1
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar
1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur mempunyai tujuan pembangunan nasional yaitu mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur, merata baik materil maupun spiritual. Pembangunan tidak hanya dilakukan di berbagai bidang tertentu saja, tapi pada berbagai bidang yang meliputi segala aspek kehidupan, yaitu pembangunan dibidang politik, ekonomi, sumber daya alam, sumber daya manusia, budaya, pertahanan dan keamanan. Maka sebagai suatu negara berkembang perlu adanya suatu pembangunan sarana dan prasarana untuk kepentingan umum (infrastruktur) dari berbagai aspek kehidupan. Melakukan pengadaan infrastruktur itu dibutuhkan dana yang sangat besar, yang akan terasa berat apabila hanya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Daerah (APBN dan APBD). Melihat keterbatasan pemerintah melalui APBN maupun APBD dalam penyediaan dana untuk pembangunan infrastruktur ini, maka dituntut adanya model-model baru pembiayaan proyek pembangunan. Sehubungan dengan populasi penduduk yang terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi negara yang mengakibatkan kebutuhan proyek infrastruktur semakin meningkat, maka seiring dengan berjalannya waktu konsep
2
Build Operate Transfer (BOT) mulai dikenal sebagai perjanjian kerja sama dalam proyek-proyek infrastruktur.1 BOT merupakan suatu konsep yang mana proyek dibangun atas biaya sepenuhnya perusahaan swasta atau kerja sama dengan BUMN dan setelah dibangun dioperasikan oleh kontraktor dan setelah tahapan pengoperasian selesai, sebagaimana ditentukan dalam perjanjian BOT, kemudian dilakukan pengalihan proyek tersebut pada pemerintah selaku pemilik proyek. Perjanjian pembangunan dengan sistem BOT tidak lain adalah sebuah kontrak atau perjanjian antara pemilik proyek (Pemerintah) dengan pihak lain sebagai operator atau pelaksana proyek. Dalam hal ini pemilik proyek memberikan hak pada operator atau pelaksana untuk membangun sebuah sarana dan prasarana umum serta mengoperasikannya untuk selama jangka waktu tertentu dan mengambil seluruh atau sebagian keuntungan dan pada akhir masa kontrak harus mengembalikan proyek tersebut pada pemilik proyek.2 Perjanjian yang dibuat dalam BOT merupakan suatu pengikat antara para pihak untuk melakukan kerja sama yang menimbulkan hubungan hukum. Isi perjanjian BOT terdapat prestasi yang telah disepakati, yang dimana salah satu pihak berhak atas prestasi dan pihak lain berkewajiban untuk memenuhi prestasi. Kerja sama ini menjadi alternatif solusi kerja sama yang saling menguntungkan, BOT dilakukan dalam jangka waktu yang lama bahkan nyaris dalam jangka waktu satu generasi sehingga perlu dikaji lebih mendalam
1
Budi Santoso, 2008, Aspek Hukum Pembiayaan Proyek Infrastruktur Model BOT (Build Operate Transfer), Genta Press, Yogyakarta, h. 12. 2 Ibid, h. 15.
3
keuntungan dan kerugian yang akan muncul dikemudian hari. Juga berkaca dari permasalahan-permasalahan yang timbul dengan menggunakan sistem kerja sama ini. Penelusuran tentang kerja sama ini dapat dilihat dari proses awal dilakukannya kerja sama hingga pada tahap pelaksanaan. Dengan melihat perjanjian terutama yang berkaitan dengan hak dan kewajiban perlu dikaji apakah terlaksana dengan semestinya yaitu sesuai dengan peraturan yang berlaku. Bentuk perjanjian BOT ini tidak diatur secara rinci dalam Kitab UndangUndang Hukum Perdata, namun tetap memiliki dasar hukum yaitu dalam Pasal 1 angka 14 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah menyebutkan bangun guna serah adalah Pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu.
Kenyataannya juga sebuah proyek BOT tentunya tidak seindah dan semudah yang telah dijelaskan diatas. Permasalahan demi permasalahan dapat saja muncul dalam pelaksanaan proyek. Untuk itu perlu dirancang sedemikian rupa agar proyek BOT dapat berjalan sesuai rencana serta memberikan keuntungan pada para pihak yang terkait. Kasus antara PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I dengan PT Indoterminal Belawan Perkasa, dimana mereka melakukan kerja sama pembangunan dan
4
pengelolaan terminal minyak kelapa sawit di pelabuhan belawan. Kelapa sawit merupakan komuditas yang potensial dipasarkan di dalam perekonomian dunia. Indonesia merupakan salah satu negara yang cukup potensial di dunia dalam menghasilkan komuditas ini, dalam hal ini untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam meningkatkan kelancaran pelabuhan bongkar muat, maka antara PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I dengan PT Indoterminal Belawan Perkasa bermaksud membangun instalasi pemuatan terminal minyak kelapa sawit di pelabuhan belawan yang menggunakan kerja sama dengan sistem BOT dalam kesepakatan bersama No. A.I.1289/PPI.PP.72 tertanggal 8 Maret 1993. Seiring dengan berjalannya pembangunan dan pengelolaan instalasi pemuatan minyak kelapa sawit di Pelabuhan Belawan, PT Indoterminal Belawan Perkasa tidak menjalankan prestasi yang telah ditentukan dalam perjanjian BOT. maka perbuatan tersebut dapat dikatakan telah melakukan wanprestasi terhadap perjanjian BOT antara PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I dengan PT Indoterminal Belawan Perkasa. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis tertarik untuk menulis Skripsi
dengan
WANPRESTASI
judul
“ANALISIS
DALAM
YURIDIS
PERJANJIAN
TERHADAP
BUILD
KASUS
OPERATE
AND
TRANSFER (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR NO. 676 K/PDT/2010)”.
5
1.2
Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang yang dikemukakan diatas, maka dapat ditarik
suatu rumusan masalah sebagai berikut; 1. Apakah perjanjian yang dilakukan antara PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I dengan PT. Indoterminal Belawan Perkasa sah menurut hukum ? 2. Bagaimanakah akibat hukum wanprestasi dalam Perjanjian Build Operate and Transfer antara PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I
dengan PT Indoterminal Belawan Perkasa?
1.3
Ruang Lingkup Masalah Ruang lingkup masalah dalam penulisan skripsi ini untuk mendapat uraian
lebih terarah perlu kiranya diadakan pembatasan pembahasan terhadap permasalahan tersebut. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya pembahasan yang menyimpang dari permasalahan yang dikemukakan. Bertitik tolak dari permasalahan tersebut diatas, sehingga dapat diuraikan secara sistematis. Adapun ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut : 1. Permasalahan pertama, ruang lingkup pembahasannya mengenai perjanjian pembangunan dan pengelolaan terminal minyak kelapa sawit di pelabuhan Belawan yang dilakukan PT. Pelabuhan Indonesia I dengan PT Indoterminal Belawan Perkasa sah menurut hukum dilihat dari Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
6
2. Dalam permasalahan kedua, ruang lingkup pembahasannya mengenai akibat hukum dari wanprestasi dalam Perjanjian Build Operate and Transfer antara PT. Pelabuhan Indonesia I dengan PT Indoterminal
Belawan Perkasa.
1.4
Tujuan Penelitian Bertitik tolak dari latar belakang masalah dan rumusan masalah diatas
maka tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut; 1.4.1 Tujuan Umum Adapun tujuan umum dari penulisan skripsi ini adalah untuk dapat memahami tentang perjanjian Build Operate And Transfer (BOT) yang dilakukan antara pemerintah dengan pihak swasta untuk membangun infrastruktur umum. 1.4.2 Tujuan Khusus tujuan khusus yang ingin dicapai adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui dan mendeskripsikan secara lebih mendalam mengenai perjanjian pembangunan dan pengelolaan terminal minyak kelapa sawit di Pelabuhan Belawan yang dilakukan PT. Pelabuhan Indonesia I dengan PT Indoterminal Belawan Perkasa sah menurut hukum. 2. Mengetahui dan mendeskripsikan secara lebih mendalam tentang akibat hukum dari wanprestasi dalam Perjanjian Build Operate and Transfer yang dilakukan PT. Pelabuhan Indonesia I dengan PT
Indoterminal Belawan Perkasa.
7
1.5
Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis 1. Hasil
penelitian
dapat
digunakan
sebagai
referensi
untuk
menyelasaikan permasalahan dibidang hukum. 2. Penelitian ini dapat digunakan untuk menambah pengetahuan, pengalaman dan dokumentasi ilmiah. 1.5.2 Manfaat Praktis 1. Menambah wawasan dan cakrawala dalam kaitannya dengan pengaturan mengenai perjanjian Build Operate And Transfer (BOT) serta akibat hukum apabila terjadinya wanprestasi dalam perjanjian Build Operate And Transfer (BOT). 2. Dapat dipergunakan sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan secara langsung dalam penelitian ini.
1.6
Landasan Teoritis Landasan teoritis Untuk membahas permasalahan yang telah dipaparkan
skripsi ini secara lebih mendalam, perlu kiranya dikemukakan teori, konsep, landasan-landasan terhadap permasalahan tersebut yang didasarkan pada literatur – literatur yang dimungkinkan untuk menunjang pembahasan permasalahan dalam penulisan ini. Dengan adanya teori-teori yang menunjang, diharapkan dapat memperkuat, memperjelas, dan mendukung untuk menyelesaikan permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian ini. Adapun teori-teori yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi:
8
1.6.1 Teori Kepastian Hukum Kepastian hukum yang dimaksud dalam teori ini untuk setiap perbuatan hukum dilakukan oleh pihak kreditor dan debitor dapat menjamin kepastian hukum bagi para pihak apabila terjadi suatu wanprestasi. Teori Kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk kasus yang serupa yang telah di putuskan. 3 1.6.2 Teori Perjanjian Menurut ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Rumusan tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, di mana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi (debitor) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditor). Membuat suatu perjanjian harus memperhatikan ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata yaitu syarat sahnya perjanjian, yaitu: 3
Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Pranada Media Group, Jakarta, h. 158.
9
1. Adanya kata sepakat 2. Kecakapan dalm membuat perjanjian 3. Hal tertentu 4. Suatu sebab yang halal Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata menjelaskan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Artinya, perjanjian yang dibuat oleh para pihak ditentukan isinya oleh para pihak dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangundangan, ketertiban umum dan kesusilaan, selain itu, ketentuan ini memiliki suatu kekuatan mengikat karena perjanjian yang dibuat memiliki kekuatan mengikat layaknya sebagai suatu undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Itikad baik dalam suatu perjanjian sangat penting sebab dengan adanya itikad baik maka para pihak akan melaksanakan perjanjian sebagaimana yang telah disepakati hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang menyatakan bahwa suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Menurut teori lama yang disebut perjanjian adalah hukum berdasarkan kata sepakat untuk memberikan akibat hukum. dari definisi ini telah tampak adanya asas konsensualisme dan timbulnya akibat hukum (timbul/lenyapnya hak dan kewajiban).4 Menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, yang diartikan perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan
4
Salim, 2011, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta, h. 161.
10
kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Adapun tiga tahap dalam membuat perjanjian menurut teori baru : 1. Tahap Pracontractual, yaitu adanya penawaran dan penerimaan 2. Tahap Contractual, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak 3. Tahap Post Contractual, yaitu pelaksanaan perjanjian. 5 1.6.3 Teori Build Operate And Transfer (BOT) Menurut Clifford W. Garstang, menyebutkan BOT adalah salah satu bentuk pembiayaan proyek pembangunan yang mana kontraktor harus menyediakan sendiri pendanaan untuk proyek tersebut juga kontraktor harus menanggung pengadaan material, peralatan, jasa lain yang dibutuhkan untuk kelengkapan proyek. Kontraktor diberikan hak untuk mengoperasikan dan mengambil manfaat ekonominya sebagai penggantian atas semua biaya yang telah dikeluarkan untuk selama waktu tertentu.6 BOT dapat dimaknai sebagai teknik untuk mengembangkan proyekproyek infrastruktur dengan menggunakan inisiatif dan pendanaan dari pihak swasta. Seperti proyek-proyek infrastruktur meliputi beragam fasilitas yang berfungsi utama untuk melayani kebutuhan masyarakat, untuk memberikan pelayanan sosial dan mempromosikan kegiatan ekonomi di sektor swasta. Adapun 3 ciri proyek BOT, yaitu:
5
Ibid. Anita Kamilah, 2013, Aspek-Aspek Hukum Bangun Guna Serah (Build Operate And Transfer) Membanguna Tanpa Harus Memili Tanah (Prespektif Hukum Agraria, Hukum Perjanjian, Dan Hukum Publik), CV Keni Media, Bandung, h.115. 6
11
1. Pembangunan (build) Pemilik proyek sebagai pemberi hak pengelolaan memberikan kuasanya pada pemegang hak (kontraktor) untuk membangun sebuah proyek dengan dananya sendiri. Desain dan spesifikasi bangunan umumnya merupakan usulan pemegang hak pengelolaan yang harus mendapat persetujuan dari pemilik proyek. 2. Pengoprasian (operate) Merupakan masa atau tenggang waktu yang diberikan pemilik proyek pada
pemegang
hak
untuk
selama
jangka
waktu
tertentu
mengoperasikan dan mengelola proyek tersebut untuk diambil manfaat ekonominya. Bersamaan dengan itu pemegang hak berkewajiban melakukan pemeliharaan terhadap proyek tersebut. Pada masa ini pemilik proyek dapat juga menikmati sebagai hasil sesuai dengan perjanian jika ada. 3. Penyerahan kembali (transfer) Pemegang hak pengelolaan menyerahkan hak pengelolaan dan fisik proyek pada pemilik proyek setelah masa konsensi selesai tanpa syarat. Pembebanan biaya penyerahan umumnya telah ditentukan dalam perjanjian mengenai siapa yang menganggungnya. 7
7
Budi Santoso, op.cit, h.16.
12
1.7
Metode Penelitian
1.7.1 Jenis Penelitian Dalam pelaksanaan penulisan skripsi ini, penulis menggunakan jenis penelitian Yuridis empiris. Dipilihnya jenis penelitian yuridis, karena dalam penulisan skripsi ini menggunakan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perjanjian Build Operate and Trnasfer (BOT), sedangkan penelitian empiris, karena dalam membahas permasalahan penelitian ini menganalisis permasalahan dilakukan dengan cara memadukan bahan-bahan hukum yaitu dengan melihat bagaimana bekerjanya hukum di lingkungan masyarakat, serta melihat hukum secara nyata, dan mengetahui mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi. 1.7.2 Jenis Pendekatan Pendekatan yang penulis gunakan adalah pendekatan perundang-undangan (Statute Approach), pendekatan analisis konsep hukum (Analitical and Conseptual Approach) dan pendekatan kasus (the case approach), Pendekatan perundang-undangan digunakan karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral dalam penelitian ini. 8 Selanjutnya dilanjutkan dengan menganalisis permasalahan yang ada sesuai dengan kosep – konsep hukum yang ada. Pendekatan yang terakhir adalah pendekatan kasus yang dilakukan dengan cara melakukan kajian terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang 8
Ibrahim dan Johnny, 2006, Teori Metodologi & Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, h. 302.
13
dihadapi, dengan melihat kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Maka penulis menggunakan studi kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor No. 676 K/Pdt/2010 mengenai Perjanjian Build Operate and Transfer yang dilakukan PT. Pelabuhan Indonesia I dengan PT Indoterminal Belawan Perkasa sebagai lapangan untuk dilakukannya penelitian. 1.7.3 Sumber Bahan Hukum/Data Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan tiga sumber bahan hukum primer, sumber bahan hukum sekunder, dan sumber bahan hukum tersier. 1) Sumber bahan hukum primer Sumber data hukum primer berasal dari penelitian lapangan yang diperoleh langsung dari sumber di lapangan. Dalam penulisan ini penulis menggunakan penelitian dengan pendekatan kasus dengan menganalisis Putusan Mahkamah Agung Nomor No. 676 K/Pdt/2010. Maka sumber dilapangan yang digunakan terdapat dalam putusan Mahkamah Agung Nomor No. 676 K/Pdt/2010. 2) Sumber bahan hukum sekunder Data ini bersumber dari literatur yaitu peraturan perundang-undangan, literatur-literatur yang relevan dengan topik yang dibahas, baik literatur-literatur hukum (buku-buku teks (textbook) yang ditulis para ahli yang berpengaruh (de hersender leer), pendapat para sarjana, jurnal-jurnal atau karya tulis hukum yang berkaitan dengan topik penelitian maupun literatur non hukum, dan artikel-artikel yang
14
diperoleh dari internet. Peraturan perundang-undangan yang digunakan antara lain: 1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Poko-Pokok Agraria 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan 4. Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara 5. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 6. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum 7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perbendaharaan Negara 8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 38 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah 9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. 10. Peraturan Presiden No. 38 Tahun 2015 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur
15
11. keputusan
Mentri
Keuangan
Republik
Indonesia
No.
470/KMK.01/1994 tentang tata cara penghapusan dan pemanfaatan barang milik/kekayaan negara 12. Keputusan
Mentri
Keuangan
Republik
Indonesia
No.
248/KMK.04/1995 tentang perlakuan pajak penghasilan terhadap pihak-pihak yang melakukan kerjasama dalam bentuk perjanjian bangun guna serah (Buil, Operate, And Transfer/ BOT) 3) Sumber bahan hukum tersier Bahan hukum tersier, yakni bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti: kamus besar bahasa Indonesia, kamus istilah computer, ensiklopedia hukum dan internet. 1.7.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum/Data Teknik pengumpulan bahan hukum merupakan faktor penting dalam menentukan keberhasilan dari penulisan skripsi ini, kerena jenis penelitian yang digunakan adalah normatif. Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan teknik studi kepustakaan, yang mana dengan metode ini penulis mencari, mempelajari dan memahami berbagai pendapat, teori dan konsepsi yang berhubungan dengan pokok permasalahan yang didapatkan dari literatur-literatur yang tersedia serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perjanjian Build Operate Transfer (BOT). Bahan hukum yang relevan dikumpulkan dengan sistem kartu (card system), yang kemudian kartu ini disusun berdasarkan pokok bahasan untuk memudahkan analisis dan pada kartu dicatat
16
konsep-konsep yang berkaitan dengan permasalahan atau isu hukum pada tulisan ini. 9 1.7.5 Teknik Analisis Bahan Hukum Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif analisis dengan menggunakan metode evaluatif, metode sistematis, metode interprestatif dan metode argumentatif. Teknik deskriptif analisis adalah penjabaran data yang diperoleh dalam bentuk uraian yang nantinya akan menjawab permasalahan. Metode evaluatif adalah penelitian yang bertujuan mengumpulkan informasi tentang apa yang terjadi yang merupakan kondisi nyata mengenai keterlaksanaan rencana yang memerlukan evaluasi. Metode sistematis adalah segala usaha menguraikan dan merumuskan sesuatu dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu, dan mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut obyeknya. Metode interprestatif adalah metode yang menafsirkan peraturan perundang-undangan dihubungkan dengan peraturan hukum atau undang-undang lain atau dengan keseluruhan sistem hukum.Karena suatu undang-undang pada hakikatnya merupakan bagian dari keseluruhan sistem perundang-undangan yang berlaku sehingga tidak mungkin ada satu undang-undang yang berdiri sendiri tanpa terikat dengan peraturan perundang-undangan lainnya.
9
Winarno Surachman, 1973, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar, Metode dan Teknik, Tarsito, Bandung, h.257.
17
Metode argumentatif adalah alasan berupa uraian penjelasan yang diuraikan secara jelas, berupa serangkaian pernyataan secara logis untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian atau gagasan, berkaitan dengan asas hukum, norma hukum dan peraturan hukum konkret, serta system hukum dan penemuan hukum yang berkaitan dengan obyeknya.