolaan berbagai modal bantuan, yakni dana kerjasama teknis, pinjaman luar negeri, dan dana hibah jepang untuk mendukung perbaikan kebijakan dan institusi di Negara berkembang, pengembangan kapasitas sumberdaya manusia, dan perbaikan infrastruktur. JICA juga akan menggunakan berbagai pendekatan dan mengambil 43
keuntungan dari operasi berskala besar untuk mengurangi isu yang melewati batas Negara dan mempengaruhi seluruh kawasan. Melalui penggabungan bantuan tersebut, JICA akan mengacu kepada kerjasama internasional yang diharapkan akan menghasilkan efek bantua yang lebih baik dari sisi kualitas maupun sisi kuantitasnya.
2) Pemberian bantuan yang berkesinambungan JICA
menggunakan
berbagi
pendekatan
untuk
menyadiakan
bantuan
yang
berkesinambungan yang mencakup pencegahan konflik bersenjata, bantuan kemanusiaan setelah adanya bencana alam, pemulihanpasca bencana, dan berbagai bantuan jangka panjang dan menengah lainnya. Terdapat berbagai tingkat pembangunan, mulai dari Negara yang
kurang
berkembang
dimana
kebanyakan
dari
populasinya
hidup
dalam
kemiskinansampai Negara berkembang yang masih menghadapi masalah pemerataan penghasilan masyarakat. JICA menyediakan bantuan melaui cara-cara yang paling cocok dengan tingkat pembanguna dari tiap Negara penerima bantuan, melalui perspektif jangka panjang dan bantuan yang berkesinambungan untuk menjamin pembangunan Negara-negara tersebut. 3) Meningkatkan kerjasama antar aktor JICA berusaha untuk menjadi partner yang baik bagi negar-negara berkembang, secara akurat menangani kebutuhan mereka yang berubah-ubah melalui berbagi penelitian di lapangan dan meningkatkan usaha mandiri dari Negara-negara tersebut. JICA juga meningkatkan kerjasama dengan badan swasta untuk menyebarkan pengalaman, teknologi 44
dan sumberdaya dari pemerintahan daerah, universitas-universitas, organisasi nonpemerintah actor-aktor lainnya. Selanjutnya untuk memenuhi tanggung jawab sebagai salah satu organisasi donor terbesar di duniadengan pengalaman lebih dari 40 tahun, JICA akan memperkuat kerjasama dengan berbagai organisasi internasional dan badan pendonor lainnya, memimpi pembuatan sebuah kerangka pemberian bantuan dalam komunitas internasional. Yang mengacu kepada pertumbuahn jumlah actor dalam kerangka kerjasama internasional dan bertrumbuhnya bentuk bantuan bagi Negara-negara berkembang.
4) Meningkatkan penyebaran pengetahuan dan teknologi Di hadapan perkembangan globalisasi dan munculnya berbagai actor kerjasama internasional, trend-trend global mengenai isu yang mempengaruhi Negara-negara berkembang juga ikut berubah. Melalui pembentukan berbagai lemaga penelitian JICA akan menyebarkan berbagai pengalamannya di lapangan, membentuk jaringan akademis dari jepang dan berbagai tempat di dunia untuk berbagi pengetahuan baru mengenai isu-isu global dan trend bantuan internasional, bukan hanya bagi jepang tetapi juga bagi sekuruh komunitas di dunia. Selain itu, JICA juga secara aktif mrngadakan berbagai survey dan penelitian yang berdasarkan pada proyek yang dilakukan, dengan fokus kepada subjek dari isu yang ada untuk mengetahui perkembangan isu yang bersangkutan.
C.
Prinsip Dasar 1. Kebijakan Dasar 45
Anggaran Dasar Official Development Assistance (ODA) atau Bantuan Pembangunan Resmi Pemerintah Jepang menyebutkan bahwa dalam memformulasikan dan menjalankan kebijakan bantuan, Jepang akan melakukan berbagai upaya yang diperlukan ntuk menjamin adanya keadilan. Hal ini dapat dicapai dengan memberikan perhatian terhadap kondisi sosial yang rentan dan terhadap perbedaan antara yang kaya dan miskin maupun kesenjangan antar wilayah di negara-negara berkembang. Selain itu, perhatian yang sangat besar juga akan diberikan terhadap berbagai faktor dimana salah satunya adalah dampak lingkungan dan sosial di negara-negara berkembang pada saat pelaksanaan program ODA. JICA, yang memiliki tanggung jawab terhadap pelaksanaan kerjasama teknik ODA, memainkan peranan utama dalam mendukung ”pembangunan yang berkelanjutan” di negaranegara berkembang. Masuknya biaya lingkungan dan sosial kedalam anggaran pembangunan serta perhitungan aspek-aspek sosial dan kelembagaan yang mungkin dapat dinilai dalam konteks biaya lingkungan dan sosial merupakan faktor yang mutlak dipertimbangkan dalam pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan. Untuk itu penyesuaian kerangka operasional dalam konteks kelembagaan internal merupakan persyaratan yang harus dipenuhi terkait dengan upaya ”pertimbangan lingkungan dan sosial” dan diharapkan JICA dapat memberikan pertimbangan yang sesuai dengan faktor-faktor lingkungan hidup dan sosial. Pengambilan keputusan yang demokratis adalah mutlak dalam pertimbangan lingkungan dan sosial, adapun untuk mencapai proses pengambilan keputusan yang tepat, hal yang perlu diperhatikan adalah menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) serta memastikan adanya keikutsertaan pihak terkait (stakeholders), keterbukaan informasi, akuntabilitas dan efisiensi. Oleh sebab itu, dengan menjunjung tinggi HAM dan sejalan dengan prinsip pemerintahan yang demokratis, langkahlangkah pertimbangan lingkungan dan sosial harus dijalankan dengan memastikan adanya ruang 46
gerak yang cukup luas dan keikutsertaan yang berarti dari berbagai pihak yang terkait, melakukan upaya keterbukaan dalam pengambilan keputusan serta upaya keterbukaan informasi serta kepastian akan adanya efisiensi. Pada akhirnya, pemerintah harus memikul tanggung jawab terkait dengan aspek akuntabilitas dan pada saat yang sama, para pihak terkait juga bertanggung jawab atas pendapat yang mereka sampaikan. Atas dasar pemikiran tersebut diatas, JICA merasa perlu untuk mempertimbangkan dampak lingkungan dan sosial untuk pelaksanaan proyek kerjasamanya.
2. Tujuan Pemerintah negara penerima bantuan dapat mempromosikan faktor pertimbangan lingkungan hidup dan sosial yang tepat dalam melaksanakan program kerjasama, dan supaya JICA dapat memberikan dukungan dalam proses tersebut untuk menjamin dipenuhinya ketentuan pertimbangan lingkungan hidup dan sosial secara tepat.
3. Definisi 1.
”Pertimbangan lingkungan dan sosial” adalah pertimbangan terhadap dampak yang mungkin terjadi akibat adanya kegiatan kerjasama dimana mencakup dampak lingkungan termasuk udara, air, tanah, ekosistem, fauna dan flora serta dampak sosial termasuk upaya pemukiman kembali serta menjunjung tinggi HAM atas masyarakat adat / suku terasing dan sebagainya.
2. ”Proyek kerjasama” maksudnya adalah studi yang dilakukan oleh JICA termasuk studi pembangunan (DS), studi persiapan untuk proyek bantuah hibah (GA) atau proyek kerjasama teknik (TCP). 47
3. ”Proyek” adalah kegiatan atau proyek yang dilakukan oleh negara penerima bantuan dimana kegiatan atau proyek tersebut mendapat dukungan JICA. 4. ”Studi pertimbangan lingkungan dan sosial” adalah studi yang mencakup survei dasar, perkiraan dan evaluasi dampak yang akan atau yang mungkin timbul terhadap lingkungan hidup dan masyarakat setempat dan perencanaan yang tepat untuk menghindari atau mengurangi dampak tersebut. 5. ”Pengkajian Dampak Lingkungan (PDL)” adalah evaluasi dampak lingkungan dan social yang mungkin ditimbulkan oleh proyek, dengan melakukan analisa mengenai rencana alternatif dan penyusunan langkah-langkah yang tepat untuk mengurangi timbulnya dampak serta rencana pemantauan sesuai dengan perundang-undangan atau pedoman yang dimiliki oleh pemerintah negara penerima bantuan. 6. ”Pengkajian Lingkungan Strategis (PLS)” adalah pengkajian lingkungan yang dilakukan pada tahap proses penyusunan kebijakan dan perencanaan program, dan bukan merupakan kajian dampak lingkungan di tingkat pelaksanaan proyek. 7. ”Dukungan untuk pertimbangan lingkungan dan sosial” adalah bantuan yang ditawarkan oleh JICA untuk pemerintah negara penerima bantuan dalam melakukan berbagai studi pertimbangan lingkungan dan sosial, menganalisa langkah-langkah untuk mengatasi masalah yang ada, mengumpulkan informasi dan pengalaman, membangun SDM, dan sebagainya. 8. ”Konfirmasi pertimbangan lingkungan dan sosial” adalah memastikan apakah pertimbangan yang tepat terhadap lingkungan dan sosial untuk pelaksanaan suatu proyek telah dilakukan. Keputusan tersebut dibuat melalui suatu proses pembahasan yang dilakukan bersama pemerintah negara penerima bantuan dengan melakukan survey lapangan untuk memastikan ruang lingkup proyek, lokasi proyek, dampak yang mungkin timbul pada lingkungan hidup 48
dan masyarakat, serta masalah yang terkait dengan aspek hukum yang berhubungan dengan pertimbangan lingkungan dan sosial, serta memastikan kondisi kapasitas pihak institusi pelaksana termasuk faktor anggaran, organisasi, personil dan pengalaman serta mempelajari mekanisme dan prosedur operasional yang terkait dengan aspek keterbukaan informasi dan partisipasi masyarakat. 9. ”Penyaringan (Screening)” adalah menilai perlu tidaknya dilakukan studi pertimbangan terhadap suatu proyek berdasarkan karakteristik kegiatannya dan lokasinya. JICA melakukan
screening dengan mengklasifikasikan proyek tersebut ke dalam tiga kategori, yaitu A, B, dan C. Proyek tersebut diklasifikasikan sebagai kategori A bila berkemungkinan memiliki dampak yang besar, kategori B bila dampaknya lebih kecil dibanding A, dan kategori C bila dampaknya sangat kecil atau hampir tidak ada dampak. 10.”Pengelompokan sesuai bidang acuan (Scoping)” adalah memutuskan beberapa alternative sesuai bidang acuan untuk dianalisa, ruang lingkup pokok-pokok penilaian yang penting atau dianggap penting serta metode studi. 11.”Pihak terkait setempat” adalah individu, kelompok (termasuk seluruh penduduk yang ada) beserta LSM yang beraktifitas disekitar lokasi proyek yang terkena dampak kegiatan proyek tersebut. Pengertian ”pihak terkait” adalah termasuk individu atau kelompok yang berkaitan baik langsung maupun tidak langsung dengan rencana dan kegiatan proyek kerjasama. 12. ”Dewan Penasihat Peninjauan Pertimbangan Lingkungan dan Sosial” adalah dewan yang bertugas memberikan arahan mengenai dukungan dan melakukan konfirmasi pertimbangan lingkungan dan sosial yang terkait dengan proyek kerjasama.
49
13. ”Perjanjian Internasional” adalah perjanjian yang dibuat antara Pemerintah Jepang dengan pemerintah negara penerima bantuan setelah Departemen Luar Negeri Jepang menyetujui pelaksanaan suatu proyek kerjasama. 14. ”Kegiatan tindak lanjut” adalah kegiatan lanjutan yang dilakukan untuk memastikan bahwa pemerintah negara penerima bantuan merefleksikan hasil studi pertimbangan lingkungan dan sosial dalam proses pengambilan keputusan untuk pelaksanaan proyek yang bersangkutan. 15. ”Kerangka Acuan (Terms of Reference = TOR)” adalah hal-hal yang memuat ketentuan pokok yang diperlukan dari aspek administrasi, prosedur dan teknis. 16. ”Scope of Work (S/W)” adalah dokumen kesepakatan dalam rangka pelaksanaan skema kerjasama Studi Pembangunan (DS) yang dibuat bersama oleh JICA dan institusi pelaksana di negara penerima bantuan dimana memuat ruang lingkup studi, penjelasan umum mengenai proyek, jadwal pelaksanaan studi serta berbagai persiapan untu proyek yang harus dilakukan oleh keduabelah pihak. 17. ”Record of Discussion (R/D)” adalah dokumen kesepakatan dalam rangka skema Proyek Kerjasama Teknik (TCP) yang dibuat bersama oleh JICA dan institusi pelaksana di negara penerima bantuan dimana memuat tujuan, deskripsi kegiatan, jadwal proyek dan hal-hal yang harus dilakukan oleh keduabelah pihak. 12. ”Dewan Penasihat Peninjauan Pertimbangan Lingkungan dan Sosial” adalah dewan yang bertugas memberikan arahan mengenai dukungan dan melakukan konfirmasi pertimbangan lingkungan dan sosial yang terkait dengan proyek kerjasama.
50
13. ”Perjanjian Internasional” adalah perjanjian yang dibuat antara Pemerintah Jepang dengan pemerintah negara penerima bantuan setelah Departemen Luar Negeri Jepang menyetujui pelaksanaan suatu proyek kerjasama. 14. ”Kegiatan tindak lanjut” adalah kegiatan lanjutan yang dilakukan untuk memastikan bahwa pemerintah negara penerima bantuan merefleksikan hasil studi pertimbangan lingkungan dan sosial dalam proses pengambilan keputusan untuk pelaksanaan proyek yang bersangkutan. 15. ”Kerangka Acuan (Terms of Reference = TOR)” adalah hal-hal yang memuat ketentuan pokok yang diperlukan dari aspek administrasi, prosedur dan teknis. 16. ”Scope of Work (S/W)” adalah dokumen kesepakatan dalam rangka pelaksanaan skema kerjasama Studi Pembangunan (DS) yang dibuat bersama oleh JICA dan institusi pelaksana di negara penerima bantuan dimana memuat ruang lingkup studi, penjelasan umum mengenai proyek, jadwal pelaksanaan studi serta berbagai persiapan untu proyek yang harus dilakukan oleh keduabelah pihak. 17. ”Record of Discussion (R/D)” adalah dokumen kesepakatan dalam rangka skema Proyek Kerjasama Teknik (TCP) yang dibuat bersama oleh JICA dan institusi pelaksana di negara penerima bantuan dimana memuat tujuan, deskripsi kegiatan, jadwal proyek dan hal-hal yang harus dilakukan oleh keduabelah pihak. 18. ”Pengkajian Dampak Lingkungan (PDL)” adalah suatu kajian mencakup analisis rencana alternatif, prediksi dan evaluasi terhadap dampak lingkungan, penyusunan langkah-langkah mitigasi, rencana pemantauan berdasarkan survei lapangan yang terperinci.
51
19. ”Pengkajian Lingkungan Awal (PLA)” adalah suatu kajian mencakup analisis rencana alternatif, prediksi dan evaluasi terhadap dampak lingkungan, penyusunan langkah-langkah mitigasi, rencana pemantauan, berdasarkan data skunder yang ada serta survei lapangan secara umum. 20. ”Studi Rancangan Terperinci (D/D) yang dikoordinasikan dengan JBIC” adalah suatu studi rancangan terperinci untuk proyek pinjaman yen di mana JICA bekerjasama dengan
Japan Bank for International Cooperation (JBIC). 21. ”Studi rancangan dasar” adalah suatu studi untuk menyusun rencana dasar, desain dasar, perkiraan biaya dan rencana operasional yang terkait dengan proyek bantuan hibah. 4.
Prinsip Dasar Pertimbangan Lingkungan dan Sosial JICA
mendukung
pemerintah
negara
penerima
bantuan
dengan
memberikan
pertimbangan lingkungan dan sosial yang tepat terhadap proyek-proyek kerjasamanya guna menghindari atau meminimalkan dampak yang tidak diinginkan akibat pelaksanaan proyek tersebut terhadap lingkungan dan masyarakat setempat. Melalui upaya tersebut, secara tidak langsung JICA mempromosikan pembangunan yang berkelanjutan di negara-negara berkembang. Secara jelas JICA membuat suatu ketentuan bahwa pemerintah negara penerima bantuan seyogyanya dapat memenuhi dan mempunyai sudut pandang yang sama dalam hal pertimbangan lingkungan dan sosial yang dimuat dalam pedoman ini, dan JICA bersedia untuk memberikan dukungannya untuk memfasilitasi tercapainya berbagai ketentuan yang ada dalam pedoman ini dalam pelaksanaan proyek-proyek kerjasamanya. Untuk itu JICA akan melakukan pengkajian terhadap hal-hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah negara penerima bantuan terkait dengan berbagai ketentuan yang ada dan membuat keputusan mengenai pertimbangan lingkungan dan sosial berdasarkan hasil penelaahan tersebut. Sebagai bagian dalam proses seleksi usulan proyek 52
kerjasama, JICA berhak untuk menyampaikan rekomendasi dari sudut pandang pertimbangan lingkungan dan sosial kepada Departemen Luar Negeri Jepang, sehingga diharapkan Pemerintah Jepang dapat membuat suatu keputusan yang tepat dalam proses seleksi usulan proyek tersebut. Dalam proses pertimbangan ini, JICA mengacu kepada 7 prinsip di bawah ini: 1. Cakupan penelaahan dampak dalam ruang lingkup yang luas JICA melakukan pengkajian dampak lingkungan dan sosial dalam suatu ruang lingkup yang luas terkait dengan pokok-pokok pertimbangan lingkungan dan sosial. 2. Pelaksanaan pertimbangan lingkungan dan sosial sejak tahap awal Pada saat melaksanakan kegiatan studi pembangunan seperti Studi Rencana Induk, JICA memperkenalkan konsep Pengkajian Lingkungan Strategis (PLS) atau Strategic Environmental Assessment (SEA) dan bekerjasama dengan pemerintah Negara penerima bantuan untuk memberikan perhatian yang besar terhadap pentingnya faktor-faktor lingkungan dan sosial sejak tahap awal kegiatan. Pada saat melaksanakan kegiatan studi pembangunan seperti Studi Rencana Induk, JICA memperkenalkan konsep Pengkajian Lingkungan Strategis (PLS) atau Strategic Environmental
Assessment (SEA) dan bekerjasama dengan pemerintah Negara penerima bantuan untuk memberikan perhatian yang besar terhadap pentingnya faktor-faktor lingkungan dan sosial sejak tahap awal kegiatan. 3. Melakukan kegiatan tindak lanjut setelah proyek kerjasama selesai JICA meminta komitmen pemerintah negara penerima bantuan untuk benar-benar melaksanakan pertimbangan lingkungan dan sosial dalam pelaksanaan proyek setelah berakhirnya proyek kerjasama tersebut untuk suatu periode tertentu, bila diperlukan. Selain itu, apabila diperlukan JICA bersedia memberikan dukungannya untuk proyek kerjasama terkait lainnya.
53
4. Akuntabilitas dalam pelaksanaan proyek JICA memberikan perhatian yang besar terhadap akuntabilitas dan keterbukaan (transparansi) dalam pelaksanaan proyek. 5. Perlunya Partisipasi Pihak Terkait JICA perlu memperhatikan dan menampung pendapat pihak terkait di dalam proses pembuatan keputusan mengenai pertimbangan lingkungan dan sosial, untuk itu JICA perlu memastikan adanya partisipasi penuh dari pihak terkait untuk mencapai kesepakatan guna mempertimbangkan faktor ingkungan hidup dan sosial. Pihak terkait yang berpartisipasi diharapkan dapat memberikan pertanyaan yang dapat dipertanggungjawabkan. 6. Keterbukaan informasi JICA berupaya untuk membuka informasi bagi publik berkenaan dengan pertimbangan lingkungan dan sosial melalui kerjasama dengan pemerintah negara penerima bantuan guna memastikan akuntabilitas dan meningkatkan partisipasi dari berbagai pihak terkait. 7. Penguatan kapasitas kelembagaan JICA berusaha memperkuat kapasitas kelembagaan dan operasional pelaksanaan proyek dengan selalu mempertimbangkan faktor lingkungan hidup dan sosial secara tepat dan efektif.
5.
Tanggung Jawab JICA
1. Pemerintah negara penerima bantuan adalah pihak yang seharusnya melakukan proses pertimbangkan lingkungan hidup dan sosial dari kegiatan proyeknya. Sementara JICA hanya sebatas memberikan dukungan dan memastikan pertimbangan lingkungan dan sosial tersebut dilaksanakan oleh pemerintah negara penerima bantuan terkait sesuai dengan karakteristik proyek kerjasama dan pedoman yang ada. 2. Ketika usulan proyek kerjasama diajukan oleh pihak pemerintah suatu negara, JICA memandang perlu untuk memeriksa usulan tersebut khususnya yang berhubungan dengan 54
pertimbangan lingkungan dan sosial, untuk kemudian mengkategorikan proyek tersebut berdasarkan perkiraan dampak yang ada. 3. Ketika menyusun rencana konkrit untuk pelaksanaan proyek-proyek kerjasamanya, JICA membuat laporan mengenai studi pertimbangan lingkungan dan sosial bekerjasama dengan pemerintah yang bersangkutan selaku pihak penyelenggara. Setelah itu JICA melakukan peninjauan kembali terhadap kategorisasi yang telah dilakukan bila diperlukan dan kemudian melakukan “pengelompokkan (scoping)” melalui proses informasi yang terbuka dan konsultasi dengan pihak terkait. 4. JICA menyelenggarakan pemantauan selama tahap pelaksanaan proyek kerjasama teknis yang memerlukan pertimbangan faktor lingkungan hidup dan sosial. 5. JICA menjalankan kegiatan tindak lanjut bilamana diperlukan setelah berakhirnya proyek kerjasama. 6. JICA menyediakan bantuan teknis kepada pemerintah negara penyelenggara melalui kerjasama yang saling menguntungkan untuk studi pertimbangan lingkungan dan sosial. 7. JICA menyediakan bantuan teknis dalam rangka penguatan Pengkajian Dampak Lingkungan di negara penerima bantuan sesuai dengan permintaan. 8. JICA berupaya untuk memasukkan konsep Pengkajian Lingkungan Strategis / PLS (SEA) kedalam proyek kerjasamanya sejak tahap perencanaan program atau pada saat melakukan studi yang komprehensif seperti Studi Rencana Induk sehingga pertimbangan tersebut bukan dimulai sejak tahap pelaksanaan proyek yang bersangkutan. Bersamaan dengan itu, JICA meminta kepada pemerintah negara penerima bantuan untuk mengambil langkah-langkah pertimbangan lingkungan dan sosial dalam ruang lingkup luas dari tahap awal tersebut.
55
9. JICA menjaga akuntabilitas dan keterbukaan (transparansi) ketika memberikan bantuan dan melakukan pemeriksaan terhadap pertimbangan lingkungan dan sosial. 10. Tenaga Ahli yang dikirim oleh JICA akan memberikan bantuan dan arahannya kepada pemerintah negara penerima bantuan dengan merujuk kepada ketentuan yang telah ditetapkan didalam pedoman ini dan sesuai dengan lingkup tugas yang diberikan kepada tenaga ahli tersebut.
6.
Ketentuan bagi Pemerintah Negara Penerima Bantuan
1. Pemerintah negara penerima bantuan diminta untuk memasukkan hasil studi pertimbangan lingkungan dan sosial ke dalam proses penyusunan rencana proyek dan mempertimbangkannya dalam proses pembuatan keputusannya. 2. Ketika JICA memberikan dukungan dan melakukan pemeriksaan mengenai pertimbangan lingkungan dan sosial dalam rangka proses seleksi usulan proyek, JICA akan memeriksa apakah pemerintah negara penerima bantuan telah memenuhi ketentuan sebagaimana dijelaskan secara rinci dalam Apendiks 1. 3. Berbagai dokumen disiapkan selama proses PDL dan laporan (selanjutnya disebut ”dokumen PDL”) harus ditulis dalam bahasa resmi (bahasa nasional) atau bahasa lainnya (bahasa daerah) yang umum dipakai oleh masyarakat terkait di negara penerima bantuan. Selanjutnya, untuk memberikan kejelasan, dokumen tersebut harus ditulis dalam susunan bahasa dan bentuk laporan yang sederhana sehingga mudah dimengerti oleh masyarakat setempat. 4. Dokumen PDL harus terbuka untuk pihak terkait setempat termasuk untuk masyarakat setempat. Sebagai tambahan, dokumen PDL harus tersedia bagi publik dimana pada prinsipnya dapat dibaca oleh masyarakat setiap saat dan publik diijinkan untuk membuat salinan yang diperlukan bagi pihak terkait. 56
7. Ruang Lingkup Skema Proyek Kerjasama Pedoman ini mencakup tiga skema kerjasama yang dilaksanakan oleh JICA, yaitu studi pembangunan (DS), studi persiapan untuk proyek bantuan hibah (B/D untuk GA), dan proyek kerjasama teknik (TCP). Apabila JICA menjalankan studi di luar ketiga skema tadi, JICA akan menghormati dan mengacu pada ketentuan yang telah ditetapkan dalam pedoman ini dan disesuaikan dengan tujuan proyek yang bersangkutan. a.
Langkah-langkah dalam Kondisi Darurat
Suatu kondisi darurat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana suatu kegiatan penanganan atau bantuan kerjasama perlu dilakukan sesegera mungkin – contohnya kegiatan bantuan rehabilitasi pada saat terjadinya bencana alam atau konflik – dimana secara jelas dihadapkan pada suatu keadaan dimana tidak ada waktu yang cukup untuk mengikuti prosedur pertimbangan lingkungan dan sosial yang ditetapkan dalam pedoman ini. Dalam kasus kondisi darurat tersebut, JICA dipandang perlu untuk melakukan konsultasi dengan dewan pearahan pertimbangan lingkungan dan sosial mengenai peninjauan kategori, penentuan tingkat kedaruratanya dan prosedur yang harus dijalankan pada tahap awal. Selanjutnya JICA mempublikasikan hasil peninjauan dewan pearahan tersebut dan hasil proyek kerjasama yang telah dilakukan setelah berakhirnya kegiatan proyek yang terkait dengan kondisi darurat tersebut.
D. Sumber Dana JICA Apabila membicarakan sumber dana JICA yang merupaan salah satu badan inplementasi bantuan luar negeri jepang, kita tidak dapat melepaskannya dari Japan’s Official Development 57
Assiatance (ODA) yaitu bantuan resmi pembangunan pemerintahan Jepang-, adalah bantuan program oleh pembiayaan yang disediakan oleh pemerintahan jepang bagi Negara-negara yang sedang berkembang. ODA bermaksud untuk memberikan kontribusi pada upaya perdamaian dan pembangunan internasional, guna menjamin keamanan dan kesejahteraan bangsa Jepang untuk menjawab tantangan pembangunan dunia baru. ODA memiliki lingkup yang cukup beragam dari penyediaan hibah atau pinjaman bilateral hingga investasi bagi organisasi internasional; dari hibah umum hingga hibah khusus untuk bantuan meningkakan produksi pangan dan sektor pertanian; serta berbagai bantuan program.
TECHNICAL COOPERATION
BILATERAL GRANTS - INSTITUTIONS BUILDING - ORGANIZATIONS STRENGTH - HUMAN RESOURCE
BILATERAL LOANS
DEVELOPMENT
ODA
CONTRIBUTIONS /
GRANT AID COOPERATION
SUBSCRIPTIONS TO
- GENERAL GRANT AID
MULTILATERAL DONORS
58
- GRANT AID FOR FISHERIES - SUPPORT TO INCREASE FOOD PRODUCTION, ETC.
JICA
Dari gambar tersebut dapat kita lihat bahwa JICA merupakan bagian dari bantuan bilateral ODA. Bantuan bilateral ini diaplikasikan dalam 2 bentuk. Pertama, kerjasama teknis dan pembanguanan aadalah kerjasama teknis seperti pembangunan institusi, penguatan organisasi, dan pembangunan SDM. Kedua, dana bantuan kerjasama, yang diaplikasikan dalam dana bantuan secara umum, bantuan untuk meningkatkan produksi makanan, dan lain-lain. Bantuan kerjasama yang dimaksud disini adalah bantuan hibah, yang berarti pemberian dana kepada pemerintahan negara penerima tanpa ada kewajuban untuk mengembalikan dana yang telah diberikan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pertumbuhan sosial dan ekonomi dengan membantu peran negara penerima untuk memperbaiki fasilitas dan infrastruktur yang dimilki. Meskipun demikian, dana bantuan yang diberikan JICA hanyalah sebagian kecil dari keseluruhan anggaran biaya ODA. Selebihnya adalah dana kerjasama teknis, pinjaman bilateral, dan dana bantuan lainnya, seperti yang terdapat dalam gambar berikut E.
Perkembangan JICA JICA merupakan singkatan dari Japan International Cooperation Agency yaitu badan
kerjasama internasional jepang. JICA adalah badan implemantasi bantuan luar negeri Jepang dan merupakan organisasi pemerintahan Jeapang yang mengatur Official Development Assistance (ODA) bertugas untuk membantu pembangunan sosial dan ekonomi di negara-negara berkembang serta mempromosikan kegiatan kerjasama internasional di dunia. ODA adalah bantuan program pembiayaan yang disediakan oleh pemerintahan Jepang bagi negara-negara 59
yang sedang berkembang. ODA bermaksud untuk memberikan kontribusi pada upaya perdamaian dan pembangunan internasional, guna menjamin keamanan dan kesejahteraan bangsa Jepang untuk menjawab tantangan pembangunan dunia baru.
F.
Bentuk kerjasama JICA
Kerjasama bilateral pada dasarnya dibagi dua, yaitu : 1. Kerjasama teknis (technical cooperation) a. Kerjasama proyek Tipe kerjasama ini adalah suatu bantuan yang terintegrasi kepada negara penerima, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dengan mengkombinasikan tiga elemen pendukung (pengiriman tenaga ahli asing, bantuan peralatan, dan pelatihan counter part di Jepang) dalam satu paket bantuan. Jangka waktu pelaksanaan proyek adalah 2-5 tahun. Kegiatan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi negara penerima dalam bentuk transfer teknologi secara langsung dari para tenaga ahli asing, bagi institusi pelaksana bisa memanfaatkan pelatihan-pelatihan di Jepang dan peralatan mendukungnya sehingga diharapkan dapat meningkatkan pengembangan kapasitas dan sumber daya yang dimiliki. Ruang lingkup dari ketrjasama proyek ini meliputi : •
Pembangunan sosial
•
Kesehatan 60
•
Pertanian dan peikanan
•
Kehutanan dan lingkungan
•
Perytambangan dan industri
Jenis proyek kerjasama teknik adalah : merupakan bagian dari rencana pembangunan naional, tidak membutuhkna modal yang besar untuk fasilitas, pembangunan infrastruktur atau peralatan, terdapat personel pemdamping ”counter part”, dan tidak terkait dengan pembiayaan dai pihak lain. b. Program pengiriman tenaga ahli (expert dispatch programme) Tujuan dari program ini adalah untuk saling bertukar pengalaman dan menyebarluaskan pengetahuan yang dibutuhkan oleh negara mitra. Tenaga ahli asing diharapkan mampu mentransfer pengetahuan yang dimiliki secraa langsung melalui pendidikan dan pelatihan di lembaga-lembaga penelitian. Pengiriman tenaga ahli dibagi menjadi dua bagian mendasarkan jenis penguasaannya, yaitu : tenaga ahli yang terkait dengan proyek kerjasama teknik, dan penugasan individu atas usulan suatu institusi.
c. Program peatihan (trainning programme) Tujuan program ini adalh untuk meningkatkan pengetahuan dan keahlian serta bertukar pengalaman bagi para ahli teknis, peneliti, dan tenaga administrasi dari negara 61
berkembang untuk memberikan kontribusinya yang lebih besar bagi pembangunan bangsanya. Program pelatihan yang diselenggarakan oleh JICA dibagi 2, yaitu pelatihan di Jepang dan pelatihan di Indonesia. Untuk pelatihan di Jepang terdiri dari pelatihan grup (pertanian, perikanan, SDM, dll), pelatiihan cuonter part, pelatihan khusus, dan beasiswa JICA. Untuk pelatihan di Indonesia terdiri dari pelatihan domestik dan pelatihan internasional.
d. Studi pengembang (development study) Studi pengembangan dilaksanakan berdasarkan dokumen kesepakatan pelaksanaan studi yang rinci dalam bentuk scope of work yang telah disepakati oleh pemerintah Jepang dan Indonesia. Studi ini dilakukan oleh team konsultan JICA bersama dengan ahli yang ditunjuk oleh pemerintah Indonesia. Hasil akhir studi berupa laporan akhir yang berisi rekomendasi sesuai dengan hal terkait. Alih teknologi dan pengembangan sumber daya manusia dilakukan dalam proses penyusunan rencana.
2. Bantuan hibah financial (grant aid)
62
Tujuan utama dari program ini adalah untuk menyediakan dana bagi pelaksanaan pembangunan sosial ekonomi negara mitra. Tipe bantuan grant ini adalah : a. Grant aid untuk proyek-proyek umum (ketahanan pangan, kesehatan masyarakat, pendidikan dan penelitian) b. Grant aid untuk perikanan (pusat pelatihan perikanan, laboratorium dan fasilitas pelabuhan) c. Grant aid untuk peningkatan produksi pangan (pembelian pupuk, obat-obatan
G.
Program Pemberdayaan Masyarakat (CEP)
Program Pemberdayaan Masyarakat (CEP) adalah bagian dari skema kerjasama Japan International Cooperation Agency (JICA) dengan target untuk mendukung langsung masyarakat akar rumput melalui kerjasama dengan organisasi non pemerintah (ORNOP) berdasarkan persetujuan pemerintah.
Pertama kali CEP diperkenalkan oleh JICA Indonesia pada tahun 1997 sebagai bagian dari bantuan darurat krisis ekonomi seiring dengan meningkatnya peran ORNOP sebagai salah satu pelaku pembangunan yang penting di Indonesia.
CEP bertujuan untuk memberdayakan masyarakat dalam membangun kapasitas mereka untuk meningkatkan kesejahteraan dan kehidupannya secara mandiri sehingga secara tidak
63
langsung dapat meningkatkan pembangunan sosial dan ekonomi daerah dan pengentasan kemiskinan.
7.1 ORNOP Yang Memenuhi Syarat
ORNOP Indonesia seperti organisasi sukarela, organisasi sosial, organisasi kemasyarakatan, atau suatu unit dibawah organisasi swasta atau semi pemerintah yang memiliki kemampuan dan semangat pengabdian terhadap masyarakat serta memiliki pengalaman minimal lebih dari 3 (tiga) tahun dalam memfasilitasi masyarakat akar rumput dimana memiliki visi dan misi yang kuat untuk memberikan sumbangsihnya bagi pembangunan sosial ekonomi dapat menjadi mitra kerja JICA dalam pelaksanaan CEP.
7.2 Fokus Bidang Pembangunan
Bidang pembangunan yang difokuskan untuk CEP harus sejalan dengan isu-isu prioritas program kerjasama JICA di Indoensia yang utamanya ditekankan pada hal-hal sebagai berikut:
•
Dukungan bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan (contohnya: promosi industri local)
•
Pengentasan kemiskinan (kesehatan, pendidikan, air bersih & sanitasi, kehidupan masyarakat)
•
Pembangunan daerah (contohnya: pembangunan kembali masyarakat)
•
Pelestarian Lingkungan (perlindungan lingkungan alam, keanekaragaman hayati, lingkungan hidup) 64
•
Dukungan darurat yang berdampak cepat untuk rehabilitasi dan rekonstruksi paska bencana alam.
7.3 Pengiriman Proposal CEP
ORNOP yang telah memenuhi syarat serta memiliki gagasan yang menarik dalam peningkatan pemberdayaan masyarakat, dapat mengirimkan proposalnya secara langsung kepada ”Kantor JICA Indonesia” dengan dilampiri ”Surat Rekomendasi”dari Pemerintah Daerah setempat yang berwenang sesuai dengan lokasi dan ruang lingkup proposal yang terkait.
Proposal harus secara jelas menyebutkan sasaran, tujuan, target masyarakat, lokasi, ruang lingkup wilayah penanganan, pendekatan pembangunan yang strategis dan institusi pemerintah daerah selaku mitra pendampingnya.
Penilaian proposal akan dilakukan secara tahunan sebelum dimulainya Tahun Anggaran Jepang pada bulan April, yang didasarkan pada kriteria persayaratan dengan berbagai pertimbangan terkait dengan prioritas program JICA serta pelaksanaan proyek CEP yang tengah berjalan dalam rangka melihat ketersediaan dana yang diperlukan.
7.4. Memulai CEP
Pada saat suatu proposal telah dikategorikan sebagai proyek yang prospektif, JICA dan ORNOP terkait melakukan penyusunan rancangan pelaksanaan proyek secara umum. Selanjutnya JICA menyampaikan dokumen proposal rancangan proyek tersebut kepada Pemerintah Indonesia dalam hal ini melalui Biro Kerjasama Teknik Luar Negeri, Sekretariat
65
Negara (SEKNEG) untuk mendapatkan persetujuan resmi dalam pelaksanaan CEP secara keseluruhan.
Setelah mendapatkan persetujuan tersebut, tiga belah pihak yang terlibat dalam pelaksanaan CEP yaitu JICA, ORNOP dan Pemerintah Daerah terkait dapat menandatangani suatu dokumen perjanjian yang disebut ”Minutes of Meeting” sebagai acuan dasar untuk penandatanganan kontrak perjanjian pelaksanaan CEP secara tahunan antara JICA dan ORNOP terkait.
7.5. Pelaksanaan CEP
Suatu proyek CEP dilaksanakan berdasarkan persetujuan kontrak perjanjian tahunan yang didasarkan pada periode Tahun Anggaran Jepang (April - Maret), yang mana kontrak tersebut 66
dapat diperpanjang setiap tahunnya sesuai usulan periode pelaksanaan proyek untuk maksimum total sampai 3 tahun berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan pada tahun sebelumnya.
JICA dalam pelaksanaannya dapat menyediakan biaya pengeluaran yang digunakan oleh mitra kerja ORNOP berdasarkan acuan biaya yang telah disetujui seperti pengeluaran untuk para personnel yang memiliki keahlian teknis, sosialisasi, pelatihan dan seminar untuk peningkatan kapasitas masyarakat, atau penyediaan bahan-bahan atau perlatan berskala kecil untuk mendukung masyarakat.
Sementara itu, ORNOP selaku mitra kerja diharapkan dapat memobilisasi sumber daya manusia serta kapasitas pengetahuan yang dimilikinya untuk memulai pelaksanaan di lapangan selaku fasilitator untuk memberdayakan dan membantu para target masyarakat sebagai pihak penerima bantuan dan penerima manfaat secara langsung sebagai upaya penguatan kapasitas dan membangun kemandirian masyarakat serta mengembangkan inisiatif yang bersifat lokal untuk kesejahteraan dan penghidupan masyarakat yang lebih baik.
7.6. Prinsip-Prinsip Dasar CEP
•
Pendekatan Partisipatif : target kelompok masyarakat harus benar-benar didorong untuk berpartisipasi secara aktif dalam proyek.
•
Transparansi: setiap perubahan pelaksanaan proyek perlu diberitahukan dengan baik; aktif dalam kegiatan hubungan masyarakat.
•
Akuntabilitas: mempertanggungjawabkan setiap pemanfaatan dana, melakukan audit keuangan.
67
•
Berorientasi Lapangan dan Pemanfaatan Smber Daya Lokal: seluruh kegiatan perlu mempertimbangkan situasi, tradisi, dan nilai-nilai setempat termasuk ketika melakukan pemilihan mesin dan peralatan perlu mempertimbangkan aspek pemeliharaan dan perbaikan yang dapat dilakukan secara lokal setempat.
•
Berkesinambungan: upaya dan berbagai kegiatan proyek seyogyanya dapat dipertahankan oleh masyarakat walaupun telah berakhirnya proyek tersebut.
•
Membangun Kemitraan: seluruh pihak yang terlibat berupaya sekuat-kuatnya untuk bekerjasama secara gotong royong.
H.
Bidang-Bidang Prioritas Kerjasama JICA di Indonesia (2007) Pada tahun 2004, Pemerintah Jepang telah menyusun strategi bantuan untuk
pembangunan Indonesia berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Indonesia, yang dititikberatkan pada pencapaian tiga bidang utama:
(i) pertumbuhan berkelanjutan yang digerakkan oleh sektor swasta (ii) membangun masyarakat yang demokratis dan berkeadilan (iii) perdamaian dan stabilitas, dan berupaya membantu semaksimal mungkin inisiatif Pemerintah Indonesia dalam mendorong kemandiriannya.
Sebagai tindak lanjut kunjungan Presiden JICA, Ibu Sadako OGATA, ke Indonesia pada pertengahan tahun 2005, arahan prioritas program untuk Indonesia perlu difokuskan pada tiga bidang kerjasama utama :
68
(1) Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (2) Pengentasan kemiskinan melalui pengenalan model kerjasama berbasis wilayah, seperti Kawasan Indonesia Timur (KTI) (3) Pelestarian lingkungan. Berdasarkan arahan kebijakan pemerintah serta dalam menanggapi berbagai kebutuhan mendesak termasuk di dalamnya melanjutkan berbagai proyek kerjasama yang sedang berjalan, JICA telah meninjau kembali rencana program kerjasamanya di Indonesia untuk tahun anggaran 2007 menjadi enam bidang prioritas yang diuraikan lebih lengkap pada , dimana prioritas tersebut didasarkan pada pendekatan sebagai berikut: (i) Memperkenalkan pendekatan program berdasarkan rencana bergulir (rolling plan program
based approach) melalui penetapan tujuan program dengan kombinasi berbagai skema proyek yang tepat untuk kerangka jangka menengah (3-4 tahun), termasuk untuk memfasilitasi demi kelanjutan proyek yang tengah berlangsung (ii) Memperkenalkan pendekatan model program kerjasama berbasis wilayah dengan cara menetapkan tujuan program yang lebih lintas-sektoral dan lintas isu dalam suatu daerah, contohnyaKTI (iii)Merancang program yang lebih fleksibel dalam menanggapi kebutuhan mendesak dan darurat bagi pembangunan Indonesia, termasuk bantuan untuk bencana alam dan isu
69
ancaman global seperti flu burung, serta mempromosikan kerjasama teknik dalam mendukung dimulainya Kesepakatan Kemitraan Ekonomi Jepang-Indonesia (JIEPA).20
BAB III PEMBANGUNAN EKONOMI SUBSEKTOR PERTANIAN DI PROPINSI JAWA BARAT
A. TENTANG JABAR 1. Visi Misi Visi Pemerintah Propinsi Jawa Barat : Dalam rangka memperkuat pelaksanaan Otonomi Daerah dan meningkatkan koordinasi serta sinergitas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan antar Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam waktu 5 tahun kedepan (2006 – 2011), maka untuk pencapaian Visi Jawa Barat, yaitu “Jawa Barat Dengan Iman Dan Taqwa Sebagai Provinsi Termaju di Indonesia Dan Mitra Terdepan Ibu Kota Negara Tahun 2010” serta pencapaian Visi Pemerintah Provinsi Jawa Barat, yaitu “Akselerasi Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Guna Mendukung Pencapaian Visi Jawa Barat Tahun 2010”.
20
Yusdja, Y., C. Saleh, M. Amir, dan Al Sri Bagyo. 1992. Studi Baseline Aspek Sosial Ekonomi Pengendalian Hama Terpadu. Kerja Sama Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Monograph Series No. 6. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor 70
Misi Pemerintah Provinsi Jawa Barat
1. Mewujudkan Sumber Daya Manusia Jawa Barat yang Produktif dan Berdaya Saing; 2. Meningkatkan Pembangunan Ekonomi Regional Berbasis Potensi Lokal; 3. Meningkatkan Ketersediaan dan Kualitas Infrastruktur Wilayah; 4. Meningkatkan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Untuk Pembangunan yang Berkelanjutan 5. Meningkatkan Efektivitas Pemerintahan Daerah dan Kualitas Demokrasi
2. Geografi dan Tofografi Letak geografi Jawa Barat di sebelah Barat berbatasan dengan Selat Sunda, sebelah Utara dengan Laut Jawa dan daerah Khusus Ibukota Jakarta, sebelah Timur berbatasan dengan Propinsi Jawa Tengah dan sebelah Selatan dibatasi oleh Samudera Indonesia. Letak geografi selengkapnya adalah sebagai berikut :
•
Bujur : 104º8’ - 108º41’BT.
•
Lintang : 5º50’- 7º50’LS.
Keadaan topografi Jawa Barat sangat beragam, yaitu disebelah utara terdiri dari dataran rendah, sebelah tengah dataran tinggi bergunung-gunung dan disebelah selatan terdiri dari daerah berbukit-bukit dengan sedikit pantai.
71
Daerah Jawa Barat terletak pada jalur Circum Pacific dan mediteran, sehingga daerahnya termasuk daerah labil yang ditandai dengan masih banyaknya gunung berapi yang masih aktif bekerja dan sering terjadi gempa Bumi.
3. Iklim dan Curah Hujan Iklim di Jawa Barat adalah tropis, dengan suhu 9 0 C di Puncak Gunung Pangrango dan 34 0 C di Pantai Utara, curah hujan rata-rata 2.000 mm per tahun, namun di beberapa daerah pegunungan antara 3.000 sampai 5.000 mm per tahun.
4.
Sumber Daya Alam Luas Lahan Sawah
Luas Lahan Sawah Irigasi Teknis Irigasi 1/2 teknis Irigasi sederhana PU Irigasi sederhana non PU Tadah Hujan
Dlm 1 th Dlm 1 th Dlm 1 th Tidak Sementara Ditanami Ditanami Ditanami Ditanami tdk Jumlah Padi 3 x Padi 2 x Padi 1 x Padi diusahakan 40.699 326.123
5.549
1.715
117
374.203
20.156
97.882
6.374
306
148
124.866
12.574
78.793
15.501
1.865
130
108.863
11.933
96.394
38.792
1.807
118
149.044
0
83.147
87.832
3.190
183
174.352
72
Pasang 0 33 0 Surut Lebak 0 471 0 Polder dan 0 1.361 0 lainnya Jumlah Lahan 85.362 684.204 154.048 Sawah
0
0
330
0
122
593
71
1.444
2.876
8.954
2.262
934.830
Luas Lahan Kering
Pekarangan yang ditanami : tanaman pertanian Tegal/Kebun : Ladang/Huma : Penggembalaan/P.Rumput : Sementara tdk diusahakan : Kolam/Tebet/Empang : Tambak : Ditanami pohon/Hutan : rakyat Perkebunan : Jumlah Lahan Kering
73
270.306 Ha 608.730 239.498 48.299 32.447 46.854 29.495
Ha Ha Ha Ha Ha Ha
219.121 Ha 279.743 Ha 1.774.493 Ha
Lahan Bukan Pertanian Rawa-rawa tdk ditanami : Rumah, bangunan & : halaman sekitarnya Hutan Negara : Lainnya (jln, sungai, danau, : lahan tandus dll) Jumlah Lahan Lainnya
11.112 Ha 135.399 Ha 595.412 Ha 139.800 Ha 881729 Ha
74
Lahan Sementara Tidak Diusahakan Di Jawa Barat Lahan Sawah Lahan Kering
: :
2.262 Ha 32.447 Ha
75
5. Administrasi
Daerah Administrasi Pemerintahan
Wilayah Propinsi Jawa Barat meliputi areal seluas 43.177 km² terdiri dari 25 Kabupaten/ Kota,yaitu 16 Kabupaten dan 9 Kota, yang masing-masing mempunyai ciri-ciri khususbaik dari segi sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia. Jumlah Kabupaten Jumlah Kota Jumlah Kecamatan
= =
17 Kabupaten 9 Kota
= 618 Kecamatan 76
Jumlah Kelurahan
= 1.859 Kelurahan
Jumlah Desa
= 4.004 Desa
BerdasarkanFisiografi Jawa Barat dapat distratifikasikan kedalam 4 strata wilayah Pembangunan Pertanian yaitu : Wilayah dataran rendah sebelah utara, yaitu wilayah yang terutama berpokok kepadausahatani
sawah
dengan
hasil
utama
padi
meliputi
kabupaten
Karawang,
Indramayu,Subang, Bekasi dan Cirebon. Wilayah dataran tinggi bagian tengah, dimana keadaan usaha padi sawah dan darat hamper berimbang keadaannya, dengan hasil yang beranekaragam seperti padi, palawija,sayursayuran dan tanaman hias meliputi kabupaten Bandung, Sumedang, Purwakarta, Garut, Kuningan , Bogor , Cianjur . Wilayah Banten bagian tengah dan selatan dimana pertanian pada lahan kering (darat) lebih dominan, sawah lebih sedikit dan pertanian pada lahan kering terutama komoditas buahbuahan meliputi Serang, Pandeglang dan Lebak. Wilayah Jawa Barat selatan, dimana didaerahnya bergunung-gunung dengan sifat tanahnyayang tidak mungkin untuk dikembangkan dengan usahatani yang pengolahan tanahnyadilakukan secara intensif meliputi kabupaten Sukabumi, Ciamis, Tasikmalaya.
6. Jenis Tanah Tanah di Jawa Barat dibagi menjadi 9 (sembilan) jenis tanah (soil group). Perbedaan jenis tanah tersebut akan sangat berpengaruh terhadap jenis usahatani yang dilaksanakan pada tanah tersebut. Sebaran tiap jenis tanah yang ada di Propinsi Jawa Barat adalah sebagai berikut :
77
Sebaran Jenis Tanah di Jawa Barat Penggunaan Tanah Menurut Jenisnya di Jawa Barat Jenis Tanah Latosol
Penggunaan Padi, Palawija, Kopi, Coklat, Lada, buah-buahan, Sayuran, Ubi kayu.
Podsolik Merah Kuning Ladang, Hutan, Karet Aluvial
Padi, Palawija, Perikanan Darat
Andosol
Sayuran, bunga, teh, kina, kopi tropis, baik untuk obyek turisme
Regosol
Kedelai, Kacang tanah, Kentang, Tebu, Kapas, Sisal, Karet, Kina, Kelapa, Kelapa sawit, Coklat, Teh dan Kina.
Glei
Padi, Lada, Ubi jalar
Grumusol
Perkebunan, padi, kedelai, tebu, kacang- kacangan, Tembakau, Hujan jati.
Mediteran
Padi, Jagung, Kapas
Organosol
Palawija, Padi, Karet
7. Pengembangan Kawasan Wilayah Pengembangan Kawasan Andalan Agribisnis dan Komoditas Unggulan
Pengembangan Komoditi Unggulan dilaksanakan dengan pendekatan pewilayahan pada Kawasan Andalan, yaitu sebagai berikut :
1. Kawasan Priangan Timur dan sekitarnya, meliputi Kabupaten Ciamis, Garut dan Kabupaten Tasikmalaya.
komoditas
ciamis
garut 78
tasikmalaya
Pangan
Jagung
Padi, jagung, kedelai, Padi, kc.tanah
Sayuran
Cabe merah
Cabe
jagung,
kacang tanah
merah,
kol,
kentang Buah-buahan
2.
manggis
manggis
Kawasan Andalan Sukabumi dan sekitarnya. Komoditas Pangan Buah-buahan
3.
Manggis, jeruk garut
Sukabumi Kacang tanah, jagung Manggis, rambutan, pepaya, durian, jeruk, pisang
Kawasan Andalan CIAYUMAJAKUNING, meliputi Kabupaten Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kabupaten Kuningan.
Komoditas Cirebon Pangan Sayuran Bawang merah
Indramayu Padi
Buahbuahan
Semangka, blewah melon, mangga
Semangka, blewah melon, mangga
79
Majalengka Jagung Cabe merah, bawang merah Mangga
Kuningan Ubi jalar Bawang merah Mangga, durian
4.
Kawasan Andalan Cekungan Bandung dan sekitarnya.
Komoditas Pangan
Bandung Padi, jagung, kedelai
Sayuran
Kentang, tomat, wortel, kubis Jeruk, strawberry
Buah-buahan
5.
Kawasan Andalan BODEBEK dan sekitarnya, meliputi Kabupaten Bogor, Depok dan Bekasi.
Komoditas Pangan Buah-buahan
6.
Sumedang Padi, jagung ubi jalar
Bodebek Padi, kacang tanah, jagung Durian, melon, semangka
Kawasan Andalan BOPUNCUR, meliputi Kabupaten Bogor dan Cianjur
Komoditas Pangan Buah-buahan
Bopuncur Kacang tanah, jagung Pisang, pepaya
Sumber Data: BAPEDA – Jawa Barat
80
B. KEBIJAKAN SEKTOR PERTANIAN PEMERINTAHAN PROPINSI JAWA BARAT 1. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Disahkan 19 Januari 2005 melalui Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 Tiga Agenda: (i) Menciptakan negara yang aman dan damai, (ii) Menciptakan negara yang adil Dan demokratis, dan (iii)Meningkatkan kesejahteraan rakyat Sembilan Prioritas: (i) Penanggulangan kemiskinan, (ii) Peningkatan kesempatan kerja, investasi dan ekspor, (iii) Revitalisasi pertanian, perikanan, kehutanan dan perdesaan, (iv) Peningkatan akses dan kualitas bidang pendidikan dan kesehatan, (v) Pembenahan sistem hukum, birokrasi dan pemberantasan korupsi, (vi) Peningkatan kemampuan ketahanan negara, stabilisasi keamanan dan ketertiban serta penanggulangan konflik, (vii) Penanggulangan dan penanganan bencana, (viii) Percepatan pembangunan infrastruktur, dan (iv) Pembangunan perdesaan dan daerah tertinggal. Target : • Mengurangi angka kemiskinan menjadi 8.2 % • Pertumbuhan ekonomi dari 5.5 % menjadi 7.6 % • Mengurangi angka pengangguran dari 9.7 % (2004) menjadi 5.1 % (sebelum 2009)
2. Rencana Pembangunan Pertanian Tahun 2005-2009 Disusun dan diterbitkan pada bulan Januari 2005 Penekanan terhadap peningkatan: (i) ketahanan pangan, (ii) produksi hasil pertanian yang bernilai tambah dan berdaya saing dan (iii) kesejahteraan petani. Tiga program pembangunan seperti (i) Program Peningkatan Ketahanan Pangan, dan (ii) Program Pengembangan Agribisnis yang meliputi pengolahan hasil pertanian dan keuangan mikro pedesaan, (iii) Program Peningkatan Kesejahteraan Petani. 81
Target: • Angka pertumbuhan PDB 3.3 % per tahun di sektor pertanian • Penciptaan lowongan kerja sebesar 44.5 juta di 2009 • Peningkatan penambahan nilai di tingkat 5% per tahun • Pertumbuhan produktivitas tenaga kerja pada tingkat 1.4 % per tahun
Dengan menempatkan pembangunan pertanian sebagai penggerak utama pembanguan ekonomi nasional (agricultural/lead development) maka persoalan ekonomi Indonesia saat ini seperti pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan kerja dan berusaha, peningkatan devisa, pemerataan, percepatan pembanguan ekonomi daerah, membangun ketahanan pangan dan kelestarian lingkungan hidup, akan dapat dipecahkan sekaligus dan berkelanjutan. Kedepan pembangunan pertanian tidak cukup hanya melalui dorongan pemerintah dalam upaya peningkatan produksi, pembukaan lahan pertanian, tetapi lebih kearah pembanguan yang hasilnya tidak dapat dirasakan pada waktu singkat yaitu perubahn perilaku (baca : sikap mental dan budaya masyarakat pertanian) dalam berusaha tani. Dan sependapat dengan paparan Pakpahan dalam rekonstruksi dan restrukturisasi pertanian (2004) bahwa dalam rangka membangun pertanian dalam arti seluas-luasnya sebagai alternative solusi masa depan Indonesia maka perlu dicermati, difahami, dan ditindaklanjuti terhadap beberapa hal berikut : 1. Kekuatan itu terletak dalam diri kita dalam era global saling ketergantungan hanya dapat terwujud apabila didahului oleh kemandirian, tanpa kemandirian, yang terjadi adalah ketergantungan.
82
2. Potensi besar hasil investasi petani. Dari karya nyata yang sudah ada tidak dapat dipungkiri bahwa petani dan berbagai jenis tanaman dengan luas jutaan hektar berada pada barisan terdepan sebagai investor utama negeri Indonesia. Kalau pertanian tidak berkembang, penyebabnya bukan kesalahn petani, tetapi kekeliruan dari pengambil kebijakan dan pelaku ekonomin lainnya yang tak dapat mensyukuri, memberdayakan dan melanjutkan hasil petani tersebut. Kekuatan besar pertanian dewasa ini tersumbat atau mencari jalan sendiri-sendiri dalam kosmologinya. 3. Membalik arus dan gelombang sejarah. Jeft sachd dalam Pakpahan (2004) mengemukakan bahwa terjadi kesenjangan yang makin lebar antara pendapatan perkapita Negara-negara berkembang yang pada umumnya berada pada daerah tropika dengan Negara maju yang pada umumnya berada di daerah dengan iklim temperate. Barang yang kita hasilkan langsung masuk ke “lautan pasar” tanpa kita olah dulu. Yang mengolah adalah pihak lain yang menguasai “bendunagn-bendungan” berupa storage dan industry pengolahannya. Akibat flow yang lebih besar dan berniali tinggi ada disana, di Negara yang sudah maju. Arus ini harus dibalik, sehingga kita tidak hanya menghasilkan barang mentah berdasarkan comparative advantage tap kita juga mampu meningkatkan keunggulan daya saing berdasarkan keunikan tanaman yang hanya dapat tumbuh di daerah tropis. Pada akhirnya sejarah nantinya yang menjawab apakah Negara agraris mampu membalik sejarah. 4. Menggeser trend harga riil menurun menjadi sejajar. Dalam perjalanannya makin tampak bahwa organisasi perdagangan internasional seperti WTO tidak sepenuhnya dapat menjadi harapan bagi negara-negara berkembang untuk dapat menyelesaikan dan hidup dalam
83
perdagangan global. Perdagangan ke depan harus mampu menggeser kurva harga-harga komoditas primer pertanian yang terus menurun, menjadi sejajar dengan produk olahannya. 5. Kekuatan bargaining petani sebagai instrument menggeser kurva ; tidak ada cara lain untuk mengatasi over supply dan struktur pasar monopoli saat petani menjual produknya kecuali dengan membangun kelembagaan (a set of working rules of going concern) yang dapat meningkatkan bargaining bagi petani. Institusi petani yang kuat, besarnya perhatian dan dukungan pemerintah terhadap petani dan perhatian akan memberikan kekuatan bargaining petani. 6. Reinvestasi, rekapitalisasi social capital dan sumber pertumbuhan mendatang. Diperlukan reinvestasi mendatang yang baru terhadap investasi yang telah ditanamkan oleh pertanian. Sekaligus melakukan rekapitulasi social capital, mengingat kedua hal ini yang dimaksud ini merupakan syarat untuk membangun sumber-sumber pertumbuhan dah kesejahteraan di masa mendatang.
3. Visi Misi Akselerasi Visi Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat
Mengacu pada Kebijakan Pola Dasar Pembangunan Provinsi Jawa Barat maka DinasPertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat telah merumuskan danmenetapkan RENSTRA (Rencana Strategis) tahun 2006 – 2010 yangdituangkan dalam visi : " Sebagai Pengatur Handal Dalam Mewujudkan Agribisnis Tanaman Pangan Termaju di Indonesia Tahun 2013 ". 84
Misi Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat
Mengacupada visi Pemerintah Provinsi Jawa Barat di atas, maka Dinas PertanianTanaman Pangan Provinsi Jawa Barat menetapkan misinya, sebagai berikut :
1. Mewujudkan Sumberdaya Manusia Pertanian Tanaman Pangan yang maju, mandiri dan dinamis. 2. Mengembangkan pengaturan Agribisnis Tanaman Pangan yang professional dan berpihak kepada pengembang. 3. Meningkatkanpemanfaatan Sumberdaya Alam dan Sumberdaya Buatan yang berwawasanlingkungan dan berkelanjutan untuk mendukung agribisnis tanaman pangan. 4. Meningkatkanmutu/kualitas produk yang berorientasi pasar guna mewujudkaAnpeningkatan pendapatan dan peningkatan kesejahteraan petani.
4. Akselerasi Pembangunan Pertanian Tanaman Pangan Strategi dan Prioritas, serta Program Pengembangan Agribisnis dan KetahananPangan Tahun 2005, Dalam Rangka Pengembangan Struktur PerekonomianDaerah yang Tangguh adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan Kualitas dan Produktivitas SDM Pertanian, khususnya angkatan kerjapertanian sebagai pelaku utama agribisnis Tanaman Pangan danHortikultura di Jawa Barat 2. Mengembangkan Kelembagaan Ekonomi Petani dan Kelembagaan pendukung di pedesaan 85
3. Meningkatkan pengaturan, pelayanan dan penyuluhan bagi masyarakat tani dan stakeholder guna meningkatkan kuantitas, kualitas dan kontinuitas produksiberbagai komoditi tanaman pangan dan hortikultura, sejalan denganpeningkatan tuntutan kebutuhan konsumsi pangan dalam rangkameningkatkan ketahanan pangan 4. Meningkatkan pelayanan kepada pelaku dan kelembagaan usaha dalam mendukung pengembangan sistem agribisnis tanaman pangan yang berdaya saing,berkerakyatan dan ramah lingkungan 5. Meningkatkan Kemampuan professional dan standar kompetensi SDM aparatur pertanian 6. Meningkatkan kelancaran dukungan dan pelayanan/fasilitas sarana dan prasaranapertanian tanaman pangan dalam menunjang pengembangan sistem agribisnis 7. Mengembangkan komoditas unggulan berdasarkan keunggulan komparatif dan keunggulankompetitif untuk menghasilkan produk yang berdaya saing, ramahlingkungan dan berkelanjutan 8. Menyusun rancangan program dan pembiayaan dalam pengembangan sistem agribisnis tanaman pangan tahun mendatang
5. Program Pengembangan Agribisnis
Tujuan : Peningkatan Laju Pertumbuhan Ekonomi dengan Perluasan Kesempatan Kerja dan Peningkatan Nilai Tambah Bidang Pertanian.
Sasaran : 86
1. Peningkatan laju pertumbuhan sektor pertanian sebesar 3.98 %.
2. Laju pertumbuhan sektor tanaman bahan makanan sebesar 3.35 %.
3. Perluasan kesempatan kerja dengan penyerapan tenaga kerja di sektorpertanian sebesar 42.000 orang.
4. Pelatihan teknis aparatur dan petani tentang teknologi, mitra usaha dan pemasaran serta pembinaan penyuluhan.
5. Pengembangan usaha agribisnis pertanian berbasis komoditas unggulan dan penguatan jaringan kelembagaan informasi pasar.
6. Penyediaan infrastruktur Kawasan Sentra Produksi (KSP).
7. Pengembangan alternatif sistem penjualan komoditas unggulan dan manajemen resiko agribisnis.
8. Memfasilitasi peningkatan akses petani terhadap lembaga sumber permodalan.
9. Pengembangan agroindustri dan agropolitan.
10. Pengembangan teknologi dalam penanganan pasca panen.
11. Pengembangan hama dan penyakit pada tanaman.
Strategi Prioritas Kegiatan : 87
1. Memfasilitasi peningkatan akses petani terhadap sumber permodalan.
2. Membentuk jaringan pemasaran komoditi pertanian berorientasi eksport.
3. Pelatihan teknis aparatur dan petani tentang teknologi, mitra usaha dan pemasaran serta pembinaan penyuluhan.
4. Identifikasikebutuhan pelayanan agribisnis dan penataan fungsi tugas kelembagaanpemerintah daerah dalam pengembangan agribisnis.
5. Penyediaan infrastruktur Kawasan Sentra Produksi (KSP).
6. Pengembangan alternatif sistem penjualan komoditas pertanian dan manajemen resiko agribisnis.
C. KEADAAN UMUM EKONOMI SUBSEKTOR PERTANIAN DI PROPINSI JAWA BARAT 1. Penempatan Sektor Pertanian Sebagai Penggerak Utama Perekonomian Ekonomi pertanian merupakan salah satu disiplin dalam ilmu ekonomi yang menerangkan dan mempelajari masalah-masalah pembangunan pertanian, dan diharapkan dapat memberikan alternatif-alternatif baru baik untuk mengatasi permasalahan ekonomi yang timbul maupun untuk mewujudkan cita-cita bangsa, guna meningkatkan kualitas hidup masyarakat petani khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Sektor pertanian : -
Tanaman pangan 88
-
Perkebunan
-
Kehutanan
-
Peternakan
-
Perikanan Peran sektor pertanian di samping sebagai sumber penghasil devisa yang besar, juga
merupakan sumber kehidupan bagi sebagian besar penduduk Indonesia, dan bila dilihat dari jumlah orang yang bekerja, maka sector pertanian paling banyak menyerap tenaga kerja yang pada umumnya adalah tenaga kerja tidak terdidik, tidak memiliki ketrampilan dan pemerataan pendapatan yang tidak merata. Atas kondisi ini sehingga bargaining power yang dimiliki oleh para petani kita sangat lemah, sehingga nilai jual dari produk juga sangat berpengaruh terhadap kondisi ini. Agroindustri sebagai subsistem pertanian mempunyai potensi sebagai pendorong pertumbuhan kawasan ekonomi, karena memiliki peluang pasar yang lebih luas dan nilai tambah (value added) yang besar. Disamping itu pengembangan agroindustri dapat menjadi “pintu masuk” (entry point) proses transformasi struktur ekonomi dari pertanian ke industri. Kegiatan pertanian menghasilkan produk-produk yang sangat strategis bagi pemenuhan kebutuhan pokok rakyat seperti pangan, pakaian dan perumahan. Pemenuhan kebutuhan seperti pangan apabila mengandalkan dari negara lain atau impor tentu akan sangat riskan, karena dapat menimbulkan masalah yang rumit dan biaya mahal dikemudian hari (Habibie, Nono dan Wardani,1995). Pembangunan kawasan (regional development) secara konvensional lebih cenderung berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, dengan asumsi dasar bahwa proses pembangunan berlangsung dalam suatu keseimbangan matrik lokasi yang terdiri dari beberapa pusat pertumbuhan (growth poles) dan kawasan penyangga atau hinterland (Tjokrowinoto; 1995). 89
Konsep kawasan sebagai suatu pendekatan kebijakan baru dalam pembangunan daerah telah semakin luas digunakan di berbagai negara baik negara maju maupun negara berkembang, terutama dikaitkan dengan kesiapan suatu kawasan meningkatkan daya saingnya dalam menghadapi kawasanisasi dan globalisasi. Kawasan secara signifikan mampu untuk meningkatkan kemampuan ekonomi daerah untuk membangun kekayaan masyarakat. Kawasan juga mampu bertindak sebagai pendorong inovasi, di mana keberadaan unsur-unsur dalam kawasan diperlukan untuk mengubah gagasan menjadi kekayaan. (Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal, Bappenas, 2004). Konsep, prinsip, dan instrumen kebijakan di dalam model pada perencanaan ekonomi kawasan adalah konsep kutub pertumbuhan, yang pada awalnya dirumuskan oleh Perroux (1955) dengan pertumbuhan yang dirangsang oleh suatu kombinasi dari inter-industrial. Kawasan unggulan merupakan kawasan yang ditetapkan sebagai penggerak perekonomian kawasan (prime
mover) yang memiliki kriteria sebagai kawasan yang cepat tumbuh, mempunyai sektor unggulan dan memiliki keterkaitan dengan kawasan sekitar (hinterland) (Royat, 1996). Penetapan suatu daerah menjadi kawasan unggulan karena diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan suatu daerah. Ada tiga faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu akumulasi modal, pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi (Todaro, 2000). Pengembangan kawasan komoditi unggulan tidak lepas dari pengembangan kawasan agropolitan. Suatu kawasan agropolitan yang sudah berjalan dan berkembang mempunyai ciriciri: a. sebagian besar masyarakat di kawasan tersebut memperoleh pendapatan dari kegiatan pertanian;
90
b. kegiatan di kawasan tersebut sebagian besar di dominasi oleh kegiatan pertanian, termasuk di dalamnya usaha industri (pengolahan) pertanian, perdagangan hasil-hasil pertanian, perdagangan pertanian hulu, agrowisata dan jasa pelayanan; dan c. hubungan antara kota dan daerah hinterland di kawasan agropolitan bersifat interdependensi yang harmonis, dan saling membutuhkan; Aswandi dan Kuncoro (2002) mengatakan bahwa keterkaitan perekonomian kawasan unggulan dengan daerah sekitar sebagai salah satu kriteria penetapannya relevan dengan konsep spesialisasi. Adanya spesialisasi komoditi sesuai dengan sektor dan atau subsektor unggulan yang dimiliki masing-masing daerah, hal ini sejalan dengan pemikiran dari Samuelson dan Nordhaus (1996) bahwa masyarakat dapat lebih efektif dan efisien jika terdapat pembagian kerja, yang membagi keseluruhan proses produksi menjadi unit-unit khusus yang terspesialisasi.
2. Kaitan Ekonomi Subsector Pertanian Dengan Perekonomian Nasional Kebijakan yang diambil oleh pemerintah propinsi Jawa Barat sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat.Demikian juga untuk bidang yang berada di bawah sektor pertanian juga sama seperti kebijakan nasional. Akan tetapi kondisi Propinsi Jawa Barat lebih baik di bidang sektor pertanian, karena dari enam subsektor pertanian subsektor tanaman bahan makanan lainnya merupakan subsektor yang tergolong dalam tahap menujuk proses industrialisasi. Laju pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat relatif berfluktuasi, yang pada umumnya turun kecuali yang sedang bergeliat untuk meningkat adalah sektor bangunan, yang pada masa krisis sektor ini relatif laju pertumbuhannya sangat rendah, subsektor kehutanan, subsektor tanaman perkebunan, subsektor peternakan dan hasil-hasilnya, sektor pengangkutan dan komunikasi serta jasa-jasa. 91
Secara nasional sektor pertanian cenderung tumbuh beserta subsektor pertaniannya yang relatif tumbuh, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor pembangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor jasa-jasa lainnya. Berdasarkan analisis shift-share, bahwa sumbangan utama pada propinsi Jawa Barat adalah pada sector pertambangan dan penggalian, sektor bangunan dan sektor jasa-jasa, sedang dalam sektor pertanian yang memberikan sumbangan terbesar atas analisis shift-share adalah subsektor tanaman perkebunan, subsector peternakan dan hasil-hasilnya, subsektor kehutanan dan subsektor perikanan. Strategi pembangunan di Propinsi Jawa Barat hampir sama dengan strategi pembangunan Indonesia. Tingkat pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Barat relatif lebih rendah dari tingkat pertumbuhan nasional. Berdasarkan pada hasil penelitian dengan menggunakan pendekatan LQ bahwa Propinsi Jawa Barat mempunyai keunggulan di sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, serta sektor perdagangan, hotel dan restoran, hasil ini akan ditelusuri lebih lanjut dengan pendekatan IRIO. Sedang disektor pertanian (Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan) hanya terdapat satu subsektor saja yang mempunyai sector unggulan yaitu subsektor tanaman bahan makanan, dalam hal ini dalam bentuk tanaman padi, tanaman jagung, tanaman singkong, tanaman palawija, sayuran dan buah-buahan. Berdasarkan kajian dari penilaian kontribusi margin, maka di peroleh bahwa untuk sektor pertanian masih tergolong dalam katagori non industrialisasi, yang artinya bahwa subsektor ini belum diolah dan dimanfaatkan serta dikelola secara efektif dan efisien, artinya bahwa subsektor ini masih digarap secara tradisional, dengan tenaga kerja yang tidak terdidik, menggunakan metode dan pengolahan yang masih sederhana,
92
tingkat ketergantungan tenaga kerja masih tinggi, kemiskinan yang masih tinggi dan mental bisnis belum terbangunkan. Propinsi Jawa Barat mempunyai keunggulan dalam sektor industri dan pengolahan, sektor bangunan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran posisi terhadap nasional baik keterkaitan ke belakanga maupun ke depan. Sedang terhadap dirinya sendiri mempunyai keunggulan dalam sektor industri dan pengolahan, sekstor bangunan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran, Dari dua jenis dan macam keunggulan ini maka ditarik kesimpulan bahwa Propinsi Jawa Barat mempunyai keunggulan untuk sektor industri dan pengolahan, bangunan serta perdagangan, hotel dan restoran. Bila dilihat lebih renci berdasarkan pada subsektornya maka mempunyai keunggulan di subsektor industri makanan, minuman dan tembakau, subsektor industri kertas dan barang dari cetakan, subsektor industri pupuk, kimia dan barang dari karet dan mineral bukan logam, subsektor bangunan dan subsektor perdaganan, hotel dan restoran. Hasil penelitian dengan menggunakan pendekatan IRIO sektor-sektor 10 terbesar yang memiliki nilai multiplier terbesar terhadap perekonomian secara nasional, yaitu: industry makanan, minuman dan tembakau; industri kertas dan barang dari cetakan, listrik, gas dan air bersih, bangunan, angkutan udara, industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki, industri semen, industri barang dan logam, industri hotel dan restoran dan industry lainnya Nilai multiplier dari Propinsi Jawa Barat terdiri atas sektor-sektor industri kertas dan barang dari cetakan, industri makanan, minuman dan tembakau, industri semen, listrik, gas dan air bersih, hotel dan restoran, angkutan udara, angkutan air, industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya, bangunan serta sektor industri lainnya Kontribusi sektor-sektor yang ada di Propinsi Jawa Barat terhadap kenaikan kesejahteraan penduduk dan pendapatan regional masih sangat rendah di bawah 1%, yang berarti bahwa pembangunan yang dilaksanakan oleh Propinsi Jawa Barat belum menyentuh 93
sampai ke masyarakat, hanya ada beberapa subsektor yang memberikan nilai terbesar diantara 30 sektor, yaitu industri makanan, minuman dan tembakau, industri kertas dan barang dari cetakan, industri semen, industri dasar besi dan baja dan logam dasar bukan besi, listrik, gas dan air bersih serta angkutan air. Kontribusi sektor pertanian di Jawa Barat masih bersifat tradisional, maka ini perlu ada dukungan, dorongan dan upaya-upaya dari pemerintah daerah untuk mengembangkan sektor pertanian ini menjadi sector unggulan, karena dilihat dari sudut alam dan kondisi masyarakat yang masih agraris adalah sangat mendukung, walaupun secara analisis bahwa sektor pertanian ini bukan sektor unggulan di Propinsi Jawa Barat. Akan tetapi bahwa produk-produk sekunder atau produk-produk lanjutan dari produk primer pertanian adalah pendukung dari sektor-sektor unggulan Propinsi Jawa Barat. Berdasarkan kajian dan analisis dari Bappeda Jawa Barat tahun 2000, 2001 dan berdasarkan pada laporan-laporan keuangan dalam bentuk kabupaten dalam angka tahun 2002 ada beberapa potensi dan rencana pengembangan komoditi unggulan. Tentunya tinggal sekarang mengkaitkan dengan hasil analisis yang dilakukan oleh Bappeda tentang aktivitas dasar pengembangan kawasan berdasarkan kota dan atau kabupaten yang hamper sebagaian besar kawasan kota dan kabupaten se Jawa Barat difokuskan dalam sektor pertanian. Kebijakan pembangunan Jawa Barat didasarkan pada pencapaian visi dan misi Jawa Barat 2010, dengan prioritas pengembangan pada 6 (enam) kegiatan tama (pengembangan SDM, Industri Manufaktur, Industri Jasa, Pertanian, Bisnis Kelautan dan Pariwisata) dan 14 indikator keberhasilan pembangunan diterjemahkan dalam dimensi ruang yang sesuai dengan daya dukung dan daya tampungnya.
94
D. KETAHANAN PANGAN Program ketahanan pangan bertujuan untuk memfasilitasi peningkatan dan keberlanjutan ketahanan pangan sampai ke tingkat rumah tangga sebagai bagian dari ketahanan nasional. Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini meliputi : 1. Pengamanan ketersediaan pangan dari produksi dalam negeri, antara lain melalui pengamanan lahan sawah di daerah irigasi, peningkatan mutu intensifikasi, serta optimalisasi dan perluasan areal pertanian; 2. Peningkatan distribusi pangan, melalui penguatan kapasitas kelembagaan pangan dan peningkatan infrastruktur perdesaan yang mendukung sistem distribusi pangan, untuk menjamin keterjangkauan masyarakat atas pangan; 3. Peningkatan pasca panen dan pengolahan hasil, melalui optimalisasi pemanfaatan alat dan mesin pertanian untuk pasca panen dan pengolahan hasil, serta pengembangan dan pemanfaatan teknologi pertanian untuk menurunkan kehilangan hasil (looses); 4. Diversifikasi pangan, melalui peningkatan ketersediaan pangan hewani, buah dan sayuran, perekayasaan sosial terhadap pola konsumsi masyarakat menuju pola pangan dengan mutu yang semakin meningkat, dan peningkatan minat dan kemudahan konsumsi pangan alternatif/pangan lokal; dan
95
5. Pencegahan dan penanggulangan masalah pangan, melalui peningkatan bantuan pangan kepada keluarga miskin/rawan pangan, peningkatan pengawasan mutu dan kemanan pangan, dan pengembangan sistem antisipasi dini terhadap kerawanan pangan. Sektor pertanian tidak akan pernah lepas dari fungsinya sebagai sumber utama untuk penyediaan bahan pangan. Dalam meningkatkan ketahanan pangan, tantangan besar saat ini adalah konsumsi masih bertumpu pada beras. Segala upaya selama 57 tahun setelah proklamasi kemerdekaan peningkatan produksi pangan terutama beras masih terus menjadi masalah utama. Meskipun revolusi hijau yang diiringi social engineering di bidang produksi telah berhasil mengejar tingginya pertumbuhan penduduk, namun masih belum dapat mengubah ketergantungan masyarakat terhadap beras. Strategi baru yang dikembangkan adalah menerapkan social
engineering terhadap konsumen dengan mencoba mengubah budaya dan perilaku makan beras, menjadi budaya mengkonsumsi pangan yang memenuhi standar gizi. Upaya ini akan lambat, namun perubahan selera dan perilaku manusia memang proses yang bersifat gradual. Dengan demikian, tekanan terhadap beras sebagai satu-satunya atau mayoritas sumber karbohidrat akan makin terkurangi. Peningkatan pendapatan merupakan salah satu cara untuk memampukan masyarakat mempunyai kemampuan untuk memilih (ability to choose), karena mempunyai pendapatan yang mencukupi memungkinkan mereka untuk memilih jenis makanan yang lebih beragam. Selanjutnya, dengan peningkatan pendapatan maka kemampuan untuk membeli bahan pangan sumber protein dan vitamin seperti daging, ikan, telur, susu, sayur dan buah-buahan akan dapat terpenuhi. Dengan demikian, tekanan permintaan terhadap beras secara lambat laun akan berubah ke non beras, dan secara lambat laun akan berkurang dan berubah ke pola makan yang 96
lebih seimbang sesuai dengan persyaratan gizi. Dengan demikian, tekanan terhadap upaya-upaya peningkatan produksi secara lambat laun berubah dan menyesuaikan dengan perubahan pola konsumsi tersebut. Strategi ini bukan merupakan hal baru, namun selama ini kurang mendapat perhatian yang memadai untuk menandingi promosi konsumsi bahan pangan dari gandum dan terigu yang banyak dilakukan oleh industri berbasis pertanian di luar negeri. Dengan semakin maraknya impor beras dan bahan pangan lain sebagai akibat makin terbukanya pasar global, sementara kita secara hukum belum dapat menghentikan arus perdagangan ilegal, maka strategi pengendalian dari sisi pola konsumsi menjadi semakin penting. Dengan demikian, pertumbuhan kebutuhan beraslah yang diperlambat sambil terus tetap meningkatkan produktivitas pangan dalam negeri. Sementara ketahanan pangan merupakan kebutuhan dasar yang dipenuhi hasil dari sektor pertanian untuk dapat menumbuhkan sumber daya manusia dan generasi muda yang dapat melakukan pembangunan berkelanjutan, maka masih ada 3 (tiga) sumber daya alam di sektor pertanian yang potensial untuk dikembangkan secara komersial dan bernilai tambah tinggi sehingga dapat dijadikan sebagai prime mover perekonomian nasional. Pertama adalah industrialisasi pertanian non-pangan, kedua kehutanan, ketiga adalah perikanan dan kelautan. Pada saat ini, industrialisasi di bidang pertanian non-pangan masih sangat terbatas. Masalah utama adalah pasokan input dari sektor pertanian primer masih sangat terbatas, baik kualitas dan jumlah pasokan yang masih belum konsisten, kontinyuitas pasokan, serta ketepatan waktu. Dengan kebutuhan dan persyaratan industri semacam itu, sektor pertanian primer masih belum dapat menyelaraskan dengan dinamika industri pengolahan. Diperlukan pembangunan kelembagaan untuk dapat meningkatkan pengelolaan produksi pertanian non-pangan untuk dapat 97
memasuki era industrialisasi. Sementara itu, bidang perkebunan masih perlu dikembangkan idnustri pengolahannya. Dengan masih tetap bergeraknya ekspor produk perkebunan di tingkat primer, sudah mulai mendapatkan persaingan dari negara-negara penghasil produk perkebunan yang baru. Produksi minyak sawit sudah jauh tertinggal oleh Malaysia, sementara produksi minyak mentah sudah disaingi oleh India dan Thailand.
Sektor jasa pendukung pertanian
misalnya bidang pemasaran dan angkutan juga masih didominasi oleh negara asing, sehingga nilai tambah juga diperoleh negara-negara tersebut.
Pengembangan jasa agribisnis masih
merupakan bidang yang perlu dikembangkan.
1. Program Ketahanan Pangan Tujuan :
Meningkatkan Ketersediaan, Distribusi dan Konsumsi Pangan Mewujudkan Ketahanan Pangan Rumah Tangga, Regional dan Nasional
Sasaran :
1. Meningkatnya produksi dan ketersediaan pangan
2. Tercapainya stabilitas harga gabah petani
3. Meningkatnya Teknologi Tepat Guna (TTG) dalam pengolahan hasil pertanian dan keanekaragaman konsumsi pangan
4. Meningkatnya pengetahuan aparat dan masyarakat tentang ketahanan pangan
98
5. Tersebarnya atau terdistribusinya pasokan pangan
6. Menurunnya tingkat kerawanan pangan
7. Berkembangnya kelembagaan lumbung pangan
8. Meningkatnya sarana dan prasarana ketahanan pangan
9. Meningkatnya peran petani dalam pembangunan pertanian di Jawa Barat
2. Indikator Kinerja Program
1. Peningkatan produktivitas pangan yang efektif dan efisien
2. Pemanfaatan dan pengembangan komoditas pangan unggulan
3. Pengembangan sistem jaminan mutu pangan dan keamanan produk
4. Peningkatan kapasitas sarana dan prasarana yang mendukung terwujudnya ketahanan pangan
5. Stabilitasi harga gabah petani di pasar bebas minimal sesuai dengan harga dasar pembelian pemerintah
6. Pengembangan kelembagaan lumbung pangan yang mengarah kepada ekonomi pedesaan
99
3. Strategi Pelaksanaan Kegiatan Ketahanan Pangan 1. Meningkatkankoordinasi kebijakan dan program aksi peningkatan produksi tanamanpangan ditingkat Pusat, Pusat-Daerah, dan Antar Daerah
2. Meningkatkanproduksi dan produktivitas komoditi tanaman pangan melalui :Peningkatan Mutu Intensifikasi (PMI), Perluasan Areal Tanam (PAT),pengamanan produksi dan perbaikan pasca panen
3. Peningkatan pelayanan penyuluhan
4. Optimalisasisumber daya lahan dan air melalui pemanfaatan lahan tidur danterlantar, peningkatan IP, pemanfaatan air irigasi, pompanisasi danefisiensi penggunaan air, serta peningkatan diversifikasi usaha
5. Meningkatkan penyediaan dan akses terhadap teknologi
6. Menumbuhkan pusat-pusat pertumbuhan produksi tanaman pangan
4. Prioritas Pengembangan Produksi Pangan 1. Meningkatnya produktivitas lahan
2. Meningkatnya produksi pertanian
3. Meningkatnya ketersediaan benih/bibit bermutu (bersertifikat)
100
4. Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan SDM Pertanian
5. Menurunnya kehilangan produk pada saat panen dan pasca panen
6. Tertanggulanginya hama dan penyakit tanaman
7. Meningkatnya pelayanan fasilitas dan fungsi sarana dan prasarana
8. Meningkatnya pemanfaatan teknologi dalam penanganan hasil dan mutu hasil pertanian
9. Mendorong pengembangan sistem distribusi dan pasar
10. Mendorong usaha pengolahan hasil
5. Kunci Pengembangan Usaha Agribisnis 1. Informasi permintaan pasar
2. Ketersediaan modal usaha, sumber daya lahan, pengairan dan prasarana
3. Penguasaan dan penerapan teknologi maju
4. Kemampuan berwirausaha dan pemasaran produk
5. Dukungan sumber daya manusia terampil dan tekun
6. Kemampuan menjaga mutu produk dan kontinuitas pasokan
101
E. KONTRIBUSI EKONOMI SUBSEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN NASIONAL
1. Pemanfaatan Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Pasal 33 UUD 1945 mengamanatkan bahwa pembangunan ekonomi ditujukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Oleh sebab itu pembangunan ekonomi haruslah menggunakan sumber daya yang dimiliki dan atau dikuasai oleh rakyat banyak. Sumberdaya yang dimiliki atau dikuasai oleh rakyat Indonesia adalah sumber daya manusia (tenaga, pikiran, waktu, nilai-nilai budaya dan moral) dan sumber daya alam (lahan, hutan, perairan, keanekaragaman hayati, dan iklim tropis). Kedua sumber daya tersebut merupakan keunggulan komparatif (comparative advantages) yang dimiliki Indonesia. Dengan demikian, pembangunan ekonomi Indonesia harus didasarkan dan sepenuhnya memanfaatkan dan mendayagunakan sumber daya manusia dan sumber daya alam tersebut. Dengan demikian, pembangunan nasional akan memungkinkan sebagian besar masyarakat untuk berperanserta dan sumber daya alam yang dimiliki dapat dimanafaatkan sepenuhnya. Tentu saja pembangunan yang berbasis sumber daya alam tetap tidak mengesampingkan dukungan sumber daya modal (capital), teknologi, dan manajemen modern. Namun pemanfaatan sumber daya modal dan teknologi harus yang dapat mendukung dan mengembangkan sumber daya alam dan manusia dan bukan menggantikan dan mematikannya. Dengan demikian, hasil dari pembangunan berupa remunerasi, sewa, royalti, rent, dan profit akan kembali pula kepada masyarakat Indonesia dan sumber daya alam lokal. 102
Amanat konstitusi tersebut secara politis makin dipertegas dalam GBHN 1999 – 2004 yang
mengamanatkan
arah
pembangunan
ekonomi
nasional
sebagai
berikut:
(1)
Mengembangkan perekonomian yang berorientasi global sesuai dengan kemajuan teknologi dengan membangun keunggulan kompetitif berdasarkan keunggulan komparatif sebagai negara maritim dan agraris sesuai kompetensi dan produk unggulan di setiap daerah (terutama pertanian dalam arti luas); (2) Memberdayakan pengusaha kecil menengah dan koperasi agar lebih efisien, produktif dan berdaya saing dengan menciptakan iklim berusaha yang kondusif dan peluang usaha seluas-luasnya; (3) Mengembangkan sistem ketahanan pangan yang berbasis pada keragaman sumber daya bahan pangan, kelembagaan dan budaya lokal; (4) Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk teknologi bangsa sendiri dalam dunia usaha terutama usaha kecil, menengah dan koperasi guna meningkatkan daya saing produk yang berbasis sumber daya lokal; (5) Mempercepat pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kuat dengan memberdayakan pelaku dan potensi ekonomi daerah, sehingga terjadi pemerataan pertumbuhan ekonomi sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah; dan (6) Mempercepat pembangunan pedesaan dalam rangka pemberdayaan masyarakat terutama petani dan nelayan melalui penyediaan prasarana, pembangunan agribisnis, industri kecil dan kerajinan rakyat.
2. Sektor Pertanian (dalam arti luas) Dalam Pembangunan Nasional Pelaksanaan dari amanat tersebut sudah tergambar dalam fakta empiris yang tercermin pada sumbangan sektor pertanian pada PDB dan banyaknya masyarakat yang bergantung dan bergerak di sektor pertanian. Selain itu, masih banyaknya sebgaian besar masyarakat yang
103
berada di bawah garis kemiskinan semakin mempertegas dasar kita untuk menjadikan sektor pertanian sebagai penggerak perekonomian nasional.
3. Pertanian Dalam Pembentukan Program Domestic Bruto (PDB) Pada tahun 1996, PDB sektor pertanian, termasuk pula kehutanan dan perikanan, adalah sebesar Rp 63,8 triliun. Nilai ini terus meningkat menjadi Rp 66,4 triliun pada tahun 2000. Besarnya PDB pertanian tersebut memberikan kontribusi sekitar 17 persen terhadap PDB nasional. Bila dibandingkan dengan sektor lain, maka kontribusi PDB pertanian menduduki urutan kedua setelah sektor industri manufaktur. Di samping kontribusi langsung terhadap PDB yang cukup signifikan, sektor pertanian juga telah menunjukkan ketangguhan dalam menjaga stabilitas ekonomi pada masa krisis perekonomian nasional. Ketangguhan sektor ini ditunjukkan oleh kemampuannya untuk tetap tumbuh secara positif pada masa (1998) sementara perekonomian nasional secara agregat mengalami kontraksi yang sangat hebat, yaitu sebesar 13,7 persen. Dalam penyerapan tenaga kerja,, sektor pertanian berikut sistem agribisnisnya sangat dominan perannya dalam penyerapan tenaga kerja, yang mampu menyerap 45,0 persen dari total penyerapan tenaga kerja nasional, atau menempati urutan pertama dalam penyerapan tenaga kerja. Apalagi jika kita menyimak struktur ketenagakerjaan pedesaan, maka peran strategis sektor pertanian bahkan lebih tak terbantahkan. Dalam tahun 1997 struktur kesempatan kerja pedesaan secara agregat menunjukkan bahwa peranan sektor pertanian memegang 58,8 persen dari kesempatan kerja pedesaan, yang secara absolut besarnya 57,5 juta orang. Peran sektor 104
pertanian di luar Jawa juga lebih besar yaitu sebesar 66,9 persen dibandingkan dengan di Jawa yang besarnya 50,65%. Sebaliknya, sektor non-pertanian di Jawa hanya menyumbang 33,1% dan di luar Jawa menyumbang 49,4% kesempatan kerja, yang pada umumnya berupa jasa perdagangan, jasa kemasyarakatan, bangunan, dan jasa pengangkutan.
Keadaan ini
menunjukkan masih tetap dominannya peran sektor pertanian dalam perekonomian rumah tangga pedesaan, baik di Jawa maupun di luar Jawa. Dan kegiatan di luar sektor pertanian masih relatif kecil dan sedang bertumbuh, serta tidak bisa dilepaskan keterkaitannya kegiatan di pertanian. Selanjutnya, selama masa kontraksi ekonomi nasional akibat krisis pada tahun 1998, yang secara penyerapan tenaga kerja nasional menurun sebesar 2,13 persen, atau sebesar 6,4 juta orang di semua sektor ekonomi (kecuali listrik), maka sektor agribisnis justru mampu meningkatkan kapasitas penyerapan tenaga kerja sebanyak 0,4 juta orang. Fakta empiris ini menunjukkan bahwa sektor agribisnis masih merupakan sektor yang paling tangguh dalam menghadapi krisis dan paling berjasa dalam menampung pengangguran sebagai akibat krisis ekonomi.
4. Pertanian Sebagai Penghasil Devisa Kontribusi agribisnis dalam total nilai ekspor Indonesia pada tahun 1990 mencapai 43 persen, dan meningkat menjadi sekitar 49 persen pada tahun 1995. Sementara itu impor Indonesia, pangsa impor sektor agribisnis relatif kecil dan cenderung menurun. Pada tahun 1990 pangsa impor sektor agribisnis hanya sekitar 24 persen dan menurun menjadi sekitar 16 persen pada tahun 1995. Selanjutnya, selama masa krisis, ekspor produk pertanian juga mengalami peningkatan yang cukup besar. Pada tahun 1998 ekspor pertanian tahun 1998 naik sebesar 26,5 persen dibanding. Peningkatan ekspor pertanian selama masa krisis (1991-1998) jauh lebih tinggi
105
dibandingkan dengan rata-rata sebelum krisis yakni hanya sebesar 4,5 persen per tahun (19821997). Sebaliknya ekspor produk manufaktur turun sebesar 4,2 persen selama tahun 1997-1998. Hampir semua ekspor produk industri berbahan baku impor turun kecuali semen. Namun ekspor produk agro-industri yang berbasis pada sumber daya lokal seperti minyak atsiri, asam lemak, barang anyaman (kecuali minyak sawit) mengalami peningkatan. Meskipun sebagian dari kenaikan ini disebabkan oleh meningkatnya nilai mata uang dolar, namun dengan rendah atau hampir tidak adanya komponen impor di sektor pertanian, maka kenaikan tersebut masih merupakan suatu bukti empiris pembangunan ekonomi dengan menggunakan sektor pertanian sebagai penggerak utama akan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesempatan kerja dan berusaha dan peningkatan devisa negara. Peran sektor pertanian lain yang juga sangat penting adalah dalam meningkatkan pembangunan ekonomi daerah. Sesuai tujuan pokok dari pelaksanaan otonomi daerah sebagaimana dimaksud dalam UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, adalah untuk mempercepat perkembangan ekonomi daerah. Cara yang efektif dan efisien untuk membangun ekonomi daerah adalah melalui pendayagunaan berbagai sumber daya ekonomi yang dimiliki daerah. Pada saat ini sumber daya ekonomi yang dimiliki dan siap didayagunakan untuk pembangunan ekonomi daerah adalah sumber daya agribisnis seperti sumber daya alam (lahan, air, keragaman hayati, agro-klimat), sumber daya manusia di bidang agribisnis, dan teknologi di bidang agribisnis. Selain itu, sektor agribisnis adalah penyumbang terbesar dalam produk domestik regional bruto (PDRB) dan ekspor daerah. Dalam penyerapan tenaga kerja, kesempatan berusaha di setiap daerah, sebagian besar juga disumbang oleh sektor 106
agribisnis. Oleh karena itu, pembangunan agribisnis untuk mempercepat pembangunan ekonomi daerah merupakan pilihan yang paling rasional. Dengan kata lain, pembangunan agribisnis perlu dijadikan sebagai pilar pembangunan ekonomi wilayah. Peranan dalam pelestarian lingkungan hidup. Dewasa ini, keprihatinan akan kemerosotan mutu lingkungan hidup bukan lagi sebatas isu lokal suatu negara melainkan sudah menjadi keprihatinan masyarakat internasional. Kemerosotan mutu lingkungan hidup saat ini telah sampai pada tingkat yang dapat mengancam kelangsungan hidup manusia tidak hanya di sekitarnya namun juga seluruh manusia di muka bumi. Pembangunan agribisnis mempunyai potensi untuk dapat mencegah dan memperbaiki kemerosotan mutu lingkungan hidup melalui beberapa cara. Pertama, pembangunan agribisnis akan membuka kesempatan-kesempatan ekonomi yang luas di setiap daerah (ruang). Kesempatan ekonomi tersebut akan menarik penyebaran penduduk beserta aktivitasnya, sehingga tekanan penduduk pada suatu ruang tertentu dapat dikurangi; Kedua, pembangunan agribisnis yang pada dasarnya mendayagunakan keragaman hayati, dapat mempertahankan keberadaan keanekaragaman hayati; Ketiga, pembangunan agribisnis yang antara lain mendayagunakan pertumbuhan keragaman tumbuhan, pada dasarnya merupakan “perkebunan karbon” yang efektif dalam mengurangi emisi gas karbon atmosfir yang menjadi salah satu penyebab pemanasan global; Keempat, pembangunan agribisnis akan menghasilkan produk-produk yang bersfiat biodegradable yang dapat terurai secara alamiah. Produk agribisnis yang biodegradable ini akan dapat mengurangi penggunaan produk-produk petrokimia yang non-biodegradable; dan Kelima, pembangunan agribisnis yang bergerak dari factor-driven ke capital driven dan kemudian kepada innovation-driven dalam
107
menghasilkan nilai tambah dapat mengurangi tekanan terhadap sumber daya alam dan lingkungan hidup. Meskipun ada sebagian orang yang juga berpendapat bahwa pemanfaatan hutan, pembukaan lahan perkebunan, dan penangkapan hasil laut justru berkompetisi dengan pelestarian lingkungan, namun kemajuan teknologi pertanian saat ini telah dapat menciptakan dan menerapkan berbagai jenis teknologi akrab lingkungan. Berbagai jenis teknologi sistem usahatani akrab lingkungan telah tersedia dan siap untuk diterapkan di lapangan, yaitu: (a) Sistem usahatani berwawasan konservasi tanah yang meliputi pembuatan teras, pengelolaan bahan organik, tanaman lorong (alley cropping), rehabilitasi lahan melalui penutup tanah di mana komoditas pertanian sebagai bagian dari subsistem; (b) Sistem pertanian berkelanjutan dengan masukan rendah (low input sustainable agriculture), yaitu melalui efisiensi penggunaan pupuk yang mudah hilang (nitrogen) dan pengunaan pupuk
hijau; dan (c) Wanatani
(agroforestry), yaitu melalui pengendalian erosi, melestarikan keanekaragaman hayati dan mengkonservasi carbon (C)-organik, dan pengembalian unsur-unsur hara secara berimbang.
5. Kesejahteraan Petani dan Kualitas Lingkungan Hidup Dewasa ini, keprihatinan akan kemerosotan mutu lingkungan hidup bukan lagi sebatas isu lokal suatu
negara melainkan sudah menjadi keprihatinan masyarakat internasional.
Kemerosotan mutu lingkungan hidup saat ini telah sampai pada tingkat yang dapat mengancam kelangsungan hidup manusia tidak hanya di sekitarnya namun juga seluruh manusia di muka bumi. Pembangunan agribisnis mempunyai potensi untuk dapat mencegah dan memperbaiki
108
kemerosotan mutu lingkungan hidup melalui beberapa cara. Pertama, pembangunan agribisnis akan membuka kesempatan-kesempatan ekonomi yang luas di setiap daerah (ruang). Kesempatan ekonomi tersebut akan menarik penyebaran penduduk beserta aktivitasnya, sehingga tekanan penduduk pada suatu ruang tertentu dapat dikurangi; Kedua, pembangunan agribisnis yang pada dasarnya mendayagunakan keragaman hayati, dapat mempertahankan keberadaan keanekaragaman hayati; Ketiga, pembangunan agribisnis yang antara lain mendayagunakan pertumbuhan keragaman tumbuhan, pada dasarnya merupakan “perkebunan karbon” yang efektif dalam mengurangi emisi gas karbon atmosfir yang menjadi salah satu penyebab pemanasan global; Keempat, pembangunan agribisnis akan menghasilkan produkproduk yang bersfiat biodegradable yang dapat terurai secara alamiah. Produk agribisnis yang
biodegradable ini akan dapat mengurangi penggunaan produk-produk petrokimia yang nonbiodegradable; dan Kelima, pembangunan agribisnis yang bergerak dari factor-driven ke capital driven dan kemudian kepada innovation-driven dalam menghasilkan nilai tambah dapat mengurangi tekanan terhadap sumber daya alam dan lingkungan hidup. Meskipun ada sebagian orang yang juga berpendapat bahwa pemanfaatan hutan, pembukaan lahan perkebunan, dan penangkapan hasil laut justru berkompetisi dengan pelestarian lingkungan, namun kemajuan teknologi pertanian saat ini telah dapat menciptakan dan menerapkan berbagai jenis teknologi akrab lingkungan. Berbagai jenis teknologi sistem usahatani akrab lingkungan telah tersedia dan siap untuk diterapkan di lapangan, yaitu: (a) Sistem usahatani berwawasan konservasi tanah yang meliputi pembuatan teras, pengelolaan bahan organik, tanaman lorong (alley cropping), rehabilitasi lahan melalui penutup tanah di mana komoditas pertanian sebagai bagian dari subsistem; (b) Sistem pertanian berkelanjutan 109
dengan masukan rendah (low input sustainable agriculture), yaitu melalui efisiensi penggunaan pupuk yang mudah hilang (nitrogen) dan pengunaan pupuk
hijau; dan (c) Wanatani
(agroforestry), yaitu melalui pengendalian erosi, melestarikan keanekaragaman hayati dan mengkonservasi carbon (C)-organik, dan pengembalian unsur-unsur hara secara berimbang. Mencermati berbagai manfaat penempatan sektor pertanian sebagai penggerak utama perekonomian merupakan suatu peluang yang sangat besar sekaligus beban atau liabilities. Dengan masih banyaknya masyarakat yang bernaung di bawah sektor pertanian, dengan tingkat pendidikan rata-rata dan produktivitas yang relatif rendah dan skala lahan yang terbatas serta tingkat kemiskinan yang relatif lebih tinggi dibanding sektor lain, maka hal ini merupakan tantangan yang sangat besar. Selain itu, pembangunan yang bertumpu pada sumber daya alam saja akan mempunyai tingkat pengembangan yang sangat terbatas dan tidak dapat menciptakan
increment sebesar yang dapat diberikan oleh sektor manufaktur dan sektor jasa. Diversifikasi usaha dapat menstabilkan pendapatan dari sektor pertanian yang fluktuatif dan relatif dipengaruhi musim, namun tetap belum dapat menghasilkan lonjakan nilai tambah yang dibutuhkan dalam perekonomian suatu negara. Pengembangan produk unggulan dan eksotik dapat meningkatkan diferensiasi produk, namun juga belum dapat diharapkan memberikan tembahan pendapatan yang secara nasional signifikan. Dengan kata lain, jika sektor pertanian masih bergerak di tingkat primer (on-farm) semata-mata maka akan sulit untuk dapat dijadikan
prime mover pertumbuhan ekonomi nasional. Pertanyaan kemudian adalah, strategi apa yang diterapkan untuk dapat menciptakan lonjakan tambahan pendapatan ekonomi dengan tetap bertumpu pada sektor pertanian.
Jawabannya adalah dengan tetap bertumpu pada sektor
110
pertanian namun mengembangkan produk pertanian ke tingkat yang lebih tinggi pada industrial
ladder, dikenal sebagai agroindustri.
F. HAMBATAN PENEMPATAN SEKTOR PERTANIAN SEBAGAI PENGGERAK UTAMA PEREKONOMIAN DI PROPINSI JAWA BARAT Kendala utama pengembangan pertanian ke depan adalah ketersediaan lahan pertanian. Pengembangan lahan pertanian tidak dapat dipisahkan dari pengembangan infrastruktur irigasi. Keterbatasan pengembangan lahan pertanian di Indonesia diindikasikan oleh penurunan luas lahan pertanian sebesar 0,40%/tahun dalam dua dasawarsa terakhir (1980−2000). Perluasan lahan sawah beririgasi sangat lambat, hanya 0,20%/tahun, dan proporsinya relatif kecil, yaitu 27% (2,59 juta ha) pada tahun 2000 (Pasandaran et al. 2004). Berdasarkan kesesuaian lahan dan ketersediaan air, areal yang potensial untuk pengembangan irigasi sangat terbatas. Kecenderungan tersebut mengindikasikankuatnya tantangan peningkatan produksi dan kesejahteraan petani di pedesaan. Luas penguasaan lahan per rumah tangga petani terus menurun karena meningkatnya jumlah penduduk dan jumlah rumah tangga petani. Dinamika fakta empiris yang terkait dengan Growth Domestic Product (GDP) dan produksi agregat pertanian memberikan beberapa informasi menarik sebagai berikut (Arifin 2003; Simatupang et al. 2004): 1) GDP dan produksi agregat pertanian mengalami pertumbuhan yang relatif tinggi dalam periode 1967−1986 karena adanya dukungan pengembangan lahan pertanian dan infrastruktur, kelembagaan penyuluhan, kelembagaan koperasi pedesaan, kredit bersubsidi, dan insentif harga, 2) kontradiksi kebijakan pada periode berikutnya, yang ditunjukkan oleh penurunan alokasi anggaran dan insentif sektor pertanian, berdampak pada makin meningkatnya kendala pengembangan produksi pertanian, 3) sumber utama pertumbuhan produksi dalam periode 111
1967−1986 adalah produktivitas lahan, yang kemudian menurun drastis dalam periode 1997−2001 dan bahkan mengalami pertumbuhan negatif pada tahun 1997− 2001 karena menurunnya produktivitas lahan dan tenaga kerja pertanian. Pertumbuhan produksi komoditas pertanian utama (padi, jagung, kedelai) juga menunjukkan kecende rungan yang sama dengan GDP dan produksi agregat sektor pertanian. Ketiga komoditas tersebut mengalami pertumbuhan yang relatif tinggi selama periode 1976−1980, dan selanjutnya menurun secara konsisten sejak tahun 1986, dan sangat drastis sejak 1996, bahkan untuk kedelai pertumbuhannya negatif sejak 1996−2003. Penurunan produksi ini disebabkan oleh penurunan areal panen dan atau stagnasi produktivitas. Produktivitas potensial varietas unggul baru (kecuali jagung) juga tidak mengalami perubahan berarti sejak pertengahan tahun 1990-an. Di samping permasalahan yang terkait dengan ketersediaan dan pengembanganlahan beririgasi, ketersediaan, akses, dan penerapan varietas unggul baru serta teknologi spesifik lokasi, pengembangan produksi pertanian juga menghadapi permasalahan yang terkait dengan ketersediaan anggaran pembangunan dan penyediaan sistem insentif untuk mendorong peningkatan produksi dan pendapatan petani. Keragaan dinamika investasi pemerintah di sector pertanian menunjukkan bahwa (Rusastra et al. 2005) proporsi pengeluaran untuk pengembangan irigasi, penelitian dan pengembangan, serta penyuluhan tahun 2002 hanya 48,20% (Rp418 juta) dari pengeluaran tahun 1985/ 96 (Rp867 juta). Pupuk yang bersifat komplemen dengan pengembangan infrastruktur pertanian juga mengalami penurunan subsidi secara signifikan sejak pertengahan 1980-an. Penurunan anggaran pemerintah dalam pengembangan infrastruktur (irigasi, penelitian dan pengembangan serta penyuluhan) dan subsidi pupuk berdampak terhadap stagnasi atau penurunan produktivitas dan produksi komoditas pertanian. Insentif yang diterima petani terdiri atas dua komponen utama, yaitu subsidi sarana produksi (pupuk, benih, kredit dan 112
mekanisasi pertanian) dan proteksi harga hasil produksi. Sejak pertengahan 1980-an, total insentif pemerintah secara bertahap menurun. Penurunan subsidi sarana produksi berdampak terhadap peningkatan biaya produksi dan penurunan pendapatan petani. Dalam periode 1981−2002, rasio harga padi terhadap pupuk secara konsisten menurun dari 1,80 menjadi 1,20 untuk urea dan dari 1,80 menjadi 0,90 untuk TSP (Rusastra et al. 2005). Bersamaan dengan penurunan kinerja proteksi output, kesejahteraan petani pun menurun yang ditunjukkan oleh penurunan nilai tukar petani dari 106,40 menjadi 103,10 selama periode 1986/ 90−1991/95. Sejak 2001, nilai tukar petani meningkat secara signifikan karena adanya perubahan kebijakan pemerintah (Simatupang et al. 2004). Sejak 3 tahun terakhir, pemerintah menerapkan kembali kebijakan proteksi dan promosi sektor pertanian, seperti tarif impor untuk melindungi harga padi dan gula dari distorsi harga pasar dunia, serta kebijakan subsidi pupuk. Kebijakan ini diharapkan dapat berlanjut dan efektif untuk mendorong peningkatan produksi dan pendapatan petani. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sebagai buah keberhasilan pembangunan telah menimbulkan dampak negative terhadap ketersediaan sumber daya alam dan kualitas lingkungan. Sebagai gambaran, sektor pertanian yang bertumpu pada potensi sumber daya alam banyak mengalami pengurasan sehingga ketersediaan dan kualitas sumber daya alam makin menurun. Akibatnya, setelah hamper empat dasawarsa pembangunan berlangsung, kondisi pertanian nasional masih dihadapkan pada berbagai masalah, antara lain: 1) menurunnya kesuburan dan produktivitas lahan, 2) berkurangnya daya dukung lingkungan, 3) meningkatnya konversi lahan pertanian produktif, 4) meluasnya lahan kritis, 5) meningkatnya pencemaran dan kerusakan lingkungan, 6) menurunnya nilai tukar, penghasilan dan kesejahteraan petani, 7) meningkatnya jumlah penduduk miskin dan pengangguran di pedesaan, dan 8) terjadinya kesenjangan sosial di masyarakat. Masalah tersebut muncul karena pembangunan selama ini cenderung bias pada 113
pemacuan pertumbuhan produksi, serta peran pemerintah dan swasta sangat dominan. Masyarakat petani hanya berperan sebagai objek, bukan sebagai subjek pembangunan. Sektor pertanian juga tidak lagi ditempatkan sebagai fondasi ekonomi nasional, tetapi sebagai penyangga untuk menyukseskan industrialisasi sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi. Sebagai penyangga, sektor pertanian berperan untuk mendongkrak produksi pangan dalam negeri secara cepat dan tidak berisiko secara politik. Meminjam istilah Prof. Dr. Emil Salim, pembangunan ekonomi seperti itu sering disebut sebagai “pola pembangunan konvensional”. Pola tersebut kini sudah usang, bahkan menimbulkan dampak negatif serta memicu konflik akses dan kontrol terhadap sumber daya alam, sehingga pola alternatif perlu diajukan. Perubahan lingkungan strategis berupa globalisasi ekonomi, otonomi daerah, perubahan preferensi konsumen, dan kelestarian lingkungan menuntut adanya perubahan serta penyesuaian operasional kelembagaan, termasuk kelembagaan pertanian. Globalisasi ekonomi menyebabkan makin terintegrasinya berbagai aspek perekonomian suatu negara dengan perekonomian dunia, serta meningkatnya persaingan baik antarpelaku agribisnis maupun antarnegara. Kebijakan desentralisasi diperkirakan akan mempengaruhi kinerja pembangunan pertanian di pedesaan. Sejalan dengan globalisasi ekonomi dan otonomi daerah, terjadi pula perubahan besar pada preferensi konsumen terhadap produk-produk pertanian. Dewasa ini konsumen tidak lagi membeli komoditas, tetapi membeli produk dengan atribut yang lebih lengkap. Berdasarkan permasalahan tersebut, dibutuhkan paradigma baru pembangunan, baik mengenai arah, strategi maupun kebijakan, agar berbagai masalah yang muncul dapat dipecahkan tanpa menimbulkan kerusakan sumber daya alam dan lingkungan. Makalah ini mengulas beberapa kasus kegagalan
pembangunan
pertanian
konvensional, 114
paradigma
pembangunan
pertanian
berkelanjutan dan konsep kemitraan usaha agribisnis, serta strategi kemitraan usaha untuk mewujudkan pembangunan pertanian berkelanjutan. Pembangunan yang hanya berorientasi pada percepatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan telah mengakibatkan dampak negatif pada ketersediaan sumber daya alam dan kualitas lingkungan. Uraian berikut menyajikan beberapa kasus kegagalan pembangunan pertanian di Indonesia, khususnya pada pertanian tanaman pangan (padi dan hortikultura), perikanan (ikan dan udang), dan kehutanan.
BAB IV PERAN JICA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI SUBSEKTOR PERTANIAN DI JAWA BARAT
A. Implementasi Program Kerjasama Teknis (CEP-JICA) Dalam Menempatkan Sektor Pertanian Sebagai Unggulan Komparatif Dan Kompetitif Perekonomian Di Jawa Barat 1. Penurunan Produktifitas dan peningkatan konsumsi hasil pertanian Dengan diratifikasinya beberapa kesepakatan internasional (GATT/WTO) dan regional (APEC, AFTA, MEE, NAFTA) serta blok-blok lainnya, maka pasar didalam negeri teritegrasi kuat dengan pasar regional/internsional. Setiap Negara mmpunyai kesempatan untuk perluasan akses pasar (market access), pengurangan dukungan domestic (domestic support) yang dapat mendistorsi pasar dan pengurangan subsidi eksport (export subsidy).21
21
Turner, P.K., D. Pearce, and I. Bateman. 1993. Environmental Economic: An elementary introduction. John Hopkins University Press, Baltimore 115
Beberapa implikasi dari dinamika lingkungan internasional tersebut, adalah: (i)setiap Negara harus meningkatkan daya saing produknya agar dapat berperan dalam perdaganagan dunia, (ii) dengan terbukanya informasi didorong oleh revolusi transportasi yang didorong oleh revolusi transportasi dan telekomunikasi menyebabkan kebijakan yang bersifat distorsi seperti kebikjakan stabilisasi harga semakin sulit dilaksanakan pemerintah, karena dinamika harga internasional akan secara cepat langsung mempengaruhi kebijakan dalam negeri, (iii) Globalisasi akan mempengaruhi pola konsumsi masyarakat dalam hal keragaman, mutu dan keamanan produk pangan. Permintaan akan berubah dari komuditas ke produk dengan memperhatiak aspek keamanan dan kesehatan produk, (iv)Meningkatnya kepedulian terhadap kelestarian lingkungan telah mempengaruhi pasar produk petanian, sehingga proses produksi pertanian harus didasarkan pada kaidah-kaidah konservasi sumberdaya alam, dan (v) Peningkatan kepedulian juga terjadi pada aspek hak asasi manusia (HAM) dan gender serta perlindungan hak atas kekayaan intelektual (HAKI) dan merek dagang. Tantangan
pembangunan
pertanian
dilingkungan
domestic
berkaitan
dengan
pendayagunaan sumberdaya pertanian secara berkelanjutan, peningkatan effisiensi dan daya saing produk pertanian; pelaksanaan good governance dan penerapa otonomi daerah. Permintaan terhadap produk pertanian terus meningkat sejalan dengan pertamabahan penduduk dan peningkatan kesejahteraannya, sementara dari sisi penyediaannya (supply) dihadapkan kelangkaan sumberdaya lahan dan air. Meningkatnya penduduk dan sector diluar pertanian telah meningkatkan permintaan akan lahan dan air yang berakibat terjadinya konversi lahan pertanian produktif dan degradasi sumberdaya lahan dan air. Pada bagian usaha pertanian sebagaian besar dilakukan oleh petani yang mempunyai skala kecil. Kondisi ini menyulitkan
116
usaha peningkatan efisiensi agrobisnis. Keberhasilan pembanguanan pertanian juga dihadapkan pada kendala masih besarnya ketergantungan tehadap iklim Hilangnya lahan pertanian: industrialisasi, penebangan liar, dan berbagai masalah lainnya mengakibatkan semakin berkurangnya lahan untuk ditanami, namun, hal utama yang menghambat perluasan lahan pertanian adalah harga gabah yang sangat rendah menjadikan perluasan lahan menjadi hal yang sangat sulit adalah dilakukan karena kurangnya modal dan sedikitnya keuntungan yang diraih. Soekartawi (2004) mengemukakan delapan aspek yang pelru diantisipasi pada era global sekaran ini dan masa mendatrang kgususnya dalam bidang pertania, yaitu: 1. Pentingnya penguasaan teknolohi dan informasi. Asek ini berjalan begitu cepat dan pengaruhnya dapat dilihat di berbagai segi kehidupan. Oleh Karen aitu, sector pertanian perlu dibangun dengan memanfaatkan tekonologi dan informasi guna menuju pertnaina modern. Berhubung pertanian Indonesia sifatnya adalah dual, yang diciptakan olh belanda di jaman kolonialisme dahulu, maka pertanian di Indonesia bisa dicirikan menjadi pertanian skala besar (modern) seperti perkebunan dan pertanian skala kecil yang dicirikan oleh pertanian kovensional atau pertanian rakyat. Perbedaan pertanian skala sempit (konvensional) dan skala besar (modern) . 2. Meningkatnya jumlah key player di sektor pertanian. Hal ini mengakibatkan sector pertanian bukan menjadi sektor yang ditangani oleh Departemen Pertanian, tetapi oleh banyak departemen, seperti departemen perdagangan, pekerjaan umuj, perhubungan, dan keuangan. Disini diperlukanj koordinasi yang baik diantara lembaga tersebut, di tingkat bawah juga demikian, 117
urussan pertanian bukan hanya menjadi urusan petani saja, tetapi juga memerluka partisipasi pedagang, pemerintah daerah, instansi yang menyalurkan sarana produksi, yang mengatur irigasi, yang memebeli produk pertanian, dengan makin majunya teknologi dan informasi dan makin modernnya sector pertanian, maka dinamika koordinasi/kerjasama antar lembaga dan produsen menjadi factor kritis. 3. Meningkatnya perubahan preveresi konsumen pada produk-produk pertanian. Perubahan preferensi konsumen perlu diantisipasi secara cepat. Dahulu, konsumen dahulu menyukai buah-buahan yang manis, kini mereka menyukai buah-buahan yang kurang manis. 4. Perubahan harga yang cepat karena munculnya key player baru di perdagangan produk-produk pertanian Kini banyak Negara yang dahuluy kurang tertarik mengembangkan sector pertanoian mulai melirik sector pertanian untuk meningkatkan produk domestic bruto (PDB) nya. 5. Meningkatnya kesadaran kesehatan menyebabkan kualitas produk pertanian. Dengan semakin sadarnya konsumen akan hasil kesehatan maka produk pertanian harus bisa mengantisipasi dan menyesuaikan dcengan perubahan preferensi konsumen ini. Karena factor kesehatan ini, maka produk pertanian yang bebas pestisida kini banyak diminati konsumen walaupun harganya relative mahal. 6. Perubahan iklim yang kini muali sulit diprediksi. 7. Pembiayaan usaha tani yang sudah terlanjur mahal karenaekonomi biaya tinggi. 8. Penyempitan lahan pertanian. Di Indonesia, lahan pertanian semakin lama semakin sempit. Oleh karena itu, pemerintah membuat program pencetakan sawah dan membuka lahan pertanian baru. Walaupu demikian, 118
karena jumlah penduduk yang berjalan melebihi kecepatan pembukaan lahan petanian baru maka tetap saja luas lahan pertanian jadi smepit. Disisi lain, pulau jawa yang luas daratannya yang hanya sekitar 7 % dari total luas Indonesia, dapat menghasilkan 60% lebih kebutuhan pangan, khususnya beras. Jumlah petani kecil (petani yang menguasai kurang dari 0,5 ha) menjadi semaki bertambah.22 Selama decade 1990-an jumlah petani yang mengusahakan lahan <0,5 ha meningkat dengan laju 1,5% dan jumlah buruh tani meningkat dengan laju hamper 5% pertahun. Dilain pihak, perusahaan perkebunan swasta besar menguasai l;ebih dari 1 juta ha lahan perkebunan. Semua nilai tambah jatuh pada perusahaan besar di Jakarta, sedangkan mast=yarakat lainnya di daerah hanya menerima umr dan pemerintah daerah menerima PBB yang rendah. Kebijakan ini merupakan kesalaha strategi pembangunan, yang harus diubah dengan memeberikan pengusahaan dan pengelolaan sumber daya domestic pada petani dan masyarakat pedesaan secara berkeadilan. Pertumbuhan pertanian mulai menurun yang mencapai puncaknya ketika import beras menjadi 6 juta ton tahun1998 (25% beras yang da di pasar dunia) terbesar dalam sejarah. Dari kenyataan ini, dan bila dihubungkan dengan ketiga variable untuk mampu berkompetisi di pasar global (kualitas sumberdaya, penguasaan teknologi, dan penguasaan manajemen) maka kesiapan petani kita di era global memang relative berat. Oleh karena itu diperlukan kebijakan atau upaya yang memihak kepada petani agar mampu meningkatkan daya kompetisi untuk meningkatkan produktifitas pertanian.
22
Home page : http://jabar.bps.go.id 119
Pertanian dalam lingkungan tropika menghadapi kendala yang berbeda dengan yang dihadapi di kawasan beriklim sedang berhubungan dengan lingkunagn biofisik dan kelembagaan yang berbeda secara signifikan.
2. Persepsi Dinas Pertanian Jawa Barat Tentang Pengelolaan Sektor Pertanian Propinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara umum memiliki potensi yang besar dan variatif, dan didukung oleh kondisi agroekosistem yang cocok untuk pengembangan komoditas pertanian dalam arti luas (tanaman pangan, ternak, ikan, dan hutan). Jawa Barat sebagai produsen 40 (empat puluh) komoditas agribisnis terbesar di Indonesia, khususnya komoditas padi yang memberikan kontribusi 18 % terhadap produksi padi nasional. Sektor pertanian juga memiliki tingkat penyerapan tenaga kerja yang tinggi yaitu rata-rata sebesar 29,65 persen dari jumlah penduduk bekerja, meskipun presentase penyerapannya cenderung menurun. Namun hubungan antar subsistem pertanian dan sektor lain (linkages) belum sepenuhnya menunjukkan sinergitas pada skala lokal, regional dan nasional, hal ini tercermin dari pengembangan agroindustri yang belum optimal dalam pengolahan dan pemasarannya. Pengembangan yang bersifat sektoral pada system pertanian serta ketidaksiapan dalam menghadapi persaingan global merupakan kendala yang masih dihadapi sektor pertanian. Ada latar belakang mengapa Indonesia membutuhkan bantuan dari luar negeri, diantaranya : a. 37 juta penduduk Indonesia berada pada kategori kemiskinan, 70% diantaranya hidup di daerah pedesaan. Karenanya, peningkatan pendapatan petani di daerah pedesaan menjadi kunci utama dalam memerangi kemiskinan di negara ini. 120
b.
Pemerintah Indonesia telah menjadikan peningkatan pendapatan petani prioritas utama dengan mendukung produksi bernilai tambah melalui pengolahan hasil pertanian.
c, Keuangan merupakan salah satu cara efektif dalam mendukung kegiatan para petani dan penghidupan di pedesaan guna meningkatkan pendapatan mereka meskipun masih terdapat kesenjangan antara persediaan dan permintaan.
B. Kendala-kendala Dalam Melaksanakan Program CEP Di Sektor Pertanian Jawa Barat 1. Kondisi Pembangunan Pertanian Jawa Barat Pembangunan Pertanian di Indonesia tetap dianggap terpenting dari keseluruhan pembangunan ekonomi, apalagi
semenjak
sektor pertanian ini menjadi penyelamat
perekonomian nasional karena justru pertumbuhannya meningkat, sementara sektor lain pertumbuhannya negatif. Beberapa alas an yang mendasari pentingnya pertanian di Indonesia : (1) potensi sumberdayanya yang besar dan beragam, (2) pangsa terhadap pendapatan nasional cukup besar, (3) besarnya penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini dan (4) menjadi basis pertumbuhan di pedesaan Potensi pertanian yang besar namun sebagian besar dari petani banyak yang termasuk golongan miskin adalah sangat ironis terjadi di Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah bukan saja kurang memberdayakan petani tetapi sektor pertanian keseluruhan. Disisi lain adanya peningkatan investasi dalam pertanian yang dilakukan 121
oleh investor PMA dan PMDN yang berorientasi pada pasar ekspor umumnya padat modal dan perananya kecil dalam penyerapan tenaga kerja atau lebih banyak menciptakan buruh tani. Berdasarkan latar belakang tersebut ditambah dengan kenyataan justru kuatnya aksesibilitas pada investor asing /swasta besar dibandingkan dengan petani kecil dalam pemanfaatan sumberdaya pertanian di Indonesia, maka dipandang perlu adanya grand strategy pembangunan pertanian melalui pemberdayaan petani kecil. Melalui konsepsi tersebut, maka diharapkan mampu menumbuhkan sektor pertanian, sehingga pada gilirannya mampu menjadi sumber pertumbuhan baru bagi perekonomian Indonesia, khususnya dalam hal pencapaian sasaran : (1) mensejahterkan petani, (2) menyediakan pangan, (3) sebagai wahana pemerataan pembangunan untuk mengatasi kesenjangan pendapatan antar masyarakat maupun kesenjangan antar wilayah, (4) merupakan pasar input bagi pengembangan agroindustri, (5) menghasilkan devisa, (6) menyediakan lapangan pekerjaan, (7) peningkatan pendapatan nasional, dan (8) tetap mempertahankan kelestarian sumberdaya. Potensi agribisnis Indonesia Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar dalam pengembangan agribisnis bahkan dimungkinkan akan menjadi leading sector dalam pembangunan nasional. Potensi agribisnis tersebut diuraikan sebagai berikut : 1. Dalam Pembentukan Produk Domestik bruto , sektor agribisnis merupakan penyumbang nilai tambah (value added) terbesar dalam perekonomian nasional, diperkirakan sebesar 45 persen total nilai tambah. 2. Sektor agrbisnis merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja terbesar diperkirakan sebesar 74 persen total penyerapan tenaga kerja nasional.
122
3. Sektor agribisnis juga berperan dalam penyediaan pangan masyarakat. Keberhasilan dalam pemenuhan kebutuhan pangan pokok beras telah berperan secara strategis dalam penciptaan ketahanan pangan nasional (food security) yang sangat erat kaitannya dengan ketahanan sosial
(socio security), stabilitas ekonomi, stabilitas politik, dan keamanan atau ketahanan nasional (national security). 4. Kegiatan agribisnis umumnya bersifat resource based industry. Tidak ada satupun negara di dunia seperti Indonesia yang kaya dan beraneka sumberdaya pertanian secara alami (endowment
factor). Kenyataan telah menunjukkan bahwa di pasar internasional hanya industri yang berbasiskan sumberdaya yang mempunyai keunggulan komparatif dan mempunyai konstribusi terhadap ekspor terbesar, maka dengan demikian pengembangan agribisnis di Indonesia lebih menjamin perdagangan yang lebih kompetitif. 5. Kegiatan agribisnis mempunyai keterkaitan ke depan dan kebelakang yang sangat besar (backward dan forward linkages) yang sangat besar. Kegiatan agribisnis (dengan besarnya keterkaitan ke depan dan ke belakang) jika dampaknya dihitung berdasarkan impact multilier secara langsung dan tidak langsung terhadap perekonomian diramalkan akan sangat besar. 6. Dalam era globalisasi perubahan selera konsumen terhadap barang-barang konsumsi pangan diramalkan akan berubah menjadi cepat saji dan pasar untuk produksi hasil pertanian diramalkan pula terjadi pergeseran dari pasar tradisional menjadi model Kentucky. Dengan demikian agroindustri akan menjadi kegiatan bisnis yang paling attraktif.
7. Produk agroindustri umumnya mempunyai elastisitas yang tinggi, sehingga makin tinggi pendapatan seseorang makin terbuka pasar bagi produk agroindustri.
123
8. Kegiatan agribisnis umumnya menggunakan input yang bersifat renewable, sehingga pengembangannya melalui agroindustri tidak hanya memberikan nilai tambah namun juga dapat menghindari pengurasan sumberdaya sehingga lebih menjamin sustainability. 9. Teknologi agribisnis sangat fleksibel yang dapat dikembangkan dalam padat modal ataupun padat tenaga kerja, dari manejement sederhana sampai canggih, dari skala kecil sampai besar. Sehingga Indonesia yang penduduknya sangat banyak dan padat, maka dalam pengembangannya dimungkinkan oleh berbagai segmen usaha. 10. Indonesia punya sumberdaya pertanian yang sangat besar, namun produk pertanian umumnya mudah busuk, banyak makan tempat, dan musiman. Sehingga dalam era globalisasi dimana konsumen umumnya cenderung mengkonsumsi nabati alami setiap saat, dengan kualitas tinggi dan tidak busuk dan makan tempat, maka peranan agroindustri akan dominan. Dalam sejarah perekonomian Indonesia sejak Pelita I hingga akhir pemerintahan Orde Reformasi, pentingnya pembangunan pertanian seringkali didengung dengungkan, namun dalam kenyataannya tetap saja pemberdayaan petani kurang diperhatikan. Kondisi pertanian saat ini diuraikan sebagai berikut: 1. Pendapatan petani masih rendah baik secara nominal maupun secara relatif dibandingkan dengan sektor lain. 2. Usaha pertanian yang ada didominasi oleh ciri-ciri : (a) skala kecil, (b) modal terbatas, (c) teknologi sederhana, (d) sangat dipengaruhi musim, (e) wilayah pasarnya lokal , (f) umumnya berusaha dengan tenaga kerja keluarga sehingga menyebabkan terjadinya involusi pertanian (pengangguran tersembunyi), (g) akses terhadap kredit, teknologi dan pasar sangat rendah, (h) Pasar komoditi pertanian sifatnya mono/oligopsoni sehingga terjadi eksploitasi harga pada petani.
124
3. Pendekatan parsial yang yang bertumpu pada peningkatan produktifitas usahatani yang tidak terkait dengan agroindustri. Hal ini menunjukkan fondasi dasar agribisnis belum terbentuk dengan kokoh sehingga system dan usaha agribisnis belum berkembang seperti yang diharapkan, yang terjadi kegiatan agribisnis masih bertumpu pada kegiatan usahatani. 4. Pembangunan pertanian yang ada kurang terkait dengan pembangunan pedesaan. 5. Kurang memperhatikan aspek keunggulan komparatif yang dimiliki wilayah. Pembangunan agribisnis yang ada masih belum didasarkan kepada kawasan unggulan. 6. Kurang mampu bersaing di pasaran, sehingga membanjirnya impor khususnya komoditas hortikultura. 7. Terdapat senjang produktivitas dan mutu yang cukup besar sehingga daya saing produk pertanian Indonesia masih mempunyai peluang yang sangat besar untuk ditingkatkan. 8. Pangsa pasar ekspor produk pertanian Indonesia masih kecil dan sementara kapasitas dan potensi yang dimilikinya lebih besar. 9. Kegiatan agroindustri masih belum berkembang. Produk–produk perkebunan semenjak zaman Belanda masih berorentasi pada ekspor komoditas primer (mentah) 10.Terjadinya degradasi kualitas sumberdaya pertanian akibat pemanfaatan yang tidak mengikuti pola-pola pemanfaatan yang berkelanjutan . 11.Masih lemahnya kelembagaan usaha dan kelembagaan petani. Usaha agribisnis skala rumahtangga, skala kecil dan agribisnis skala besar belum terikat dalam kerjasama yang saling membutuhkan , saling memperkuat dan saling menguntungkan. Yang terjadi adalah penguasaan pasar oleh kelompok usaha yang kuat sehingga terjadi distribusi margin keuntungan yang timpang (skewed) yang merugikan petani.
125
12.Lemahnya peran lembaga penelitian, sehingga temuan atau inovasi benih/ bibit unggul sangat terbatas 13.Lemahnya peran lembaga penyuluhan sebagai lembaga transfer teknologi kepada petani, setelah era otonomi daerah. 14.Kurangnya pemerintah memberdayakan stakeholder seperti perguruan tinggi, LSM, dalam pembangunan pertanian. 15.Lemahnya dukungan kebijakan makro ekonomi baik fiscal maupun moneter seperti kemudahan kredit bagi petani, pembangunan irigasi maupun pasar, dll
Sejalan dengan perubahan tatanan politik di Indonesia yang mengarah pada era domokratisasi serta perubahan tatanan dunia yang mengarah pada globalisasi, maka pembangunan sektor pertanian dimasa datang dihadapkan pada dua tantangan pokok sekaligus. Tantangan pertama adalah tantangan internal yang berasal dari domestik, dimana pembangunan pertanian tidak saja dituntut untuk mengatasi masalah-masalah yang sudah ada, namun dihadapkan pula pada tuntutan demokratisasi yang terjadi di Indonesia. Sedangkan tantangan kedua adalah tantangan eksternal, dimana pembangunan sector pertanian diharapkan mampu untuk mengatasi era globalisasi dunia. Kedua tantangan internal dan eksternal tersebut sulit dihindari dikarenakan merupakan kesepakatan nasional yang telah dirumuskan sebagai arah kebijakan pembangunan nasional di Indonesia. Secara rinci kedua tantangan itu disajikan dalam Tabel 1 dan Tabel 2.
126
Tabel 1. Tantangan
Internal
Sektor
Pertanian
Karena
Tuntutan
Demokratisasi Jenis Tantangan
Jenis masalah yang dihadapi dalam era
Isu pembangunan pertanian masa datang
Demokratisasi 1.Otonomi daerah
1.Pemberdayaan pengelolaan pertanian
(pemberdayaan
oleh wilayah
1.Pengembangan pertanian yang mampu menumbuh kembang-kan perekonomian wilayah
wilayah)
2. Penyiapan SDM (sumberdaya manusia) dan organisasi pemerintah daerah
1. Pengembangan infrastruktur / penunjang
pertanian
menjadi
tanggung jawab daerah 2.Pengembangan infrastruktur pertanian oleh daerah
1.Pengembangan jenis komoditi sesuai dengan potensi daerah. 2.Tuntutan peran serta wilayah dalam menjaga kelestraian sumberdaya
3.Kelestarian sumberdaya
1.Promosi untuk pengembangan pasar pertanian yang akses terhadap pasar i 127
nternasional menjadi tanggung Jawab daerah. 2.Tuntutan kelembagaan di wilayah yang akses ke pasar internasinal
4.Pengembangan pertanian dari akses lokal ke global (interna-sional) 2.Tantangan
1.Pemberdayaan dalam pemanfaatan sumberdaya
1.Pemberdayaan kesempatan usa-ha yang lebih luas mengenai pemanfaatan
pemberdayaan
Sumberdaya petani 2.Pemberdayaan terhadap pengusaan faktor 1.Peningkatan Produksi
teknologi
usaha
pertanian bagi petani kecil. 2.Peningkatan
aksesibilitas
petani
kecil terhadap kredit.
3.Pengembangan posisi tawar petani kecil
1.Peningkatan aksesibilitas pasar yang lebih luas ( aksesibitas informasi pasar) terhadap petani kecil 2..Pemberdayaan kelembagaan petani untuk meningkatkan posisi tawar yang
128
sesuai
dengan
karakteristik
daerahnya
1.Meningkatkan peran kelemba-gaan petani selaku pengambil inisiatif dalam pengambilan keputusan dalam 4.Pemberdayaan kelompok petani
perencanaan pemanfaatan
dan
pelaksanaan
sumberdaya
di
wilayahnya
Tabel 2. Tantangan Eksternal Sektor Pertanian Karena Tuntutan Globalisasi.
1.Globalisasi
1. Liberalisasi Investasi pada sector Pertanian Adanya
1. Pengembangan pertanian domestic
foreign direct investment usaha pertanian dari negara agribisnis
yang harus mampu bersaing dengan asing dengan teknologi maju dan padat modal usaha pertanian oleh FDI (foreign direct investment) dari negara lain
2.Ketergantungan produk pertanian pada pasar dunia (globalisasi pasar)
129
a. Peningkatan volume permintaan di
1. Peningkatan usaha pengembangan
dunia
ekspor ke negara-negara potensial
b. Harga input produksi yang lebih
(promosi ekspor)
murah
2. Peningkatan efisiensi dalam usaha Pertanian
2.Liberaliasi
1. Cepatnya arus informasi pasar hasil
1. Tuntutan adanya sistem informasi
informasi
pertanian
pasar yang lebih cepat diakses petani 2. Tuntutan sistem pemasaran yang lebih cepat untuk orentasi ekspor
3.Liberalisasi
1.Tidak adanya restriksi perdaga-ngan
Perdagangan
1.Usaha pertanian domestik harus dapat hidup mandiri tanpa bantuan atau proteksi dari pemerintah,
2.Persaingan bebas berdasarkan
2.Tuntutan efisiensi usaha pertanian
keunggulan komparataif
Indonesia agar mempunyai daya saing di pasar interna-sional
4.Globalisasi nilai
1.Hak asasi manusia
sosial dan
a. Munculnya isu pemerataan
lingkungan
b.Munculnya isu pengembangan
1.Tuntutan
pengembangan
pertanian
yang
pertanian
yang
memberdayakan petani kecil 2.Tuntutan
pengembangan
memberdayakan wilayah wilayah 3. Tuntutan pemberdayaan wanita petani c.Munculnya isu pemberdayaan wanita
130
petani
dalam kegiatan agoindustri
2.Lingkungan hidup bukan lagi urusan
1.Tuntutan
pengembangan
pertanian
yang
memperhatikan kelestarian sumberdaya dalam negeri namun kepentingan dunia 5.Perubahan selera
1.Perubahan selera konsumen model
1.Tuntutan peningkatan kualitas produk
konsumen
California (California-ization of
hasil pertanian baik ditujukan di pasar
taste)
domestik maupun internasional
2.Persaingan kualitas di pasar Internasional 6. Perubahan
1.Lebih berkembangnya teknologi
1. Tuntutan peningkatan teknologi
teknologi
pertanian di dunia
pertanian sesuai dengan perkembangan dunia
Kedua tantangan tersebut membawa implikasi bahwa produk-produk hasil pertanian agar mampu bersaing di pasar internasional harus memenuhi persyaratan wajib (necessary condition), yakni: dihasilkan dengan biaya rendah, memberikan nilai tambah tinggi, mempunyai kualitas tinggi, mempunyai keragaman untuk berbagai segmen pasar, mampu mensubstitusi produk 131
sejenis (impor). Dalam rangka menciptakan struktur agribisnis yang tangguh, maka agribisnis yang terdiri dari subsistem sarana produksi, Usahatani, agroindustri, dan pemasaran; maka aspek pemasaran dalam era liberalisasi perdagangan haruslah dipadukan dalam keutuhan sistem. Oleh karena itu efisiensi dalam segala subsistem harus dilakukan.
2. Strategi Dinas Pertanian Jawa Barat Dalam Mengelola Pertanian Secara teoritis arah pembangunan secara umum adalah untuk memaksimumkan kesejahteraan sosial (social welfare) yang harus memenuhi empat komponen tujuan utama, yakni: pertumbuhan, pemerataan, kelestarian, hak asasi manusia. Oleh karena itu dalam pembangunan pertanian tujuan utama ini dicoba akan diwujudkan sesuai dengan potensi dan peluangnya. Berdasarkan identifikasi masalah dan isu pembangunan pertanian sesuai dengan tuntutan demokratisasi dan globalisasi tersebut, maka dapat dibuat arah pembangunan pertanian pada masa datang.. Arah pembangunan pertanian tersebut dirumuskan dalam bentuk visi, misi, tuan dan strategi pembangunan pertanian. Visi Visi pembangunan pertanian adalah membangun petani melalui bisnis pertanian yang modern, efisien, dan lestari yang terpadu dengan pembanguna wilayah.
Ciri-ciri dari visi ini adalah :
132
(a) Membangun petani mengandung pengertian prioritas pembangunan pertanian harus mendahulukan kesejahteraan petani dalam arti luas sehingga mampu menumbuh kembangkan partisipasi petani dan mampu meningkatkan keadaan sosial-ekonomi petani melalui peningkatan akses terhadap teknologi, modal, dan pasar. (b) Bisnis pertanian mengandung pengertian pertanian harus dikembangkan dalam suatu sistem agribisnis pertanian mulai dari bisnis input produksi, hasil produksi pertanian, deversifikasi usaha pertanian, serta bisnis hasil olahannya yang mampu akses ke pasar internasional. Melalui aktifitas agribisnis pertanian yang lebih luas ini diharapkan mampu lebih meningkatkan peran pertanian terhadap pembangunan nasional baik terhadap penyerapan tenaga kerja, pendapatan nasional, perolehan devisa, maupun peningkatan gizi masyarakat (c) Modern mengandung pengertian menggunakan teknologi yang dinamis dan spesifik lokasi pengembangan sesuai dengan tutuntan zaman. (d) Efisien mengandung pengertian mampu berdaya saing di pasar internasional yang dicirikan pada pengembangan yang didasarkan sumberdaya yang mempunyai keunggulan komparatif dan berkualitas tinggi (e) Lestari mengandung pengertian menggunakan sumberdaya yang optimal dan tetap memperhatikan aspek kelestarian sumberdaya pertanian. (f) Terpadu dengan pembangunan wilayah mengandung pengertian pembangunan pertanian harus didukung oleh pembangunan wilayah baik pembangunan infrastruktur maupun pembangunan sosial ekonomi kemasyarakatan.
Misi 133
Berdasarkan visi pembangunan tersebut, maka misi pembangunan pertanian dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Memfasilitasi dan mengembangkan pusat-pusat petumbuhan komoditas unggulan yang berdaya saing yang terorganisasi oleh organisasi ekonomi petani dalam system agribisnis 2. Memodernisasi sektor pertanian sebagai aktifitas bisnis berspektrum luas mulai dari bisnis input produksi, deversifikasi usaha pertanian, penangan pasca panen, serta bisnis hasil olahannya yang mampu akses ke pasar internasional melalui inovasi teknologi spesifik lokasi dan ramah lingkungan 3. Memfasilitasi dan mendorong peningkatan kualitas sumberdaya manusia baik aparat pemerintah, maupun pelaku agribisnis khususnya petani melalui pengetahuan dan ketrampilan petani pada setiap pusat pertumbuhan agribisnis melalui sekolah pertanian lapang dengan melibatkan perguruan tinggi dan libang-litbang pertanian 4. Memfasilitasi dan mendorong berkembangnya usaha-usaha agroindustri hulu maupun pengolahan hasil dengan prioritas skala kecil di setiap wilayah 5. Memfasilitasi dan mendorong keterpaduan pembangunan agribisnis dengan pembangunan wilayah baik pembangunan infrastruktur maupun pembangunan sosial ekonomi kemasyarakatan. 6. Memfasilitasi dan mendorong citra produk-produk pertanian Indonesia melalui promosi di pasar internasional Tujuan 1. Meningkatkan kesejahteraan petani terutama kelompok masyarakat yang mata pencahariannya berkaitan langsung dengan sumberdaya pertanian.
134
2. Meningkatkan keunggulan komparatif dan kompetitif produk agribisnis baik produk primer maupun olahan, sehingga mampu berdaya saing di pasar internasional 3. Meningkatkan posisi tawar petani melalui penguatan kelembagaan petani dan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petani sehingga mampu meningkatkan berpartisipasi dan aksesibilitas terhadap inovasi teknologi, perkreditan, informasi pasar, kelestarian sumberdaya dalam pengelolaan sumberdaya pertanian. 4. Meningkatkan kesempatan kerja di wilayah melalui pengembangan agroindustri skala kecil 5. Mewujudkan sistem ketahanan pangan yang berbasis pada keragaman sumberdaya lokal 6. Menjadikan sektor pertanian sebagai pusat pertumbuhan khususnya pada wilayah-wilayah berbasiskan sumberdaya pertanian 7. Meningkatkan layanan informasi teknologi, perkreditan, sarana produksi dan prasarana pertanian kepada petani 8. Menjaga dan meningkatkan kualitas sumberdaya pertanian
Strategi Dasar
1. Pembangunan pertanian perlu diarahkan pada pengembangan komoditas unggulan berdasarkan keunggulan komparatif melalui pendekatan kawasan yang terintegrasi dengan pembangunan pedesaan. 2. Pembangunan pertanian harus mendahulukan kesejahteraan petani dalam arti luas dengan menumbuh kembangkan partisipasi petani melalui system kelembagaan yang mandiri sehingga petani dapat akses terhadap teknologi, modal, dan pasar
135
3. Peningkatan dan pengembangan inovasi teknologi untuk menghasilkan produktivitas dan kualitas produk usatani dan agroindustri spesifik lokasi perlu dikembangkan untuk meningkatkan keunggulan komparatif dan kompetitif komoditas peratanian Indonesia. 4. Peningkatan nilai tambah pertanian melalui pengembangan agroindustri skala kecil di pedesaan dengan mengembangkan usaha-usaha agroindustri rumah tangga dengan menitik beratkan peran wanita. 5. Peningkatan peran fasilitasi pemerintah dalam mempromosikan produkproduk pertanian di pasar internasional. 6. Mengembangkan system transfer pengetahuan dan ketrampilan petani pada setiap pusat pertumbuhan agribisnis melalui sekolah pertanian lapang dengan system klinik agribisnis 7. Perlu adanya pola kemitraan (contract farming) yang saling menguntungkan antara kelembagaan petani dengan agribisnis skala besar dengan system pengawasan yang ketat dari pemerintah 8. Perlu adanya perlindungan petani kecil melalui peraturan pemerintah khususnya yang berkaitan dengan perdagangan internasional komoditas pertanian. 9. Peningkatan dukungan kebijakan makro ekonomi baik fiskal maupun moneter seperti kemudahan kredit bagi petani, pembangunan irigasi maupun pasar, dll 10. Peningkatan peran serta perguruan tinggi dalam pembangunan agribisnis 11. Peningkatan koordinasi pembangunan agribisnis antar wilayah dan antar sektor pendukungnya.
136
C. Upaya-upaya yang dilakukan Guna Menyelesaikan Kendala Yang Ditemui JICA Sebagai Badan Bantuan Luar Negeri Jepang Dengan Dinas Pertanian Jawa Barat Dalam Mengelola Sektor Pertanian Jawa Barat 1. Mekanisme kerjasama JICA adalah badan resmi Pemerintah Jepang di Indonesia dengan fungsi utama untuk melaksanakan kerjasama teknik bagi negara yang sedang berkembang dibawah program kerjasama bilateral dalam bentuk hibah dan berdasarkan permohonan dari pihak pemerintah penerima bantuan. Jepang telah mengadakan kerjasama teknik di Indonesia sejak tahun 1968 dibawah Overseas Technical Cooperation Agency (OTCA), sebelum dirubah menjadi JICA pada tahun 1974 dan merupakan salah satu kantor perwakilan terbesar dan tertua dari sekitar 70 kantor perwakilan JICA di dunia. Prioritas bantuan yang diberikan JICA kepada Pemerintah Indonesia tahun 2001 – 2004 adalah : pembangunan sosial dan pengentasan kemiskinan, pengembangan pola penyelenggara negara yang lebih baik, reformasi struktur ekonomi dalam rangka pemulihan ekonomi, peningkatan infrastruktur industri dan perlindungan terhadap lingkungan. 1.1.
Bentuk Kerjasama JICA
Kerjasama Bilateral dengan JICA pada dasarnya di bagi 2, yaitu : 1. Kerjasama Teknik (Technical Cooperation) : a) Kerjasama Proyek Tipe kerjasama ini adalah suatu bantuan yang terintegrasi kepada negara penerima, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dengan mengkombinasikan tiga elemen pendukung (pengriman tenaga ahli asing, bantuan peralatan, dan pelatihan counterpart di Jepang) dalam satu paket bantuan. Jangka waktu pelaksanaan proyek adalah 2-5 tahun. Kegiatan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi negara penerima dalam bentuk transfer 137
teknologi secara langsung dari para tenaga ahli asing, bagi institusi pelaksana bisa memanfaatkan pelatihan-pelatihan di Jepang dan peralatan pendukungnya sehingga diharapkan dapat meningkatkan pengembangan kapasitas dan sumberdaya yang dimiliki. Ruang lingkup dari kerjasama proyek ini meliputi : • Pembangunan sosial • Kesehatan • Pertanian dan perikanan • Kehutanan dan lingkungan • Pertambangan dan Industri Jenis proyek kerjasama teknik adalah : merupakan bagian dari rencana pembangunan nasional, tidak membutuhkan modal yang besar untuk fasilitas, pembangunan infrastruktur atau peralatan, terdapat personel pendamping “counterpart”, dan tidak terkait dengan pembiayaan dari pihak lain. b) Program Pengiriman Tenaga Ahli (Expert Dispatch Program) Tujuan dari program ini adalah untuk saling bertukar pengalaman dan menyebarluaskan pengetahuan yang dibutuhkan oleh negara mitra. Tenaga ahli asing diharapkan mampu mentransfer pengetahuan yang dimiliki secara langsung melalui pendidikan dan pelatihan di lembaga-lembaga penelitian. Pengiriman tenaga ahli dibagi menjadi dua bagian berdasarkan jenis penugasannya, yaitu : tenaga ahli yang terkait dengan proyek kerjasama teknik, dan penugasan individu atas usulan suatu institusi. c) Program Pelatihan (Training Program) Tujuan program ini adalah untuk meningkatkan pengetahuna dan keahlian serta bertukar pengalaman bagi para ahli teknis, peneliti, dan tenaga administrasi dari negara 138
berkembang untuk memberikan kontribusinya yang lebih besar bagi pembangunan bangsanya. Program pelatihan yang diselenggarakan oleh JICA dibagi 2, yaitu pelatihan di Jepang dan pelatihan di Indonesia. Untuk pelatihan di Jepang terdiri dari pelatihan group (pertanian, perikanan, SDM, dll), pelatihan counterpart, pelatihan khusus, dan beasiswa JICA. Untuk pelatihan di Indonesia terdiri dari pelatihan domestik dan pelatihan internasional. d) Studi Pengembang (Development Study) Studi pengembangan dilaksanakan berdasarkan dokumen kesepakatan pelaksanaan studi yang rinci dalam bentuk Scope of Work yang telah disepkati oleh Pemerintah Jepang dan Indonesia. Studi ini dilakukan oleh team konsultan JICA bersama dengan ahli yang ditunjuk oleh pemerintah Indonesia. Hasil akhir studi berupa laporan akhir yang berisi rekomendasi sesuai dengan hal terkait. Alih teknologi dan pengembangan sumber daya manusia dilakukan dalam proses penyusunan rencana. 2. Bantuan Hibah Finansial (Grant Aid) : Tujuan utama dari program ini adalah untuk menyediakan dana bagi pelaksanaan pembangunan sosial ekonomi negara mitra. Tipe bantuan grant ini adalah :
a) Grant aid untuk proyek-proyek umum (Ketahanan Pangan, Kesehatan Masyarakat, Pendidikan dan Penelitian)
b) Grant aid untuk perikanan (Pusat Pelatihan Perikanan, Laboratorium dan fasilitas pelabuhan)
c) Grant aid untuk peningkatan produksi pangan (pembelian pupuk, obat-obatan dan alsintan). 139
Kontribusi JICA dalam program ini adalah nelakukan promosidalam pelaksanaan proyek dengan melakukan studi desain dasar sebagai tahap awal dalam menentukan proyek bantuan hibah.
1.2 Mekanisme Pengajuan Proposal Proyek Kerjasama dengan JICA a) Pada bulan Maret pihak JICA akan mengadakan Survey Kebutuhan (Need Survey) mengenai jenis-jenis proyek yang dapat dikerjasamakan dengan membagikan form isian yang disebut
Project Brief Information Sheet (PBIS) untuk dapat diisi dan diajukan oleh Unit Kerja lingkup Badan Litbang Pertanian. b) PBIS akan dikompilasi oleh Sekretariat Badan dan disampaikan ke Biro KLN Deptan untuk selanjutnya disampaikan ke pihak JICA. c) JICA akan mengkompilasi PBIS ini dari bulan April sampai pertengahan Mei, untuk selanjutnya meminta tanggapan ke Bappenas untuk menyeleksi PBIS yang masuk. d) Pada bulan Juni JICA akan memberikan application form kepada unit kerja terkait yang PBISnya diterima. Application Form ini berisi gambaran singkat dan ide dasar dari usulan proyek. e) Bulan Juli sampai pertengahan Juli akan diadakan evaluasi terhadap Application Form bersama dengan sektor-sektor terkaiat di Bappenas. f) Pertengahan Juli sampai Agustus diadakan pertemuan untuk finalisasi survey kebutuhan dengan menyerahkan usulan-usulan proyek yang lolos seleksi ke kantor pusat JICA dan Bappenas untuk diproses lebih lanjut.
140
g) Bulan September sampai Desember dilakukan pembahasan di Tokyo mengenai usulan-usulan proyek yang masuk dan antara Januari- Februari akan diumumkan usulan proyek yang diterima untuk dapat dibiayai oleh JICA. h) Kriteria yang digunakan untuk menyeleksi proposal proyek diantarannya adalah : ♦ Titik berat terhadap kerjasama Jepang : − Transfer teknologi − Alih teknologi terhadap tenaga ahli Jepang − Titik berat cakupan kerjasama − Keamanan − Volume ruang lingkup proyek − Batas dengan negara lain atau lembaga kerjasama lainnya ♦ Keragaan Proyek : − Prioritas proyek − Mitra kerjasama − Anggaran − Keakuratan data dan informasi proyek ♦ Pengaruh terhadap pemerintah Indonesia : − Effektivitas − Dampak sosial-ekonomi − Aspek lingkungan
141
2. Program Kerjasama Teknis JICA Di Jawa Barat Perkembangan kerja sama teknik Indonesia tidak dapat dilepaskan dari upaya-upaya PBB untuk membantu negara-negara berkembang dalam mengatasi ketertinggalannya. Konferensi PBB di Argentina pada tahun 1978 dapat dikatakan bersejarah karena telah melahirkan Buenos Aires Plan of Action (BAPA) yang menjadi tonggak bagi Kerja sama Teknik antar Negara Berkembang (KTNB). Majelis Umum PBB melalui berbagai resolusi dan keputusannya telah menegaskan arti penting dan validitas KTNB. Semua negara dan badan-badan PBB telah dihimbau untuk melaksanakan rekomendasi-rekomendasi yang ada di BAPA.
KTNB yang pada dasarnya adalah kerja sama teknik Selatan-Selatan, bertujuan untuk mewujudkan kemandirian dan percepatan pembangunan di negara-negara berkembang. Kerja sama teknik juga merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kemitraan antar negara. Melalui berbagai kegiatan dalam kerangka kerja sama teknik, diharapkan akan terjadi saling tukar informasi, pengalaman serta menciptakan dasar yang kuat bagi kerja sama antara Indonesia dan negara-negara peserta. Melalui kerja sama Selatan-Selatan ini negara-negara berkembang diharapkan dapat saling membantu dalam pembangunan untuk mengurangi ketergantungan kepada negara maju dan mengejar ketertinggalannya, terutama mengingat adanya kecenderungan jenuhnya bantuan negara-negara maju atau aid fatique kepada negara-negara berkembang.
Indonesia telah banyak belajar dari negara-negara maju. Seiring dengan meningkatnya kapasitas Indonesia, baik kapasitas SDM maupun kapasitas kelembagaan, sejak tahun 1981 Indonesia bekerja sama dengan JICA mulai memberikan bantuan teknik dalam rangka program KTNB kepada negara-negara berkembang di kawasan Asia, Afrika, Pasifik, bahkan Amerika 142
Latin, dalam bentuk pelatihan dan pengiriman tenaga ahli. Melalui berbagai program tersebut, ribuan peserta telah berkunjung ke Indonesia untuk mengikuti berbagai pelatihan.
Untuk mengembangkan program-program kerja sama teknik tersebut, Departemen Luar Negeri Republik Indonesia membentuk Direktorat Kerja Sama Teknik pada tahun 2006. Direkto rat ini bertugas untuk menjalankan program-program dimana negara-negara berkembang lainnya dapat meningkatkan kapasitasnya, mengembangkan kemitraan antar negara, memahami budaya serta tradisi Indonesia dan mempromosikan kapasitas yang dimiliki Indonesia. Selain itu, Direktorat Kerja Sama Teknik juga bertujuan untuk memperkuat dan mengembangkan kerja sama teknik Indonesia dalam kerangka pembangunan dan kerja sama internasional. Direktorat ini bertugas untuk memajukan kerja sama teknik di berbagai bidang, termasuk politik, keamanan, ekonomi, keuangan, pembangunan, sosial budaya, dan iptek.
Berdirinya Direktorat Kerja Sama Teknik telah memberikan ruang yang lebih luas bagi Indonesia untuk memberikan bantuan teknik bagi negara-negara lain, melalui program pelatihan, pengiriman ahli, lokakarya, pemagangan dan pemberian bantuan peralatan yang dibiayai oleh APBN. Berbagai pengalaman Indonesia telah dibagikan kepada negara-negara berkembang lain yang membutuhkan. Topik dan isu-isu baru yang menjadi perhatian dan kepentingan negaranegara berkembang telah pula dituangkan menjadi topik pelatihan seperti perubahan iklim, energi terbarukan, pertanian, kehutanan, penanggulangan bencana, perikanan, kredit mikro, pemberdayaan perempuan serta demokrasi dan good governance. Dengan demikian, Indonesia tidak lagi menjadi Negara penerima semata, namun telah juga menjadi pemberi, atau pada tingkatan tertentu telah menjadi donor atau resource country. 143
Meningkatnya status Indonesia sebagai negara donor atau lebih tepatnya negara pemberi bantuan pembangunan bukan berarti Indonesia tidak lagi membutuhkan bantuan teknik dari negara maju dan lembaga donor internasional baik dalam bentuk keuangan, tenaga ahli atau narasumber serta peralatan. Sebagai negara berkembang Indonesia tetap memerlukan peningkatan kapasitas untuk mengejar ketertinggalannya dari negara-negara maju. Masa depan kerja sama teknik Indonesia akan sangat tergantung kepada beberapa hal seperti ketersediaan anggaran, SDM dan kelembagaan. Adanya suatu lembaga yang kuat dan berfungsi penuh sebagai pelaksana kerja sama teknik dan didukung oleh anggaran yang kuat pula, akan menjamin “sustainability” program-program kerja sama teknik Indonesia.
Bagi Indonesia, khususnya Departemen Luar Negeri, kerja sama teknik merupakan bagian integral dari kebijakan luar negerinya, kerja sama teknik menjadi alat diplomasi yang akan mendukung upaya-upaya diplomasi RI di forum bilateral, regional maupun internasional. Namun demikian, Departemen Luar Negeri tidak mengesampingkan aspek teknisnya yakni alih teknologi, pengetahuan dan pengalaman dalam setiap bantuan tekniknya. Oleh karenanya Deplu senantiasa bekerja sama dengan instansi teknis, LSM dan nara sumber yang kompeten di dalam penyelenggaraan program-program kerja sama tekniknya. Program-program tersebut, telah memberikan manfaat bagi negara berkembang lain sesuai dengan kebutuhan negara penerima. Tidak dapat dipungkiri ada pihak-pihak yang skeptis terhadap manfaat bantuan teknik bagi Indonesia, terutama mereka yang mengukur hasilnya dari sesuatu yang “tangible” dan dapat dirasakan serta merta, padahal dampak dari kerja sama teknik bisa saja “intangible”. Pada dasarnya kerja sama teknik adalah proses panjang yang dampaknya baru dapat dirasakan di masa 144
mendatang.
Di dalam penentuan program kerja sama teknik, prioritas kebijakan luar negeri RI selalu menjadi rujukan. Selain itu, permintaan khusus dari negara lain juga menjadi dasar perumusan program sepanjang Indonesia memiliki kapasitas. Mengenai pembiayaan, Indonesia memiliki empat skema pembiayaan yaitu melalui rupiah murni (APBN), kerja sama segi tiga dengan donor, pembiayaan bersama antara Indonesia dengan negara penerima, serta pembiayaan penuh dari negara donor atau organisasi internasional. Dalam konteks nasional, Deplu dan instansi teknis telah bekerja sama di dalam pembiayaan program. Kerja sama segitiga di dalam penyelenggaraan program peningkatan kapasitas sangat diperlukan dalam rangka menjaga keberlanjutannya (sustainability), karena membutuhkan biaya yang besar, sedangkan Indonesia masih menghadapi kendala anggaran.
Kegiatan Direktorat Kerja sama Teknik menekankan pada program pembangunan mandiri yang berorientasi pada tindakan, pragmatis and realistis. Sejak pembentukannya Direktorat Kerja sama Teknik bersama dengan departemen teknis, organisasi internasional, berbagai institusi dan LSM telah menyelenggarakan berbagai program peningkatan kapasitas untuk negara-negara berkembang di wilayaj Asia Pasifik dan Afrika. Beberapa negara yang pernah mengikuti dalam berbagai pelatihan tersebut adalah: Afganistan, Aljazair, Bangladesh, Brunei Darussalam, China, Ethiopia,Filipina, Fiji, India, Iran, Jepang, Kamboja, Kenya, Kiribati, Laos, Madagaskar, Malaysia, Myanmar, Mozambik, Namibia, Nepal, Nigeria, Palau, Pakistan, Papua Nugini, Samoa, South Africa, South Korea, Sri Lanka, Sudan, Tanzania, Thailand, Timor Leste, Tuvalu, Uganda, Vanuatu, Vietnam, Zimbabwe. 145
Sebagai salah satu badan kerjasama yang memfokuskan diri pada pemberian bantuan luar negeri, JICA melingkupi berbagai sector. Salah satunya adalah sektor pertanian karena berhubungan dengan salah satu isu internasional yang saat ini sedang mengemuka. Sektor pertanian sendiri memiliki peran penting dalam suatu Negara yaitu sebagai penyedia sumber daya pangan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup masyarakatnya. Akses yang baik terhadap sumber daya pangan ini juga merupakan hal penting bagi kesetabilan ekonomi dan politik bagi suatu Negara. Sector pertanian merupakan sector ekonomi mayoritas yang ada dinegara Indonesia, dengan kurang lebih 59% dari populasinya hidup di pedesaan dan bekerja sebagai petani. Angka ini mencapai 65%-66% kawasan asia dan afrika. Bantuan JICA dalam sector pertanian bukan hanya berperan besar dalam usahanya meningkatkan ketahanan pangan suatu Negara, tetapi juga membantu dalam menguarangi kemiskinan yang ada serta memiliki peran penting dalam konservasi alam.
Kegiatan yang telah dilaksanakan Direktorat Kerja Sama Teknik 2004 - 2007
1. Training on Microfinance: “Establishing and Managing Micro Finance Institution”. Jakarta and Bandung, June 2007. 2. Apprenticeship Program for Fijian Farmers in Indonesia. Kuningan, Sukamandi, dan Ciawi, 30 July – 22 September 2007. 3. Regional Workshop on “Enhancing Energy Security through Community Based Micro Hydro Technology”. Jakarta, 7 – 9 August 2007.
146
4. Apprenticeship for Gambian Farmers in Indonesia. Jakarta and Kuningan, Indonesia, March-June 2008. 5. International Training Workshop on “Development of Renewable Energy: Its Role in Rural Socio-Economic Development”, Bandung dan Subang, Indonesia, May 2008. 6. Pelatihan dan pengembangan multiplikasibibit berkualita fungsi (1991-1998) 7. Proyek pelatihan dan peningkatan teknologi statistic pertanian (2001) second (2005-2007) 8. Pelatihan mengenai tekno pertanian (2002) 9. Pelatiahan bagi para penyuluh pertanian dalam rangka mendorong penngkatan pengelolaan petanian (2005) 10. Pengembangan siste kelembagaanuntuk menciptakan ketahanan pangan nasional (2006) 11. Pelatihan organisasi petani (2003-2004)
Kondisi pertanian Indonesia masih belum memenuhi kebutuhan panagan masyarakatnya. Oleh karena itulah JICA memberikan bantuan, terutamabantuan teknis dan pengembangan kapasitas individu, dalam hal ini para penyuluh, petani dan berbagai individu yang terkait dengan kegiatan sector pertsanian di Indonesia dalam hal ini bantuan diberikan kepada pemerintah jawa barat karena memiliki berbagai potensi pertanian yang belum dimanfaatkan secara optimal. Di jawa barat sendiri JICA berkerjasama dengan dinas pertanian dalam melaksanakan tugasnya.
Dari program-program yang dijalankan JICA tersebut dalam kita lihat bahwa JICA berjerja berdasarkan 2 dari 5 fungsi organisasi internasional yaitu, international function, dimana JICA melakukan pengumpulan informasi, analisis, pertukaran data dengan pemerintah jawqa barat, dan
operational
function
yang
berarti
JICA
mengimplementasikan program-program bantuannya 147
menggunakan
bantuan
teknis
dalam
Kerjasama-kerjasama ini dilakukan terutama karena dewasa ini pelaku pengembangan pertanian di Indonesia masih mengeluhkan minimmnya informasi dasar dan teknologi pertanian tepat guna yang dapat disediakan oleh pemeritah dalam hal ini dinas pertanian. Oleh karena itu menjadi kewajiban departemen untuk dapat menyediakan informasi pasar dan informasi teknologi pertanian bagi pelaku agribisnis. Selain itu system penyuluhan yang dilakukan oleh Indonesia selama ini dapat dianggap sudah tidak cocok lagi dengan kebutuhan para petani. Dengan adanya kerjasama yang diadakan bersama JICA, diharapkan informasi tersebut disampaikan kepada pada para petani dengan cara yang lebih efektif shingga para petani mampu untuk menegmbangkan usaha tani, sekaligus meningkatkan taraf hidup mereka hingga petani tidak harus mengalami kemiskinan
D. Efektifitas Pelaksanaan Program Kerjasama Teknis JICA Dengan Dinas Pertanian Jawa Barat Dengan Adanya Industrialisasi Lahan Pertanian
Kondisi pertanian Indonesia masih belum memenuhi kebutuhan panagan masyarakatnya. Oleh karena itulah JICA memberikan bantuan, terutama bantuan teknis dan pengembangan kapasitas individu, dalam hal ini para penyuluh, petani dan berbagai individu yang terkait dengan kegiatan sector pertsanian di Indonesia dalam hal ini bantuan diberikan kepada pemerintah jawa barat karena memiliki berbagai potensi pertanian yang belum dimanfaatkan secara optimal. Di jawa barat sendiri JICA berkerjasama dengan dinas pertanian dalam melaksanakan tugasnya.
148
Program-program yang telah terlaksana oleh kerjasama JICA dengan dinas pertanian Jawa Barat pada akhirnya tergabung dalam program-program di bawah ini :
Program yang dibangun demi tercapainya tujuan dalam meningkatkan sector pertanian : 1. Pengembangan kawasan agribisnis komoditas unggulan berdasarkan keunggulan komparatif yang terintegrasi dengan pembangunanpedesaan. 2. Pengembangan kelembagaan petani komoditas yang Mandiri sehingga mampu meningkatkan posisi tawar petani, petani dapat akses terhadap teknologi, modal, dan pasar 3. Pengembangan inovasi teknologi agribisnis spesifik lokasi untuk meningkatkan keunggulan komparatif dan kompetitif komoditas peratanian Indonesia. 4. Peningkatan nilai tambah pertanian melalui pengembangan agroindustri skala kecil maupun agrowisata 5. Pengembangan dan penataan pasar agribisnis baik di pasar domestic maupun di pasar internasional. 6. Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan petani melalui sekolah pertanian lapang. 7. Peningkatan layanan informasi teknologi, perkreditan, sarana produksi kepada petani seperti permodalan, sarana dan prasarana pertanian 8. Perlindungan petani melalui peraturan pemerintah khususnya yang berkaitan harga output, harga input, maupun perdagangan internasional komoditas pertanian. 9. Pengembangan ketahanan pangan yang berbasis pada keragaman sumberdaya lokal 10. Pendayagunaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
149
Dari program-program yang dijalankan JICA tersebut dalam kita lihat bahwa JICA bekerja berdasarkan 2 dari 5 fungsi organisasi internasional yaitu, international function, dimana JICA melakukan pengumpulan informasi, analisis, pertukaran data dengan pemerintah jawa barat, dan operational function yang berarti JICA menggunakan bantuan teknis dalam mengimplementasikan program-program bantuannya
Kerjasama-kerjasama ini dilakukan terutama karena dewasa ini pelaku pengembangan pertanian di Indonesia masih mengeluhkan minimmnya informasi dasar dan teknologi pertanian tepat guna yang dapat disediakan oleh pemeritah dalam hal ini dinas pertanian. Oleh karena itu menjadi kewajiban departemen untuk dapat menyediakan informasi pasar dan informasi teknologi pertanian bagi pelaku agribisnis. Selain itu system penyuluhan yang dilakukan oleh Indonesia selama ini dapat dianggap sudah tidak cocok lagi dengan kebutuhan para petani. Dengan adanya kerjasama yang diadakan bersama JICA, diharapkan informasi tersebut disampaikan kepada pada para petani dengan cara yang lebih efektif shingga para petani mampu untuk menegmbangkan usaha tani, sekaligus meningkatkan taraf hidu mereka hingga petani tidak harus mengalami kemiskinan
Ruang Lingkup Indikator Pembangunan Pertanian Ukuran Keberhasilan pembangunan agribisnis yang mengacu pada tujuan diukur dengan indikator sebabagi berikut :
Tujuan
Indikator keberhasilan
150
Meningkatkan
1. Meningkatnya nilai tukar petani
kesejahteraan 2. Menurunnya jumlah petani miskin petani
Meningkatkan keunggulan
1.
Meningkanya
produktifitas
usahatani
maupun komparatif
dan
kompetitif
usaha pengolahan hasil pertanian 2.
Meningkatnya
mutu
produk
usahatani
maupun usaha pengolahan hasil pertanian 3.
Meningkatnya
nilai
ekspor
komoditas
impor
komoditas
pertanian 4.
Menurunnya
nilai
pertanian
Meningkatkan
posisi
1. Adanya kelembagan petani yang mandiri
tawar petani 2.
Meningkatnya
ketrampilan petani
151
pengetahuan
dan
baik dalam usahatani maupun agroindustri 3.
Meningkatnya
aksesibilitas
petani
terhadap inovasi
teknologi,
perkreditan,
sarana
prodduksi, maupun informasi pasar 4.
Adanya
jalinan
kerjasama
kelompok
tani dengan pengusaha yang saling menguntungkan 5.
Meningkatnya partisipasi
kelembagaan
petani dalam pengambilan keputusan kebijakan pemerintah
Meningkatkan kerja
kesempatan
1.
Meningkatnya
jumlah
usaha-usaha
agribisnis di pedesaan 2. Berkembangnya usaha industri hulu dan industri pengolahan hasil hasil tanian
152
3. Berkurangnya pengangguran di pedesaan
Meningkatnya
Ketahanan
pangan
1.
Meningkatnya
ketersediaan
sumber
pangan 2. Menurunnya impor pangan 3.
Menurunnya
jumlah
masyarakat
yang
rawan pangan 4.
Meningkatnya
diversifikasi
konsumsi
pangan non Beras
Menjadikan
sektor
1. Terwujudnya kawasan-kawasan komoditas
pertanian unggulan di setiap wilayah sebagai
pusat 2.
Adanya
koordinasi
pembangunan
pertumbuhan agribisnis dengan pembangunan wilayah( pedesaan) 3.
Adanya
153
dukungan
infrastruktur
pendukung dari sektor
non
pertanian
(pasar,
irigasi,
jalan, listrik, dll) 4.
Meningkatnya
investasi
agribisnis
teknologi
agribisnis
pada setiap wilayah
Peningkatan
layanan
1.
Berkembangnya
kepada
spesifik lokasi
petani
2. Adanya pusat-pusat layanan teknologi agribisnis 3.
Adanya
pusat-pusat
layanan
perkreditan dan sarana produksi pertanian 4.
Terbentuknya
pusat-pusat
pasar
agribisnis di setiap wilayah
Kelestarian sumberdaya
1. Berkurangnya laju konversi lahan prod
154
uktif 2. Adanya rehabilitasi, pemeliharaan dan optimasi pemanfaatan
infrastruktur
produksi
pertanian 3. Berkembangnya agribisnis dengan pola organic Farming
E. Prospek Kerjasama Teknis JICA Dengan Dinas Pertanian Jawa Barat Dalam Meningkatkan Perekonomian Subsektor Pertanian Di Jawa Barat
Dari program-program yang dijalankan JICA tersebut dalam kita lihat bahwa JICA bekerja berdasarkan 2 dari 5 fungsi organisasi internasional yaitu, international function, dimana JICA melakukan pengumpulan informasi, analisis, pertukaran data dengan pemerintah jawa barat, dan operational function yang berarti JICA menggunakan bantuan teknis dalam mengimplementasikan program-program bantuannya
155
Pembangunan Pertanian di Indonesia tetap dianggap terpenting dari keseluruhan pembangunan ekonomi, apalagi
semenjak
sektor pertanian ini menjadi penyelamat
perekonomian nasional karena justru pertumbuhannya meningkat, sementara sektor lain pertumbuhannya negatif. Beberapa alas an yang mendasari pentingnya pertanian di Indonesia : (1) potensi sumberdayanya yang besar dan beragam, (2) pangsa terhadap pendapatan nasional cukup besar, (3) besarnya penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini dan (4) menjadi basis pertumbuhan di pedesaan Potensi pertanian yang besar namun sebagian besar dari petani banyak yang termasuk golongan miskin adalah sangat ironis terjadi di Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah bukan saja kurang memberdayakan petani tetapi sektor pertanian keseluruhan. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia merasa perlu untuk mengadakan kerjasama dengan berbagai lembaga bantuan luar negeri yang ada, salah satunya adalah JICA. Dari program-program yang dijalankan JICA tersebut dalam kita lihat bahwa JICA bekerja berdasarkan 2 dari 5 fungsi organisasi internasional yaitu, international function, dimana JICA melakukan pengumpulan informasi, analisis, pertukaran data dengan pemerintah jawa barat, dan
operational
function
yang
berarti
JICA
menggunakan
bantuan
teknis
dalam
mengimplementasikan program-program bantuannya Pengawasan dan evaluasi berperan penting dalam memahami tingkat kemajuan serta hambatan yang ada secara berkala atas terlaksananya program-program kerjasama yang telah disepakati.. Hasilnya yang didapat dari kegiatan pengawasan dan evaluasi tersebut akan memberikan informasi yang berguna bagi operasional dan pengelolaan proyek yang ada atau proyek yang akan datang. Selain itu, penting pula untuk melaksanakan pekerjaan pengawasan dan evaluasi bagi pemberdayaan masyarakat, karena pengembangan kemampuan masyarakat dan/atau anggota Kelompok Tani sebagai pelaku utama dalam promosi kegiatan pengolahan dan pemasaran, diharapkan dapat dilakukan melalui pengawasan dan evaluasi kegiatan mereka sendiri serta 156
diharapkan untuk dapat mempersiapkan rekomendasi berdasarkan proses tersebut. Kegiatan pengawasan dan evaluasi bersama antara DEPTAN, LSM dan anggota Kelompok Tani juga diajukan. Jadwal implementasi . Dimana pengawasan dilakukan selama berjalannya proyek, sedangkan evaluasi dilakukan setiap tahun bersama oleh DEPTAN dan LSM dengan mengkaji ulang teknis dan tindak lanjut yang akan didukung oleh BDS/universitas.
157
BAB V KESIMPULAN Mengingat peran sector pertanian masih menjadi andalan sebagian besar penduduk Indonesia dan terbukti tidak hanya mampu menahan badai krisis ekonomi tetapi juga dapat menyerap limpahan tenaga kerja yang tidak tertampung diluar sector pertania, mendorong munculnya kesempatan berusaha untuk sector yang lain (penyedia material untuk industri nonpertanian), dan juga penghasil devisa dari hasil ekspor. Seioring dengan terjadinya transformasi structural maka sector pertanian perlu dibangun
dengan mnyesuaikan perubahan structural
tersebut. Selanjutnya, kemampuan menguasai teknologi dan informasi diperlukan untuk mengantisipasi pertanian masa depan khususnya setelah diberlakukannya AFTA dan WTO. Selain itu, aspek manajerial diperlukan bukan saja untuk membina petani, tetapi juga para pelaku pembangunan pertanian yang lain. Aspek koordinasi, pembinaan kelembagaan, penyuluh pertanian, penyalur sarana produksi, dan koperasi nperlu ditingkatkan. Dalam mengatasi masalah lahan pertanian, kedepan semakin diperlukan langkah komprehensif untuk menjamin ketersediaan lahan pertanian dal;am upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional. Program kerjasama teknis pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan JICA dengan Departemen Pertanian Provinsi Jawa Barat selama kurun waktu 5 tahun terakhir, terbukti cukup efektif. Dengan adanya berbagai macam program pelatihan dan penyuluhan yang dilaksanakan di Negara Jepang dan Indonesia, serta diadakannya upaya pendampingan, masyarakat petani Indonesia mendapatkan ilmu, wawasan yang baik guna meningkatkan produktivitas hasil pertanian di Jawa Barat, sehingga Jawa Barat mempunyai ketahanan pangan yang handal. Serta, 158
kemajuan ini tidak hanya terasa pada saat kerjasama berlangsung, namun keberhasilan kerjasama ini telah menjadi komitmen seluruh stakeholders dan pihak-pihak yang terkait dalam pembangunan ekonomi sektor pertanian tanaman pangan. Kebijakan pengembangan program diversifikasi pangan di masa mendatang perlu dilakukan dengan lebih seksama, didukung oleh pengkajian-pengkajian yang lebih mendalam tentang perilaku konsumen. Perlru dilakukan upaya-upaya peningkatan daya beli serta peningkatan ketersediaanuntuk beberapa komoditas seperti pangan hewani, sayuran dan buah, serta kacang-kacangan (kedele) untuk meningkatkan kualitas konsumsi pangan masyarakat Indonesia. Penyadaran masyarakat akan pangan dan gizi serta kesehatan perlu ditingkatkan, sehingga jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi sesuai dengan kebutuhannya. Political will dan political power dari pemerintah menjadi ujung tombak keberhasilan hal tersebut. Pada akhirnya, keberhasilan pembangunan untuk menjadi penggerak utama perekonomian, akan sangat bergantung dari komitmen seluruh stakeholders dan pihak-pihak yang terkait dalam pembangunan pertanian
159
160