BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kecemasan adalah respon emosi tanpa objek yang spesifik. Kecemasan adalah kebingungan, kekuatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas, dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya. Kecemasan bersumber dari ancaman integritas biologis meliputi gangguan terhadap kebutuhan dasar dan ancaman terhadap keselamatan diri (Suliswati, 2005). Dampak dari kecemasan terhadap integritas dan kesehatan seseorang adalah menurunnya daya tahan tubuh karena pada saat mengalami kecemasan maka tubuh akan mengeluarkan hormon kortisol yang mempunyai efek menekan sistem kekebalan tubuh (Wardhana, 2010). Kecemasan dapat terjadi dimana saja dan pada siapa saja mulai dari kecemasan ringan sampai kecemasan tingkat berat (Suliswati, 2005). Diperkirakan antara 2 - 4 % diantara penduduk di suatu saat dalam kehidupannya pernah mengalami gangguan kecemasan. Seseorang dapat mengalami kecemasan apabila tidak mampu mengatasi stressor psikososial yang dihadapinya (Hawari, 2008). Perawat menggunakan kemampuan komunikasi terapeutik pada setiap langkah proses keperawatan. Hal ini bisa disebut sebagai suatu pendekatan problem solving yang memerlukan ilmu, teknik dan keterampilan. Tahapan proses keperawatan tidak terlepas dari penggunaan komunikasi baik verbal
1
2
maupun non verbal. Dalam praktek keperawatan profesional perawat memegang tanggung jawab yang sangat besar, dimana perawat dituntut untuk melaksanakan perannya selama 24 jam berada disamping pasien dan keluarganya (Taufik, 2010). Pasien bersama keluarganya yang masuk rumah sakit (MRS) akan mengalami perasaan cemas atau yang sering disebut ansietas. Keluarga akan mengalami kecemasan dan disorganisasi perasaan ketika anggota keluarganya MRS di Ruang Intensif, ini disebabkan mereka tidak mampu untuk membangun dukungan bagi pasien dan mereka sering terlihat kesulitan bekerjasama dengan perawat. Hal ini menimbulkan kebingungan dan meningkatkan stress dan kemarahan dalam diri keluarga terhadap staf perawat. Sebenarnya hal demikian tidak akan terjadi apabila sejak dari pertama kali pasien MRS, perawat mampu memberikan pengertian dan pendekatan yang terapeutik kepada pasien dan keluarganya yang diwujudkan dengan pelaksanaan komunikasi yang efektif antara perawat dengan pasien dan keluarganya berupa komunikasi terapeutik baik komunikasi verbal maupun non verbal (Rahmat, 2006). Kurangnya komunikasi antara staf rumah sakit dengan pasien merupakan salah satu alasan keluhan umum pasien di rumah sakit. Pasien sering tidak puas dengan kualitas dan jumlah informasi yang diterima dari tenaga kesehatan. Menurut SK No.660/Menkes/SK/IX/1987 yang dilengkapi SK Dirjen Yanmed Depkes RI No. YM.00.03.2.6.7637 tanggal 18 Agustus 1993 tentang Standar Praktek
Keperawatan
Kesehatan
di
Rumah
Sakit
serta
SK
No.
03/DPP/SK/I/1996 tentang Standar Profesi Keperawatan menyatakan bahwa
3
memenuhi kebutuhan dari komunikasi pasien adalah merupakan salah satu standar intervensi keperawatan. Pada penelitian yang dilakukan Apriani (2008) di RSUD Bima didapatkan bahwa kepuasan pasien terhadap komunikasi perawat 54,2 % tidak puas, 16,7 % cukup puas dan 29,1 % sangat puas. Kemudian pada penelitian Chandra A.P (2012) di RSUP Sanglah Denpasar juga di dapatkan hasil 26,7 % sangat baik, 53,3 % baik, 13,4 % cukup baik, kurang baik 3,3 % dan tidak baik 3,3 %. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Ruang Intensif di RSUD Kabupaten Buleleng pada bulan Oktober 2014, peneliti mengambil 5 sampel yaitu keluarga pasien untuk mengetahui komunikasi perawat baik verbal maupun non verbal serta tingkat kecemasan dengan cara wawancara dan didapatkan data 60% keluarga mengatakan tidak melihat perawat tersenyum, 40% mengatakan sering salah mengerti pembicaraan perawat dan 80% mengatakan takut dan khawatir dengan penyakit yang dialami keluarganya. Berdasarkan hasil tersebut kecenderungan yang terjadi yaitu nampak pada hubungan interpersonal perawat dengan pasien dan keluarganya ditunjukkan dengan komunikasi antara perawat yang sering tidak terapeutik saat berinteraksi dengan pasien dan keluarganya, ada beberapa keluhan pasien dan keluarganya terhadap pelayanan yang diberikan yang seharusnya bisa diatasi dengan komunikasi terapeutik dari perawat. Menurut Sunaryo (2004) ada empat jenis penyebab terjadinya kecemasan dalam diri pasien dan keluarganya selama pasien di rumah sakit, salah satunya adalah krisis yaitu kondisi yang timbul mendadak yang memberikan dampak
4
kecemasan pada individu, dalam hal ini adalah komunikasi terapeutik perawat. Pada umumnya pasien yang dirawat di ruang intensif ini adalah dalam keadaan mendadak dan tidak direncanakan, hal ini yang menyebabkan keluarga pasien datang dengan wajah yang sarat dengan bermacam-macam stressor yaitu ketakutan akan kematian, ketidakpastian hasil, perubahan pola, kekhawatiran akan biaya perawatan, situasi dan keputusan antara hidup dan mati, rutinitas yang tidak beraturan, ketidakberdayaan untuk tetap atau selalu berada disamping orang yang disayangi sehubungan dengan peraturan kunjungan yang ketat, tidak terbiasa dengan perlengkapan atau lingkungan di ruang intensif, personel atau staf di ruang perawatan, dan rutinitas ruangan. Semua ini menyebabkan keluarga jatuh pada kondisi krisis dimana koping mekanisme yang digunakan menjadi tidak efektif dan perasaan menyerah atau apatis dan kecemasan akan mendominasi perilaku keluarga. Dan pada saat demikian seharusnya perawat harus lebih “caring” terhadap keluarga pasien. Apabila hal ini terus berlanjut maka keluarga pasien akan terus terpuruk dalam situasi yang semakin berat dan pada akhirnya asuhan keperawatan yang diberikan tidak akan tercapai dengan baik (Priyanto, 2009). Dalam kaitan antara komunikasi perawat terhadap tingkat kecemasan keluarga pasien maka sangat diperlukan solusi – solusi yang dapat meningkatkan keterampilan komunikasi perawat dan juga yang dapat menghilangkan berbagai hambatan – hambatan terhadap komunikasi yang dilaksanakan
perawat.
Keterampilan
berkomunikasi
bukan
merupakan
kemampuan yang kita bawa sejak lahir dan juga tidak akan muncul secara tiba –
5
tiba saat kita memerlukannya. Keterampilan tersebut harus dipelajari dan dilatih secara terus menerus melalui kemampuan belajar mandiri, penyegaran dan pelatihan terutama berhubungan dengan upaya untuk mendapatkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang diperlukan (Liliweri, 2007). Selain itu, faktor-faktor penghambat komunikasi merupakan faktor yang dapat mengganggu atau sama sekali bisa membuat perawat tidak mampu berkomunikasi secara terapeutik. Solusi–solusi ini dapat dijadikan pilihan karena bertujuan membantu tenaga kesehatan profesional (termasuk perawat) memperbaiki penampilan kerja guna memberikan pelayanan keperawatan yang berkualitas (Liliweri, 2007). Berdasarkan fenomena di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan komunikasi perawat terhadap tingkat kecemasan keluarga pasien yang dirawat di Ruang Intensif RSUD Kabupaten Buleleng. 1.2 Rumusan masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan pada penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan antara komunikasi perawat terhadap tingkat kecemasan keluarga pasien yang dirawat di Ruang Intensif RSUD Kabupaten Buleleng?”. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1
Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan antara komunikasi perawat terhadap tingkat kecemasan keluarga pasien yang dirawat di Ruang Intensif RSUD Kabupaten Buleleng.
6
1.3.2
Tujuan khusus 1. Mengidentifikasi karakteristik responden yang memiliki anggota keluarga dirawat di ruang intensif RSUD Kabupaten Buleleng 2. Mengidentifikasi komunikasi yang dilakukan perawat di ruang intensif RSUD Kabupaten Buleleng. 3. Mengidentifikasi tingkat kecemasan keluarga yang memiliki anggota keluarga dirawat di ruang intensif RSUD Kabupaten Buleleng. 4. Menganalisa hubungan antara komunikasi perawat dan tingkat kecemasan keluarga pasien yang dirawat di ruang intensif RSUD Kabupaten Buleleng.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Teoritis 1. Mengembangkan
dan
menambah
wawasan
di
bidang
pelayanan
keperawatan profesional khususnya komunikasi perawat. 2. Sebagai rekomendasi untuk penelitian selanjutnya dibidang komunikasi keperawatan. 1.4.2
Praktis Diharapkan penelitian ini memberikan informasi kepada perawat di Ruang Intensif tentang pentingnya melakukan komunikasi oleh perawat kepada pasien dan keluarga selama menjalani perawatan.