1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesatnya perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan dewasa ini dipengaruhi oleh perkembangan zaman yang selalu berrevolusi maupun evolusi. Pengaruh dari perkembagan ini memicu para manusia haus akan informasi guna melengkapi kebutuhan mereka. Peran dokumentasi pada zaman ini sangatlah penting. Perkembangan zaman secara global juga mempengaruhi kegiatan dan ingatan manusia. Semakin banyak kegiatan yang dilakukan maka sifat asli manusia yaitu pelupa tidak bisa dipungkiri karena banyaknya kegiatan yang dilakukan. Oleh karena itu peran dokumentasi di sini sangatlah penting untuk mencegah sifat pelupa manusia agar informasi yang diterima dari awal tetap tersimpan seperti aslinya. Bidang dokumentasi dapat diperinci menjadi 3 bidang, yaitu dokumentasi literatur meliputi bidang perpustakaan, dokumentasi korporil meliputi bidang museum dan dokumentasi privat meliputi bidang kearsipan.1 Ketiga bidang dokumentasi tersebut yang paling menarik adalah Bidang Kearsipan, karena bidang ini tidak semua orang mampu mengakses informasi yang berada di dalamnya. Sangatlah berbeda dengan Bidang Perpustakaan dan Bidang Museum karena informasi yang di dalamnya memang ditujukan untuk publik. Bukan berarti Bidang Kearsipan selalu tertutup untuk selamanya. Menurut UndangUndang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan pada pasal 44 ayat 1arsip tidak
1
13.
Hadi Abubakar. Pola Kearsipan Modern (Jakarta:Grafitas, 1985), hlm.
2
terbuka karena menghambat proses penegakan hukum, mengganggu kepentingan pelindungan hak atas kekayaan intelektual dan pelindungan dari persaingan usaha tidak sehat, membahayakan pertahanan dan keamanan negara, mengungkapkan kekayaan alam Indonesia yang masuk dalam kategori dilindungi kerahasiaannya, merugikan ketahanan ekonomi nasional, merugikan kepentingan politik luar negeri dan hubungan luar negeri, mengungkapkan isi akta autentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang kecuali kepada yang berhak secara hukum, mengungkapkan rahasia atau data pribadi dan mengungkap memorandum atau surat-surat yang menurut sifatnya perlu dirahasiakan.2 Pada saat arsip statis informasi yang berada di arsip dapat diakses oleh publik untuk transparansi informasi. Transparansi arsip merupakan perwujudan dari Undang–Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Tanpa transparansi maka publik akan beranggapan bahwa hak mereka sebagai warga negara tidak diperhatikan, karena hak warga negara adalah menerima informasi. Berdasarkan perundang – undangan definisi arsip adalah Rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga Negara, pemerintah daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 3
Arsip dapat tercipta secara perorangan dan tercipta dari kegiatan organisasi / instansi. Arsip yang tercipta dari perorangan, misalnya arsip BPKB, akta kelahiran,
2
Undang-Undang Nomor 43 tahun 2009 tentang Kearsipan pasal 44 ayat 1
3
Undang-Undang Nomor 43 tahun 2009 tentang Kearsipan
3
ijazah, dan sertifikat. Arsip yang terlahir dari kegiatan organisasi / instansi adalah transaksi jual – beli, surat- menyurat, nota penjualan, laporan kegiatan tahunan, bukti dan MoU / perjanjian. Ditinjau dari fungsinya maka arsip dibedakan menjadi dua golongan, yaitu arsip dinamis dan arsip statis. Arsip dinamis adalah arsip yang digunakan secara langsung dalam perencanaan, pelaksanaan, penyelenggaraan kehidupan kebangsaan pada umumnya atau digunakan secara langsung dalam pelaksanaan administrasi negara. Arsip statis adalah arsip yang tidak digunakan secara langsung untuk perencanaan, penyelenggaraan kebangsaan pada umumnya maupun untuk penyelenggaraan sehari – hari administrasi negara.4 Organisasi yang baik adalah organisasi yang mampu menyimpan arsipnya tertata dengan rapi serta penemuan kembali arsip yang cepat. Tujuan utama dalam penemuan kembali arsip adalah menemukan informasi yang terkandung dalam surat atau arsip tersebut, jadi bukan sistem semata – mata menemukan arsipnya.5 Ditinjau dari segi medianya arsip memiliki bentuk konvensional dengan media kertas dan arsip audiovisual dengan media digital. Salah satu jenis arsip audiovisual adalah arsip foto. Arsip foto selain menggunakan media klise foto juga menggunakan media digital. Pengelolaan arsip foto berbeda dengan pengelolaan arsip konvensional. Arsip foto perlu pengelolaan khusus. Jika arsip foto tidak dikelola sesuai standar pengelolaan arsip foto maka kemungkinan banyak arsip foto yang mempunyai nilai kesejarahan akan hilang. Arsip foto merupakan salah satu media
4
Zulkifli Amsyah. Manajemen Kearsipan ( Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 1995 ) hlm. 2. 5
Hadi Abubakar, op.cit., hlm. 74.
4
visual yang efektif karena dapat menvisualisasikan sesuatu kegiatan atau peristiwa dengan lebih konkret, realistis, lebih akurat dan dapat mengatasi ruang dan waktu.6 Arsip foto adalah rekaman informasi dari suatu kegiatan badan pemerintah, badan usaha, organisasi non pemerintah, lembaga swasta, dan perorangan dalam format dan media apapun dalam rangka penyelenggaraan kegiatan administrasi pemerintahan atau kehidupan kebangsaan dalam bentuk gambar baik yang dicetak maupun dalam bentuk negatif film, digital dan sesuai dengan perkembangan teknologi.7 Arsip foto mengandung informasi kebuktian dan kesejarahan serta merupakan jenis arsip statis yang wajib dikelola dengan baik dan benar agar mudah ditemukan pada saat diperlukan dan terlestarikan baik fisik maupun informasinya.8 Sebuah foto dapat berbicara seribu kata dan ungkapan ini memang tepat jika dikaitkan dengan khasanah arsip foto. Foto menyediakan berbagai informasi di dalamnnya, seperti menyediakan informasi tentang momen waktu, subjek yang terkait di dalamnya, tentang tokoh seseorang, perubahan gaya pakaian, olahraga, bangunan dan perubahan keluarga dari waktu ke waktu. Fotografi juga menyediakan informasi tentang perubahan teknologi dan perubahan sosial.9 Oleh karena itu, dalam pengelolaan arsip foto harus terstruktur, tertata dan terprogram guna mudahnya
6
Machmoed Effendhie, “Penilaian dan Model Finding Aids Arsip Foto” majalah Khazanah, Volume 6, Maret 2013, hlm.8. 7
Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, no. 15, tahun 2013, tentang Pedoman Pengelolaan Arsip Foto. 8 9
Ibid.
Jackie Bettington., et al ., Keeping Archives 3rd Edition. (Australia: Australian Society of Archivist Inc., 2008). Hlm. 519.
5
mengenali informasi didalamnya dan memudahkan dalam pemberkasan serta penemuan kembali. Berdasarkan Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, nomor 15, tahun 2013, tentang Pedoman Pengelolaan Arsip Foto, pengelolaan arsip foto adalah kegiatan proses pengendalian arsip foto secara efisien, efektif, dan sistematis meliputi penciptaan, penataan, penyimpanan dan pemeliharaan, penggunaan, penyusutan, penyeleksian, pengolahan, preservasi, akses dan layanan.10 Indonesian Visual Art Archive (IVAA) yang beralamat di jalan Ireda, Gang Hiperkes, MG 1 / 188 A – B, Keparakan, Yogyakarta merupakan sebuah lembaga non pemerintahan yang mau mengelola arsip foto para seniman yang terlahir di Yogyakarta pada khususnya. Walaupun di IVAA tidak memiliki sumber daya manusia kearsipan yang kuat, namun berbekal dengan kemauan dan semangat akan pengelolaan arsip foto seni rupa yang tidak teratur maka saat ini IVAA mampu menangani arsip tersebut dengan cukup baik. Sumber daya manusia secara kuantitatif di IVAA terdapat dua orang yang mengani tata kelola kearsipan. Jumlah sumber daya manusia ini belumlah cukup untuk menangani ribuan arsip yang dikelola oleh lembaga ini. Dari segi kualitatif pekerja arsip di lembaga ini bukanlah lulusan dari Diploma Kearsipan. Jika dilihat dari dua aspek ini dapat dikatakan sumber daya kerasipan di IVAA masih sangat kurang. Organisasi IVAA adalah satu–satunya lembaga non pemerintah di Yogyakarta yang peduli akan pentingnya arsip seni. Kondisi ini menjadikan penulis tertarik untuk andil dalam mengelola arsip foto seni rupa (positif) di IVAA. Harapan ini 10
Op.cit., hlm. 2.
6
nantinya mampu memberikan pencerahan kepada para pengelola maupun pekerja arsip di IVAA paham akan pengelolaan arsip foto sesuai dengan teori. Selain itu pengaplikasian Undang – Undang Nomor 43 tahun 2009 tentang kearsipan juga dapat diterapkan di IVAA dengan komunikasi yang baik agar praktek dengan berdasarkan undang–undang dapat berjalan beriringan. Tidak selalu terfokus dengan institusi / organisasi / lembaga negeri, kehidupan kearsipan di pihak swasta juga harus turut diperhatikan. Sesuai latar belakang yang telah dikemukakan tersebut maka ada beberapa masalah yang kemudian diangkat penulis untuk dijadikan rumusan masalah dalam laporan ini. Rumusan masalah tersebut yaitu (1) Bagaimana pengelolaan arsip foto seni rupa di IVAA ? (2) Apa saja sarana yang dibutuhkan dalam pengelolaan arsip foto seni rupa di IVAA ? (3) Apakah yang menjadi kendala dalam pengelolaan arsip foto seni rupa di IVAA ? B. Tujuan dan Manfaat Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pengelolaan arsip foto seni rupa di IVAA. Tujuan lain PKL untuk mengetahui sarana yang digunakan dalam pengelolaan arsip foto seni rupa rupa di IVAA dan untuk mengetahui kendala yang ada saat mengelola arsip foto seni rupa di IVAA. C. Metode Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data, kegiatan yang perlu dilakukan untuk mendapatkan informasi yang terbaru dan data yang faktual serta relevan dengan tema yang dipilih dilakukan melalui metode wawancara, observasi, dan Studi Pustaka. Metode pertama wawancara (Interview) dilakukan guna melengkapi data yang masih kurang lengkap.
7
Metode ini juga digunakan untuk menggali informasi yang lebih mendetail kepada arsiparis. Metode wawancara ini dapat dilakukan secara formal maupun informal dengan pihak yang terkait secara langsung dalam menangani maupun mengolah arsip foto seni rupa di IVAA. Metode kedua dilakukan dengan pengamatan (Observasi Partisipasi), metode observasi ini dilakukan dengan cara pengamatan langsung dalam Pengelolaan Arsip Foto Seni Rupa di IVAA. Apakah pengelolaan ini sudah sesuai dengan teori yang diajarkan di bangku kuliah dan dilakukan berdasarkan undang–undang yang berlaku. Dengan metode observasi partisipasi ini dapat diamati secara langsung dan merupakan bagian dari Pengelolaan Arsip Foto Seni Rupa di IVAA . Metode observasi partisipasi memiliki tujuan untuk memperoleh data lebih valid dan konkret karena penulis mampu mengamati dan terjun secara langsung ke dalam objek yang akan dijadikan bahan sebagai Praktik Kerja Lapangan. Metode pengumpulan data yang terakhir dilakukan dengan studi pustaka, metode ini dilakukan untuk melengkapi data yang diperlukan dengan cara mencari buku yang berhubungan dengan tema yang dipilih. Penentuan buku ini nantinya harus disertai dengan sumber yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Perolehan bahan studi pustaka ini dapat diperoleh di perpustakaan, makalah maupun majalah yang berhubungan dengan tema. Manfaat dari studi pustaka ini dimaksudkan untuk menggali teori dasar dan konsep yang telah dinyatakan oleh para ahli terdahulu serta mampu memperoleh gambaran lebih tentang topik yang dipilih. D. Tinjauan Pustaka
8
Penulisan laporan akhir tentang pengelolaan arsip foto ini, terutama untuk pemahaman dasar dan aplikasi penanganan arsip foto, perlu ditinjau beberapa bahan pustaka yang tepat dan yang relevan dengan topik yang dipilih. Beberapa literatur yang digunakan sebagai acuan teori dalam tugas akhir. Buku pertama adalah buku Pola Kearsipan Modern Sistem Kartu Kendali karangan Hadi Abubakar terbitan Djambatan pada tahun 1985. Buku ini membahas tentang arti penting sebuah foto pada bab II. Dijelaskan bahwa foto merupakan bagian dari dokumentasi dengan alat kamera, dokumentasi sendiri dibagi menjadi tiga ranah, yakni museum (dokumentasi korporil), perpustakaan (dokumentasi literair) dan arsip (dokumentasi privat). Foto ini nantinya dijelaskan akan masuk ke dalam pengelolaan arsip foto yang masuk ke ranah kearsipan. Foto merupakan bagian dari dokumentasi namun dalam pengelolaannya dapat menggunakan pendekatan kearsipan yakni dapat dikelola berdasar nomor ataupun per masalah. Buku kedua adalah Keeping Archives 3rd edition karangan Jackie Bettington, dan kawan-kawan terbitan AUSTRALIAN SOCIETY of ARCHIVISTS Inc. pada tahun 2008. Bab yang sangat relevan dengan pengelolaan arsip foto adalah bab enam belas yang menjelaskan penanganan arsip foto yang meliputi tipe arsip foto, yakni arsip foto prints, arsip foto negatif, arsip foto slides dan arsip foto digital images. Buku ini juga menjelaskan tentang peralatan yang digunakan seperti amplop untuk menyimpan foto, kertas roti yang berguna untuk memisahkan foto satu dengan yang lain di dalam amplop, kartu deskripsi untuk memberi deskripsi arsip foto yang nantinya akan ditempel pada amplop sehingga arsip foto tetap terlindungi dan box arsip yang berguna menyimpan amplop yang telah terisikan arsip foto. Dijelaskan
9
pula tentang kontrol lingkungan arsip arsip foto, yaitu berdasar ISO 18911 dan ISO 18923 dijelaskan bahwa arsip foto dalam penyimpanannya jika dimungkinkan dengan ukuran temperatur 0˚–8˚ celcius dikarenakan dengan suhu sedemikian rupa akan mengurangi kerusakan warna dan distorsi warna arsip foto yang disimpan. Penyimpanan arsip foto pun dijelaskan dengan cara mengarsipkan arsip foto berdasarkan tanggal yaitu secara per tahun dan penyimpanan arsip foto berdasarkan subjek atau permasalahan. Hal yang tidak kalah penting penjelasan dalam buku ini adalah benda–benda yang harus dihindari saat menyimpan arsip foto yaitu menghindari bahan–bahan plastik terutama dari bahan PVC, penyimpanan dalam album, benda–benda berbahan besi yang dapat menimbulkan karat seperti staples maupun paper clips. Buku lainnya yaitu buku Manajemen Kearsipan karangan Zulkifli Amsyah diterbitkan oleh PT. Gramedia Pustaka Utama pada tahun 1995. Bagian yang terkait dengan pengelolaan arsip foto adalah dijelaskannya beberapa media arsip foto. Media tersebut merupakan mikrofilm. Mikrofilm adalah suatu prosees fotografi dimana dokumen atau arsip direkam pada film dalam ukuran yang diperkecil untuk memudahkan penyimpanan. Selain itu buku ini menjelaskan berbagai format mikrofilm seperti rol dan microfische. Dijelaskan bahwa keuntungan menggunakan mikrofilm adalah penghematan ruangan, perlindungan terhadap arsip, memudahkan pengiriman dengan biaya rendah dan penemuan kembali yang lebih efisien. Selain itu dijelaskan bahwa microfische merupakan format yang dipergunakan paling sering. Microfische merupakan versi miniatur dari mikrofilm yang alatnya berupa microfische reader. Mikrofis berupa lembaran film sebesar kartu pos yang berisikan
10
baris–baris gambar mikrofilm. Kartu mikrofis berukuran 15 cm x 10 cm dapat memuat 98 halaman arsip ukuran biasa. Gambar yang berjumlah 98 buah (frame) tersebut disusun dalam 7 (tujuh) baris dengan 14 gambar memanjang. E. Sistematika Penulisan Laporan tugas akhir ini mengambil tema pengelolaan arsip foto, tema ini diambil karena pengelolaan arsip foto tidak bisa lepas dari proses penciptaan arsip dalam bentuk visual. Bentuk arsip foto atau visual ini tercipta dari aktifitas keseharian tanpa disadari. Misalnya saat memotret untuk dokumentasi acara rutin tidak sadar bahwa sudah menciptakan arsip foto. Di masa sekarang pengetahuan orang tentang memanagemen arsip foto sangatlah kurang. Memanagemen arsip foto sangatlah penting untuk kepentingan masa depan. Pasti suatu saat arsip foto dokumentasi tersebuat akan digunakan walaupun entah tidak diketahui kapannya. Bahasan pengelolaan arsip foto ini meliputi penyortiran arsip foto, deskripsi, penyusunan skema, pengelompokkan arsip foto, penomoran arsip foto, penyimpanan arsip ke dalam amplop, penataan amplop dalam box, penyusunan daftar arsip foto dan metadata sederhana arsip foto. Pada bab satu merupakan pendahuluan yang terdiri dari subbab latar belakang, tujuan, metode pengumpulan data, tinjauan pustaka, dan subbab sistematika penulisan. Latar belakang dan permasalahan membahas alasan utama penulis memilih tema pengelolaan arsip foto seni rupa di IVAA dikarenakan penulis tertarik untuk menggali lebih luas alasan kenapa pengelolaan arsip foto masih kurang dipahami tentang pengelolaannya oleh penciptanya maupun masyarakat, padahal di zaman serba modern ini pemahaman pengelolaan arsip foto harus dimiliki untuk
11
kepentingan hidup masa depan. Untuk metode pengumpulan data penulis menggunakan 3 metode yaitu wawancara (interview), studi pustaka, dan pengamatan serta berpartisipasi di lapangan (observasi partisipan). Selanjutnya dalam tinjauan pustaka penulis menggunakan 3 buku yang relevan sesuai dengan topik. Pada subbab terakhir yaitu Sistematika Penulisan yang berisi penjelasan penulisan tugas akhir pengelolaan arsip foto seni rupa di IVAA secara detail per bab. Bab kedua menerangkan tentang profil organisasi yang digunakan penulis untuk praktik kerja lapangan (PKL) dimulai dari sejarah singkat organisasi dan struktur organisasi. Bab tiga menjelaskan tentang pembahasan dari inti permasalahan yang telah dijelaskan pada bab pertama. Bab ketiga memaparkan tentang kondisi arsip foto, unit pencipta arsip, sarana dan ruang simpan arsip, tahapan pengelolaan arsip foto
dimulai
dari
penyortiran
arsip
foto,
deskripsi,
penyusunan
skema,
pengelompokkan arsip foto, penomoran arsip foto, penyimpanan arsip ke dalam amplop, penataan amplop dalam box, penyusunan daftar arsip foto. Pada bab tiga juga menjelaskan tentang temu kembali dan kendala yang dihadapi dalam pengelolaan arsip foto. Pada penutup yakni bab keempat berisi tentang kesimpulan dan saran yang ditujukan kepada organisasi tempat PKL. Bab terakhir ini bertujuan untuk memberikan masukan kepada organisasi tentang apa yang kurang dan perlu diperbaiki lagi agar kehidupan organisasi tersebut lebih tertata dan terstruktur terutama tentang aspek kearsipan.