BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah sebuah negara yang heterogen, artinya, Indonesia adalah negara yang terdiri atas berbagai unsur yg berbeda, beraneka ragam (Alwi dkk, 2001:397). Masyarakat Indonesia yang majemuk terdiri atas beberapa suku bangsa atau etnis. Hasil penelitian Hilderd Geertz, Indonesia terdiri dari 300 etnis yang berbeda-beda (Permana, 2012:tanpa halaman). Suku bangsa tersebut misalnya Arab, Pakistan, India, Tionghoa, Jepang, Eropa, dan lain-lain, adapun setiap etnik yang ada memiliki adat dan budaya bahkan agama yang berbedabeda. Banyaknya keanekaragaman yang terdiri atas perbedaan etnik atau suku, adat, budaya dan agama yang ada kadang hal tersebut dapat membuat Indonesia menjadi indah, namun hal tersebut juga dapat membuat Indonesia sangat rentan dengan adanya konflik antar suku. Jika demikian itu rasa cinta terhadap tanah air atau yang sering disebut dengan nasionalisme harus dimiliki oleh seluruh lapisan masyarakat terhadap negara Indonesia. Rasa cinta dan bangga terhadap tanah air adalah awal dari terbentuknya persatuan dan kesatuan di dalam suatu negara, karena dengan memiliki rasa cinta terhadap tanah airnya, maka rakyat tersebut akan berusaha dengan mati-matian untuk mempertahankan keutuhan tanah air. Rasa cinta dan bangga terhadap tanah air tersebut bisa dilakukan dengan melakukan banyak hal, salah satu contohnya adalah dengan melakukan upaya bela
1
negara, yaitu dengan ikut memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia dari segala hal yang mengancam kedaulatan Republik Indonesia. Di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia upaya untuk melakukan pembelaan terhadap negara adalah hak dan kewajiban bagi seluruh warga negara Indonesia. Hal ini sesuai dengan nilai-nilai Pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945. Masing-masing individu yang tercatat sebagai warga negara Indonesia berhak dan wajib ikut serta untuk melakukan pembelaan negara sebagai salah satu wujud kecintaannya terhadap Indonesia (Putri, 2014:tanpa halaman). Salah satu etnis yang ada di Indonesia adalah etnis Arab. Kedatangannya di Indonesia dimulai pada waktu terjadinya perpecahan besar di antara umat Islam yang menyebabkan terbunuhnya khalifah keempat Ali bin Abi Thalib, mulailah terjadi perpindahan (hijrah) besar-besaran dari kaum keturunannya ke berbagai penjuru dunia. Ketika Imam Ahmad Al-Muhajir hijrah dari Irak ke daerah Hadramaut di Yaman, keturunan Ali bin Abi Thalib ini membawa serta 70 orang keluarga dan pengikutnya. Sejak saat itu berkembanglah keturunan Ali hingga menjadi kabilah atau suku bangsa yang terbesar di Hadramaut, dan dari kota Hadramaut inilah asal-mula utama dari berbagai peranakan Arab yang ada di berbagai negara, salah satunya yaitu Indonesia. Umumnya orang-orang Arab dari Hadramaut yang datang ke Indonesia adalah para pedagang, adapun kedatangan orang Arab ke Indonesia tanpa membawa istri-istri mereka. Barangkali bisa dikatakan bahwa hampir seluruhnya para perantau Arab itu terdiri dari laki-laki – tua, muda, dan anak-anak, dan sebagian terbesar dari perantau Arab itu kemudian menikahi perempuan-perempuan Indonesia, beranak-pinak dan tidak kembali lagi
2
ke negeri asal mereka. Bilamana ada yang sempat kembali ke Hadramaut karena memiliki harta yang cukup, itupun dilakukan mereka sekedar untuk menjenguk keluarga mereka kemudian kembali lagi ke Indonesia (Badjrei, 1996:12). Pada zaman penjajahan Belanda, orang-orang Arab dianggap sebagai bangsa timur asing bersama dengan suku Tionghoa-Indonesia dan suku IndiaIndonesia. Kaum Arab Hadramaut yang datang sekitar abad 15 seperti kaum etnis Tionghoa dan India, dan tidaklah sedikit kaum Arab-Indonesia yang berjuang membantu kemerdekaan Indonesia. Salah satu orang Arab tersebut adalah Abdul Rahman Baswedan. Beliau adalah seorang putra Indonesia keturunan Arab yang telah mengabdikan dirinya untuk bangsa dan Negara Republik Indonesia baik pada zaman penjajahan Belanda, zaman pendudukan Jepang serta setelah Indonesia merdeka. Baswedan adalah seorang yang idealis dan konsekuen, jurnalis yang kritis dan tajam, pendiri dan pemimpin Partai Arab Indonesia dan menteri muda penerangan RI yang berjuang untuk mendapatkan pengakuan Indonesia dari Liga Arab yang berpusat di Mesir. Abdul Rahman Baswedan adalah salah satu orang yang berjasa dalam perjuangan untuk pengakuan kemerdekaan Indonesia dari Liga Arab. Beliau adalah orang Arab yang pertama kali dengan bangga menyatakan diri bahwa beliau adalah warga negara Indonesia. Pada tanggal 4 Oktober 1934, dicetuskan Sumpah Pemuda Indonesia Keturunan Arab, dalam konferensi di Semarang, dan A.R. Baswedan adalah pencetusnya. Pada konferensi itupun langsung didirikan Partai Arab Indonesia (Baswedan, 1974:10).
Tulisan yang akan penulis susun nanti akan membahas mengenai
Konsep Nasionalisme Menurut A.R Baswedan.
3
Pada akhir-akhir ini bangsa Indonesia sedang mengalami krisis kebhinekaan seperti yang terjadi pada awal-awal tahun 1900-an, ketika kaum nasionalis merasa bahwa kesatuan itu harus digalang, namun kaum nasionalis kekurangan alat dan jalan. Keyakinan bahwa kesatuan itu ada di depan mata pada tahun 1928 namun dibingungkan lagi oleh Jepang, menurut rencana Jepang pada tahun1945, tidak akan memerdekakan Indonesia seluruhnya akan tetapi hanya Indonesia bagian Barat, sedangkan Indonesia bagian timur tetap dalam kekuasaan Angkatan Laut, sampai saat yang akan diputuskan lebih lanjut kelak kemudian hari (Anderson, 2008: xi). Persoalan tersebut kini mulai muncul kembali. Contoh nyata adalah ketika kini di berbagai daerah sering terjadi kerusuhan antar suku serta antar beberapa kelompok keagamaan yang semuanya itu memberikan tanda-tanda atas adanya perpecahan, oleh karena itu konsep nasionalisme yang dieksplorasi dari pemikiran Abdul Rahman Baswedan peneliti kira sangat penting untuk diteliti, karena Abdul Rahman Baswedan adalah salah seorang tokoh nasionalis keturunan Arab yang pertama kali dengan bangga membuat pengakuan bahwa beliau adalah seorang putra Indonesia, selain itu Baswedan juga memberikan kesadaran kepada orangorang Arab yang pindah dan bertempat tinggal di Indonesia untuk sadar tentang tanah air orang Arab adalah Indonesia, Baswedan juga mempunyai peranan penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Beliau ingin mewujudkan kemerdekaan Indonesia dari tangan para penjajah yang telah bertahun-tahun menduduki negara Indonesia.
4
Pada masa penjajahan Belanda, Baswedan aktif dalam pergerakan, misalnya, Al-irsyad, Muhammadiyah (sebagai muballigh di bawah pimpinan K.H. Mas Mansur), gerakan-gerakan pemuda Arab Progersip, Yong Islamieten Bond, Pendiri dan Pemimpin Partai Arab Indonesia (PAI). Adapun di dalam dunia jurnalistik, Baswedan aktif sebagai redaktur harian Sin Tit Po, tahun 1932 di Surabaya, Soeara Oemoem (dibawah pimpinan Dr. Soetomo) 1933, Matahari, di Semarang 1934, penerbit dan pemimpin majalah Sadar pada tahun 1936 hingga masuknya Jepang pada tahun 1942. Ketika tentara Jepang masuk ke Indonesia tak lama kemudian pada tanggal 8 maret 1942 Pemerintah Hindia Belanda menyerah di Kalijati. Penyerangan itu dilakukan oleh Gubernur Jendral Tjarda Van Starkenborg Stachouwer. Pada zaman Jepang itulah semua partai politik dibubarkan oleh Jepang. Dengan demikian Partai Arab Indonesia yang dipimpin oleh A.R. Baswedan juga dibubarkan. Baswedan diangkat sebagai anggota staf Mr. Sartono bersama Wangsawijaya dalam Hokokai (Himpunan Kebaktian Rakyat Seluruh Jawa). Sebagai orator, beliau berkeliling ke berbagai kota untuk berpidato kepada warganya. Di antara daerah yang didatangi adalah Surakarta, Banyuwangi dan sekitarnya. Abdul Rahman Baswedan bersama dengan tokoh-tokoh lain yang aktif mengikuti sidang-sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia dalam pidatonya di sidang tersebut dengan tegas beliau mengemukakan bahwa tanah air peranakan Arab tidak ada lain adalah Indonesia, seperti yang telah diikrarkan pada 4 Oktober 1934 (Suratmin, 1989:102).
5
Penulis menganggap bahwa konsep nasionalisme Abdul Rahman Baswedan sangat penting untuk diteliti lebih lanjut, karena Abdul Rahman Baswedan mempunyai peranan penting dalam upaya untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia. 1. Rumusan Masalah 1.1. Bagaimanakah pemikiran Abdul Rahman Baswedan? 1.2. Bagaimana konsep nasionalisme dalam filsafat politik? 1.3.Bagaimana konsep nasionalisme dalam pemikiran Abdul Rahman Baswedan? 1.4.Bagaimanakah implementasi konsep nasionalisme Abdul Rahman Baswedan terhadap nasionalisme Indonesia? 2. Keaslian Penelitian Peneliti melakukan penelusuran terhadap penelitian skripsi dan buku-buku yang berkaitan dengan pemikiran Abdul Rahman Baswedan dan nasionalisme. Penelusuran penelitian yang terkait dengan pemikiran A.R Baswedan, ditemukan sebuah buku, Suratmin, 1989 “ Abdul Rahman Baswedan, Karya dan Pengabdiannya”, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional. Penelitian yang berkaitan dengan nasionalisme adalah: 1. Abdul Rahman Baswedan, Beberapa Catatan Tentang Sumpah Pemuda Indonesia Keturunan Arab ( 1934), 1974, Pers Nasional, Surabaya. 2. Y. Harus Nusarastriya, 1986, Konsepsi Mohammad Hatta Tentang Nasionalisme Indonesia, Fakultas Filsafat UGM.
6
3. Sri Wahyuni, 1988, Nasionalisme Menurut Ir. Soekarno, Fakultas Filsafat, UGM. Dalam skripsi ini mengupas pemikiran Soekarno tentang nasionalisme khususnya yang terjadi di Indonesia. 4. Suratmin, 1989, Abdul Rahman Baswedan, Karya dan Pengabdiannya. Buku ini menulis tentang biografi dan sejarah, serta pemikiran-pemikiran Abdul Rahman Baswedan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Jakarta. 5.
Decky Hermawan, 2003, Akar Nasionalisme dalam kajian Benedict Anderson (telaah kritis terhadap buku Imagined Communities: komunitaskomunitas
terbayang
yang
menghasilkan
analisis
perkembangan
nasionalisme sekaligus meninjau secara historis tahapan-tahapan menjadi sebuah bangsa, Fakultas Filsafat UGM. 6. Hermawan Susanto, 2009, Konsep Nasionalisme Menurut Mohandas Karamchan Gandhi, Fakultas Filsafat, UGM. Dalam skripsi ini mengkaji tentang konsep nasionalisme M.K. Ghandi. Dari berbagai penelitian tentang Abdul Rahman Baswedan dan nasionalisme yang telah disebutkan di atas, peneliti belum menemukan tulisan maupun laporan penelitian yang khusus mengkaji tentang konsep nasionalisme Abdul Rahman Baswedan. Penelitian ini akan menjadikan nasionalisme Abdul rahman Baswedan sebagai objek material dan filsafat politik khususnya nasionalisme sebagai objek formal.
7
3. Faedah yang Diharapkan Penelitian ini diharapkan memberikan faedah baik secara langsung maupun tidak langsung. Faedah yang diharapkan dari penelitian ini adalah. a. Bagi peneliti Penelitian ini merupakan sarana mengaktualisasikan pemikiran filosofis dalam mengkaji pemikiran-pemikiran filsafat dalam rangka sumbangsih terhadap persoalan-persoalan tentang nasionalisme. b. Bagi ilmu pengetahuan penelitian ini dapat memperkaya pustaka ilmu filsafat serta pengetahuan secara umum. c. Bagi masyarakat Penelitian ini diharapkan menambah pengertian tentang nasionalisme, serta dapat menumbuhkembangkan rasa nasionalisme kepada masyarakat dalam kaitannya pada tata kehidupan bermasyarakat dan bernegara. B. Tujuan Penelitian 1. Memahami Abdul Rahman Baswedan dan pemikirannya 2. Memahami nasionalisme dalam filsafat politik 3. Menjelaskan konsep nasionalisme Abdul Rahman Baswedan 4. Memahami implementasi konsep nasionalisme Abdul Rahman Baswedan terhadap nasionalisme Indonesia. C. Tinjauan Pustaka Nasionalisme merupakan sebuah roh bagi komunitas yang terbayang untuk membentuk sebuah bangsa. Konsep nasionalisme Gandhi terbentuk dari faktor objektif dan subjektif. Faktor objektifnya adalah kondisi sosial politik yang
8
berkembang di India pada saat itu, sedangkan faktor subjektifnya adalah ajaranajaran Ghandi. Nasionalisme Ghandi adalah sebuah paham cinta tanah air yang didasari oleh rasa kemanusiaan. Di dalam nasionalisme Ghandi terkandung nilai kebenaran, cinta kasih, rohani, immaterial dan kesederhanaan. Hal ini yang membedakan dengan nasionalisme yang berkembang di negara-negara liberal maupun fasis. Keduanya masih mengejar kekayaan duniawi sebagai prioritas utama sedangkan nasionalisme Ghandi mengembangkan untuk memperbanyak pengejaran wilayah rohani (Susanto, 2009:80-81). Bagi Anderson untuk mendapatkan konsep nasionalisme haruslah dilihat sebagai sebuah term yang bukan berdampingan dengan kapitalisme, libelarisme ataupun ide-ide besar dunia lainnya, namun nasionalisme haruslah dipahami berdampingan dengan term-term kekerabatan dan agama, yang menggunakan huruf kecil di depannya (Anderson, 2001:xxxv). Kesadaran terhadap identitas kebangsaan ini pada intinya bersifat imajiner. Bangsa merupakan sesuatu yang terbayang karena para anggota bangsa terkecil sekalipun tidak akan tahu dan tak akan kenal sebagian besar anggota lainnya, tidak akan bertatap muka dengan para anggota bangsa bahkan mungkin tidak pula pernah mendengar tentang para anggota bangsa, tetapi tidak di benak setiap orang yang menjadi anggota masyarakat itu hidup sebuah bayangan kebersamaan. Anderson memahami bahwa nasionalisme menjadi sebuah gelombang yang begitu dahsyat yang membawa perubahan yang begitu signifikan dengan lahirnya abad Renaissance yang telah merubah paradigma manusia serta pada akhirnya hal ini mampu mengobrak abrik tatanan yang telah mapan. Terutama kapitalsime cetaklah yang telah membuat hal
9
ini menjadi mungkin. Pemodelan bangsa melalui semacam nasionalisme resmi dengan mengubah bahasa ibu menjadi bahasa nasional telah muncul bangsabangsa baru. Reproduksi-reproduksi mekanis telah memungkinkan nasionalisme mampu menjadi sebentuk modular yang dapat direplikasi dan untuk selanjutnya dapat diterapkan dan diadaptasi oleh bangsa manapun (Hermawan, 2003:71-72). Nasionalisme menurut pemikiran Soekarno adalah membedakan antara nasionalisme Barat dan nasionalisme Timur. Nasionalisme Barat bersifat agresif dan Chauvinistik, sedangkan nasionalisme Timur yang muncul sebagai reaksi terhadap nasionalisme Barat mengandung rasa kemanusiaan. Dalam hal ini Soekarno memberikan konsep tersendiri terhadap nasionalisme Indonesia. Menurut Soekarno nasionalisme Indonesia adalah Sosio-nasionalisme, yaitu nasionalisme yang didasarkan pada keadaan yang nyata di dalam masyarakat. Dengan nasionalisme maka diharapkan bagi suatu bangsa agar dapat mencapai kemerdekaan,
namun
karena
nasionalisme
merupakan
ideologi,
maka
nasionalisme tetap ada walaupun sudah merdeka. Dalam hal ini Soekarno berusaha
memberi
warna
tersendiri
terhadap
nasionalisme
Indonesia.
Nasionalisme yang dikehendaki Soekarno adalah nasionalisme yang sesuai dengan ajaran-ajarn Pancasila dan hendak memperbaiki keadaan masyarakat yag tertindas. Untuk mewujudkannya maka nasionalisme harus dapat memberikan tempat bagi tumbuhnya segenap ideologi yang ada di Indoneisa, sehingga muncullah konsep politiknya yang bernama NASAKOM (Wahyuni, 1988:65). Berbeda dengan Soekarno konsep dan pandangan-pandangan Mohammad Hatta mengenai nasionalisme Indonesia adalah harus berorientasi pada
10
kesejahteraan
rakyat,
yaitu
mengangkat
rakyat
dari
penderitaan
serta
kesengsaraan. Oleh karena itu nasionalisme Indonesia menunjuk serta ada keterkaitannya dengan nilai kemanusiaan dan keadilan, sebab nilai-nilai itu yang dapat mempersatukan rakyat atau bangsa Indonesia melampaui batas-batas agama, suku dan golongan (Nusarastriya, 1986:103). Adapun untuk memperoleh pemahaman mengenai konsep nasionalisme Abdul Rahman Baswedan maka tentunya tidak terlepas dari pemahaman mengenai pemikiran, karya serta pengabdiannya. Abdul Rahman Baswedan adalah salah seorang putra Indonesia dari keturunan Arab yang mengabdikan dirinya untuk bangsa dan Negara Republik Indonesia baik pada zaman penjajahan Belanda, zaman pendudukan Jepang maupun setelah Indonesia merdeka. Baswedan adalah seorang idealis yang konsekuen, jurnalis yang kritis dan tajam, pendiri dan pemimpin Partai Arab Indonesia, dan menteri muda penerangan Republik Indonesia yang berjuang untuk mendapatkan pengakuan Indonesia dari Liga Arab yang berpusat di mesir (Suratmin, 1989:xiv). D. Landasan Teori Sokrates
menyatakan
bahwa
filsafat
sebagai
aktivitas
pencarian
kebijaksanan (Riyanto, 2011:33). Menurut Toeti Heraty Noerhadi, wilayah filsafat dibedakan menurut tiga wilayah. Pertama adalah bidang yang mengkaji kenyataan dalam arti yang seluas-luasnya, sifatnya tidak terhingga dengan pemilihan antara yang terjangkau secara indrawi (ontologi) dan terletak di luar jangkauan inderawi (metafisika). Kedua adalah bidang yang mencakup axiology dengan pemilihan
11
etika dan estetika. Wilayah yang ketiga yaitu yang mencakup bidang pengetahuan (Noerhadi, 1994: 2). Aristoteles merekonstruksikan politik sebagai lapangan ilmu yang melingkupi segala disiplin ilmu yang lain. Politik mencakup etika, sejarah, ilmu budaya, ekonomi, ilmu-ilmu eksakta dan teknologi, manajemen dan seterusnya. Cakupan yang luas ini menandakan bahwa politik adalah ilmu yang mengatasi segala ilmu lain (Riyanto, 2001:36). Filsafat politik merupakan salah satu cabang filsafat yang mengkaji masalah politik. Filsafat politik adalah studi tentang ide-ide dan institusi-institusi yang berkembang sepanjang waktu. Filsafat politik berusaha menjelaskan pemahaman mengenai cara bagaimana manusia di sepanjang zaman membentuk dan mengimplikasikan aspirasi politik dan sosial mereka, namun filsafat politik juga merupakan sesuatu yang lebih dari sekedar analisis mengenai teori-teori politik masa lalu. Filsafat politik berusaha menemukan prinsip-prinsip universal yang mendasari fenomena-fenomena politik dalam semua situasi historisnya. Filsafat politik atau pelacakan perilaku dan fenomena politik dalam suatu kerangka etik, merupakan bagian integral dari studi politik (Schmandt, 2002:2425). Jonathan Wolff mengatakan bahwa, political philosophy is a normative discipline, meaning that it tries to establish norms (rules or ideal standards). We can contras the normative with descriptive. Descriptive studies attempt to find out how things are. Normative studies try to discover how things should be; what is right, just or morally correct. Politics can be studied from both a descriptive and
12
normative standpoint (Wolf, 2006:2). (Filsafat politik adalah disiplin normatif, artinya Filsafat politik mencoba untuk menetapkan norma-norma (aturan atau standar ideal). Bisa dibandingkan antara normatif dengan deskriptif. Studi deskriptif adalah berusaha untuk mendeskripsikan atau mengetahui bagaimana hal tersebut, sedangkan penelitian normatif mencoba untuk menemukan bagaimana seharusnya, apa yang benar, adil atau benar secara moral. Adapun politik dapat dipelajari dari kedua sudut pandang deskriptif dan normatif). Maksud dari apa yang telah diucapkan oleh Jonathan Wolff adalah filsafat politik adalah suatu upaya sistematis, kritis, dan rasional untuk memahami hakekat dari segala dimensi kehidupan yang terkait dengan politik (deskriptif). Dalam arti ini politik adalah segala aktivitas yang terkait dengan kehidupan bersama, dan bukan hanya soal-soal yang terkait dengan partai politik, pemilu, pemerintahan, dan sebagainya. Di sisi lain filsafat juga adalah upaya sistematis, kritis, dan rasional untuk merumuskan tata politik ideal yang bisa menjadi panduan bagi berbagai masyarakat di dunia, guna mewujudkan kehidupan bersama yang adil dan makmur (normatif) (Wattimena, 2011:v). The Liang Gie mengemukakan bahwa filsafat politik
berusaha
menemukan prinsip-prinsip universal yang mendasari fenomena politik dalam semua situasi historisnya, selain itu filsafat politik juga mempunyai peranan yang penting karena merumuskan atau mengembangkan suatu cita, nilai atau ideologi yang dapat menjadi dasar dari perbagai pranata politik seperti misalnya’ kemerdekaan atau nasionalisme’ (Gie, 1972:90).
13
Seperti yang telah dicontohkan oleh The Liang Gie bahwa filsafat politik mencakup pembahasan mengenai nasionalisme dan kemerdekaan, karena nasionalisme tidak dapat dipisahkan dari istilah bangsa. Antara nasionalisme dan bangsa merupakan gejala sosio-politis yang penting. Nasionalisme yang tumbuh dari suatu bangsa merupakan gejala sosial yang pada akhirnya bermuara pada negara nasional, sedangkan bangsa terlahir dari rakyat. Padahal suatu komunitas rakyat harus mempunyai suatu esensi fisik dan rohaniah tertentu untuk dapat dikatakan sebagai sebuah bangsa dan sebagai sebuah kesatuan sosial-politik berupa negara, dan kondisi fisik tersebut paling tidak berupa kehidupan yang aktif dalam kesatuan keinginan. Sedangkan kondisi rohaniah adalah adanya kesadaran nasional sebagai bagian dari suatu negara. Kesadaran nasional ini yang membuat rakyat ingin menentukan nasibnya sendiri yakni membuat sebuah organisasi yang dinamakan negara. Negara merupakan sebuah organisasi politik dari bangsa yang terdiri dari rakyat. Kondisi batin rakyat baik dalam berhubungan dengan sesama rakyat maupun dengan rakyat bangsa lain adalah manifestasi dari nasionalisme (Anwar, 1995:30). Nasionalisme seperti laiknya sebuah konsep, hal tersebut dapat pula dianggap sebagai sarana untuk mengungkapkan jati diri kebangsaan yang nantinya berfungsi dalam penetapan identitas. Bahkan nasionalisme seperti sebuah orientasi kultural dan karena itu sering muncul dalam tindakan politik (Eko dkk, 1996:ix). Nasionalisme muncul melalui sebuah proses panjang, ada semacam elemen alamiah yang berada di luar yang menyebabkan nasionalisme itu
14
terbentuk, tetapi nasionalisme bukanlah sebuah fenomena alamiah, bukan merupakan produk abadi dalam hukum alam. Nasionalisme adalah produk dari perkembangan sosial dan faktor intelektual tahap sejarah tertentu (Kohn, 1945:6). E. Metode Penelitian 1. Bahan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian pustaka dengan menggunakan data melalui berbagai sumber tertulis seperti buku-buku, jurnal, dan literatur yang berkaitan dengan obyek material dan formalnya. a. Sumber pustaka primer : 1. Sumber objek material yaitu: 1.1 Beberapa Catatan Sumpah Pemuda Keturunan Arab, A.R. Baswedan, 1934, Pers Nasional, Surabaya. 2. Sumber objek formal yaitu: 2.1 Nasionalisme dan Sejarahnya, Hans Kohn, 1958, Pustaka Sardjana, P.T Pembangunan. 2.2 Qu’est ce qu’une Nation? (apakah bangsa itu?), Ernest Renan,1994, Alumni, Bandung. b. Sumber pustaka sekunder Bahan sekunder yang digunakan adalah bahan yang berkaitan dengan nasionalisme, etnis Arab, dan Abdul Rahman Baswedan.
15
b.1. Buku hasil kegiatan penelitian yang berjudul tentang Abdul Rahman Baswedan; Karya dan Pengabdiannya, karya Suratmin, 1989, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai
Tradisional
Proyek
Inventarisasi
dan
Dokumentasi Sejarah Nasional, Jakarta. b.2. Video Biografi A.R. Baswedan dipublikasikan pada tanggal 17 Januari 2013, Youtube. 2. Jalan Penelitian Penelitian ini melewati 3 tahap utama, yakni: a. Pengumpulan data; yaitu menelaah bahan kepustakaan yang berkaitan dengan tema yang membahas baik tentang nasionalisme maupun pemikiran-pemikiran Abdul Rahman Baswedan. b. Pengolahan data; setelah mencerna dan memahami berbagai referensi kepustakaan
tersebut,
berbagai
bahan
itu
kemudian
diolah,
disistematisasi untuk mendapatkan pemikiran nasionalisme Abdul Rahman Baswedan. c. Penulisan; merupakan tahap terakhir dari jalannya penelitian ini yakni proses dan hasil-hasil analisis dituangkan dalam tulisan yang sistematis.
16
3. Analisis Hasil Merujuk pada Anton Baker dan Achmad Charis Zubair (1994:61) penelitian ini menggunakan model penelitian historis faktual mengenai tokoh. Unsur-unsur metodis yang digunakan antara lain sebagai berikut: a. Interpretasi Metode interpretasi digunakan untuk menafsirkan dan menelaah secara mendalam, untuk dapat menangkap makna dan pemikiran Abdul Rahman Baswedan yang terdapat dalam karya tulisannya. b. Deskripsi Data yang terkait dengan Abdul Rahman Baswedan dipaparkan seakurat mungkin sehingga memperoleh pemahaman yang cukup jelas c. Holistika Memahami cakrawala pemikiran Abdul Rahman Baswedan yang berkaitan dengan konsep nasionalismenya dengan melihat latar belakang pemikirannya, kemudian menelaah ajaran-ajaran abdul Rahman Baswedan yang digunakan untuk melawan pendudukan penjajah di negara Republik Indunesia. d. Refleksi Merefleksikan konsep nasionalisme Abdul Rahman Baswedan terhadap kondisi Indonesia saat ini menurut analisis pribadi peneliti.
17
F. Hasil yang Dicapai Penelitian tentang konsep nasionalisme Abdul Rahman Baswedan ini dapat menghasilkan: 1. Pemahaman mengenai Abdul Rahman Baswedan dan pemikirannya 2. Pemahaman mengenai nasionalisme dalam filsafat politik 3. Pemahaman dan mampu menganalisis konsep nasionalisme Abdul Rahman Baswedan. 4. Mengetahui tentang bagaimana implementasi konsep nasionalisme Abdul Rahman Baswedan terhadap nasionalisme Indonesia. G. Sistematika Penulisan Hasil penelitian ini dideskripsikan dengan bahasa tulis. Deskripsi penelitian ini diuraikan dalam lima bab, yaitu bab pertama pendahuluan, bab nasionalisme, bab filsafat politik, bab analisis tinjauan filsafat politik terhadap konsep nasionalisme Abdul Rahman Baswedan, serta bab penutup. Bab pendahuluan berisi mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah yang hendak dijawab, tujuan dan manfaat dari penelitian¸ tinjauan pustaka yang telah ada, landasan teori yang digunakan, hasil capaian yang hendak dituju, serta sistematika
penulisan. Keseluruhan ini terangkum sebagai bab
pemahaman awal maksud dari penelitian. Bab kedua akan membahas tentang riwayat hidup Abdul Rahman Baswedan. Dari sini kita dapat mengetahui kehidupan, karya, tokoh yang mempengaruhi Abdul Rahman Baswedan. Dari pembahasan itu, maka bab selanjutnya akan membahas pokok-pokok pemikiran Abdul Rahman Baswedan.
18
Selanjutnya bab ketiga akan membahas tentang teori pembentukan bangsa, pengertian nasionalisme, serta sejarah nasionalisme. Sebelum saya membahas nasionalisme lebih jauh maka, saya akan memaparkan mengenai teori pembentukan bangsa sebagai fondasi yang membentuk nasionalisme. Bagian selanjutnya adalah pengertian nasionalisme yang akan dibahas secara etimologi dan terminologi, dari situ akan diketahui bagaimana pengertian dan ciri-ciri nasionalisme Indonesia dan bagaimana dampak terhadap negara, sedangkan sejarah
nasionalisme
membahas
tentang
akar-akar
nasionalisme
serta
perkembangan cara fikir filsuf terhadap nasionalisme. Bab keempat akan membahas mengenai nasionalisme Abdul Rahman Baswedan. Di sini akan dijelaskan mengenai faktor apa saja yang membentuk nasionalisme Abdul Rahman Baswedan. Selanjutnya nilai-nilai nasionalisme Abdul Rahman Baswedan. Dari pemaparan tersebut, maka bab selanjutnya akan memaparkan tentang implementasi nasionalisme Abdul Rahman Baswedan terhadap nasionalisme Indonesia. Bab terakhir dari penelitian ini merupakan bab penutup. Bab ini akan membahas kesimpulan dari penelitian yang menjawab atas rumusan masalah dan saran.
19