BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu upaya bagi perkembangan sumber daya manusia dalam menuju masa depan yang lebih baik. Hal ini sejalan dengan amanat yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke IV, yaitu “memajukan kesejahteraan umum” dan “mencerdaskan kehidupan bangsa” dalam wadah negara kesatuan republik Indonesia dan suasana kedamaian di tengah kehidupan masyarakat dunia. Hakikat dan amanat itu belum sepenuhnya dapat terwujud sejak kemerdekaan hingga sekarang. Dewasa ini dunia pendidikan di Indonesia dihadapkan pada pendidik yang belum sepenuhnya menjadi guru seutuhnya, yang intinya hanya sekedar mengajar tanpa memandang siswa mengerti apa tidak materi yang dijelaskan. Selain itu, pendidikan merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia dan untuk itu setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, status ekonomi, suku, etnis, agama, dan gender. Pemerataan akses dan peningkatan mutu pendidikan akan membuat warga negara Indonesia memiliki kecakapan hidup (life skills) sehingga mendorong tegaknya pembangunan manusia seutuhnya serta masyarakat madani dan modern yang dijiwai nilai-nilai Pancasila, sebagaimana yang tercantum dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berisi “Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar tanpa dipungut biaya” (Kemendiknas, 2010: 1).
1
Berdasarkan pengalaman peneliti dilapangan pelajaran matematika di kelas 4 SDN Mulyoasri 02 masih menggunakan model pembelajaran konvensional, maksudnya murid hanya mendengarkan materi yang dijelaskan oleh guru, guru menjadi satu-satunya sumber ilmu, sehingga apa yang disampaikan guru menurut siswa selalu benar. Dalam pembelajaran konvensional peranan guru sangat dominan sedangkan siswa bersifat pasif dan hanya menerima pelajaran tanpa mengembangkan daya pikirnya. Penggunaan model pembelajaran konvensional dapat mengakibatkan aktivitas siswa rendah serta pada akhirnya prestasi siswa juga menurun. Selain itu penggunaan alat peraga dan media pembelajaran yang menarik perhatian siswa masih jarang digunakan sehingga siswa kurang aktif dan berfikir kreatif. Dalam hal ini siswa tidak berperan sebagai subyek belajar yang aktif dan kreatif melainkan obyek pembelajaran. Tanggung jawab siswa dalam hal kemampuan mengembangkan, menemukan, menyelidiki, dan mengungkapkan pengetahuannya menjadi berkurang. Kemandirian serta keaktifan siswa cenderung masih rendah. Misalnya kemandirian siswa dalam mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh guru, mengerjakan soal di depan kelas, menjawab pertanyaan guru, berlatih menjelaskan hasil pekerjaan kepada teman yang lain, serta bekerjasama dan berhubungan dengan siswa lain. Keaktifan siswa dalam mengajukan ide pada guru, memberi tanggapan atau komentar terhadap siswa lain, bertanya kepada guru tentang materi yang belum dimengerti, bekerjasama dengan kelompok, dan menyanggah atau menyetujui ide pengerjaan soal dari teman yang masih rendah. Serta kebermaknaan dalam pembelajaran matematika masih kurang, sehingga
2
siswa hanya mengerti dalam waktu itu saja, yang pada akhirnya masih rendahnya aktivitas dan prestasi siswa. Kenyataan di lapangan siswa hanya menghafal konsep dan kurang mampu menggunakan konsep tersebut jika menemui masalah dalam kehidupan nyata yang berhubungan dengan konsep yang dimiliki. Lebih jauh lagi bahkan siswa kurang mampu menentukan masalah dan merumuskannya. Kita menyadari bahwa ada siswa yang mampu memiliki tingkat hafalan yang baik terhadap materi yang diterimanya, namun kenyataan mereka sering kurang memahami dan mengerti secara mendalam pengetahuan yang bersifat hafalan tersebut (Depdiknas dalam Trianto, 2007 : 66). Dalam kerangka
pembelajaran penggunaan
konseptual
yang
model pembelajaran
menggambarkan
prosedur
merupakan
sistematik
dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran sangat dipengaruhi oleh sifat dari sifat materi yang akan diajarkan, tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran tersebut, serta kemampuan peserta didik (Trianto, 2007: 2). Menurut Eggen and Kauchak, pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama, pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama
3
siswa yang berbeda latar belakangnya. Jadi dalam pembelajaran kooperatif siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa atau sebagai guru. Dengan bekerja secara kolaboratif untuk mencapai tujuan secara bersama, maka siswa akan mengembangkan keterampilan berhubungan dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah (dalam Trianto, 2007: 42). Berdasarkan masalah di atas menunjukkan bahwa kebermaknaan dalam pembelajaran masih kurang sehingga guru tidak memberikan kesempatan pada siswa untuk berfikir aktif, kreatif, dan menyenangkan serta pembelajaran matematika dirasa siswa menjadi pelajaran yang menakutkan dan pada akhirnya mengakibatkan aktivitas dan prestasi siswa manurun. Salah satu model yang dapat memberikan kesempatan siswa untuk berfikir aktif, kreatif, dan menyenangkan adalah model pembelajaran Think Pair Share (TPS) atau berfikir berpasangan berbagi dimana jenis model pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Think Pair Share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berfikir, untuk merespon dan saling membantu (Trianto, 2007: 61). Siswa Sekolah Dasar (SD) yang umurnya berkisar antara 6 atau 7 tahun, sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka barada pada fase operasional kongkrit. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah kemampuan dalam proses berfikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terikat dengan objek yang bersifat konkret. Dari usia perkembangan kognitif, siswa SD masih terikat dengan objek konkret yang dapat ditangkap oleh panca indra. Dalam pembelajaran matematika yang abstrak, siswa memerlukan alat bantu berupa media, dan alat peraga yang dapat memperjelas apa yang akan disampaikan oleh guru sehingga lebih cepat dipahami dan dimengerti oleh siswa.
4
Proses pembelajaran pada fase konkret dapat melalui tahapan konkret, semi konkret, semi abstrak, dan selanjutnya abstrak (Heruman, 2007: 1). Selain itu penerapan model pembelajaran kooperatif Think Pair Share pernah diteliti oleh Nurhayatin (2010) di SDN Sisir 06 Kota Batu dengan kesimpulan bahwa strategi pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan kemampuan berfikir dan hasil belajar IPA materi Gaya pada siswa kelas 4. Berdasarkan paparan tersebut diatas maka peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Think Pair Share (TPS) untuk Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Siswa pada Materi Sifat-Sifat Bangun Ruang Sederhana Kelas 4 SDN Mulyoasri 02 Ampelgading Malang”.
B. Identifikasi Masalah Dari latar belakang masalah, dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut: 1.
Model pembelajaran yang digunakan masih cenderung bersifat konvensional.
2.
Penggunaan alat peraga dan media pembelajaran yang menarik perhatian siswa.
3.
Kemandirian serta keaktifan siswa cenderung masih rendah.
4.
Kebermaknaan dalam pembelajaran matematika masih kurang.
5.
Berakibat aktivitas dan prestasi siswa menurun.
5
C. Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas, masalah penelitian
ini dapat dirumuskan
sebagai berikut. 1. Bagaimana penerapan model pembelajaran kooperatif Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi siswa pada materi sifat-sifat bangun ruang sederhana kelas 4 SDN Mulyoasri 02 tahun ajaran 2011-2012? 2. Bagaimana peningkatan aktivitas dan prestasi siswa melalui model pembelajaran kooperatif Think Pair Share (TPS) pada materi sifat-sifat bangun ruang sederhana kelas 4 SDN Mulyoasri 02 tahun ajaran 2011-2012?
D. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah: 1. Untuk mengetahui penerapan model pembelajaran kooperatif Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi siswa pada materi sifat-sifat bangun ruang sederhana kelas 4 SDN Mulyoasri 02 tahun ajaran 2011-2012? 2. Untuk mengetahui peningkatan aktivitas dan prestasi melalui model pembelajaran kooperatig Think Pair Share (TPS) siswa pada materi sifat-sifat bangun ruang sederhana kelas 4 SDN Mulyoasri 02 tahun ajaran 2011-2012?
E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik langsung maupun tidak langsung terhadap perkembangan pengajaran Matematika, manfaat tersebut antara lain:
6
1.
Bagi Sekolah Dengan adanya penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat bermanfaat
untuk meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Matematika khususnya dalam penerapan Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS). 2.
Bagi Guru a.
Dapat
meningkatkan
kualitas
pembelajaran
Matematika
sehingga
memperoleh prestasi seoptimal mungkin. b.
Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan model pembelajaran yang dapat memberikan manfaat bagi siswa.
c.
Sebagai motivasi guru untuk meningkatkan keterampilan memilih strategi pembelajaran yang sesuai dan bervariasi.
d.
Dengan menggunakan model pembelajaran Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan profesionalisme guru.
3.
Bagi Siswa a.
Melatih siswa untuk aktif dan kreatif.
b.
Menumbuhkan semangat kerjasama dalam kelompok ketika menerapkan model pembelajaran kooperatif Think Pair Share (TPS).
c.
Diharapkan aktivitas dan prestasi siswa dalam Mata Pelajaran Matematika dapat meningkat.
F.
Batasan Istilah Untuk
mendapatkan
kes amaan
arti
terhadap
istila h
yang
digunaka n dalam penelitian ini, diperlukan pendefinisian istilah sebagai berikut:
7
1.
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial (Trianto, 2007:1).
2.
Pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi (Nurulhayati dalam Rusman, 2011: 203)
3.
Think Pair Share (TPS): Think (berfikir) artinya guru meminta siswa berfikir terkait materi yang diberikan, Pair (berpasangan) artinya guru meminta siswa berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkan, Share (berbagi) Guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan dalam (Trianto, 2007: 61-62).
4.
Aktivitas dalam kamus bahasa indonesia yang berarti kegiatan atau kesibukan.
5.
Prestasi belajar adalah taraf keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran disekolah yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu (Muhibbin) dalam (http:/rppsilabusterbaru.com/?p=130).
6.
Bangun ruang adalah bagian ruang yang dibatasi oleh himpunan titik-titik yang terdapat pada seluruh permukaan bangun tersebut (Suharjana, 2008:4).
8