1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menjaga eksistensinya, perusahaan tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat sebagai lingkungan eksternalnya. Ada hubungan resiprokal (timbal balik) antara perusahaan dengan masyarakat. Perusahaan dan masyarakat adalah pasangan hidup yang saling memberi dan membutuhkan. Kontribusi dan harmonisasi keduanya akan menentukan keberhasilan pembangunan bangsa. Dua aspek penting harus diperhatikan agar tercipta kondisi sinergis antara keduanya sehingga keberadaan perusahaan membawa perubahan ke arah perbaikan dan peningkatan taraf hidup masyarakat. Dari aspek ekonomi, perusahaan harus berorientasi mendapatkan keuntungan dan dari aspek sosial, perusahaan harus memberikan kontribusi secara langsung kepada masyarakat. Perusahaan tidak hanya dihadapkan pada tanggung jawab dalam perolehan keuntungan semata, tetapi juga harus memperhatikan tanggung jawab sosial dan lingkungannya. Jika masyarakat menganggap perusahaan tidak memperhatikan aspek sosial dan lingkungannya serta tidak merasakan kontribusi secara langsung bahkan merasakan dampak negatif dari beroperasinya sebuah perusahaan maka kondisi itu akan menimbulkan resistensi masyarakat. Komitmen perusahaan untuk berkontribusi dalam pembangunan bangsa dengan memperhatikan aspek finansial atau ekonomi, sosial, dan lingkungan (triple bottom line) itulah yang menjadi isuisu utama dari konsep Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan. 1
2
Seluruh perusahaan berbagai sektor bisnis di Indonesia sebagian besar mengklaim bahwa perusahaan mereka telah melaksanakan kewajiban sosialnya terhadap lingkungan sekitar perusahaan. Pengungkapan CSR yang dilakukan sebagian besar perusahaan di indonesia merupakan motivasi untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap pencapaian usaha perbaikan terhadap lingkungan sekitar perusahaan. Selain usaha terhadap perbaikan lingkungan, perusahaan juga berpartisipasi didalam pengabdian masyarakat, seperti memberi lapangan pekerjaan kepada masyarakat sekitar perusahaan, perbaikan tingkat pendidikan masyarakat,
pelayanan
kesehatan,
dan
sebagainya.
Corporate
Social
Responsibility dimaksudkan untuk mendorong dunia usaha lebih etis dalam menjalankan aktivitasnya agar tidak berpengaruh atau berdampak buruk pada masyarakat dan lingkungan hidupnya. Konsep CSR ini mulai dikenal sejak awal 1970-an, yang secara umum diartikan sebagai kumpulan kebijakan dan praktek yang berhubungan dengan stakeholder, nilai-nilai, pemenuhan ketentuan hukum, penghargaan masyarakat dan lingkungan, serta komitmen dunia usaha untuk kontribusi dalam pembangunan secara berkelanjutan. Pemikiran yang melandasi adanya Corporate Social Responsibility (Tanggung Jawab Sosial Perusahaan) ini adalah bahwa perusahaan tidak hanya memiliki tanggung jawab kepada para pemegang saham (shareholder), tetapi juga memiliki tanggung jawab kepada pihak-pihak
lain
yang
berkepentingan
(stakeholder).
Pihak-pihak
yang
berkepentingan dalam sebuah perusahaan adalah pelanggan, pegawai, komunitas, pemilik atau investor, supplier dan juga competitor.
3
Menurut Kotler dan Lee ( dalam Ismail, 2009:35 ) penerapan CSR dapat menurunkan biaya operasi suatu perusahaan. Hal tersebut dikarenakan setelah diterapkannya CSR, perusahaan akan mengurangi biaya yang dikeluarkan untuk pemasaran produk dan menggantinya dengan biaya CSR. Walaupun biaya CSR yang dikeluarkan pada awalnya merupakan biaya pertanggung jawaban perusahaan terhadap lingkungan sekitar, tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan CSR tersebut nantinya akan berpengaruh terhadap kegiatan promosi perusahaan dan akhirnya akan meningkatkan penjualan perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan akan mengurangi biaya promosi produknya yang akan berpengaruh pada penurunan biaya operasi perusahaan. Di Indonesia, praktik CSR telah mendapat perhatian yang cukup besar. Hal ini dilatar belakangi oleh berbagai kasus yang terjadi seperti penggundulan hutan, meningkatnya polusi dan limbah, buruknya kualitas dan keamanan produk, eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan, penyalahgunaan investasi dan lainlain. Pemilihan sampel perusahaan manufaktur oleh peneliti dikarenakan pelaksanaan CSR pada perusahaan manufaktur sudah ada sejak awal berjalan. Alasan lainnya adalah karena perusahaan manufaktur lebih banyak memberikan pengaruh atau dampak terhadap lingkungan di sekitarnya akibat dari aktivitas yang dilakukan perusahaan dan memenuhi segala aspek pada tema pengungkapan CSR. Perusahaan manufaktur dipercaya membutuhkan image yang lebih baik dari masyarakat karena rentan terhadap pengaruh politik dan kritikan dari aktivis-aktivis sosial, maka diasumsikan bahwa perusahaan manufaktur akan
4
memberikan pengungkapan corporate social responsibility yang lebih luas daripada perusahaan non manufaktur. Setiap perusahaan pasti mempunyai karakteristik atau ciri khas yang menggambarkan perusahan tersebut, karakteristik itulah yang membedakan antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lainnya. Karakteristik perusahaan merupakan ciri-ciri dari suatu perusahaan yang menggambarkan bentuk badan usaha yang dapat dilihat dari struktur modalnya, peraturan dan prosedur pendiriannya, perubahan dan pembubarannya, size perusahaan, dan profitabilitasnya. Karakteristik perusahaan adalah ciri khas yang melekat dalam suatu entitas usaha yang dapat dilihat dari beberapa segi, diantaranya jenis usaha atau tipe industri, struktur kepemilikan, tingkat leverage, tingkat profitabilitas, ukuran perusahaan dan ukuran dewan komisaris. Ukuran perusahaan merupakan suatu skala yang berfungsi untuk mengklasifikasikan besar kecilnya entitas bisnis. Skala ukuran perusahaan dapat mempengaruhi luas pengungkapan informasi dalam laporan keuangan mereka. Perusahaan yang besar biasanya memiliki aktivitas yang lebih banyak dan kompleks, mempunyai dampak yang lebih besar terhadap masyarakat, memiliki shareholder yang lebih banyak, serta mendapat perhatian lebih dari kalangan publik, maka dari itu perusahaan besar mendapat tekanan yang lebih untuk mengungkapkan pertanggung jawaban sosialnya. Pengaruh ukuran perusahaan terhadap pengungkapan CSR tercermin dalam teori agensi yang menjelaskan bahwa perusahaan besar mempunyai biaya agensi yang besar, oleh karena itu perusahaan besar akan lebih banyak mengungkapkan informasi daripada
5
perusahaan kecil. Akan tetapi, tidak semua penelitian mendukung hubungan antara ukuran perusahaan dengan tanggung jawab sosial perusahaan. Profitabilitas menurut Sudarmadji dan Sularto (2007) yang dikatakan bahwa suatu perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi akan melakukan pengungkapan yang lebih luas sebagai salah satu upaya untuk meyakinkan pihak eksternal bahwa perusahaan berada dalam persaingan yang kuat dan juga memperlihatkan kinerja perusahaan yang baik pada saat itu. Rasio profitabilitas mengukur kemampuan para eksekutif perusahaan dalam menciptakan tingkat keuntungan baik dalam bentuk laba perusahaan maupun nilai ekonomis atas penjualan, aset bersih perusahaan maupun modal sendiri. Leverage adalah perbandingan antara dana yang diperoleh dari ekstern perusahaan dengan dana yang dimiliki oleh perusahaan. Leverage memberikan gambaran pula mengenai struktur modal yang dimiliki perusahaan, sehingga dapat dilihat tingkat resiko tak tertagihnya suatu utang. Scott (2000) menyampaikan pendapat yang mengatakan bahwa semakin tinggi Leverage kemungkinan besar perusahaan akan mengalami pelanggaran terhadap kontrak utang, maka manajer akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi dibandingkan laba dimasa depan. Perusahaan yang memiliki rasio Leverage tinggi akan lebih sedikit mengungkapkan CSR supaya dapat melaporkan laba sekarang yang lebih tinggi. Faktor lain yang mempengaruhi pengungkapan CSR adalah dewan komisaris. Dengan wewenang yang dimiliki, dewan komisaris dapat memberikan pengaruh yang cukup kuat untuk menekan manajemen untuk mengungkapkan
6
CSR. Sehingga perusahaan yang memiliki ukuran dewan komisaris yang lebih besar akan lebih banyak mengungkapkan CSR. Dewan komisaris merupakan wakil shareholder dalam perusahaan yang berbadan hukum perseroan terbatas yang berfungsi mengawasi pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan oleh manajemen. Dewan komisaris dapat memberikan pengaruh yang cukup kuat untuk menekan manajemen perusahaan untuk mengungkapkan CSR pada laporan tahunan perusahaan, sehingga perusahaan yang memiliki ukuran dewan komisaris yang lebih besar akan lebih banyak mengungkapkan informasi mengenai CSR. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Sembiring (2005) menemukan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Tipe industri adalah sejenis entitas bisnis berdasarkan sektor usaha yang digerakkannya. Tipe industri diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu tipe industri high-profile dan tipe industri low-profile. Menurut Utomo (2000), berpendapat bahwa tipe perusahaan berpengaruh terhadap luas pengungkapan sosial perusahaan. Tipe perusahaan yang lebih tinggi (high-profile) akan lebih banyak mengungkapkan kegiatan sosial perusahaan dibandingkan tipe perusahaan yang lebih rendah (low-profile). Sementara itu, sifat peraturan pemerintah yang wajib dan disertai sanksi bagi pelanggarnya, mengindikasikan bagi perusahaan high-profile dan low profile untuk wajib melaksanakan peraturan yang berlaku bagi mereka. Kepemilikan manajerial merupakan kepemilikan saham oleh manajemen perusahaan yang diukur dengan persentase jumlah saham yang dimiliki oleh
7
manajemen
(Sujono
institusional
merupakan
dan Soebiantoro, 2007), sedangkan kepemilikan kepemilikan
saham
oleh pemerintah,
institusi
keuangan, institusi berbadan hukum, institusi luar negeri, dan perwalian serta institusi lainnya pada akhir tahun (Shien. et. al. 2006). Dalam kaitannya dengan kepemilikan
manajerial,
pengungkapan
perusahaan
biasanya dilakukan
seperlunya mengingat kepemilikan dimiliki oleh pihak insider yang dapat dengan mudah mendapatkan informasi mengenai perusahaan tanpa adanya pengungkapan dalam laporan tahunan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Lucyanda dan Lady Siagian (2012) terletak pada variabel, sampel dan tahun penelitian, yaitu penelitian ini menggunakan variabel ukuran dewan komisaris, profitabilitas dan Leverage sebagai ukuran seberapa luas pengaruhnya terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, sampel perusahaan yang digunakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2010-2013, sedangkan Lucyanda dan Siagian (2012) menggunakan variabel ukuranperusahaan, profitabilitas, profil, laba per saham, kepedulian lingkungan, Leverage, dewan komisaris, umur perusahaan, kepemilikan manajemen, dan peluang pertumbuhan, sedangkan sampel perusahaan yang digunakan adalah seluruh perusahaan go public yang terdaftar di BEI untuk tahun 2010-2013. Atas dasar perbedaan berbagai penelitian tersebut diatas penelitian ini dilakukan untuk memverifikasi ulang hasil penelitian terdahulu mengenai pengaruh size, profitabilitas, Leverage, ukuran dewan komisaris, tipe industri, kepemilikan manajemen untuk mendorong penulis menguji kembali pengaruh karakteristik perusahaan terhadap pengungkapan CSR
8
dengan judul “Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2013).”
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan permasalahan diatas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah: 1. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility? 2. Apakah
profitabilitas berpengaruh
positif
terhadap
pengungkapan
Corporate Social Responsibility? 3. Apakah Leverage berpengaruh positif terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility? 4. Apakah
ukuran
dewan
komisaris
berpengaruh
positif
terhadap
pengungkapan Corporate Social Responsibility? 5. Apakah tipe industri berpengaruh positif terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility? 6. Apakah
kepemilikan
manajemen
berpengaruh
positif
terhadap
pengungkapan Corporate Social Responsibility? 1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pengaruh positif ukuran perusahaan terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility.
9
2. Untuk
mengetahui
pengaruh
positif
profitabilitas
terhadap
pengungkapan Corporate Social Responsibility. 3. Untuk mengetahui pengaruh positif Leverage terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility. 4. Untuk mengetahui pengaruh positif ukuran dewan komisaris terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility. 5. Untuk
mengetahui
pengaruh
positif
tipe
industri
terhadap
pengungkapan Corporate Social Responsibility. 6. Untuk mengetahui pengaruh positif kepemilikan manajemen terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility. 1.4
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharap dapat member kontribusi kepada pihak-pihak yang berkepentingan, seperti: a. Kontribusi Praktis 1. Bagi investor, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar masukan dan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. 2. Bagi pihak perusahaan atau manajemen, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi untuk pengambilan kebijakan oleh manajemen perusahaan mengenai pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dalam laporan keuangan yang disajikan. 3. Bagi masyarakat, akan memberikan stimulus secara proaktif sebagai pengontrol
atas
perilaku-perilaku
perusahaan
dan
semakin
10
meningkatkan kesadaran masyarakat akan hak-hak yang harus diperoleh. 4. Bagi penulis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa tambahan karakteristik pengungkapan CSR dalam laporan tahunan di Indonesia. b. Kontribusi Teoretis Bagi lembaga-lembaga pembuat peraturan atau standar, misalnya Bapepam, IAI dan sebagainya, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi penyusunan standar akuntansi lingkungan dan sebagai bahan masukan dalam meningkatkan kualitas standar dan peraturan yang sudah ada. 1.5
Ruang Lingkup Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka ruang lingkup
pembahasan penelitian ini meliputi pengujian pengaruh karakteristik perusahaan terhadap pengungkapan corporate social responsibility pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Perusahaan yang digunakan sebagai obyek penelitian adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Periode penelitian yang digunakan selama 4 tahun mulai tahun 2010 sampai 2013.