BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Hersugondo (2009) menyebutkan perusahaan dan masyarakat adalah
pasangan hidup yang saling memberi dan membutuhkan. Keduanya menunjukkan adanya hubungan resriprokal (timbal balik) antara perusahaan dengan masyarakat. Perusahaan pada hakekatnya adalah bagian dari (sub sistem) dari sistem sosial yang keberadaannya tidak lepas dari lingkungan sosial di mana perusahaan berada terutama dari sekitar tempat operasi perusahaan. Aspek ekonomi dan aspek sosial merupakan aspek penting yang harus diperhatikan agar tercipta kondisi sinergis antara keduanya sehingga perusahaan membawa perubahan kearah perbaikan dan peningkatan taraf hidup masyarakat. Kemajuan dan kemampuan ekonomi masyarakat yang merupakan pasar bagi perusahaan adalah kunci sukses keberhasilan operasional perusahaan. Dari aspek ekonomi, sudut praktis realistis perusahaan harus berorentasi mendapatkan keuntungan (profit) dan dari aspek sosial, idealnya perusahaan harus memberikan kontribusi secara langsung kepada masyarakat yaitu meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan lingkungannya. Sementara dari sudut pandang idealis perusahaan tidak hanya dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada perolehan keuntungan/laba perusahaan
semata, tetapi
juga
harus
memperhatikan tanggung jawab sosial dan lingkungan (Hersugondo, 2009). Harmoni dan kebersamaan yang merupakan hakekat yang universal dari konsep Tri Hita Karana (THK) pada dasarnya adalah milik dari seluruh umat manusia dari berbagai etnis dan agama yang dianutnya. Namun hanya di Bali 1
2
konsep Tri Hita Karana ini diimplementasikan secara nyata oleh suatu sistem sosial tertentu yaitu subak (Windia dan Dewi, 2007). Dengan demikian konsep Tri Hita Karana akhirnya memiliki greget sosial yang kuat dan sampai saat ini tak pernah berhenti menjadi wacana publik. Menurut Windia dan Dewi (2007), dalam kehidupan bisnis sangat diharapkan adanya harmoni dan kebersamaan, baik secara internal dan eksternal. Artinya, dalam perusahaan itu terjadi harmoni dan kebersamaan antara pihak manajemen dengan karyawan, serta terjadi antara pihak perusahaan dengan masyarakat disekitar perusahaan tersebut. Apabila terjadi harmoni dan kebersamaan, maka diyakini bahwa perusahaan atau bisnis tersebut akan berlanjut. Bila bisnis tersebut bisa berlanjut, maka keadaan itu akan menguntungkan semua pihak, dan akhirnya terjadi proses harmoni dan kebersamaan. Pada dasarnya, bisnis yang menerapkan Tri Hita Karana bersumber pada operasionalisasi kegiatan sebagai berikut : (i) bisnis yang tidak hanya mengejar efisiensi, tetapi juga menghitung efektivitas; (ii) bisnis yang tidak semata mengejar profit (keuntungan), tetapi juga menghitungkan benefit (manfaat) bagi semua pihak yang terkait; (iii) bisnis yang tidak semata-mata mengejar produktivitas,
tetapi
juga
memperhitungkan
kontinyuitas
pemanfaatan
sumberdaya yang dimanfaatkan untuk proses produksi dan juga menjamin adanya loyalitas sumberdaya manusia pada perusahaan tersebut (Windia dan Dewi 2007). Kartini (2009) menyebutkan bahwa, reward non financial bertendesni adanya pergerakan penerapan Tri Hita Karana dari suatu perusahaan yang menghasilkan, tidak berbentuk uang tetapi berbentuk peningkatan kapasitas dan kapabiliti perusahaan tersebut secara kualitatif, hal ini tentu sangat menguntungkan bagi
3
perusahaan itu sendiri. Inti reward dari pelaksanaan tanggung jawab perusahaan dalam hal ini penerapan Tri Hita Karana yang bersifat non financial bagi perusahaan adalah “memperkuat reputasi perusahaan”. Hal tersebut menunjukan bahwa penerapan konsep Tri Hita Karana merupakan suatu terobosan inovatif untuk
keberlangsungan
bisnis
dan
kontribusinya
bagi
pembangunan
berkelanjutan. PT Alove Bali merupakan salah satu produsen pupuk organik cair yang dibuat dari ekstrak lidah buaya. Perusahaan pupuk ini terletak di Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar. PT Alove Bali secara konsisten terus berupaya untuk menjadi perusahaan pupuk organik yang terdepan di Bali sekaligus menjadi perusahaan yang menyuarakan gerakan sistem pertanian ramah lingkungan yaitu pertanian organik. Sistem produksi pupuk organik ini didasarkan pada standar produksi yang spesifik dengan tujuan menciptakan agroekosistem yang optimal, lestari berkelanjutan baik secara sosial ekologi, ekonomi dan etika. Berkait dengan berbagai hal seperti yang ditersebutkan di atas maka penting kiranya bagi PT Alove Bali untuk melaksanakan kegiatan bisnis yang menerapkan konsep Tri Hita Karana dalam pengelolaanya. Dengan demikian diharapkan eksistensi perusahaan itu akan berlanjut. Pada dasarnya penerapan Tri Hita Karana pada kegiatan bisnis merupakan sebuah koridor yang tepat untuk menghindari isu-isu maupun sentimen negatif masyarakat yang terkait dengan dampak negatif yang timbul akibat dari adanya kegiatan operasional perusahaan. Untuk mengetahui seberapa jauh penerapan Tri Hita Karana pada PT Alove Bali maka dipandang perlu diadakan penelitian di kawasan tersebut. Karena nilai
4
penerapan Tri Hita Karana, akan sekaligus menunjukkan nilai keberlanjutan perusahaan tersebut.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang di bahas
dalam penelitian ini adalah bagaimanakah potensi keberlanjutan PT Alove Bali berlandaskan konsep Tri Hita Karana?
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi keberlanjutan
bisnis pupuk cair organik PT Alove Bali berdasarkan konsep Tri Hita Karana.
1.4
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memeberikan manfaat sebagai
berikut. 1. Masyarakat, untuk menambah informasi dan wawasan ilmu pengetahuan, khususnya mengenai potensi keberlanjutan bisnis pupuk cair organik. 2. Perusahaan, sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan potensi keberlanjutan bisnis pupuk cair organik PT Alove Bali. 3. Peneliti lain, sebagai pendalaman keilmuan khususnya yang berkaitan dengan penelitian keberlanjutan bisnis yang berlandaskan Tri Hita Karana.
5
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah keberlanjutan bisnis pupuk
organik cair yang diukur dari penerapan Tri Hita Karana. Penerapan Tri Hita Karana diukur dengan menggunakan
matriks inverse. Analisis matriks pada
dasarnya melihat hubungan antara semua sub sistem dari teknologi dengan semua sub sistem dari sistem kebudayaan. Selanjutnya hasil analisis akan dapat melihat bagaimana keberlanjutan PT Alove Bali yang dilihat berdasarkan penerapan konsep Tri Hita Karana.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keberlanjutan Bisnis Konsep berkelanjutan merupakan konsep yang sederhana namun kompleks, sehingga pengertian keberlanjutan pun sangat multi-dimensi dan multiinterpretasi. Karena adanya multi-dimensi dan multi-interpretasi ini, para ahli sepakat untuk sementara mengadopsi pengertian yang telah disepakati oleh Komisi Brundtland yang menyatakan bahwa “berkelanjutan adalah suatu proses kegiatan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka” (Fauzi, 2004). Brundtland dalam Hadi (2005) mendefinisikan bisnis yang berkelanjutan sebagai salah satu kegitan usaha yang beroperasi untuk kepentingan semua pemangku kepentingan saat ini dan masa depan dengan cara menjamin kesehatan jangka panjang dan kelangsungan hidup bisnis dan yang terkait sistem ekonomi, sosial, dan lingkungan. Perman (1997) dalam Fauzi (2004) mencoba mengolaborasikan lebih lanjut konsep keberlanjutan ini dengan mengajukan lima alternative pengertian: 1). Satu kondisi dikatakan berkelanjutan (sustainable) jika utilitas yang diperoleh masyarakat tidak berkurang sepanjang waktu dan konsumsi tidak menurun sepanjang waktu (non-declining consumption), 2). Keberlanjutan adalah kondisi dimana sumberdaya alam dikelola sedemikian rupa untuk memelihara kesempatan produksi dimasa mendatang, 3). Keberlanjutan adalah kondisi dimana sumber daya alam (natural capital stock) tidak berkurang sepanjang waktu (nondeclining), 4). Keberlanjutan adalah kondisi dimana sumberdaya alam dikelola 6
7
untuk mempertahankan produksi jasa sumber daya alam, dan 5). Keberlanjutan adalah adanya kondisi keseimbangana dan daya tahan (resilience) ekosistem terpenuhi. Haris (2000) dalam Fauzi 2004, melihat bahwa konsep keberlanjutan dapat diperinci menjadi tiga aspek pemahaman, 1). Keberlanjutan ekonomi yang diartikan sebagai pembangunan yang mampu menghasilkan barang dan jasa secara kontinu untuk memelihara keberlanjutan pemerintah dan menghindari terjadinya ketidakseimbangan sektoral yang dapat merusak produksi pertanian dan industri; 2). Keberlanjutan lingkungan yaitu sistem keberlanjutan secara lingkungan harus mampu memelihara sumber daya alam yang stabil, menghindari eksploitasi sumberdaya alam dan fungsi penyerapan lingkungan. Konsep ini juga menyangkut pemeliharaan keanekaragaman hayati, stabilitas ruang udara, dan fungsi ekosistem lainnya yang tidak termasuk kategori sumber-sumber ekonomi. 3). Keberlanjutan sosial, keberlanjutan secara sosial dapat diartikan sebagai sistem yang mampu mencapai kesetaraan, penyediaan layanan sosial termasuk kesehatan, pendidikan, gender, dan akuntabilitas politik. Bisnis hanya berfokus pada mengurangi dampak lingkungan atau bisa disebut sebagai „bisnis hijau‟ sedangkan bisnis yang berkelanjutan akan fokus pada semua dimensi keberlanjutan, yang sering disebut sebagai 'triple bottom line'. Kegiatan bisnis yang berkaitan erat dengan ketergantunagan alam (Elkington, dalam Wibisono 2007). Kernel dalam Wibisono (2007), menyatakan bahwa lingkungan dapat menjadi langkah pertama menuju keberlanjutan sesuai dengan model empat langkah untuk pembangunan berkelanjutan di perusahaan-perusahaan pariwisata dan lainya.
8
Langkah pertama yang sangat penting terkait dengan pengembangan proses kebersihan lingkungan, praktek lingkungan manajemen, konsekuen dan terakhir langkah tantangan organisasi kedepan dan mencakup aspek-aspek sosial dan etika serta integrasi pada masyarakat. Demikian pula, Dunphy et al. (2007) mengemukakan keberlanjutan sebagai model fase yang mendefinisikan langkah organisasi untuk mempertahankan korporasi yang dilakukan untuk mencapai keberlanjutan, sehingga dengan ideologi keberlanjutan dapat diinternalisasi dengan komitmen mendasar untuk memfasilitasi ekologi kelangsungan hidup planet dan berkontribusi untuk praktekpraktek sosial yang adil dan pemenuhan manusia. Dalam Agrimedia (2014), keberlanjutan bisnis perusahaan sangat ditentukan oleh banyak faktor. Diantaranya adalah kinerja keuangan atau ekonominya. Kinerja keuangan ini antara lain dipengaruhi oleh pengembangan inovasi teknologi dan sosial, efisiensi dalam manajemen sumberdaya dan proses produksi, peningkatan omzet, transparansi dan keharmonisan relasi dengan stakeholders termazuk zero konflik di dalam dan diluar perusahaan. Semua ini secara langsung dan tidak langsung terkait dengan aplikasi konsep keberlanjutan bisnis. Dalam konsep keberlanjutaan bisnis fokus utama kebijakannya diarahkan pada upaya meminimalkan dampak negatif dari adanya resiko operasi atau kehadiran perusahaan terhadap lingkungan dan stakeholders. Pencitraan akan sendirinya terbentuk dan melekat dari hasil dampak meminimalkan resiko dan memaksimalkan kesejahteraan stakeholders. Dengan menerapkan konsep keberlanjutan ini perusahaan dituntut untuk selalu mengembangkan inovasi
9
teknologi dan sosial serta leadership yang lebih baik dari waktu ke waktu guna meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengelolaan potensi resiko akibat dari kehadiran atau operasi perusahaan dan peningkatan kesejahteraan sehingga akan berdampak positif pada pembangunan berkelanjutan dalam konteks bisnis yang dilakukan (Agrimedia, 2014). Strategi-startegi yang pro pada pembangunan berkelanjutan dicirikan oleh adanya kebijakan dan program peningkatan efisiensi dan efektifitas penggunaan energi dan sumberdaya alam, pengembangan inovasi yang dapat melakukan penghematan pengguanaan energy dan sumberdaya alam, pengembangan berbagai inovasi untuk penurunan resiko akibat hadirnya perusahaan, dan meningkatkan kualitas pekerja dan sumber daya manusia serta meningkatkan kualitas partisipasi stakeholder (Agrimedia, 2014). 2.2
Keberlanjutan Bisnis yang Berlandaskan Tri Hita Karana Konsep Tri Hita Wacana yang dirumuskan oleh Gajah Mada itu, kini lebih
dikenal dengan ajaran Tri Hita Karana sebagai sebuah doktrin keselarasan, keserasian, keharmonisan, dan keseimbangan dalam menata ke ajegan Hindu khususnya di Bali (Suhardana, 2008 : 77 dalam Angga, 2012). Tri Hita Karana yang secara etimologi terbentuk dari kata : tri yang berarti tiga, hita berarti kebahagiaan, dan karana yang berarti sebab atau yang menyebabkan, dapat dimaknai sebagai tiga hubungan yang harmonis yang menyebabkan kebahagian. Ketiga hubungan tersebut meliputi: 1) Hubungan yang harmonis antara manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa; 2) Hubungan yang harmonis antara manusia dengan sesamanya; dan 3) Hubungan yang harmonis antara manusia dengan lingkungannya.
10
Selanjutnya ketiga hubungan yang harmonis itu diyakini akan membawa kebahagiaan dalam kehidupan ini, di mana dalam terminalogi masyarakat Hindu diwujudkan dalam tiga unsur, yaitu: parahyangan, pawongan, dan palemahan. Parahyangan adalah merupakan kiblat setiap manusia untuk mendekatkan dirinya kepada
Sang
Pencipta
yang
dikonkretisasikan dalam
bentuk
tempat
suci, pawongan merupakan pengejawantahan dari sebuah pengakuan yang tulus dari manusia itu sendiri, bahwa manusia tak dapat hidup menyendiri tanpa bersama-sama
dengan
manusia
lainnya
(sebagai
makhluk
sosial).
Sedangkan palemahan adalah merupakan bentuk kesadaran manusia bahwa manusia hidup dan berkembang di alam, bahkan merupakan bagian dari alam itu sendiri. Menurut Rahmatullah (2009), keberlanjutan sebuah perusahaan ditentukan oleh aspek sosial dan lingkungan, bukan semata-mata faktor materiil, hal ini dikarenakan aspek sosial dan lingkungan adalah parameter untuk mengetahui apakah ada dampak posistif atau negatif dari kehadiran sebuah komunitas baru (perusahaan) terhadap komunitas lokal (masyarakat setempat). Selain itu perusahaan perlu mendapatkan local license sebagai bentuk legalitas secara kultural jika keberadaannya diterima masyarakat. Perusahaan terkadang merasa cukup dengan hanya mengandalkan izin formal baik dari pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten, namun mengabaikan izin lokal dalam hal ini memberikan perhatian terhadap aspek sosial dan lingkungan setempat. Semua perusahaan mengharapkan suatu keberlanjutan dalam usahanya, karena dengan keberlanjutan itulah akan mendatangkan keuntungan sebesar-
11
besarnya bagi perusahaan.
Beberapa faktor yang mendorong perusahaan
merespon konsep THK sehingga sejalan dengan operasional usahanya yaitu : 1.
Perusahaan adalah bagian dari masyarakat sehingga perusahaan diharapkan untuk memperhatikan kepentingan masyarakat. Perusahaan semestinya menyadari bahwa perusahaan beroperasi dalam satu tatanan lingkungan masyarakat. Kegiatan sosial ini berfungsi sebagai kompensasi atau upaya imbal balik atas penguasaan sumber daya alam atau sumber daya ekonomi oleh perusahaan yang kadang bersifat ekspansif dan eksploratif, disamping sebagai kmpensasi sosial karena timbul ketidaknyamanan (discomfort) pada masyarakat.
2.
Kalangan bisnis dan masyarakat sebaiknya memiliki hubungan yang bersifat simbiosa mutualisme. Untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat, sebaiknya licence to operate, wajar bila perusahaan juga dituntut untuk memberikan kontribusi positif kepada masyarakat, sehingga bisa tercipta harmonisasi
hubungan
bahkan
pendongkrakan
citra
dan
performa
perusahaan. 3.
Kegiatan dari konsep THK ini merupakan salah satu cara untuk meredam atau bahkan menghindarkan konflik sosial. Potensi konflik itu bisa berasal akibat dari dampak operasional perusahaan atau akibat kesenjangan struktural dan ekonomis yang timbul antara masyarakat dengan komponen perusahaan. Berkaitan dengan masalah loyalitas sumber daya manusia kepada bisnis dalam
rangka mencapai harmoni dan keberlanjutan bisnis sesuai dengan harapan Tri Hita Karana, pedoman Tri Hita Karana Award tahun 2005 menjelaskan bahwa
12
manusia harus mampu memberikan pelayanan yang terbaik kepada lima komponen penting. Komponen itu adalah sebagai berikut (Windia dan Dewi, 2007). 1. Pelayanan yang terbaik terhadap pelanggan. Hal ini adalah logis, karena pelangganlah yang membawa uang bagi kehidupan dan keberlanjutan sebuah bisnis. Tanpa pelanggan, harmoni mustahil akan terjadi dan bisnis mustahil akan berlanjut. Bahkan, dalam pelajaran bisnis, disebutkan bahwa pelanggan adalah raja (dalam batas-batas tertentu), 2. Pelayanan terbaik pada karyawan. Citra perusahaan sangat ditentukan oleh pelayanan karyawan pada pelanggan. Karyawan adalah garda terdepan dalam usaha pihak manajemen untuk memberikan citra yang baik pada perusahaan dan terus dapat menarik pelanggan. Karena itu, pelayanan terbaik diberikan pihak manajemen kepada karyawan akan melahirkan pelayanan yang terbaik dari karyawan pada para pelanggannya, 3. Pelayanan terbaik kepada pemilik. Pemilik adalah pemodal perusahaan dan investor. Seluruh kekuatan yang ada dalam perusahaan, dalam hal ini pihak manajemen dan karyawan harus dapat memberikan layanan terbaik kepada pemilik. Layanan yang terbaik kepada pemilik tentu saja harus diwujudkan dalam bentuk keuntungan yang dapat diberikan atas modal yang telah ditanamkan dalam perusahaan. Pelayanan yang tidak terbaik kapada pemili akan dapat menyebabkan disharmoni, 4. Pelayanan terbaik kepada pemerintah. Pemerintah adalah regulator. Ia memerlukan dana untuk mencapai visi dan fungsinya. Pelayanan yang terbaik kepada pemerintah diwujudkan dalam bentuk pajak yang harus
13
dibayarkan secara adil dan terbuka. Tanpa adanya pajak yang diberikan secara adil dan terbuka kepada pemerintah, maka mungkin akan terjadi disharmoni pada suatu saat, dan hal ini akan sangat mengganggu perjalanan bisnis perusahaan yang bersangkutan, 5. Pelayanan terbaik kepada masyarakat sekitar perusahaan. Perusahaan tidak bisa hidup sendiri dan hanya melakukan berbagai kegiatan internal. Gangguan sering terjadi dari sektor eksternal yakni dari masyarakat yang ada disekitarnya. Pelayanan terbaik ndiberikan dalam rangka memberikan bantuan (dalam batas-batas tertentu) kepada masyarakat disekitarnya, memberikan prioritas bekerja kepada tenaga kerja yang ada di sekitar perusahaan.
2.3 Penerapan Tri Hita Karana dalam Perusahaan Agribisnis Windia dan Dewi (2007) menyebutkan bahwa analisis bisnis pada umumnya
berorientasi
pada
kegiatan
untuk
meminimalkan
input
dan
mengoptimalkan output sehingga bisa memaksimalkan keuntungan. Kalau perusahaan sudah beroperasi maka tujuan akhir dari bisnis itu adalah keberlanjutan. Kalau bisnis itu ingin berlanjut maka bisnis itu harus menerapkan hakikat Tri Hita Karana yang menerapkan konsep harmonisasi dan kebersamaan. Sementara analisis Tri Hita Karana melandaskan kajiannya pada aspek parhyangan, pawongan, dan palemahan. 1. Parhyangan Parhyangan adalah sebuah konsep yang menginginkan adanya harmoni antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Dalam kaitan dengan kegiatan
14
bisnis, haruslah juga disadari bahwa aktivitas manusia yang berbisnis itu adalah suatu persembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kegiatan bisnis tidak hanya untuk satu tujuan yakni keuntungan yang maksimal, tetapi juga memperhatikan keharmonisan hubungan dengan yang di Atas. Dalam kegiatan bisnis di Bali hubungan tersebut terlihat melalui simbul keberadaan pura dalam kawasan kegiatan bisnis tersebut, minimal dalam bentuk Padmasari atau padmasana, yang dimanfaatkan oleh para karyawan sebagai mediator keterkaitannya dengan Tuhan Yang Maha Esa. Pura pada dasarnya juga berfungsi sebagai kontrol spiritual terhadap prilaku para karyawan dalam perusahaan. 2.
Pawongan Pawongan adalah sebuah konsep yang menginginkan adanya harmoni antara manusia dengan sesamanya. Dalam kegiatan bisnis, haruslah disadarai bahwa pelaku bisnis padaa hakikatnya adalah sosok manusia sebagai mahluk Tuhan. Maka pelaku bisnis tidak berbeda dengan manusia lainnya, yang mungkin adalah pekerja atau karyawan dalam perusahaan. Dengan demikian pelaku bisnis haruslah menjaga harmoni dengan sesamanya yang secara internal ada dalam perusahaan. Harmoni juga harus dilakukan dengan sesamanya secara eksternal agar tidak terjadi konflik dengan lingkungan masyarakat sekitar. Jika terjadi konflik maka menunjukan belum adanya harmoni dengan lingkungan sekitar. Tentu saja akan menyebabkan operasional mengalami kendala, yang berakibat kegiatan bisnis tidak akan bisa berlanjut. Dalam kehidupan nyata dapat dilihat bahwa aspek pawongan memiliki kaitan langsung terhadap keharmonisan hubungan diantara sesama manusia dalam
15
suatu wilayah kegiatann bersama. Untuk itu dalam mengimplementasikan Tri Hita Karana untuk mencapai kehidupan yang harmonis harus diikuti berbagai aturan yang mengikat. Akhirnya dalam kaitan ini para pelaku bisnis harus melakukan pemberian dengan ikhlas dan proporsional kepada sesamanya secara internal dan eksternal, agar terjadi harmoni. 3. Palemahan Palemahan adalah sebuah konsep yang menginginkan adanya harmoni antara manusia dengan lingkungan alam sekitarnya. Pelaku bisnis juga harus menjaga harmoni dengan lingkungan alam di sekitarnya. Jika terjadi disharmoni maka pasti akan membahayakan keberlanjutan kegiatan bisnis tersebut. Dalam ajaran Hindu ditentukan bahwa untuk menjaga harmoni dengan alam ada konsep yang disebut dengan tri mandala dan tri angga. Tri mandala diimplementasikan dalam ruang yang bersifat horizontal. Dimana suatu kawasan dibagi kedalam tiga bagian yaitu kawasan hulu, kawasan tengah, dan kawasan hilir. Kawasan hulu sebagai kawasan suci, kawasan tengah sebagai kawasan hunian dan kawasan hilir diperuntukan bagi yang bersifat kotor seperti pemeliharaan ternak, pepohonan dan lain – lain. Sementara tri angga adalah sebuah konsep yang diimplementasikan bagi kawasan yang bersifat vertikal. Bagian atas adalah untuk kawasan yang disucikan, bagian tengah adalah untuk kawasan yang dihuni, dan bagian bawah adalah untuk kawasan yang bersifat kotor seperti gudang, tempat sampah, tempat parkir, dan lain – lain. Dalam pelaksanaan Tri Hita Karana di perusahaan agribisnis perlu adanya sinergi antara sistem teknologi dan sistem kebudayaan. Sistem teknologi memiliki
16
lima sub sistem yakni sofware (pola pikir), hardware (kebendaan), humanware (tenaga kerja yang berkait kemampuannya dengan teknologi tersebut), organoware (organisasi/manajemen), dan infoware (informasi yang terkait dengan teknologi tersebut). Sementara sistem kebudayaan memiliki tiga sub sistem yakni pola pikir, sosial, dan artefak/kebendaan. Dalam aspek pola pikir tercermin kesadaran dari pihak pebisnis untuk tidak semata–mata mengejar keuntungan dalam proses bisnisnya. Misalnya kesadaran untuk melakukan pemberian bantuan kepada masyarakat sekitarnya, menjalin kerjasama dengan masyarakat sekitarnya, dan melakukan berbagai kegiatan sosial di dalam maupun diluar perusahaan. Dalam aspek sosial tercermin kegiatan munculnya kesadaran untuk mempekerjakan/memberikan fasilitas bagi tenaga kerja yang ada di sekitar perusahaan, mengelola pura yang ada di perusahaan sebagaimana mestinya, membentuk bagian khusus yang menangani pura, serta membentuk peguyuban pelaku dan pemerhati khususnya masalah Tri Hita Karana di perusahaan dan dilingkungan sekitar perusahaan. Dalam aspek artefak/kebendaan tercermin dalam kegiatan bersedia membangun pura di perusahaan yang disesuaikan dengan tri mandala (pembangunan yang bersifat harmoni secara horisontal) dan tri angga (pembangunan yang bersifat harmoni secara vertikal), serta ada perhatian yang lebih intens bagi peningkatan kesejahteraan karyawan, baik fisik maupun non fisik.
2.4 Metode Analisis Tri Hita Karana Secara Umum Metode analisis data dalam keberlanjutan ini menggunakan Fuzzy Set Theory Analisis yaitu menentukan ranking komponen setiap sel matrik yang
17
menghubungankan sistem teknologi dan sistem kebudayaan. Setelah sebelumnya dilakukan analisis inverse matriks terhadap data yang dikumpulkan. Inverse matriks analisisnya sebagai berikut. A.X = H Ket : A = matriks bujur sangkar n x n dari koefisien-koefisien (matriks koefisien) X = matriks yang diketahui (matriks solusi/respon/transformasi) n x n H = matriks konstanta, n x n Menurut Chpra dan Canele (1985) bahwa matriks A.X = H, sebagai matriks: „interaksi‟ x „tanggapan‟ = „rangsangan‟ Selanjutnya A.X = H dikalikan dengan A-1 (inverse matriks) (Kreyszig,1983) sehingga menjadi persamaan: X = A-1.H Setelah matriks X dapat dihitung, matriks A diketahui, maka kedua matriks itu dapat dibedakan dengan menghitung determinan D dari matriksmatriks yang bersangkutan. Dengan demikian dapat diketahui seberapa jauh solidaritas/ keberlanjutan perusahaan (yang tercermin dalam matriks A) dapat ditranfer/ ditransformasikan. Analisis terhadap determinan dari matriks-matriks tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: (D-D*) / D x 100% Ket : D = determinan matriks A, D* = determinan matriks X. Makin besar nilainya, maka makin besar kemampuan perusahaan dengan konsep THK dapat ditransfer atau ditranformasikan, dan ini berarti nilai-nilai THK dalam perusahaan dapat berlanjut.
BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN
3.1
Kerangka Konsep Penelitian Konsep keberlanjutan telah menjadi tren baru. Banyak orang berbicara
tentang pentingnya konsep keberlanjutan dan beberapa perusahaan bahkan mulai mengaplikasikannya
dalam
pengembangan
organisasi
bisnis.
Penerapan
keberlanjutan perusahaan yang menjadi orientasi keberhasilan suatu perusahaan untuk mengantisipasi dampak arus global saat ini yang mengagungkan efisiensi dan produktivitas sebagai dampak pemikiran paradigma kompetitif. Keberlanjutan bisnis perusahaan sangat ditentukan oleh banyak faktor. Diantaranya adalah kinerja keuangan atau ekonominya. Kinerja keuangan ini antara lain dipengaruhi oleh pengembangan inovasi teknologi dan sosial, efisiensi dalam manajemen sumberdaya dan proses produksi, peningkatan omzet, transparansi dan keharmonisan relasi dengan stakeholders termazuk zero konflik di dalam dan diluar perusahaan. Semua ini secara langsung dan tidak langsung terkait dengan aplikasi konsep keberlanjutan bisnis. Konsep keberlanjutan dapat dirinci dari tiga aspek pemahaman, yaitu keberlanjutan ekonomi, keberlanjutan lingkungan dan keberlanjutan sosial. Dengan demikian konsep keberlanjutan mempunyai tiga tujuan utama yaitu ekonomi artinya pertumbuhan ekonomi ditujukan untuk kesejahteraan semua anggota masyarakat, dapat dicapai melalui teknologi inovatif yang berdampak minimum terhadap lingkungan; tujuan ekologi yaitu etika lingkungan nonantroposentris menjadi pedoman hidup masyarakat, sehingga mereka selalu mengupayakan kelestarian dan keseimbangan lingkungan, konservasi sumberdaya 18
19
alam vital, dan mengutamakan peningkatan kualitas hidup non-material; dan tujuan sosial keadilan dan kesetaraan akses terhadap sumberdaya alam dan pelayanan publik, menghargai diversitas budaya dan kesetaraan gender. Dalam menjalankan kegiatannya, perusahaan menginginkan kelancaran dalam segala kegiatan. Oleh karena itu pentingnya pengembangan suatu konsep kegiatan keberlanjutan dengan menerapkan Tri Hita Karana sehingga terjadi harmoni dan kebersamaan. Harmoni dan kebersamaan yang merupakan hakikat universal dari konsep Tri Hita Karana pada dasarnya adalah milik seluruh umat manusia dengan berbagai etnis dan agama yang dianutnya. Menilik Bali merupakan perancang konsep Tri Hita Karana sebagai landasan pembangunan kedepan, untuk itu diharapkan semua komponen Bali supaya benar-benar menerapkan Tri Hita Karana baik di sektor pemerintah, sektor pertanian, dan sektor ekonomi termasuk kaitannya penerapan Tri Hita Karana di dalam keberlanjutan bisnis PT Alove Bali. Penerapan dalam pengelolaan keberlanjutan bisnis dengan konsep Tri Hita Karana oleh PT Alove Bali dianggap perlu. Hal ini diyakini apabila pihak manajemen perusahaan dapat menerapkan Tri Hita Karana secara optimal, maka diharapkan tidak adanya konflik di kalangan manajemen atau antara manajemen, masyarakat dan lingkungan sehingga tercipta harmoni dan kebersamaan. Oleh karena itu, penerapan keberlanjutan perusahaan yang menjadi orientasi keberhasilan suatu perusahaan memerlukan suatu analisis kegiatan bisnis dengan konsep Tri Hita Karana. Semakin banyak sistem sosial yang menerapkan Tri Hita Karana diharapkan kegiatan perusahaan akan terus dapat berlanjut selain itu analisis kegiatan bisnis mampu mengantisipasi dampak arus global saat ini
20
yang mengagungkan efisiensi dan produktivitas sebagai dampak pemikiran paradigma kompetitif. Secara rinci alur pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Konsep Tri Hita Karana (THK)
Bisnis Pupuk Cair Organik Keberlanjutan Bisnis PT. Alove Bali
-
Elemen Tri Hita Karana (THK) Hubungan Antar Sistem Teknologi (Pola pikir (Software), Artefak (Hardware), Sosial (Humanware), Oraganoware dan Infoware) dengan Sistem Kebudayaan.
Analisis Keberlanjutan Bisnis Berlandaskan Tri Hita Karana
Kesimpulan
Rekomendasi
Gambar 3.1 Alur Berpikir Penelitian Keberlanjutan Bisnis Alove Bali.
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Penelitian keberlanjutan bisnis pupuk cair organik PT Alove Bali menggunakan pendekatan survey. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini nantinya akan secara langsung diberikan kepada karyawan PT Alove Bali. Setelah data primer dikumpulkan secara langsung dilapangan, selanjutnya data tersebut ditabulasi dan kemudian dianalisis menggunakan analisis fuzzy zet. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan lidah buaya (Aloe vera). Lokasi penelitian ini terletak di Br.TengahBonbiyu, Desa Saba, Blahbatuh, Kabupaten Gianyar. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dengan pertimbangan sebagai berikut : 1.
perusahaan ini merupakan satu-satunya perusahaan di Bali yang bergerak dalam industri pupuk cair organik dari bahan lidah buaya,
2.
pengelolaan pada PT Alove Bali secara adaptif bertanggung jawab pada kepentingan ekologis serta tanggung jawab sosial terhadap masyarakat pedesaan dengan menyediakan lapangan pekerjaan yang diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2014 sampai dengan bulan Juli
2014.
21
22
4.3 Instrumen Penelitian 4.3.1 Jenis Data Jenis data yang dikumpulkan untuk mendukung penelitian ini adalah data kuantitatif dan kualitatif sebagai berikut. 1. Data kuantitatif adalah data yang membentuk angka-angka atau data yang dapat dihitung seperti jumlah responden dan pengolahan data secara statistic yang dapat mendukung penelitian. 2. Data kualitatif adalah data yang tidak dapat dihitung atau berupa bentuk keterangan atau informasi yang berkaitan dengan penelitian yaitu data hasil wawancara dengan responden seperti sejarah perusahaan, struktur organisasi perusahaan, gambar produk, manfaat produk, aktivitas perusahaan, dan opini responden. 4.3.2
Sumber Data
Sumber data yang dukumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, sebagai berikut. 1.
Data primer adalah data yang didapatkan dari responden secara langsung
di
wilayah
penelitian
melalui
wawancara
dengan
menggunakan instrumen berupa daftar pertanyaan (kuisioner). Selain itu, dilakukan observasi ke lokasi penelitian tujuannya untuk mengetahui kondisi langsung daerah peneliatian. 2.
Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada seperti catatan atau dokumentasi perusahaan.
23
4.3.3 Metode Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut : 1.
observasi merupakan kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut (Poerwandari, dalam Suparta, 2001), dilakukan dengan cara mengamati secara langsung dan intensif pada bidang kegiatan yang telah dilakukan oleh karyawan perusahaan,
2.
wawancara merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab antara peneliti dengan pihak-pihak yang dapat membantu peneliti dalam mengumpulkan data,
3.
dokumentasi adalam metode pengumpulan informasi dengan mempelajari data tertulis untuk memperoleh data sekunder mengenai sejarah organisasi dan data tertulis lainya yang ada kaitannya dengan penelitian ini.
4.4 Penentuan Sumber Data Menurut Sugiono (2002), populasi merupakan wilayah generasi yang terdiri atas objek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pengelola dan karyawan perusahan Alove Bali yang semuanya berjumlah 21. Sampel merupakan himpunan obyek pengamatan yang dipilih dari populasi. Jumlah sampel yang digunakan adalah lima sampai sepuluh kali dari variable yang dimuat dalam angket. Dengan demikian metode pengambilan
24
sampel ditetapkan dengan metode sensus. Sementara itu dimintakan pula berbagai keterangan dari para informan yakni pengemuka masyarakat yang ada di sekitar kawasan tersebut.
4.5
Variabel Penelitian Upaya menjabarkan pelaksanaan Tri Hita Karana dalam pengelolan
keberlanjutan bisnis, maka perlu dipahami bisnis adalah sebuah sistem teknologi. Hal itu didasarkan pada konsep bisnis merupakan sebuah alat untuk mencapai tujuan dengan efektif dan efesien. Disisi lain karena kegiatan keberlanjutan diharapkan berlandaskan Tri Hita Karana (kebudayaan), maka keberlanjutan yang berlandaskan Tri Hita Karana itu harus dipandang sebagai suatu sinergi antara sistem teknologi dan sistem kebudayaan. Hal itu disebabkan karena Tri Hita Karana sejatinya adalah sebuah budaya atau juga disebut sebagai suatu sistem kebudayaan (Windia dan Dewi, 2007). Windia dan Dewi (2007), keberlanjutan yang berlandaskan Tri Hita Karana adalah sinergi antara sistem teknologi dan sistem kebudayaan. Oleh karena itu dapat dibuat sebuat matriks yang menyatakan hubungan antara sistem teknologi dan sistem kebudayaan. Matriks tersebut menghubungkan sebuah subsistem dari sistem teknologi dengan semua subsistem dari sistem kebudayaan. Subsistem dari sistem teknologi dan sistem kebudayaan. Subsistem dari sistem teknologi yang terdiri dari (1) software (pola pikir), (2) hardware (artefak), (3) hummanware (sosial), (4) organoware organisasi dan (5) infoware (informasi). Sedangkan subsistem dari sistem kebudayaan terdiri dari (1) pola pikir, (2) sosial dan (3) artefak/kebendaan. Adapun matriks atau hubungan antara semua
25
subsistem dari sistem teknologi dengan semua subsistem dari sistem kebudayaan tersebut dapat digambarkan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Matriks Hubungan antara Semua Sub Sistem dari sistem Teknologi dan semua Subsistem dari Sistem Kebudayaan. Kebudayaan Teknologi Subsistem Sofware (Pola Pikir) Subsistem Hardware (Artefak) Subsistem Humanware (Sosial) Subsistem Organoware
Subsistem Pola Pikir
Subsistem Sosial
Subsistem Artefak/Kebendaan
Subsistem Inforware Sumber : Windia dan Dewi (2007) Di dalam sel-sel matriks seperti terlihat pada Tabel 3.1 adalah merupakan domisili dari semua elemen yang merupakan penjabaran dari aspek parhyangan, pawongan dan palemahan. Adapun aspek Tri Hita Karana yang diukur penerapannya pada kegiatan bisnis PT Alove Bali dapat dilihat pada Tabel 3.2.
26
Tabel 4.2 Elemen Penjabaran Aspek-aspek Tri Hita Karana pada PT Alove Bali
No 1 I II
Hubungan antar sub sistem 2 Pola pikir dengan software Pola pikir dengan hardware
Elemen 3 Tidak memiliki elemen
III
Pola pikir dengan humanware
IV
Pola pikir Organeware
V
Pola pikir dengan infoware
VI
Sosial dengan Software
VII
Sosial dengan hardware
Keberadaan bangunan tempat peribadatan (pura) dilingkungan perusahaan Kontribusi bisnis kegiatan usaha terhadap kegiatan keagamaan Kontribusi perusahaan dalam proses pembangunan pura yang ada disekitar lingkungan perusahaan Adanya upaya pelestarian dan pengembangan budaya Bali di perusahaan Memberikan kesempatan pada karyawan untuk melaksanakan kegiatan keagamaan Kegiatan sosialisasi THK bagi para tamu yg berkunjung ke perusahaan Melaksanakan kegiatan ritual keagamaan secara periodik di lingkungan perusahaan Lokasi tempat suci yang seharusnya sesuai dengan konsep arsitektur tradisional Bali Setiap aktivitas yang berkaitan dengan penerapan teknologi pertanian yang baru diinformasikan kepada petani plasma Keberadaan perusahaan sebagai perusahaan pupuk organik sering diinformasikan kepada publik Tidak adanya konflik antara masyarakat dengan pihak perusahaan Memberikan fasilitas cuti bagi karyawannya Memberikan penghargaan kepada karyawan berprestasi Ada kesepakatan pembagian penerimaan antara pihak perusahaan dengan petani setempat Mempersiapkan berbagai paket kegiatan
27
Tabel 4.2 Lanjutan No
Hubungan antar sub sistem
Elemen
1
2
3 dikawasan perusahaan Alove Bali Karyawan mendapat bonus dan tunjangan hari raya secara proposional Memiliki koperasi Mempersiapkan awig-awig (aturan tertulis) tentang hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan/dibangun di perusahaan Tidak memiliki elemen
VIII
Sosial dengan humanware
IX
Sosial dengan organoware
X
Sosial dengan infoware
XI
Artefak dengan software
Melakukan pembinaan secara rutin kepada karyawan agar bisa memperlakukan konsumen dengan baik dan sopan Mempunyai kegiatan untuk memberdayakan sumber daya manusia eksternal Mempunyai kegiatan untuk memberdayakan sumber daya manusia internal Adanya komunikasi yang harmonis dengan masyarakat sekitar lingkungan perusahaan Adanya informasi-informasi terbaru tentang perusahaan Mengidentifikasi kawasan yang rusak Mengidentifikasi tanaman yang cocok pada kawasan yang rusak Meningkatkan sosialisasi / penyuluhan / pembinaan tentang Subak Meningkatkan pengamanan terhadap gangguan Mengadakan kerjasama dengan luar negeri dan perguruan tinggi untuk pengembangan kawasan sekitar perusahaan Menyiapkan lokasi kegiatan usaha Memperbaiki prasarana seperti jalan dan bangunan
28
Tabel 4.2 Lanjutan No
Hubungan antar sub sistem
Elemen
1 XII
2 Artefak dengan hardware
XIII
Artefak dengan humanware
XIV Artefak dengan organoware
XV
Artefak dengan infoware
3 Tidak ada elemen Mempunyai kegiatan untuk menjaga dan melestarikan lingkungan Tidak pernah konflik dengan masyarakat karena faktor lingkungan Melakukan upaya pembibitan spesies tanaman yang cocok pada kawasan yang rusak Melakukan pemantauan lingkungan secara berkala Mempersiapkan peta/ sketsa untuk kawasan tersebut
4.6 Validitas dan Realibitas Sebelum daftar pernyataan disebarkan ke responden, perlu diuji dulu validitas dan realibitasnya. Uji validitas dan realibitas dilakukan untuk mengukur sejauh mana daftar pernyataan dapat mengukur apa yang seharusnya diukur dan memiliki konsistensi hasil bila digunakan secara berulang-ulang. Daftar pernyataan dikatakan valid, apabila koefisien korelasinya (rhitung) ≥ 0,30 (Ferdinan 2002 : 173). Daftar pernyataan penelitian dikatakaan reliable bila nilai α dari Cronbach‟s > 0,6.
4.7 Metode Analisis Data Metode analisis data adalah suatu cara yang digunakan untuk menganalisis data yang dikumpulkan melalui penelitian untuk menjawab tujuan penelitian.
29
Dalam konteks penelitian ini, keberlanjutan bisnis diukur berlandaskan Tri Hita Karana. Bisnis yang berlandaskan Tri Hita Karana dianggap sebagai sebuah sisten teknologi yang telah bersinergi dengan sistem kebudayaan, seperti telah diuraikan sebelumnya. Hubungan elemen-elemen dalam system yang berlandaskan Tri Hita Karana sangat kompleks, yang sebagian diantaranya mengandung nilai-nilai kuantitatif, misalnya pada elemen-elemen yang bersifat kebendaan dan sebagian lainnya mengandung nilai-nilai kualitatif misalnya pada elemen-elemen yang bersifat pola pikir dan sosial. Hubungan antara elemen-elemen penyusun system bisnis tersebut tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya (Pusposutardjo, 2001) dan berbentuk fungsi yang tidak linier,seperti yang terlihat dalam bahasan berikut A = k.f (B, S, K )………………………………………………(1) Keterangan : A
= system bisnis yang berlandaskan THK
k
= tetapan
f (B, S, K)
= fungsi budaya/ pola pikir (parhyangan), sosial (pawongan), dan kebendaan / artefak (palemahan).
Agar hubungan fungsional elemen-elemen system bisnis itu dapat dicirikan
perilakunya,
maka
dalam
kajian
metodologis
ini
dilakukan
penyederhanaan (simplifikasi), yaitu dengan melakukan diskritisasi. Dalam kisaran nilai batas diskrit tersebut, fungsi hubungan antara elemen-elemen sistem bisnis berlandaskan Tri Hita Karana itu dapat dinyatakan dalam bentuk matriks.
30
Matriks bisnis ber-THK itu adalah matriks antara “bisnis” sebagai sistem teknologi dan “THK” sebagai sistem kebudayaan. Dengan demikian akan ada matriks hubungan antara semua subsistem dari sistem teknologi dan semua subsistem dari sistem kebudayaan. Sistem teknologi terdiri dari lima subsistem yakni subsistem software, subsistem hardware, subsistem humanware, subsistem organoware, susbsistem infoware dan subsistem kebudayaan terdiri dari tiga subsistem
yakni
subsistem
polapikir,
subsistem
sosial,
subsistem
artefak/kebendaan. Dengan demikian, bentuk matriks dari hubungan elemen-elemen sistem bisnis yang berlandaskan Tri Hita Karana dapat ditulis sebagai berikut : a11 a A = aij = 21 a31
a12 a22 a32
a13 a23 a33
a14 a15 a24 a25 a34 a35
Keterangan :
A = sistem bisnis yang berlandaskan THK
a ij = elemen-elemen dari hubungan semua sub sistem dari sistem kebudayaan dengan semua sub sistem dari sistem teknologi. i =
sistem kebudayaan (1 = budaya/ pola pikir; 2 = sosial; 3 = kebendaan/
artefak) j = sistem teknologi (I = software; 2 = hardware; 3 = humanware; 4 = organoware; 5 = infoware). Kinerja sistem bisnis yang dinyatakan dengan A (aij) akan serupa bila persyaratan elemen aij terpenuhi, meski berada dalam lingkungan yang berbeda. Selanjutnya kalau dilakukan perbaikan pada elemen aij maka ada peluang kinerja
31
sistem mencapai kinerja ideal. Andaikan kinerja matriks sistem bisnis ideal dinyatakan dengan matriks H(hij) maka diperoleh hubungan sebagai berikut :
A X = H ……………………………………(2) Sehubungan dengan elemen-elemen sistem bisnis berbentuk matriks, maka matriks tersebut bisa memiliki bentuk transformasi (Chopra dan Canale, 1985;Supranto, 1992; dan Suwondo, 1993 dalam (Windia dan Dewi, 2011). Nilai transformasinya dapat diketahui dengan melihat nilai matriks X, yang diperoleh dengan menghitung hasil kali inverse matriks A, sebagai berikut :
X = A -1 H………………………………………..(3) Keterangan :
A
= matriks sistem bisnis (yang senyatanya/ saat penelitian) (n x n).
H
= matriks sistem bisnis (ideal) (n x n).
X
= matriks sistem bisnis (tranformasi) (n x n).
A -1
= inverse A (n x n).
Sebelum matriks A diinverse, matriks itu perlu terlebih dulu dibuat dalam bentuk kuadrat (bujur sangkar). Untuk menjadikan matriks kuadrat harus dikalikan dengan matriks transposenya (Jhonston, 1984 dalam Windia dan Dewi, 2011) sehingga rumusnya menjadi sebagai berikut : A . X =H AT A . X = AT H (AT A) X = AT H X = (AT A)-1 AT H………………………………………..(4) Matriks X dalam persamaan (2) dapat disebutkan sebagai model/ bentuk matriks transformasi karena mentransformasikan sistem bisnis dengan ciri kinerja
32
tertentu ke bentuk bisnis dengan kinerja ideal sesuai dengan landasan Tri Hita Karana. Perbedaan antara matriks A dan X dinyatakan dengan nilai determinannya (D). Beda absolute antara D matriks sistem nilai bisnis senyatanya dan D matriks bisnis transformasi adalah merupakan nilai peluang transformasi sistem bisnis yang bersangkutan. Dalam penelitian ini, nilai tersebut adalah merupakan nilai penerapan Tri Hita Karana dalam kegiatan bisnis ini (Z). Nilai Z merupakan nilai potensi keberlanjutan. Z = (D – D*) / D x 100%...........................................................(5) Keterangan : Z = koefisien peluang transformasi. D = determinasi matriks A D* = determinasi matriks X
Untuk mendapatkan matriks hubungan antara sistem kebudayaan dengan sistem teknologi maka dibuat substansi (matriks) yang ada pada setiap sel matriks tersebut kemudian dinarasikan menjadi bentuk “pernyataan” (bukan dalam bentuk pernyataan/ kalimat tanya). Untuk mendapatkan nilai peluang transformasi (penerapan THK), maka setiap sub sistem (elemen matriks) diberikan jenjang skor (dengan rentang 1 s.d 5), untuk Harapan ideal, sangat setuju (skor 5), setuju (skor 4), ragu-ragu (skor 3), ragu-ragu (skor 2) dan sangat tidak setuju (skor 1). Keadaan aktual yaitu paling sesuai dengan harapan ideal (skor 5), keadaan aktual sesuai dengan harapan ideal (skor 4), keadaan actual cukup sesuai dengan harapan ideal (skor 3), keadaan actual tidak sesuai dengan harapan ideal (skor 2), keadaan actual sangat tidak sesuai dengan harapan ideal (skor 1). Nilai tiap-tiap hubungan sub sistem
33
kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan total nilai, selanjutnya total nilai dibagi dengan jumlah pernyataan pada sistem itu untuk mendapatkan nilai ratarata. Nilai rata-rata itulah yang akan diinverse. Analisis inverse dilakukan, karena hasil inverse mempunyai nilai sama dengan satu. Hal ini menunjukkan tujuan ideal dari sistem bisnis yang bersangkutan. Sebelum dilakukan proses analisis inverse, data yang diperoleh dinormalkan terlebih dahulu sesuai model yang dilakukan dalam analisis teori Fuzzy Set (Windia dan Dewi, 2007). Skor untuk elemen-elemen matriks dicari untuk keadaan saat penelitian (senyatanya) dan untuk keadaan yang maksimal di masa yang akan datang (keadaan ideal berdasarkan pendapat responden). Dalam kaitan dengan proses analisis inverse, dinyatakan bahwa matriks A adalah matriks yang mengandung skor keadaan saat penelitian (senyatanya) dan matriks H adalah matriks yang mengandung skor untuk keadaan maksimal di masa yang akan datang (matriks ideal). Matriks X adalah matriks transformasi yang akan dapat dicari nilainya, sekaligus merupakan nilai penerapan THK. Selanjutnya, seperti terlihat pada persamaan (5), setelah matriks X dapat dihitung dan matriks A diketahui maka kedua matriks itu dapat dibedakan dengan menghitung determinan (D). Nilai Z pada persamaan (5) menunjukkan nilai peluang perusahaan/bisnis sampel untuk ditransformasikan. Seperti disebutkan sebelumnya, sistem bisnis dapat ditransformasikan (diketahui kemampuan penerapan THK-nya), ditentukan oleh nilai absolute perbedaan determinan D dan D*. Bila nilai perbedaan absolutnya adalah nol (0), D = D*, dan /atau nilai D*nadalah nol, maka bisnis tersebut tidak dapat ditransformasikan
34
(tidak mentransformasi/
menerapkan
THK).
Suatu
sistem bisnis dapat
ditransformasikan (memiliki nilai penerapan THK) bila nilai D > D* > 0. Makin besar nilai Z, maka makin besar kemampuan bisnis itu melakukan penerapan Tri Hita Karana. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut: 1). Bila nilai 0 < Z ≤ 25% dapat diartikan kurang baik penerapan THK-nya. 2). Bila nilai 25% < Z ≤ 50% dapat diartikan cukup baik penerapan THK-nya. 3). Bila nilai 50% < Z ≤ 75% dapat diartikan baik penerapan THK-nya. 4). Bila nilai 75% < Z ≤ 100% dapat diartikan sangat baik penerapan THK-nya
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian Desa Saba terletak di Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar. Desa ini terdiri dari delapan banjar dinas yaitu Banjar Dinas Blangsinga, Banjar Dinas Sema, Banjar Dinas Kawan, Banjar Dinas Tengah, Bnjar Dinas Tegallulung, Banjar
Dinas Banda, Banjar Dinas Pidada, dan Banjar Dinas Saba. Dari
Kedelapan banjar dinas tersebut terbagi dakam lima desa pakraman, yaitu Desa pakraman Balngsinga, Desa Pakraman Bonbiyu (Sema, Kawan, Tengah, Tegallulung), Desa Pakraman Banda, Desa Pakraman Pinda, dan Desa Pakraman Saba. Batas-batas wilayah Desa Saba ini sebagai berikut : a.
Sebelah utara
: Desa Blahbatuh,
b.
Sebelah timur
: Desa Pering,
c.
Sebelah selatan
: Samudra Indonesia,dan
d.
Sebelah barat
: Kecamatan Sukawati.
Berdasarkan iklim dan curah hujan Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar mempunyai iklim tropis dengan dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Musim hujan biasanya terjadi pada bulan Oktober sampai April. Sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan April sampai Oktober. Namun keadaan curah hujan dan penggantian musim itu tidak mutlak terjadi pada bulan-bulan tersebut, hal ini sangat dipengaruhi oleh letak geografis maupun keadaan cuaca setempat sehingga sering terjadi bahwa musim kemarau lebih panjang dari musim hujan.
35
36
Luas wilayah Desa Saba adalah 6,60 km2 yang membentang dari sebelah Utara ke Selatan yang terdiri dari sawah 355,45 ha, tegalan 88,01 ha, pekarangan 173,32 ha, kuburan 5,00 ha dan lainnya 38,22 ha. Dengan ketinggian wilayah 0 s.d 500 meter di atas permukaan laut (Profil desa Saba Tahun 2013).
5.2 Gambaran Umum PT Alove Bali 5.2.1 Sejarah singkat perusahaan PT Alove Bali didirikan pada tahun 2005 oleh investor dari Belanda yang bernama Mr. Hendrikua Johanes Swarenberg dan Mr. Petrus Van Leiwen. Alove Bali saat ini memproduksi pupuk cair organik. Pengelolaan tanaman lidah buaya menjadi pupuk cair organik ini dilakukan di pabrik yang bertempat di Desa Saba Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali. Dasar pendirian perusahan adalah karena iklim di Bali cocok untuk pengembangan budidaya tanaman lidah buaya sehingga dapat memberikan kontribusi kepada petani. Pada umumnya suatu perusahaan dalam aktivitasnya mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Tujuan tersebut sangat penting bagi perusahaan, karena merupakan acuan serta pedoman untuk melaksanakan setiap aktivitas kegiatan perusahaan. Tujuan perusahaan PT Alove Bali sebagai berikut. 1. Turut melaksanakan kebijakan atau program pembangunan nasional pada umumnya khususnya di bidang pertanian. 2. Dapat memberikan dampak sosial yang positif bagi masyarakat luas. 3. Dapat memenuhi pasokan lidah buaya untuk diproduksi menjadi pupuk organik.
37
5.2.2 Struktur organisasi dan pembagian tugas Manajemen yang baik dalam sebuah perusahaan berusaha menempatkan orang yang tepat pada posisi yang tepat. Oleh karena itu sikap perusahaan harus mempersiapkan landasan yang kuat sebelum melaksanakan penerimaan karyawan. Landasan yang dimaksud adalah membuat “job analysis” atau analisa jabatan/analisa tugas yaitu suatu uraian tentang informasi jabatan. Tujuannya analisa ini adalah untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan yang dibutuhkan. Struktur organisasi selalu mebatasi kedudukan personalia dalam hubungan dengan personalia lain. Adapun tujuan dibentuk struktur organisasi adalah untuk membantu menyusun dan mengarahkan usaha-usaha dalam organisasi sehingga usaha tersebut berjalan sesuai dengan tujuan organisasi. Struktur organisasi pada PT Alove Bali dibagi kedalam beberapa tingkatan dan bagian sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab. Untuk lebih jelas mengenai struktur organisasi PT Alove Bali dapat dilihat pada Gambar 4.1. Direktur
Manajer Perkebuna n Administrasi
Supervisor Bali Barat
Manajer Produksi & Operasi
Inspektur Manajer
Supervisor Bali Tengah
Gambar 4.1 Struktur Organisasi PT Alove Bali Sumber : PT Alove Bali s
Manajer Pemasaran
Accounting
Supervisor Bali Timur
38
Berdasarkan struktur organisasi PT Alove Bali maka dapat diuraikan tugas dan tanggung jawab dari masing-masing komponen perusahaan sebagai berikut. 1. Direktur bertugas membuat perencanaan dan mengevaluasi semua kegiatan dalam perusahaan. 2. Manajer pemasaran bertugas untuk mengidentifikasi semua produk yang dihasilkan antara lain dari jenis, kemasan, kapasitas, bentuk dan sebagainya, mempromosikan atau memperkenalkan produk semenarik mungkin melalui media elektronik maupun cetak yang sesuai dengan selera konsumen atau pasar yang dituju, dan berusaha meningkatkan penjualan produk perusahaan dengan strategi penawaran yang tepat. 3. Manager produksi dan operasi bertugas mengatur dan mengawasi proses produksi untuk memenuhi kebutuhan rencana penjualan baik mengenai mutu maupun mengenai kuantitas dari produk yang akan diproduksi, mengurus pengadaan bahan baku dan menyeleksi bahan baku yang akan di beli dari supplier, mengatur pemeliharaan dan penyimpanan alat-alat yang akan digunakan dalam proses produksi serta membuat perencanaan kegiatan produksi. 4. Manager perkebunan bekerjasama dengan para supervisor dalam menyusun jadwal panen, mengkoordinasi dan mengawasi kegiatan para petani plasma agar sesuai dengan standar perusahaan. 5. Inspektur manager bertugas mengawasi atau memonitoring kegiatankegiatan yang dilakukan oleh supervisor. 6. Administrasi atau accounting bertugas untuk mengadakan pembukuan atas semua transaksi yang dilakukan oleh perusahaan, menerima dan
39
mengirim surat-surat yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan, memberikan laporan aktifitas penjualan dan hutang piutang perusahaan dan membayar gaji karyawan. 7. Supervisor bertugas untuk mengawasi kegiatan budidaya petani lidah buaya agar sesuai dengan standar perusahaan, mengerjakan kegiatan penyuluhan dan pembinaan kepada petani, mendata dan mencatat setiap anggota kelompok tani serta menjalankan jadwal panen yang telah ditentukan. 5.3 Proses Pembuatan Pupuk Cair Pupuk organik cair merupakan salah satu jenis pupuk yang banyak beredar dipasaran. Pupuk organik cair kebanyakan diaplikasikan melalui daun atau disebut sebagai pupuk cair foliar yang mengandung hara makro dan mikro esensisal (N, P, K, S, Ca, Mg, B, Mo, Cu, Fe, Mn dan bahan organik). Pupuk organik cair selain dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, juga membantu meningkatkan produksi tanaman, meningkatkan kualitas produk tanaman, mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan sebagai alternative pengganti pupuk kandang
(Parman, 2007). Pupuk organik cair mempunyai beberapa
manfaat diantaranya adalah sebagai berikut. 1. Dapat mendorong dan meningkatkan pembentukan klorofil daun dan pembentukan
bintil
akar
pada
tanaman
leguminosae
sehingga
meningkatkan kemampuan fotosintesis tanaman dan penyerapan nitrogen dari udara.
40
2. Dapat meningkatkan vigor tanaman sehingga tanaman menjadi kokoh dan kuat, meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan, cekaman cuaca dan serangan patogen penyebab penyakit. 3. Merangsang pertumbuhan cabang produksi 4. Meningkatkan pembentukan bunga dan bakal buah, serta 5. Mengurangi gugurnya daun, bunga dan bakal buah. Pembuatan pupuk cair adalah pupuk yang dibuat dengan cara melarutkan daun, jenis kacang-kacangan dan rumput jenis tertentu ke dalam air. Berikut ini merupakan tahap-tahap dalam produksi pupuk cair dari ekstrak lidah buaya. 1. Pemanenen pelepah lidah buaya dari kebun petani yaitu proses pemanenan pelepah lidah buaya yang telah memenuhi syarat yaitu ;
a) telah
berumur 1,5 sampai 2 tahun; b) ukuran fisik daun harus memiliki kriteria yaitu lebar daun 10 cm; c) tebal daun 2 cm dan berat minimal per daun 500 gram; d) Kematangan daun ditandai dengan bentuk fisik yang padat dan kenyal (kematangan gel). 2. Pengangkutan pelepah lidah buaya yang telah panen ke pabrik dengan ketentuan yaitu pengankutan dilakukan dengan truk dari perusahaan dan milik petani yang bersih dari bahan-bahan yang bisa merusak kualitas. Kemudian Aloevera ditempatkan dikeranjang khusus. Waktu panen dan pengiriman dari kebun ke pabrik tidak boleh lebih dari 6 jam. 3. Proses penimbangan setiap keranjang yang telah berisi pelepah lidah buaya diturunkan dari truk kemudian langsung ditimbang menggunakan timbangan elektronik di pabrik.
41
4. Pencucian pelepah lidah buaya dengan menggunakan selang yang dialiri air, bertujuan untuk membersihkan pasir atau tanah sewaktu panen dikebun. 5. Seleksi atau grading dilakukan kembali untuk melihat kualitas pelepah lidah buaya yang sesuai standar perusahaan yang dilakukan oleh tenaga kerja pabrik yang terlatih. Pemotongan pangkal dan ujung pelepah lidah buaya masing-masing 10 cm. Pengeluaran getah dengan cara menegakkan pelepah lidah buaya di dalam keranjang sambil disiram, kurang lebih selama 40 menit. Pelepah lidah buaya kemudian dicuci kembali menggunakan washing machine dengan cairan tertentu. Duri-duri dipinggir pelepah dipotong. Pelepah lidah buaya yang telah bersih dari aloin dan duri-duri siap diproses lebih lanjut untuk dijadikan ekstrak untuk pupuk cair organik.
5.4 Karakteristik Responden Karakteristik responden yang akan dibahas berikut ini meliputi umur, masa kerja dan jabatan, serta tingkat pendidikan. 5.4.1 Umur responden Kemampuan fisik dan pemikiran seseorang salah satunya dapat dilihat dari usia kerja atau usia produktif. Seseorang yang berada pada usia kerja atau usia produktif akan dapat melaksanakan aktivitasnya dengan baik, sehingga produktivitasnya akan lebih meningkat. Pengelompokan umur dibawah 5 tahun dan diatas 64 tahun dikatakan umur tidak produktif, sedangkan umur antara 15 tahun sampai dengan 64 tahun dikatakan umur produktif (Anonimus, 2008).
42
Untuk lebih jelasnya sebaran responden berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 5.1 Umur Responden PT Alove Bali Tahun 2014 Jumlah No
Kelompok Umur (Tahun) Orang
%
1
20-29
12
57
2
30-39
8
38
3
40-49
1
4,7
21
100
Jumlah Sumber : Analisis Data Primer.
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh gambaran tentang usia pegawai atau karyawan PT Alove Bali yang ditunjukan pada Tabel 5.1 diperoleh rata-rata umur responden berkisar antara 20 sampai 29 tahun yaitu sebanyak 57 %. Dari data tersebut menunjukkan bahwa karyawan PT Alove Bali berada dalam usia produktif.
5.4.2 Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan merupakan suatu wujud perbaikan kondisi taraf hidup suatu masyarakat disuatu daerah, sehingga tingkat pendidikan yang lebih baik akan mendorong perbaikan kondisi sektor-sektor lain (BPS, 2013). Wawasan seseorang dalam kehidupan sosial dan ekonominya akan sangat dipengaruhi oleh pendidikan orang tersebut. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang semakin tinggi, cenderung memiliki pola pikir yang semakin luas untuk meningkatkan taraf hidupnya. Selain itu, dengan semakin majunya perkembangan
43
ekonomi
maka
akan
menuntut
seseorang
untuk
meningkatkan
tingkat
pendidikannya agar berdampak positif pada produktivitas, pendapatan dan akhirnya mampu meningkatkan kesejahteraan. Tabel 5.2 Tingkat Pendidikan Responden PT Alove Bali 2014 Jumlah No
Tingkat Pendidikan Orang
%
1
SMP
4
19
2
SMA
13
66
3
S1
3
13
21
100
Jumlah Sumber : Analisis Data Primer
Berdasarkan Tabel 5.2 persentase terendah jumlah tingkat pendidikan pegawai/karyawan PT Alove Bali yang memiliki latar belakang pendidikan sarjana atau pendidikan tinggi yaitu sebanyak 13 %. Sedangkan persentase tertinggi dengan tingkat pendidikan SMA sebanyak 66 %, padahal jika karyawan memiliki latar belakang pendidikan sampai dengan sarjana atau pendidikan tinggi, maka semakin banyak peluang menunjang kenaikan penghasilan kegiatan usaha mereka sehingga berpengaruh terhadap produksi dan pendapatan perusahaan.
5.4.3 Masa kerja dan jabatan Menurut Susilo (1990), masa kerja didasarkan pada suatu pemikiran bahwa karyawan senior menunjukkan adanya kesetiaan yang tinggi dari karyawan yang bersangkutan pada organisasi dimana mereka bekerja. Masa kerja dapat dilihat dari berapa lama tenaga kerja mengabdikan dirinya untuk perusahaan, dan bagaimana hubungan antara perusahaan dengan tenaga kerjanya. Dalam hubungan
44
ini untuk menjalin kerjasama yang lebih serasi maka masing-masing pihak perlu untuk meningkatkan rasa tanggung jawab, rasa ikut memiliki, keberanian, dan mawas diri dalam rangka kelangsungan perusahaan. Tabel 5.3 Masa Kerja dan Jabatan Responden PT Alove Bali 2014 Jumlah No
Masa Kerja Orang
%
1
0>2
10
48
2
>2-4
7
33
3
>4-6
4
19
21
100
Jumlah Sumber : Analisis Data Primer
Dari hasil penelitian pada Tabel 5.3, menunjukkan masa kerja responden antara satu sampai empat tahun sebanyak 91 %, sedangkan responden dengan masa kerja lebih dari empat tahun sebanyak 8,33 %. Hal ini berarti antara karyawan dengan PT Alove bali memiliki hubungan kerja yang baik.
5.5 Penerapan Tri Hita Karana untuk Keberlanjutan Bisnis Keberlanjutan sebagai sistem teknologi yang mempunyai lima sub sistem yakni software, hardware, humanware, organoware, dan infoware. Dalam hal ini kegiatan keberlanjutan bisnis tersebut diharapkan berlandaskan Tri Hita Karana karena sejatinya adalah suatu sistem kebudayaan, maka keberlanjutan bisnis PT Alove Bali yang belandaskan THK harus dipandang sebagai suatu sinergi antara sistem teknologi dengan sistem kebudayaan. Sebagai suatu sistem kebudayaan, keberlanjutan bisnis memiliki tiga sub sistem yaitu pola pikir/ konsep/nilai, sosial dan artefak/kebendaan (Windia dan Dewi, 2007).
45
Dari uraian tersebut diatas makan konsep keberlanjutan PT Alove Bali dapat dibuatkan matrik hubungan antara sub sistem dari sistem teknologi dengan semua sub sistem, sistem kebudayaan. Matriks tersebut kemudian dianalisis dengan matriks inverse. Hasil analisis matriks inverse dapat digambarkan keberlanjutan (transformasinya) sebagai sebuah sistem. Pada Tabel 5.4 dapat dilihat matriks hubungan antara semua sistem kebudayaan untuk harapan dimasa yang akan datang (keadaan ideal berdasarkan pendapat responden). Sedangkan matriks matriks hubungan antara semua sub sistem dari sistem teknologi dengan semua sub sistem dari sistem kebudayaan untuk keadaan saat penelitian (aktual) di PT Alove Bali ditujukan oleh Tabel 5.5. Tabel 5.4 Matriks Hubungan antara Sub Sistem dari Sistem Teknologi dan Sub Sistem dari Sistem Kebudayaan di Alove Bali untuk Keadaan Ideal, Tahun 2014 Sistem Kebudayaan
Sistem Teknologi Sub Sistem Software Sub Sistem Hardware (Artefak) Sub Sistem Organoware Sub Sistem Humanware (Sosial) Sub Sistem Infoware
Sub Sistem Pola Pikir
Sub Sistem Sosial
Sub Sistem Kebendaan/ Artefak
0 4,66 4,52 4,67 4,63
4,74 4,80 4,76 0 4,76
4,68 0 4,80 4,85 4,66
Sumber : Analisis Data Primer Tabel 5.5 Matriks Hubungan antara Sub Sistem dari Sistem Teknologi dan Sub Sistem dari Sistem Kebudayaan di Alove Bali untuk Keadaan Saat Penelitian, Tahun 2014 Sistem Kebudayaan
Sistem Teknologi Sub Sistem Software Sub Sistem Hardware (Artefak) Sub Sistem Organoware Sub Sistem Humanware (Sosial) Sub Sistem Infoware
Sumber : Analisis Data Primer
Sub Sistem Pola Pikir
Sub Sistem Sosial
Sub Sistem Kebendaan/ Artefak
0 3,04 3,49 3,34 3,30
3,41 3,57 3,01 0 3,74
4,21 0 3,09 3,53 3,44
46
Dari penjabaran Tabel matriks hubungan antara sub sistem teknologi dan kebudayaan PT Alove Bali untuk keadaan ideal dan Tabel matriks hubungan antara sub sistem teknologi dan kebudayaan PT Alove Bali untuk keadaan saat penelitian maka dapat dibuat nilai kesenjangan skor dari masing-masing nilai keadaan ideal dan nilai keadaan saat penelitian sebagai berikut. Tabel 5.6 Matriks Kesenjangan Skor Hubungan antara Sub Sistem dari Sistem Teknologi dan Sub Sistem dari Sistem Kebudayaan PT Alove Bali Sistem Kebudayaan Sub Sistem Pola Pikir
Sub Sistem Sosial
Sub Sistem Kebendaan/ Artefak
0 34,7 22,7 28,4 28,7
28,0 25,6 36,7 0 21,0
10,0 0 35,6 27,2 26,1
Sistem Teknologi Sub Sistem Software Sub Sistem Hardware (Artefak) Sub Sistem Organoware Sub Sistem Humanware (Sosial) Sub Sistem Infoware
Sumber : Analisis Data Primer 5.5.1 Sub sistem pola pikir Berdasarkan Tabel 5.6 dapat digambarkan hubungan antara sub sistem software untuk keadaan ideal nilainya nol. Hal ini disebabkan oleh makna masingmasing sub sistemnya sama sehingga tidak memiliki elemen penjabaran. Nilai kesenjangan skor tertinggi dari sub sistem hardware yaitu sebesar 34,7%. Untuk keadaan ideal elemen sub sistem hardware nilainya 4,66 tetapi dalam kondisi saat ini nilainya baru mencapai 3,04. Kesenjangan tersebut disebabkan karena elemen kontribusi terhadap kegiatan keagamaan di sekitar lingkungan perusahaan, dalam kondisi saat ini masih kurang berkontribusi seperti yang diharapkan dalam keadaan ideal. Kesenjangan terendah terjadi pada elemen dari sub sistem organoware sebesar 22,7%. Nilai keadaan ideal elemen tersebut yaitu 4,52 tetapi dalam kondisi saat ini nilainya baru mencapai 3,49. Kesenjangan ini disebabkan karena elemen untuk
47
penanggung jawab pelaksanaan kegiatan ritual keagamaan sehari-hari, dalam kondisi saat ini masih kurang pelaksanaanya seperti yang diharapkan dalam keadaan ideal. Pada sub sistem humanware terjadi kesenjangan skor sebesar 28,4%. Hal ini dilihat dari nilai pencapaian pada keadaan ideal yaitu sebesar 4,67 tetapi dalam kondisi saat ini nilainya baru mencapai 3,34. Kesenjangan tersebut disebabkan oleh kurang adanya kesepakatan antara pihak stakeholder dengan pihak perusahaan mengenai visi dan misi jangka panjang untuk pengembangan perusahaan pada kondisi saat ini, seperti yang diharapkan dalam keadaan ideal. Nilai sub sistem infoware untuk keadaan ideal yaitu 4,63 tetapi dalam kondisi saat ini baru mencapai 3,30. Hal ini berarti ada kesenjangan skor 28,6%. Kesenjangan tersebut disebabkan oleh penyebaran informasi keberadaan perusahaan pupuk organik kepada masyarakat pada kondisi saat ini masih kurang pelaksanaanya seperti yang diharapkan dalam keadaan ideal. Dari uraian tersebut di atas maka nilai total skor persentase penerapan sub sistem pola pikir untuk keadaan saat penelitian seperti yang diharapkan dalam keadaan ideal yaitu sebesar 71,1%. Hal ini menggambarkan bahwa PT Alove bali ditinjau dari penerapan sub sistem pola pikir akan mendekati ideal apabila elemen-elemen yang ada di dalam sub sistem yang nilai kesenjangan skornya tertinggi seperti sub sistem hardware tersebut diperbaiki sehingga nilai penerapannya mencapai keadaan ideal.
48
5.5.2 Sub sistem sosial Berdasarkan Tabel 5.4 dan 5.5 nilai sub sistem software untuk keadaan ideal yaitu 4,74, tetapi dalam kondisi saat ini baru mencapai 3,41. Hal ini berarti ada kesenjangan skor sebesar 28%.
Kesenjangan ini disebabkan oleh elemen
pemberian penghargaan kepada karyawan yang berprestasi, dalam keadaan saat ini masih kurang pelaksanaanya seperti yang diharapkan dalam keadaan ideal. Ditinjau dari sub sistem hardware untuk keadaan ideal nilainya 4,80 tetapi dalam kondisi saat ini baru mencapai 3,57. Hal ini berarti ada kesenjangan skor sebesar 25,6%. Kesenjangan ini disebabkan oleh elemen kegiatan sosial di desa (lingkungan perusahan) dalam keadaan saat ini masih kurang pelaksanaanya seperti yang diharapkan dalam keadaan ideal. Nilai kesenjangan skor tertinggi yaitu pada sub sistem organoware sebesar 36,7%. Dilihat dari keadaan ideal nilainya 4,76 tetapi dalam kondisi saat ini baru mencapai 3,01. Dalam hal ini kesenjangan tersebut disebabkan oleh elemen kegiatan untuk pemberdayaan sumber daya eksternal dalam keadaan saat ini masih kurang pelaksanaanya seperti yang diharapkan dalam keadaan ideal. Nilai sub sistem humanware untuk keadaan aktual dan ideal yaitu nol. Hal ini disebabkan karena makna masing-masing sub sistem sama sehingga tidak memiliki elemen penjabaran. Kesenjangan skor terendah yaitu dari sub sistem infoware sebesar 21,4%. Nilai dari sub sistem infoware untuk keadaan ideal 4,76, tetapi dalam kondisi saat ini baru mencapai 3,74. Kesenjangan tersebut disebabkan oleh elemen yang menginformasikan tidak updatenya mengenai perkembangan usaha perusahaan
49
terbaru dalam keadaan saat ini masih kurang pelaksanaanya seperti yang diharapkan dalam keadaan ideal. Dari uraian tersebut di atas maka nilai total skor persentase penerapan sub sistem sosial untuk keadaan saat penelitian seperti yang diharapkan dalam keadaan ideal yaitu sebesar 72,1%. Hal ini menggambarkan bahwa PT Alove Bali ditinjau dari sub sistem sosial penerapannya akan mendekati ideal apabila elemenelemen yang ada di dalam sub sistem yang nilai kesenjangan skornya tertinggi seperti sub sistem organoware tersebut diperbaiki sehingga nilai penerapannya mencapai keadaan ideal.
5.5.3 Sub sistem kebendaan/ artefak Berdasarkan Tabel 5.4 dan 5.5 nilai dari sub sistem software untuk keadaan ideal yaitu 4,68 tetapi dalam keadaan saat ini baru mencapai 3,2. Hal ini berarti ada kesenjangan skor sebesar 31%. Kesenjangan ini disebabkan oleh elemen mempersiapkan dan memperbaiki prasarana (jalan dan tempat peribadatan) dalam keadaan saat ini masih kurang pelaksanaanya seperti yang diharapkan dalam keadaan ideal. Nilai dari sub sistem hardware untuk keadaan aktual dan idealnya nol. Hal ini disebabkan karena makna masing-masing sub sistem sama sehingga tidak memiliki elemen penjabaran. Nilai kesenjangan tertinggi adalah dari sub sistem organoware yaitu sebesar 35,6%. Untuk keadaan ideal nilainya 4,80 namun dalam keadaan saat ini baru mencapai 3,09. Kesenjangan ini disebabkan oleh elemen menyediakan sarana
50
produksi dan pemanfaatan limbah dari proses produksi dalam keadaan saat ini masih kurang pelaksanaanya seperti yang diharapkan dalam keadaan ideal. Ditinjau dari sub sistem humanware untuk keadaan ideal nilainya 4,85 tetapi dalam keadaan saat ini baru mencapai 3,53. Hal ini berarti ada kesenjangan skor sebesar 27,2%. Kesenjangan ini disebabkan oleh elemen mempunyai kegiatan untuk menjaga dan melestarikan lingkungan dalam keadaan saat ini masih kurang pelaksanaanya seperti yang diharapkan dalam keadaan ideal. Nilai kesenjangan terendah diperoleh dari sub sistem infoware yaitu dengan skor 26%. untuk keadaan ideal 4,66, tetapi dalam kondisi saat ini baru mencapai 3,44. Kesenjangan ini disebabkan oleh kurangnya inovasi dan teknologi mengenai pengembangan produk yang dihasilkan untuk dikembangkan masih kurang seperti yang diharapkan dalam keadaan ideal. Dari uraian tersebut diatas maka nilai total skor persentase penerapan sub sistem artefak/kebendaan untuk keadaan saat penelitian seperti yang diharapkan dalam keadaan ideal yaitu sebesar 75,1%. Hal ini menggambarkan bahwa PT Alove Bali ditinjau dari sub sistem artefak/kebendaan penerapannya akan mendekati ideal apabila elemen-elemen yang ada di dalam sub sistem yang nilai kesenjangan skornya tertinggi seperti sub sistem organoware tersebut diperbaiki sehingga nilai penerapannya mencapai keadaan ideal.
5.6 Hasil Analisis Matriks Invers Keberlanjutan Bisnis Pupuk Cair Organik pada PT Alove Bali. Dari hasil analisis matriks inverse yang menggambarkan kemampuan tranformasi/penerapan konsep Tri Hita Karana pada PT Alove Bali pencapaian skor sebesar 38,68% (Lampiran 3). Hasil tersebut menunjukan nilai potensi
51
keberlanjutan bisnis PT Alove Bali adalah cukup baik. Hal ini disebabkan oleh kemampuan tranformasi penerapan Tri Hita Karana masih perlu ditingkankan. Hasil penerapan keberlanjutan bisnis PT Alove Bali dapat ditingkatkan apabila dilakukannya perbaikan dalam elemen-elemen yang masih kurang pelaksanaanya secara berkelanjutan. Dengan demikian kemampuan tranformasi penerapan konsep Tri Hita Karana untuk Keberlanjutan Bisnis PT Alove Bali akan semakin meningkat atau keberlanjutan Bisnis PT Alove Bali akan semakin baik. Kemampuan tranformasi penerapan konsep THK dipengaruhi oleh elemen-elemen penjabaran dari gatra –gatra parhyangan (pola pikir), pawongan (sosial) dan palemahan (kebendaan/artefak). Di mana elemen-elemen tersebut terdapat dalam matriks hubungan antara sub sistem kebudayaan untuk keadaan aktual dan keadaan ideal. Tampaknya ada beberapa elemen dalam keadaan saat ini masih perlu ditingkatkan lagi pelaksanaanya seperti yang diharapkan dalam keadaan ideal agar kemampuan tranformasi penerapan konsep THK-nya dapat lebih baik. Seperti yang diurakan pada Tabel 5.4 dan 5.5, setelah dilakukan pengamatan dan dibantu dengan hasil analisis maka di dapat beberapa elemen dalam gatra parhyangan, pawongan dan palemahan yang masih kurang pelaksanaanya. Adapun elemen-elemen tersebut adalah sebagai berikut. 1. Gatra Parhyangan (Pola Pikir) a. Elemen pada hubungan antara sub sistem pola pikir dengan sub sistem hardware, yaitu Alove Bali kurang berkontribusi terhadap kegiatan keagamaan disekitarnya. Hal ini sesuangguhnya perlu dilakukan
52
sehingga masyarakat dapat memetik manfaat untuk menuju harmoni dan kebersamaan. 2. Gatra Pawongan (Sosial) a. Elemen pada dari subsistem sosial dengan software. Pihak perusahaan selama ini kurang memberikan penghargaan kepada karyawan yang berprestasi dalam hal ini usaha karyawan untuk mencapai target penjualan yang telah ditetapkan. Karyawan berprestasi perlu mendapatkan penghargaan untuk meningkatkan motivasi karyawan terhadap ukuran kinerja, sehingga membantu karyawan untuk mengalokasikan waktu dan usaha mereka. Penghargaan ini juga akan mendorong karyawan untuk mengubah kecenderungan mereka dari semangat untuk memenuhi kepentingan sendiri ke semangat untuk memenuhi tujuan organisasi. b. Elemen pada hubungan dari subsistem sosial dengan subsistem hardware. Dari pihak perusahaan selama ini kurang memberikan kegiatan sosial untuk di desa seperti melaksanakan kampanye untuk mengubah prilaku masyarakat dengan tujuan meningkatkan kesehatan publik, menjaga kelestarian lingkungan hidup serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tujuan direalisasikannya kegiatan sosial untuk desa yang merupakan sumbangan perusahaan secara tidak langsung terhadap penguatan modal sosial secara keseluruhan. Berbeda halnya dengan modal finansial yang dapat dihitung nilainya kuantitatif, maka modal sosial tidak dapat dihitung nilainya secara pasti. Namun demikian, dapat ditegaskan bahwa pengeluaran biaya
53
untuk kegiatan sosial merupakan investasi perusahaan untuk memupuk modal sosial. c. Elemen pada hubungan dari subsistem sosial dengan subsistem organoware. Pihak perusahaan kurang memberikan pembinaan seperti misalnya pelatihan untuk meningkatkan keterampilan manajemen produksi secara rutin pada para karyawan. Hal ini bertujuan untuk peningkatan produktivitas, kualitas dan kuantitas karyawan semakin baik. d. Elemen pada hubungan dari subsistem sosial dengan subsistem organoware. Kurangnya kegiatan pemberdayaan SDM eksternal. Dalam hal ini perlunya pemberdayaan SDM eksternal karena sangat signifikan untuk
meningkatkan
kinerja organisasi.
Selain itu
pemberdayaan sumber daya manusia harus terencana, terarah, dan strategis yang pada akhirnya dapat digunakan dan diimplementasikan pada unit-unit kerja organisasi untuk mencapai tujuan dan sasaran sebagaimana yang diharapkan. e. Elemen pada hubungan dari subsistem sosial dengan subsistem organoware.
Rapat
secara
rutin
merupakan
sarana
untuk
berkomunikasi dalam organisasi. Setiap hari suatu organisasi atau perusahaan menerima informasi dari berbagai organisasi lain. Kecepatan arus informasi memerlukan keputusan yang tepat. Keputusan yang diambil berdasarkan informasi akan berpengaruh pada aspek
perusahaan.
Informasi
yang
diterima
dijadikan
dasar
perencanaan dan pengambilan keputusan. Untuk mengantisipasi
54
derasnya arus informasi yang masuk, diperlukan rapat yang efektif. Rapat harus diselenggarakan pada waktu yang tepat. Dengan rapat yang efektif, perusahaan dapat menyusun strategi untuk merespon perkembangan. f. Elemen pada hubungan dari subsistem sosial dengan subsistem infoware. Perlunya meng-update informasi perusahaan.
teknologi
terbaru
informasi terbaru dalam hal ini kaitannya
untuk
pengembangan
Informasi di dalam sebuah perusahaan yang sangat
penting untuk mendukung kelangsungan perkembangannya, sehingga terdapat alasan bahwa informasi sangat dibutuhkan bagi sebuah perusahaan. Akibat bila kurang mendapatkan informasi, dalam waktu tertentu perusahaan akan mengalami ketidakmampuan mengontrol sumber daya, sehingga dalam mengambil keputusan-keputusan strategis sangat terganggu, yang
pada akhirnya akan mengalami
kekalahan dalam bersaing dengan lingkungan pesaingnya. 3. Gatra Palemahan (Artefak/ Kebendaan) a. Elemen dari hubungan sub sistem kebendaan/ artefak dengan sub sistem organoware. Pertingnya penyediaan sarana produksi dalam hal ini pemanfaatan limbah dari proses produksi. Limbah ini tentunya akan dapat merusak lingkungan jika tidak diolah dengan baik. Oleh karenanya perusahaan harus bertanggung jawab penuh terhadap bahan buangan dari proses produksi sehingga kerusakan lingkungan akibat limbah buangan sedikit demi sedikit akan dapat dikurangi.
55
b. Elemen dari hubungan sub sistem kebendaan/ artefak dengan sub sistem
humanware
melalui
kegiatan
untuk
menjaga
dan
melestarikan lingkungan. Dalam hal ini bagaimana menciptakan kesadaraan perusahaan mengenai kegiatan untuk melestarikan lingkungan seperti
memanfaatkan lahan yang kosong untuk
ditanami, menggunakan energi dengan hemat dan memanfaatkan energi yang ramah lingkungan. Dengan demikian, bumi sebagai tempat tinggal akan lebih ramah dan memberikan kembali manfaatnya. c. Elemen dari hubungan sub sistem kebendaan/ artefak dengan sub sistem infoware. Kurangnya pengembangan produk
inovasi dan teknologi mengenai
yang dihasilkan untuk dikembangkan.
Inovasi bukan sekadar berkutat dalam penciptaan produk yang baru dan lebih baik, tetapi juga pengembangan system yang lebih baik dan konsep bisnis yang baru. Dengan adanya inovasi akan muncul keyakinan bahwa inovasi berarti kemajuan. Inovasi merupakan kunci sebuah perusahaan untuk bertahan (survival) di dalam keadaan persaingan perniagaan yang sengit.
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. 1. Nilai transpose keberlanjutan bisnis PT Alove Bali adalah sebesar 38,68 % yang berarti pengelolaan bisnis pupuk organik tersebut dalam penerapan Tri Hita Karana cukup baik. 2. Ada beberapa elemen di dalam penerapan Tri Hita Karana yang pelaksanaannya masih perlu dilaksanakan secara optimal oleh PT Alove Bali yaitu: a) Gatra Parhyangan,
b) Gatra Pawongan, c) Gatra
Palemahan. 6.2 Saran Berdasarkan simpulan dan pembahasan diatas maka dapat disarankan halhal sebagai berikut. 1. Elemen-elemen di
dalam penerapan
Tri
Hita
Karana
yang
pelaksanaanya perlu diperhatikan oleh PT Alove Bali sebagi berikut. a) Parhyangan, perlunya memiliki penanggungjawab kegiatan ritual keagamaan sehari-hari, b) Pawongan, pentingnya
pemberian penghargaan kepada para
karyawan PT Alove Bali yang berprestasi, pelaksanaan kegiatan sosial untuk
di desa secara berkala, perusahaan idealnya
memberikan pembinaan secara rutin pada para karyawan, pentingnya memberikan kegiatan pemberdayaan SDM eksternal, 56
57
peningkatan pelaksanaan rapat secara rutin, perusahaan harusnya meng-update
informasi
terbaru
secara
berkala
untuk
pengembangan perusahaan. c) Palemahan, adanya penyediaan
sarana produksi dalam hal ini
pemanfaatan limbah dari proses produksi, kegiatan untuk menjaga dan melestarikan lingkungan lebih ditingkatkan, pentingnya inovasi dan teknologi mengenai pengembangan produk
yang
dihasilkan untuk dikembangkan. 2. Perlu dibuat kebijakan pemerintah tentang bagaimana melaksanakan aspek-aspek Tri Hita Karana di dalam mengelola suatu kegiatan bisnis dengan mengakomodasi nilai-nilai penerapan THK disetiap wilayah. 3. Konsep Tri Hita Karana yang mengutamakan harmoni dan kebersamaan agar diterapkan ke seluruh komponen bisnis. Hal ini penting agara kegiatan bisnis dapat berlanjut dan mencegah konflikkonflik yang bisa saja terjadi di lingkungan intern perusahaan sendiri khususnya dan masyarakat secara umum.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2012. Tri Hita Karana. Available from URL:www.mantrahindu.co.cc. Diunduh tanggal 5 April 2012. Adiningsih, S. 2009. Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia dari Aspek Ekonomi. http://www.perwaku.org/. Angga, W. 2012.Tri Hita Karana dalam Konsep Masa Kini dan Implimentasinya Siap Menghadapi Tantangan Era Globalisasi. Available from URL: www.hindubatam.com. Diunduh tanggal 2 April 2012. Banawiratma. (1996), Iman, Ekonomi dan Ekologi: Refleksi Lintas Ilmu dan Lintas Agama, Yogyakarta. Kanisius. Buchari. A. 2012. Pengantar Bisnis. Bandung. Alfabeta. Budhi, dkk. 2011. Social Enterpreneurship Social Enterprise & Corporate Social Responsibility. Widya Padjadjaran. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Padjadjaran. Budiasa. W. 2011. Pertanian Berkelanjutan Teori dan Permodelan. Denpasar. Udayana University Press. CSR, I. 2013. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) Menuju Kemitraan dalam Pembangunan Berkelanjutan. Available from URL:www.Csrindonesia.com. Diunduh tanggal 10 April 2013. Djajadiningrat, 2001. Untuk Generasi Masa Depan: “Pemikiran, Tantangan dan Permasalahan Lingkungan”. ITB Dunphy, B. 2000. An Introduction to The Sustainable Corporation pada “Sustainability : The Corporate Challenge of the 21st Century”. Fauzi,A. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. Friedman. 1969. Peranan Kebijaksanaan Moneter. American Economic Review, Maret 1968. Reprinted in Chicago. Hardinsyah. 2008. CSR sebagai bagian Strategi Bisnis. Jakarta. Corporate Forum for Community Development. Hardinsyah. 2009. Kepemimpinan CSR dan Pembangunan Berkelanjutan. Bogor. Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) IPB. Hardinsyah. 2010. Peran CSR dalam Perubahan Iklim Global dan Ketahanan Pangan. Bogor. Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) IPB.
Hendrik, B.U. 2008. Corporate Social Responsibility. Jakarta. Sinar Grafika. John, R. 2012. The Dynamic of Human Resource. Available from URL: http://books.google.co.id. Diunduh tanggal 11 April 2012. Pastini. L. 2008. Penerapan Tri Hita Karana di Kawasan Agrowisata Hutan Mangrove Suung Kauh Denpasar. Denpasar. Universitas Udayana. Poerwandari, EK. 1998. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Cet Ke-1. Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi. Jakarta. LPSP UI. Pusposutardjo, S. 2001. Pengembangan irigasi, usahatani berkelanjutan, dan gerakan hemat air, Ditjen. Jakarta. Dikti. Santosa, Azhari. 2005. Riset Pemasaran. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. Saragih, B. 2001. Agribisnis, Paradigma Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian. Penerbit Yayasan Mulia Persada Indonesia dan PT. Surveyor Indonesia Bekerjasama dengan Pusat Studi Pengembangan IPB dan Unit For Social and Ekonomic Studies and Evaluation (Usese) Fundation. Soekartawi. 1993. Prinsip Ekonomi Pertanian. Teori dan Aplikasi. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada. Sugiyono. 2002. Metode Penelitian Bisnis. Bandung. CV Alfabeta. Sudharjo, H. 2009. Manusia dan Lingkungan. Semarang. Universitas Diponegoro. Sudharjo, H. 2005. Dimensi Lingkungan Perencanaan Yogyakarta. Universitas Gajah Mada Press.
Pembangunan.
Sukarmi. 2010. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) dan Iklim Penanaman Modal. http://www.djpp.info/hukum-bisnis/84-tanggung-jawab-sosialperusahaan-corporate-social-responsibility-dan-iklim-penanamanmodalhtml. Diunduh tanggal 10 Maret 2012. Sukarmi. 2002. Regulasi Antidumping Dibawah Bayang-Bayang Pasar Bebas. Jakarta. PT Sinar Grafika. Sukolaras. 2009. Tri Hita Karana. www.sukolaras.wordpress.com. Diunduh tanggal 11 April 2012. Sukrawan. 2010. Pengertian Tri Hita Karana. www.sukrawan.com. Diunduh tanggal 11 April 2012.
Susilo. M. 1990. Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi 2 Cetakan Pertama. Jakarta. Bumi Aksara. Sutamihardja. 2004. Perubahan Lingkungan Global. Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana. IPB. Sutojo. S. 2001. Menyusun Strategi (Pricing Strategi). Jakarta. Damar Mulia Pustaka. Sutojo. S . 1993. Studi Kelayakan Proyek. Jakarta. Pustaka Binaman Pressindo. Suwarnata. A. A. 2011. Keberlanjutan Sistem Subak di Perkotaan Kasus Subak Anggabaya di Kawasan Kelurahan Penatih, Kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar. Denpasar. Universitas Udayana. Umar, H.(2007). Studi Kelayakan Bisnis. Edisi 3. PT. Jakarta.Gramedia Pustaka Utama. Umar, H. 2003. Riset Pemasaran dan Prilaku Konsumen. Jakarta. Jakarta Business Research Center & PT Gramedia Pustaka Utama. WCED. 1987. Our Common Future. Oxford. Oxford University Press. Wibisono, Y. 2007. Membedah Konsep dan Aplikasi CSR (Corporate Social Responsibility). Gresik: Fascho Publishing Windia, W dan R. K Dewi. 2007. Analisis Bisnis yang Berlandaskan Tri Hita Karana. Denpasar. Universitas Udayana. Wulandira. S. D 2008. Penerapan Tri Hita Karana di Kawasan Agrowisata Salak Sibetan Karangasem. Denpasar.Universitas Udayana.
Lampiran 1 Case Processing Summary N Cases
Valid Excludeda Total
21 0 21
% 100.0 .0 100.0
a. Listwise deletion based on all v ariables in the procedure.
Reliabi lity Statistics Cronbach's Alpha
Part 1 Part 2
Value N of Items Value N of Items
Total N of Items Correlation Between Forms Spearman-Brown Coef f icient
Equal Length Unequal Length Guttman Split-Half Coef f icient a. The items are: VAR00001, VAR00002, VAR00003, VAR00004, VAR00005, VAR00006, VAR00007, VAR00008, VAR00009, VAR00010, VAR00011, VAR00012, VAR00013, VAR00014, VAR00015, VAR00016, VAR00017, VAR00018, VAR00019, VAR00020, VAR00021, VAR00022, VAR00023. b. The items are: VAR00023, VAR00024, VAR00025, VAR00026, VAR00027, VAR00028, VAR00029, VAR00030, VAR00031, VAR00032, VAR00033, VAR00034, VAR00035, VAR00036, VAR00037, VAR00038, VAR00039, VAR00040, VAR00041, VAR00042, VAR00043, VAR00044, VAR00045.
.914 23a .850 22b 45 .816 .899 .899 .880
Item-Total Statistics
VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005 VAR00006 VAR00007 VAR00008 VAR00009 VAR00010 VAR00011 VAR00012 VAR00013 VAR00014 VAR00015 VAR00016 VAR00017 VAR00018 VAR00019 VAR00020 VAR00021 VAR00022 VAR00023 VAR00024 VAR00025 VAR00026 VAR00027 VAR00028 VAR00029 VAR00030 VAR00031 VAR00032 VAR00033 VAR00034 VAR00035 VAR00036 VAR00037 VAR00038 VAR00039 VAR00040 VAR00041 VAR00042 VAR00043 VAR00044 VAR00045
Scale Mean if Item Deleted 159.1905 159.3810 159.0476 158.5714 158.3333 158.2857 158.5238 158.2857 158.4286 159.3810 160.0952 159.3810 159.1905 159.1429 158.8571 159.1429 158.9048 159.3810 159.0476 159.2857 159.3810 159.0476 159.0952 159.0952 159.1429 159.1429 159.0952 158.5238 158.8571 158.6190 158.2857 158.6190 158.7143 158.6190 159.3810 159.6667 159.1905 159.5714 159.1905 158.8571 158.9048 158.8571 159.1429 159.3810 159.0000
Scale Variance if Item Deleted 597.762 599.548 608.748 630.357 632.233 632.414 619.462 635.014 631.957 598.948 628.090 595.048 585.262 591.829 596.129 599.929 595.690 593.848 596.548 591.514 615.948 600.248 607.990 603.990 626.429 619.729 624.990 635.362 630.729 610.548 637.214 621.848 619.514 606.448 607.648 600.133 589.062 597.757 607.662 623.529 624.890 630.129 602.829 604.148 610.300
Corrected Item-Total Correlation .794 .745 .602 .211 .126 .158 .450 .099 .127 .619 .210 .642 .783 .746 .607 .609 .692 .624 .781 .670 .366 .604 .616 .665 .265 .304 .203 .064 .162 .721 .027 .422 .417 .576 .459 .569 .823 .728 .518 .304 .255 .122 .603 .552 .516
Cronbach's Alpha if Item Delet ed .934 .934 .935 .938 .938 .938 .936 .938 .938 .935 .938 .935 .933 .934 .935 .935 .934 .935 .934 .934 .937 .935 .935 .935 .938 .938 .938 .939 .938 .935 .939 .937 .937 .935 .936 .935 .933 .934 .936 .937 .938 .939 .935 .936 .936
Scale Statistics Part 1 Part 2 Both Parts
Mean 82.8571 79.7619 162.6190
Variance 227.129 130.590 638.748
St d. Dev iation N of Items 15.07079 23a 11.42762 22b 25.27346 45
a. The items are: VAR00001, VAR00002, VAR00003, VAR00004, VAR00005, VAR00006, VAR00007, VAR00008, VAR00009, VAR00010, VAR00011, VAR00012, VAR00013, VAR00014, VAR00015, VAR00016, VAR00017, VAR00018, VAR00019, VAR00020, VAR00021, VAR00022, VAR00023. b. The items are: VAR00024, VAR00025, VAR00026, VAR00027, VAR00028, VAR00029, VAR00030, VAR00031, VAR00032, VAR00033, VAR00034, VAR00035, VAR00036, VAR00037, VAR00038, VAR00039, VAR00040, VAR00041, VAR00042, VAR00043, VAR00044, VAR00045.
Lampiran 2 ############################################## PROGRAM KOMPUTER NILAI KEMAMPUAN TRANSFER (DETERMINAN) Copyright @fp-ugm 2001 ############################################## MASUKKAN NILAIJumlah baris = ? 5 Jumlah kolom = ? 3 Nama Lokasi (Judul) : ? PT Alove Bali Masukkan Nilai Matriks A A(1,1)=?0 A ( 1 , 2 ) = ? 3.41 A ( 1 , 3 ) = ? 4.21 A ( 2 , 1 ) = ? 3.04 A ( 2 , 2 ) = ? 3.57 A(2,3)=?0 A ( 3 , 1 ) = ? 3.49 A ( 3 , 2 ) = ? 3.01 A ( 3 , 3 ) = ? 3.09 A ( 4 , 1 ) = ? 3.34 A(4,2)=?0 A ( 4 , 3 ) = ? 3.53 A ( 5 , 1 ) = ? 3.30 A ( 5 , 2 ) = ? 3.74 A ( 5 , 3 ) = ? 3.44 Matriks A 0.000 3.410 4.210 3.040 3.570 0.000 3.490 3.010 3.090 3.340 0.000 3.530 3.300 3.740 3.440 MATRIKS SUDAH BENAR (Y/T)? y Hasil Penormalan Matriks A 0.000 0.912 1.000 0.871 0.955 0.000 1.000 0.805 0.734 0.957 0.000 0.838 0.946 1.000 0.817
Transfose matriks A 0.000 0.871 1.000 0.957 0.946 0.921 0.955 0.805 0.000 1.000 1.000 0.000 0.734 0.838 0.817 Hasil perkalian matriks A.AT 1.831 0.870 1.468 0.870 1.670 1.639 1.468 1.683 2.186 Matriks invers A.AT 1.378 0.719 -1.464 0.719 2.644 -2.465 -1.468 -2.465 3.289 Determinan matriksnya =
0.700
Masukkan Nilai Matriks H H(1,1)=?0 H ( 1 , 2 ) = ? 4.74 H ( 1 , 3 ) = ? 4.68 H ( 2 , 1 ) = ? 4.66 H ( 2 , 2 ) = ? 4.80 H(2,3)=?0 H ( 3 , 1 ) = ? 4.52 H ( 3 , 2 ) = ? 4.76 H ( 3 , 3 ) = ? 4.80 H ( 4 , 1 ) = ? 4.67 H(4,2)=?0 H ( 4 , 3 ) = ? 4.85 H ( 5 , 1 ) = ? 4.63 H ( 5 , 1 ) = ? 4.76 H ( 5 , 1 ) = ? 4.66 Matriks H 0.000 4.740 4.680 4.660 4.800 0.000 4.520 4.760 4.800 4.670 0.000 4.850 4.630 4.760 4.660 MATRIKS SUDAH BENAR (Y/T)? y Hasil Penormalan Matriks H 0.000 0.987 0.965 0.998 1.000 0.000
0.968 0.992 0.990 1.000 0.000 1.000 0.991 0.992 0.961 Hasil perkalian H. AT 1.865 0.943 1.503 0.912 1.824 1.805 1.894 1.790 2.492 Hasil perkalian invers A. AT ∙ H. AT = X 0.453 -0.010 -0.282 -0.916 1.088 -0.297 1.249 -0.009 1.552 Matriks hasil invers x 1.482 0.011 0.271 0.921 0.925 0.344 -1.199 - 0.015 0.424 Determinan matriksnya = 1.141 NILAI KEMAMPUAN TRANSFORMASI/KEBERLANJUTAN Bisnis PT Alove Bali = 38.68297 % PRINT KE PRINTER (Y/T)? y
Lampiran 3 DAFTAR PERNYATAAN A. Penilaian Keberlanjutan Bisnis PT. Alove Bali Kolom penilaian 1,2,3,…,5 (diisi dengan tanda √), dengan keterangan sebagai berikut: 1 = Sangat Kurang
3 = Sedang
2 = Kurang
4 = Baik
5 = Sangat Baik
Respons/ Tanggapan No
Uraian
Keadaan Aktual 5
I
Hubungan subsistem pola pikir dengan subsistem software (tidak ada elemen matriks)
II
Hubungan subsistem pola pikir dengan subsistem hardware
2.1
Dilingkungan perusahaan harusnya memiliki tempat peribadatan (pura)
2.2
Perusahaan berkontribusi terhadap kegiatan keagamaan
2.3
Kondisi tempat peribadatan (pura) idealnya dipelihara dengan baik
Total Nilai Nilai Rata-rata III
Hubungan subsistem pola pikir dengan subsistem humanware
3.1
Harus ada kesadaran dari masyarakat sekitar perusahaan mengenai potensi wilayah yang dimiliki oleh masyarakat disekitar lingkungan perusahaan untuk pengembangan khususnya di sektor pertanian
3.2
Harus ada kehendak (niat) dari masyarakat disekitar lingkungan perusahaan bahwa potensi yang dimiliki
4
3
2
1
harus dikembangkan dengan baik 3.3
Harus ada kesepakatan dari masyarakat setempat untuk menerima bantuan/bimbingan dari pidak luar dalam rangka pengembangan potensi wilayah
3.4
Harus ada kesepakatan antara pihak stakeholder dengan pihak manajemen perusahaan tentang visi jangka panjang untuk pengembangan perusahaan
3.5
Pihak perusahaan harusnya melestarikan dan mengembangkan budaya bali di lingkungan perusahaan
3.6
Pihak perusahaan harusnya memberikan kesempatan kepada staf dan pengelola untuk melaksanakan kegiatan keagamaan
Total Nilai Nilai Rata-rata IV
Hubungan subsistem pola pikir dengan subsistem organoware
4.1
Perusahaan idelanya melaksanakan kegiatan ritual keagamaan secara periodik di lingkungan perusahaan
4.2
Letak tempat peribadatan (Pura) di lingkungan perusahaan idealnya sesuai dengan konsep Tri Mandala
4.3
Perusahaan idealnya mempunyai penanggung jawab pelaksanaan kegiatan ritual keagamaan sehari-hari
Total Nilai Rata-rata V
Hubungan subsistem pola pikir dengan subsistem infoware
5.1
Kondisi tempat peribadatan (pura) di lingkungan perusahaan harus terpelihara dengan baik
5.2
Perlu adanya informasi dalam hal pelaksanaan upacara agama di perusahaan
5.3
Pemanfaatan keberadaan perusahaan sangat penting bagi ketersediaan lapangan pekerjaan di lingkungan perusahaan
5.4
Setiap aktivitas yang berkaitan dengan penerapan teknologi baru harusnya diinformasikan kepada petani plasma
5.5
Keberadaan perusahaan sebagai perusahaan pupuk organik seharusnya diinformasikan kepada masyarakat
Total Nilai Nilai Rata-rata
Respons/ Tanggapan No
Uraian
Keadaan Aktual 5
I
Hubungan subsistem sosial dengan subsistem software
1.1
Idealnya tidak ada konflik antara masyarakat dengan pihak menejemen perusahaan
1.2
Perusahaan harusnya tidak pernah kesulitan untuk menyelesaikan konflik dengan masyarakat sekitar
1.3
Peusahaan harusnya memberikan fasilitas izin bagi karyawan untuk melaksanakan kegiatan keagamaan
1.4
Perusahaan harusnya memberikan penghargaan kepada karyawan yg berprestasi
Total Nilai Nilai Rata-rata II
Hubungan subsistem sosial dengan subsistem hardware
2.1
Idealnya adanya kesepakatan pembagian penerimaan antara pihak perusahaan dengan petani setempat
2.2
Perusahaan idealnya mempersiapkan berbagai rencana kegiatana sosial di desa
2.3
Idealnya perusahaan mempunyai peraturan tertulis tentang hal-hal yang tidak boleh dan boleh dilakukan dilingkungan perusahaan
Total Nilai Nilai Rata-rata III
Hubungan subsistem sosial dengan subsistem humanware (tidak ada elemen)
4
3
2
1
IV
Hubungan subsistem sosial dengan subsistem organoware
4.1
Idelanya perusahaan melalukan pembinaan/pelatihan secara rutin kepada karyawan
4.2
Idealnya perusahaan mepunyai kegiatan pemberdayaan SDM eksternal
4.3
Idealnya perusahaan melaksanakan rapat secara rutin
Total Nilai Rata-rata V
Hubungan subsistem sosial dengan subsistem infoware
5.1
Perusahaan idealnya menjaga komunikasi harmonis dengan masyarakat sekitar perusahaan
5.2
Perusahaan harus terus mengupdate informasiinformasi baru tentang perkembangan usahanya
5.3
Perusahaan idealnya mengidentifikasikan kawasan yang rusak
5.4
Idealnya perusahaan meningkatkan pengamanan terhadap gangguan eksternal
5.5
Perusahaan idealnya melakukan kerjasama dengan perguruan tinggi untuk pengembangan potensi pedesaan di sekitar lingkungan perusahaan
5.6
Idealnya karyawan mengetahui larangan-larangan dalam peraturan yang dibuat perusahaan
5.7
Idealnya perusahaan mengatahui cara mengatasi konflik
Total Nilai Nilai Rata-rata
Respons/ Tanggapan No
Uraian
Keadaan Aktual 5
I
Hubungan subsistem artefak dengan subsistem software
1.1
Idealnya perusahaan memperbaiki prasarana (jalan, dan pura-pura dilingkungan perusahaan)
1.2
Idealnya perusahaan menyiapkan lokasi kegiatan usaha
Total Nilai Nilai Rata-rata II
Hubungan subsistem artefak dengan subsistem hardware (tidak ada elemen)
III
Hubungan subsistem artefak dengan subsistem humanware
3.1
Perusahaan harusnya mempunyai kegiatan untuk menjaga dan melestarikan lingkungan
3.2
Idealnya perusahaan harus mengelola sumber daya alam secara aefisien dan bertanggungjawab
3.2
Idealnya perusahaan tidak pernah mengalami konflik dengan masyarakat karena faktor lingkungan
Total Nilai Nilai Rata-rata IV
Hubungan subsistem artefak dengan subsistem organoware
4.1
Perusahaan harusnya melakukan upaya pembibitan spesies tanaman yang cocok pada kawasan yang rusak
4.2
Teknologi pengolahan yang digunakan harus sesuai dengan standar mutu
4
3
2
1
4.3
Perusahaan harusnya mengembangkan komoditas dari tanaman lokal
Total Nilai Rata-rata V
Hubungan subsistem artefak dengan subsistem infoware
5.1
Perusahaan idealnya mempunyai data tentang kondisi lahan petani sesuai dengan aturan yang berlaku
5.2
Perusahaan idealnya melakukan pemantauan bibit tanaman yang dikembangkan secara berkala
5.3
Perusahaan idealnya mempunyai peta/sket untuk kawasan tsb.
Total Nilai Nilai Rata-rata