BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Alsagaff,H, 2006). Penyakit ini juga dapat menyebar ke bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Crofton, 2002). Penyakit TB paru masih merupakan masalah kesehatan terutama di negara-negara berkembang. Hal ini ditandai dengan angka kesakitan dan kematian yang semakin meningkat (Depkes RI, 2011) Tuberkulosis menjadi salah satu penyakit menular yang upaya pengendaliannya dinilai komitmen global Millenium Development Goals (MDGs). MDGs menetapkan TB sebagai bagian dari tujuan di bidang kesehatan yaitu menurunkan insidens TB paru pada tahun 2015, menurunkan prevalensi TB paru dan angka kematian akibat TB paru menjadi setengahnya pada tahun 2015 dibandingkan tahun 1990, sedikitnya 70% kasus TB paru BTA+ terdeteksi dan diobati melalui program DOTS (Directly Observed Treatment Shortcource Chemotherapy) atau pengobatan TB paru dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) dan sedikitnya 85% tercapai Succes Rate (SR). Upaya pengobatan kasus TB dilakukan dengan menerapkan strategi DOTS, yaitu strategi penatalaksanaan TB yang menekankan pentingnya pengawasan terhadap pasien TB untuk memastikan pasien menyelesaikan pengobatan sesuai
ketentuan
sampai
dinyatakan sembuh. Salah satu indikator yang digunakan dalam pengendalian TB
1 Universitas Sumatera Utara
2
adalah Case Detection Rate (CDR) yaitu proporsi jumlah pasien baru BTA positif yang ditemukan dan diobati terhadap jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut (Kemenkes, 2012). Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2014, benua Asia menyumbang 56% jumlah penderita TB paru di dunia pada tahun 2013, Afrika 29%, regional mediterania timur 8%, Eropa 4%, dan yang paling kecil beban penderita TB adalah wilayah Amerika 3% dari total jumlah penderita TB paru di dunia. Penderita TB paru terbanyak pada lima negara di dunia yaitu India , China, Afrika Selatan, Indonesia dan yang kelima adalah Nigeria. Negara India menanggung beban pederita TB paru sebesar 24% dan China menyumbang 11% dari total penderita TB paru di dunia. Di negara Jepang, Australia dan New Zealand, angka insidensi TB paru sebesar 10 per 100.000 penduduk per tahun. Ketiga negara tersebut merupakan negara yang sedikit menyumbang penderita TB paru di dunia dan juga negara dengan angka insidensi TB paru terkecil di dunia. Pada tahun 2013, jumlah kasus penderita TB paru di dunia terbanyak pada usia dewasa dibanding pada usia di bawah 15 tahun yang hanya menanggung 6% dari keseluruhan kasus. Perbandingan jumlah penderita TB paru di dunia pada laki-laki dibanding dengan perempuan pada semua kelompok umur yaitu 1,6 (WHO, 2014). Menurut World Health Statisic tahun 2012, jumlah kematian penderita TB paru di dunia sebanyak 8,7 juta kasus. Wilayah Asia Tenggara menanggung bagian yang terberat dari beban TB paru yakni sekitar 38% dari kasus TB paru di dunia (WHO, 2012).
Universitas Sumatera Utara
3
Penyakit TB paru banyak menyerang masyarakat Indonesia. Prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis TB paru oleh tenaga kesehatan tahun 2013 adalah 0,4% yang berarti bahwa tiap 100.000 penduduk terdapat 400 orang yang didiagnosis menderita TB paru. Berdasarkan karakteristik penduduk, prevalensi TB paru cenderung meningkat pada usia dewasa, dengan pendidikan rendah, dan yang mempunyai pekerjaan (Riskesdas, 2013). Pada tahun 2013 ditemukan jumlah kasus baru BTA+ sebanyak 196.310 kasus. Angka notifikasi kasus BTA+ pada tahun 2013 di Indonesia sebesar 81,0 per 100.000 penduduk, sementara tahun 2008 sampai tahun 2012 berturut-turut adalah 73,73,78,83,84 per 100.000 penduduk. Jumlah kasus baru BTA+ pada laki-laki lebih besar dibanding jumlah kasus baru BTA+ pada perempuan. Jumlah kasus baru BTA+ pada tahun 2013 di Indonesia pada laki-laki sebesar 59,8% sedangkan pada perempuan sebesar 40,2%. Berdasarkan kelompok umur, kasus BTA+ lebih tinggi pada kelompok umur 25-24 tahun yaitu sebesar 21,40% sedangkan kelompok umur yang paling rendah terdapat pada kelompok umur 0-14 tahun sebesar 0,72% diikuti kelompok umur >65 tahun yaitu sebesar 6,65%. Angka keberhasilan pengobatan TB paru BTA+ di Indonesia tahun 2013 adalah 90,5% (Kemenkes RI, 2014). Pada tahun 2012, jumlah kasus baru BTA+ yang ditemukan di Indonesia sebanyak 202.301 kasus. Jumlah tersebut meningkat bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Jumlah kasus BTA+ pada tahun 2011 sebesar 197.797 kasus. Pada tahun 2012, kasus baru penderita TB paru BTA+ ditemukan paling banyak pada kelompok umur 25-34 tahun yaitu sebesar 21,72% diikuti kelompok umur 35-44
Universitas Sumatera Utara
4
tahun sebesar 19,38% dan pada kelompok umur 45-54 tahun sebesar 19,26%. Kasus baru BTA+ kelompok umur 0-14 tahun merupakan proporsi yang paling rendah. Menurut jenis kelamin, kasus BTA+ pada laki-laki hampir 1,5 kali dibandingkan kasus BTA+ pada wanita tahun 2012. Sebesar 59,4% kasus BTA+ yang ditemukan pada laki-laki dan 40,6% kasus pada perempuan (Kemenkes RI, 2013). Pada tahun 2011, jumlah kasus baru BTA+ yang ditemukan sebesar 197.797 kasus di Indonesia. Jumlah tersebut lebih tinggi bila dibandingkan tahun 2010 yang sebesar 183.366 kasus. Angka prevalensi TB yaitu 289 per 100.000 penduduk pada tahun 2011 (Kemenkes RI, 2012). Pencapaian penemuan jumlah kasus TB paru BTA+ tahun 2010 sebesar 219 per 100.000 penduduk , tahun 2011 sebesar 214 per 100.000 penduduk dan tahun 2012 sebesar 213 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2010 angka keberhasilan pengobatan pasien TB paru BTA+ sebesar 91.2 %, tahun 2011 sebesar 90.3 % dan tahun 2012 sebesar 90,8 % (Ditjen PP dan PL, 2013). Provinsi dengan kasus tertinggi TB paru pada tahun 2013 terdapat di provinsi Jawa barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Jumlah kasus BTA+ di Jawa Barat sebesar 33.460 kasus, di Jawa Timur sebesar 23.703 kasus dan di Jawa Tengah sebesar 20.446 kasus. Kasus tersebut hampir sebesar 40% dari jumlah seluruh kasus di Indonesia. Menurut jenis kelamin, kasus BTA+ pada laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan. Jumlah kasus baru BTA+ di provinsi Aceh tahun 2013 sebanyak 3.424 kasus, laki-laki berjumlah 2.226 orang perempuan 1.198 orang. Di provinsi Sumatera barat ditemukan kasus penderita TB paru BTA+ pada laki-
Universitas Sumatera Utara
5
laki sebanyak 3.156 kasus, perempuan sebanyak 1.654 kasus. Di Provinsi DKI Jakarta ditemukan kasus penderita TB paru BTA+ pada laki-laki sebanyak 5.264 kasus dan pada perempuan sebanyak 3.363 kasus. Di provinsi Jawa barat ditemukan kasus penderita TB paru BTA+ pada laki-laki sebanyak 19.286 kasus dan pada perempuan sebanyak 14.714 kasus. Di provinsi Kalimantan barat ditemukan kasus penderita TB paru BTA+ sebanyak 2.987 pada laki-laki dan 1.568 kasus pada perempuan. Di provinsi Sulawesi utara ditemukan kasus penderita TB paru BTA+ pada laki-laki sebanyak 3.148 kasus dan pada perempuan sebanyak 2.027 kasus. Di provinsi Papua ditemukan kasus penderita TB paru BTA+ pada laki-laki sebanyak 1.440 kasus dan pada perempuan sebanyak 1.129 kasus. Di setiap provinsi ditemukan jumlah penderita TB paru BTA+ lebih banyak pada laki-laki dibandingkan pada perempuan tahun 2013. Disparitas paling tinggi antara laki-laki dan perempuan terjadi di Sumatera Utara, kasus pada laki-laki dua kali lipat dari kasus pada perempuan, yaitu jumlah kasus baru BTA+ pada laki-laki sebesar 11.302 kasus sementara pada perempuan sebesar 5.628 kasus ( Kemenkes, 2014). Pada tahun 2012, kasus penderita TB paru rata-rata terjadi pada orang dewasa. Provinsi Banten memiliki capaian keberhasilan pengobatan tertinggi sebesar 98,3% diikuti oleh Gorontalo sebesar 96,6%, dan Sulawesi Utara sebesar 95,4%. Sedangkan provinsi dengan capaian terendah adalah Papua Barat sebesar 43,7% diikuti oleh Papua sebesar 76% dan Kepulauan Riau sebesar 77,8%. Data ini menunjukkan bahwa masih ada pengobatan TB paru yang belum teratur di berbagai provinsi di Indonesia (Kemenkes, 2013).
Universitas Sumatera Utara
6
Pada tahun 2014, jumlah penderita TB paru yang dilaporkan di Sumatera Utara sebesar 10.722 orang, sementara jumlah penderita TB paru BTA+ yang sembuh dan pengobatan lengkap sebanyak 4.605 orang. Berdasarkan data tersebut, dapat diartikan bahwa jumlah penderita TB paru masih banyak yang belum mendapat pengobatan secara teratur dan lengkap sehingga tingkat kesembuhannya masih rendah. Jumlah penderita TB paru tertinggi tahun 2014 di Sumatera Utara yang dilaporkan terdapat di kabupaten Karo yaitu sebanyak 2.345 kasus. Di kota Pematangsiantar 400 kasus, di kabupaten Humbang Hasundutan sebanyak 208 kasus, di kabupaten Tapanuli Utara sebanyak 209 kasus (Kemenkes 2014). Pada tahun 2013, di Sumatera Utara ditemukan jumlah kasus BTA+ sebanyak 16.917 kasus dari estimasi kasus BTA+ sebanyak 21.664 kasus. Cakupan penemuan kasus baru BTA+ di Sumatera Utara cenderung meningkat dari tahun 2009-2012 yaitu berturut-turut 68,1%, 74,7%, 78,1%, 82,1%, dan pada tahun 2013 terjadi penurunan cakupan penemuan kasus baru BTA+ yaitu 79,6%, dikarenakan Dinas Kesehatan Kota Gunung Sitoli tidak melaporkan kasus TB selama tahun 2013. Dari 33 kabupaten/kota yang ada di provinsi Sumatera Utara, ditemukan 29 kabupaten/kota memiliki angka penemuan kasus (Case Notification Rate /CNR) TB Paru BTA (+) di atas 75%. Angka CNR tertinggi di kota Pematangsiantar sebesar 226,59% dan terendah di kabupaten Nias Barat sebesar 22,93%. Di kabupaten Samosir, angka CNR TB paru BTA+ sebesar 93.5% (Dinkes Provinsi Sumatera Utara, 2013).
Universitas Sumatera Utara
7
Menurut penelitian Sitorus 2014, jumlah penderita TB paru rawat inap di RSUD. Rantau Parapat tahun 2012 sebanyak 107 kasus. Kelompok umur tertinggi penderita kasus TB paru dengan komplikasi yaitu pada umur 15-55 tahun sebanyak 87 orang (Sitorus S.H, 2014). Menurut laporan Dinas Kesehatan provinsi Sumatera Utara tahun 2012, jumlah kasus baru penderita TB paru di kabupaten Samosir adalah sebanyak 157 kasus. Kasus baru pada laki-laki lebih tinggi yaitu sebesar 103 kasus sedangkan jumlah kasus baru penderita TB paru pada perempuan sebanyak 54 kasus. Jumlah kasus lama penderita TB paru sebanyak 6 kasus. Angka kematian akibat penyakit TB paru di kabupaten Samosir sebanyak 4 orang pada tahun 2012. Angka prevalensi penderita TB paru di kabupaten Samosir tahun 2012 adalah 134 per 100.000 penduduk (Dinkes Provinsi Sumatera Utara, 2012). Di kabupaten Samosir, jumlah penderita TB paru yang dilaporkan tahun 2014 sebanyak 140 kasus, dan jumlah penderita TB paru yang mendapat pengobatan lengkap dan sembuh sebesar 59% (82 orang), serta jumlah penderita TB paru yang diobati sebesar 85% (119) orang. Berdasarkan data di atas, dapat diartikan bahwa penderita TB paru yang belum sembuh sebesar 41% (58 orang). Hal ini memungkinkan penderita tersebut berpotensi menularkan ke orang lain (Kemenkes, 2014). Berdasarkan uraian latar belakang dan penjelasan-penjelasan data di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita TB paru rawat inap di RSUD Dr.Hadrianus Sinaga Pangururan kabupaten Samosir tahun 2014.
Universitas Sumatera Utara
8
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Hadrianus Sinaga merupakan salah satu rumah sakit daerah di kabupaten Samosir provinsi Sumatera Utara. Data yang diperoleh saat melakukan survei awal di RSUD. Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan kabupaten Samosir, jumlah penderita TB paru tahun 2014 yang dirawat inap sebesar 131 kasus. 1.2 Perumusan Masalah Belum diketahui karakteristik penderita TB paru yang dirawat inap di RSUD. Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan kabupaten Samosir tahun 2014. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1
Tujuan Umum
Mengetahui karakteristik penderita TB paru yang dirawat inap di RSUD. Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan kabupaten Samosir tahun 2014. 1.3.2 a.
Tujuan Khusus Mengetahui distribusi proporsi penderita TB paru berdasarkan variabel sosiodemografi yaitu umur, jenis kelamin, suku, pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal.
b.
Mengetahui distribusi proporsi penderita TB paru rawat inap berdasarkan keluhan utama.
c.
Mengetahui distribusi proporsi penderita TB paru rawat inap berdasarkan status BTA
d.
Mengetahui distribusi proporsi penderita TB paru rawat inap berdasarkan kategori pengobatan
e.
Mengetahui lama rawatan rata-rata penderita TB paru.
Universitas Sumatera Utara
9
f.
Mengetahui distribusi proporsi penderita TB paru rawat inap berdasarkan sumber biaya.
g.
Mengetahui distribusi proporsi penderita TB paru rawat inap berdasarkan keadaan sewaktu pulang.
h.
Mengetahui distribusi proporsi umur berdasarkan keluhan utama.
i.
Untuk mengetahui distibusi proporsi umur berdasarkan lama rawatan.
j.
Mengetahui distribusi proporsi jenis kelamin berdasarkan keluhan utama.
k.
Mengetahui distribusi proporsi status BTA berdasarkan keluhan utama.
l.
Mengetahui distibusi proporsi lama rawatan rata-rata berdasarkan sumber biaya.
m. Mengetahui distribusi proporsi lama rawatan rata-rata berdasarkan keadaan sewaktu pulang.
Universitas Sumatera Utara
10
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Sebagai bahan masukan dan informasi bagi pihak RSUD. Dr. Hadrianus Sinaga mengenai karakteristik penderita TB paru sehingga dapat meningkatkan pelayanan kesehatan dalam penanggulangan TB paru. 1.4.2 Untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang karakteristik penderita TB paru rawat inap di RSUD. Dr. Hadrianus Sinaga bagi peneliti. 1.4.3 Penelitian ini juga bermanfaat sebagai bahan informasi untuk penelitian yang berkaitan dengan TB paru selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara