BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.504 buah dan panjang garis pantai mencapai 104.000 km (Putra, 2011 cit. Bakosurtanal, 2006). Total luas laut Indonesia sekitar 3,544 juta km2 (Putra, 2011 cit. Kelautan dan Perikanan Dalam Angka 2010) atau sekitar 70% dari wilayah Indonesia. Keadaan tersebut seharusnya meletakan sektor perikanan menjadi salah satu sektor riil yang potensial di Indonesia. Perikanan merupakan salah satu subsektor kegiatan pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar dari wilayah Indonesia terdiri atas perairan yang di dalamnya terdapat beraneka kekayaan laut yang bernilai ekonomis tinggi. Di samping itu, subsektor perikanan di Indonesia sangat berperan dalam membantu memperluas kesempatan kerja, memperbaiki gizi masyarakat dan meningkatkan devisa negara yang dapat mendukung pertumbuhan pendapatan nasional. Menurut Putra (2011), potensi ekonomi sumber daya pada sektor perikanan diperkirakan mencapai US$ 82 miliar pertahun. Potensi tersebut meliputi: potensi perikanan tangkap sebesar US$ 15,1 miliar pertahun, potensi budidaya laut sebesar US$ 46,7 miliar pertahun, potensi peraian umum sebesar US$ 1,1 miliar pertahun, potensi budidaya tambak sebesar US$ 10 miliar pertahun, potensi budidaya air tawar sebesar US$ 5,2 miliar per tahun, dan potensi bioteknologi kelautan sebesar US$ 4 miliar per tahun. Selain itu, potens lainnya pun dapat dikelola, seperti sumber daya yang tidak terbaharukan, sehingga dapat memberikan kontribusi yang nyata bagi pembangunan Indonesia. 1
Menurut Data Statistik Kementerian Kelautan dan Perikanan RI (2013), total produksi perikanan Indonesia tahun 2012 mencapai 15.263.210 ton atau mengalami kenaikan sebesar 10,29% dibandingkan dengan tahun 2011 sebesar 12.691.021 ton dengan pertumbuhan rata-rata adalah 12,19% pertahun. Kenaikan produksi perikanan ini sejalan dengan terus meningkatnya konsumsi yang akan mendorong permintaan terhadap produk perikanan di Indonesia. Pada tahun 2010 PDB perikanan mencapai Rp 199.383,40 miliar atau memberikan kontribusi sebesar 3,09% terhadap PDB nasional (Tabel 1.1).
Tabel 1.1. Produk domestik bruto pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan atas dasar harga berlaku tahun 2009-2012 (miliar Rupiah) Lapangan Usaha Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan a. Tanaman Bahan Pangan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan d. Kehutanan e. Perikanan Produk Domestik Bruto Produk Domestik Bruto Non-Migas
2009
2010
2011
2012
857.196,80
985.470,50
1.091.447,30
1.190.412,40
419.194,80 111.378,50 104.883,90 45.119,60 176.620,00 5.606.203,40
482.377,10 136.048,50 119.371,70 48.289,80 199.383,40 6.446.851,90
529.968,00 153.709,30 129.297,70 51.781,30 226.691,00 7.422.781,20
574.330,00 159.753,90 146.089,70 54.906,50 255.332,30 8.241.864,30
5.141.414,40
5.941.951,90
6.797.879,20
7.604.759,10
Berdasarkan data statistik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2013, sektor perikanan yang mencakup kegiatan perikanan tangkap dan perikanan budidaya masing-masing menyumbangkan kontribusi yang berbeda pada volume produksi perikanan Indonesia. Total produksi perikanan tangkap secara nasional pada tahun 2012 adalah 5.811.510 ton dengan pertumbuhan rata-rata pertahun adalah 2,85%. Perincian produksinya, yaitu 5.438.150 ton dengan penangkapan di laut dan 373.36 ton di perairan umum. Selanjutnya, total produksi perikanan budidaya sepanjang tahun 2012 adalah 9.451.700 ton dengan pertumbuhan rata-rata pertahun adalah 26,64%. Perincian produksinya, yaitu 5.596.932 ton budidaya di laut, 1.790.602 ton budidaya di tambak,
2
1.343.304 ton budidaya di kolam, 189.543 ton budidaya di keramba, 446.839 ton di jaring apung, dan 80.685 ton budidaya di sawah. Dari data tersebut diketahui bahwa, andalan untuk menyuplai permintaan kebutuhan ikan nasional adalah melalui perikanan budidaya. Menurut data statistik dari KKP (2013), komoditas terbanyak yang dibudidayakan masyarakat Indonesia di air tawar adalah lele. Jumlah total produksi nasionalnya, yaitu 109.293 ton pada tahun 2008, 137.808 ton pada tahun 2009, 236.764 ton pada tahun 2010, dan 330.687 ton pada tahun 2011. Khususnya di DIY, produksi ikan lele adalah sejumlah 6.354 ton pada tahun 2008, 7.887 ton pada tahun 2009, 21.303 ton pada tahun 2010, dan 23.208 ton pada tahun 2011. Besarnya produksi ikan lele tersebut dikarenakan peningkatan tingkat konsumsi ikan lele, permintaan pasar yang tinggi, kemudahan budidaya, dan cepatnya masa budidaya. Kemudian, menurut data statistik Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) tahun 2014 Kabupaten Gunungkidul, produksi lele lahan kering tahun 2012 mencapai 3.837 ton dan naik menjadi 4.390,7 ton pada tahun 2013. Daerah-daerah yang cukup maju pembudidayaan lelenya meliputi kawasan Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DIY, Sumatera Selatan, Riau, dan Jambi. Disebut sentra lele karena umumnya pengusahaan dilakukan oleh mayoritas masyarakat, dengan membentuk suatu kelompok pembudidaya. Di DIY terdapat satu kabupaten yang ditunjuk oleh KKP RI sebagai kawasan minapolitan spesifik lokasi Lele Lahan Kering, yaitu di Kabupaten Gunungkidul. Kawasan sentra perikanan potensial yang ditunjuk sebagai minapolitan, yaitu Playen dan Ponjong dengan beberapa hinterland yaitu Nglipar, Patuk, Semanu, dan Paliyan. Adapun sebagian besar komoditas ikan yang dibudidayakan di Indonesia, sejak tahun 2008 hingga tahun 2011 menurut data statistik KKP (2013) adalah sebagaimana ditunjukkan di Tabel 1.2 pada halaman selanjutnya.
3
Tabel 1.2. Jumlah produksi komoditas perikanan budidaya di Indonesia tahun 2008-2011 Tahun Jenis Ikan Ikan mas Tawes Nilem Nila Gurami Tambakan Lele Sidat Patin Gabus Betutu Bawal Mujair Udang Galah Lobster Air Tawar Belut Lainnya
2008 105.795,00 17.836,00 15.370,00 102.864,00 33.737,00 3.761,00 109.293,00 57.454,00 112,00 29,00 5.549,00 11.620,00 942,00 9,00 318,00 11.590,00
2009 2010 Jumlah Produksi (ton) 100.954,00 111.641,00 10.953,00 12.828,00 13.040,00 20.357,00 140.691,00 214.515,00 42.572,00 55.331,00 3.617,00 5.120,00 137.808,00 236.764,00 5,00 1.672,00 70.064,00 104.975,00 199,00 123,00 71,00 166,00 6.718,00 14.648,00 9.423,00 12.257,00 684,00 1.328,00 11,00 7,00 157,00 133,00 14.384,00 23.339,00
2011 154.167,00 11.667,00 21.116,00 277.518,00 62.476,00 4.372,00 330.687,00 989,00 155.889,00 349,00 130,00 12.973,00 11.849,00 617,00 238,00 78.103,00
Menurut Austin (1992), agroindustri itu sendiri merupakan industri yang mengolah bahan baku hasil pertanian yang berupa tanaman atau hewan, yang meliputi transformasi dan pengawetan yang melalui perubahan fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengemasan dan distribusi. Hasil pertanian mencakup hasil pertanian pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan (Hubeis, 2003). Agrondustri perikanan lele lahan kering yang dimaksudkan pada penelitian ini adalah serangkaian usaha perikanan dari hulu hingga ke hilir yang meliputi: usaha pembenihan, budidaya, pengolahan hasil, dan produksi pakan ikan mandiri yang dilakukan oleh para pelaku usaha perikanan berbasis komoditas ikan lele lahan kering di Gunungkidul, DIY. Sistem agroindustri perikanan secara definitif adalah kumpulan elemen subsistem yang saling berhubungan dan terorganisasi untuk mencapai tujuan usaha perikanan dalam rangka mendapatkan keuntungan bersama. Dalam sistem agroindustri perikanan lele lahan kering, perlu ditekankan bahwa pentingnya peranan usaha perikanan dari hulu sampai hilir bukan hanya terbatas pada bagaimana menghasilkan hingga mempertahankan agar produk 4
dapat dihasilkan dengan jumlah besar tetap tidak menurun mutunya, atau seberapa besar nilai tambah yang dihasilkan melalui penerapan teknologi, namun juga merupakan suatu mata rantai penghubung antara kegiatan produksi primer dengan kegiatan pemasarannya. Mengingat agroindustri perikanan budidaya lele di Gunungkidul sangat potensial sebagai penyediaan ketercukupan protein hewani masyarakat lokal, memperluas lapangan pekerjaan dan sumber pendapatan, sekaligus mendorong pertumbuhan perekonomian daerah, maka pengembangannya di masa yang akan datang perlu didukung oleh perencanaan komprehensif yang mampu mengatasi permasalahan yang dihadapi. Permasalahan yang sering terjadi mengenai penyeimbangan supply-demand, ketepatan perhitungan kapasitas produksi, perhitungan kemampuan pasar dalam menyerap barang, serta pemerataan distribusi keuntungan dari masing-masing pelaku usaha pembenihan, pembesaran, pabrik pakan ikan lokal, dan pascapanen dapat diselesaikan dengan pemodelan, simulasi, analisis, dan perencanaan sistem dinamika agroindustri. Manajemen agroindustri perikanan tersebut melibatkan interaksi rumit antara proses biologis, lingkungan yang bervariasi, kelompok pengguna yang berbeda, dan tujuan manajemen yang bertentangan. Selain itu, industri perikanan berhubungan dengan perilaku yang berubah menurut waktu sehingga bersifat dinamis (Johnson, 1995). Pemecahan masalah yang kompleks tidak dapat dilakukan dengan cara sederhana dengan menggunakan penyebab tunggal, tetapi dengan menerapkan pendekatan sistem yang dapat memberikan dasar untuk memahami penyebab ganda dari suatu masalah dalam kerangka sistem (Marimin, 2005). Selanjutnya, Chaidir (2007) menyatakan, keunggulan pendekatan sistem tersebut adalah dapat mengidentifikasi dan memahami berbagai aspek dari suatu permasalahan dan dapat mengarahkan pemecahannya secara menyeluruh. Pemecahan masalah malalui pendekatan sistem dilakukan antara lain melalui tahap pembuatan model (pemodelan) dan 5
simulasi. Model tersebut dapat diklasifikasikan sebagai model statik dan model dinamik. Dalam model statis, perubahan input berpengaruh langsung terhadap output, karena tidak melibatkan waktu tunda (delays) atau konstanta waktu (time constant). Sebaliknya model dinamis melibatkan umpan balik dan waktu tunda informasi untuk memahami perilaku dinamis suatu sistem kompleks (Laurikkala et. al., 2001). Sejalan dengan pendapat di atas, Coyle (1995) menyatakan bahwa sistem dinamis adalah suatu pendekatan sistem yang memperhatikan aspek umpan balik (feedback) dan waktu tunda untuk mengetahui perilaku sistem yang kompleks secara keseluruhan. Permodelan sistem dinamis untuk penyelesaian masalah pengelolaan agorindustri perikanan lele lahan kering tersebut bertujuan untuk menjelaskan sistem dan memahami, melalui model kualitatif dan model kuantitatif, bagaimana umpan balik (feedback) informasi mempengaruhi perilaku sistem tersebut, mendesain struktur umpan balik informasi yang tepat, serta kebijakan pengontrolan melalui simulasi dan optimalisasi. Oleh karena itu, dalam penyusunan perencanaan agroindustri perikanan lele lahan kering di Gunungkidul tersebut tersebut perlu dituangkan dalam suatu model dinamis yang meningkatkan keterkaitan antar pelaku yang terlibat dalam agroindustri perikanan lele lahan kering dan meningkatkan penguasaan teknologi oleh pelaku usaha. Dengan demikian akan menjamin tumbuhnya industri perikanan yang berkelanjutan dengan memberikan keuntungan maksimum bagi para pelaku usaha, baik pembenih, pembudidaya, pabrik pakan ikan lokal, maupun pascapanen, sekaligus memberikan efek pengganda (multiplier effect) terhadap berkembangnya kegiatan ekonomi masyarakat yang lainnya.
1.2. Rumusan Masalah 1. Bagaimana menghasilkan rancangan model agroindustri perikanan lele lahan kering dengan menggunakan teknik permodelan sistem dinamis? 6
2. Bagaimana menggunakan model yang telah dirancang untuk membuat pengelolaan sistem agroindustri melalui simulasi peningkatan keuntungan maksimum, prediksi kapasitas produksi optimal, dan penyeimbangan distribusi keuntungan pada rantai produksi pembenihan, pembesaran, pakan mandiri, dan pascapanen lele lahan kering?
1.3. Tujuan 1. Menghasilkan rancangan model agroindustri perikanan lele lahan kering dengan menggunakan teknik permodelan sistem dinamis. 2. Menggunakan model yang telah dirancang untuk membuat pengelolaan sistem agroindustri, melalui: (a) simulasi peningkatan keuntungan maksimum, (b) prediksi kapasitas produksi optimal, (c) penyeimbangan distribusi keuntungan pada rantai produksi pembenihan, pembesaran, produksi pakan mandiri, dan penanganan pascapanen lele lahan kering.
1.4. Batasan Masalah 1.4.1. Ruang lingkup rancang bangun model dinamis Lokasi yang dijadikan sebagai kasus penelitian ini adalah kawasan minapolitan Playen, minapolitan Ponjong, sentra perikanan lele lahan kering Desa Pampang, Paliyan, sentra perikanan lele lahan kering Desa Nglipar, Nglipar serta sentra perikanan lele lahan kering Kecamatan Karang Mojo yang berada di Kabupaten Gunungkidul, DIY. Lokasi ini dipilih karena di kawasan tersebut telah tersedia unit pembenihan ikan lele milik Dinas Kelautan dan Perikanan maupun Unit Pembenihan Rakyat (UPR), dari maysrakat setempat yang sangat mendorong pengembangan industri budidaya ikan air tawar, khususnya perikanan lele lahan kering. Kegiatan agroindustri perikanan lele lahan kering di kawasan 7
ini sudah mulai berkembang, tetapi masih banyak menghadapi kendala teknis yang perlu di atasi dengan segera melalui penelitian yang komprehensif. Rancang bangun model dinamis yang dilaksanakan dalam penelitian ini meliputi tahap-tahap: (1) identifikasi faktor-faktor atau komponen yang berpengaruh dalam pengelolaan agroindustri perikanan lele lahan kering, (2) rancang bangun model dinamis yang dapat digunakan untuk optimalisasi sistem pengelolaan agroindustri perikanan lele lahan kering, dan (3) simulasi dalam rangka optimalisasi sistem pengelolaan agroindustri perikanan lele lahan kering. Proses rancang bangun dan simulasi model dilakukan dengan memakai program Powersim Constructor Versi 2005.
1.4.2. Ruang lingkup pengelolaan (manajemen) Pengelolaan adalah penggunaan sumberdaya, termasuk SDM, modal, peralatan, dan material secara bijak dan terencana untuk mencapai tujuan. Fungsi pengelolaan meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengadaan staf, pengarahan, dan pengendalian (Chaidir, 2007 cit. Wedemeyer, 2001). Pengelolaan yang dibahas dalam penelitian ini terdiri atas pengelolaan pada level taktis dan level strategis. Pengelolaan pada level taktis, meliputi: pengelolaan input untuk memperoleh keuntungan maksimum pada usaha pembenihan, pembesaran, produksi pakan lokal, dan pascapanen. Pengelolaan pada level strategis, meliputi: (1) pengelolaan kapasitas produksi untuk menghindarkan terjadinya produksi berlebih di pasar dan (2) pengelolaan distribusi keuntungan untuk menyeimbangkan keuntungan yang diperoleh masing-masing mata rantai produksi perikanan lele lahan kering.
8
1.4.3. Ruang lingkup agroindustri perikanan lele lahan kering Jenis ikan lele yang dijadikan sebagai objek penelitian ini adalah ikan lele sangkuriang (Clarias sp.) yang benihnya telah dapat diproduksi di Unit Pembenihan Rakyat (UPR) masyarakat lokal dan Balai Benih Ikan (BBI) Nggelaran, Karang Mojo. Pemasaran jenis ikan lele ini terutama ditujukan ke pasaran lokal Gunungkidul dam DIY sebagaimana telah berkembang selama ini. Ruang lingkup sistem agroindustri perikanan lele lahan kering yang dibahas dalam penelitian ini dibatasi pada: (1) Subsistem pembenihan (hatchery), (2) Subsistem pembesaran (grow-out), (3) Subsistem produksi pakan ikan lokal (feed-mill) (4) Subsistem penanganan pascapanen (pengumpulan, grading, dan pengolahan).
Subsistem lain yang terkait dan mempengaruhi kinerja subsistem inti, yang juga mendapat perhatian dalam penelitian ini adalah: (1) Subsistem pemasok indukan lele dan bahan baku pembuatan pakan alternatif (2) Subsistem transportasi dan pemasaran, (3) Subsistem produksi pakan alternatif, (4) Subsistem produksi/pemasok obat ikan dan bahan kimia, (5) Subsistem koperasi/pembiayaan, dan (6) Subsistem lembaga litbang.
9
1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan hasil dan manfaat berupa: 1. Bagi peneliti Peneliti mampu menghasilkan rancangan model agroindustri perikanan lele lahan kering dengan menggunakan teknik permodelan sistem dinamis dan menggunakan model yang telah dirancang untuk membuat pengelolaan sistem agroindustri melalui simulasi peningkatan keuntungan maksimum, prediksi kapasitas produksi optimal, dan penyeimbangan distribusi keuntungan pada usaha perikanan lele lahan kering. 2. Bagi masyarakat pelaku usaha Pelaku usaha mendapatkan arahan dan implementasi kebijakan yang lebih efektif serta efisien dalam mengembangkan usahanya di waktu-waktu mendatang, sehingga dapat dihasilkan keuntungan yang optimum. 3. Bagi masyarakat umum Memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat dipelajari serta dikembangkan lebih lanjut untuk studi maupun melalui penelitian yang lebih mendalam di waktu-waktu setelahnya. 4. Bagi pemerintah Pemerintah
terbantu
dalam
penyusunan
anggaran,
kebijakan
pembangunan,
perencanaan program, maupun juga penataan kawasan usaha masyarakat perikanan yang mendorong percepatan pertumbuhan perekonomian daerah. 5. Bagi investor Bagi investor, data yang dihasilkan akan memberikan gambaran umum dan rekomendasi operasional dalam menilai performa usaha dan kelayakan bisnis dari agroindustri perikanan lele lahan kering ini, sehingga bisa dihasilkan keputusan untuk penanaman modal di masa depan. 10
1.6. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai rancang bangun model dinamis pengelolaan agroindustri perikanan lele lahan kering ini merupakan yang pertama dan terbaru. Penulis belum pernah menjumpai penelitian seperti ini pada jurnal-jurnal, hasil penelitian, maupun publikasi lain yang telah ada.
11