1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia pada saat ini sedang melaksanakan pembangunan di segala bidang. Pembangunan ini meliputi juga pembangunan ketenagakerjaan. Pembangunan ketenagakerjaan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pembangunan ketenagakerjaan ini d ilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat, dan harga diri tenaga kerja guna mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur, dan merata baik secara mat eriil maupun spirituil. 1 Pelaksanaan pembangunan ketenagakerjaan ini memerlukan Sumber Daya Manusia (SDM). Sumber Daya Manusia yang dimaksud di sini adalah tenaga kerja yang tangguh, trampil, dan mempunyai skill. Semua ini dimaksudkan karena tenaga kerja mempunyai peranan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan. Te naga kerja merupakan motor penggerak perusahaan, partner kerja, asset perusahaan serta merupakan asset penting juga dalam meningkatkan volume pembangunan. Membicarakan tenaga kerja sepertinya kurang jelas apabila tidak mengetahui pengertian yang sebenarnya tentang tenaga kerja. Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagkerjaan memberikan
1
Penjelasan Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
2
pengertian tenaga kerja yaitu “Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.”
2
Pengertian dalam Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tent ang Ketenagakerjaan di atas sudah sejalan dengan pengertian atau konsep ketenagakerjaan pada umumnya. Sebagaimana ditulis oleh Payaman J. Simanjuntak (1985:2) bahwa pengertian tenaga kerja atau manpower adalah mencakup penduduk yang sudah atau sedang beker ja, yang sedang mencari kerja dan yang melakukan pekerjaan lain seperti sekolah ataupun mengurus rumah tangga. 3 Sedangkan dalam Pasal 1 angka 3 Undang -Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur tentang pengertian pekerja/b uruh yaitu “Setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.” Dari pengertian pekerja/buruh tersebut jelaslah bahwa tenaga kerja yang sudah bekerja yang dapat disebut pekerja/buruh. 4 Adanya jaminan yang dituangkan di dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat (2) berbunyi sebagai berikut: “Tiap -tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan perlindungan yang layak bagi kemanusiaan.” memberikan kesempatan kepada seluruh warga negara untuk ikut serta dalam pembangunan tanpa diskriminasi baik laki -laki maupun wanita berhak mendapatkan pekerjaan dan mendapatkan perlindungan.
2
Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia , Edisi Revisi, Raja Grafindo Persada, Jakarta,2007, hlm. 16. 3 Ibid. hlm. 17 4 Ibid. hlm. 20
3
Secara yuridis Pasal 5 Undang -Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan perlindungan bahwa “Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan.” Ketentuan Pasal 5 ini membuka peluang kepada wanita untuk memasuki semua sektor pekerjaan, dengan catatan bahwa wanita itu mau dan mampu melakukan pekerjaan tersebut. Selanjutnya dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 ditentukan bahwa “Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.” Ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 ini semakin memperjelas ketentuan Pasal 5 Undang Undang Nomor 13 tahun 2003 bahwa tidak ada perbedaan antara laki -laki dan wanita dalam dunia kerja. Sadar akan hal tersebut, peranan wanita Indonesia telah memperlihatkan dan meningkatkan keikutsertaanya dalam pembangunan nasional sebagai pekerja wanita. Meskipun menurut pandangan masyarakat umum pekerja wanita itu lemah, tetapi pada zaman modern tingkat pendidikan dan kemampuan dalam bekerja tidak kalah dengan pekerja laki -laki. Bahkan pada sektor-sektor tertentu, pendidikan dan ke mampuan pekerja wanita lebih b aik. Apalagi dalam dunia kerja yang dipersoalkan bukan jenis kelamin tetapi profesionalitas dalam bekerja. Sehingga dalam bekerja baik pekerja wanita ataupun pekerja laki-laki harus mendapatkan perlakuan yang sama. Bahkan
4
wanita seharusnya mendapatkan perl akuan khusus terkait dengan kesehatan, kesusilaan, dan keselamatan kerja. 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Kete nagakerjaan telah memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja wanita yang tertuang dalam Pasal 76 ayat (1), (2), (3), dan (4), yaitu : 1. Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00. 2. Pengusaha dilarang memperkerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00. 3. Pengusaha yang memperkerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00 wajib: a. Memberi makanan dan minuman bergizi; dan b. Menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja. 4. Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh perempuan yang berangkat dan pulang kerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00. Sebagai tindak lanjut Pasal 76 ayat (3) dan ayat (4) Undang -Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah diterbitkan Keputusan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep -224/Men/2003 tentang
5
Iman Soepomo, Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan Kerja (Perlindungan Hukum ), Ctk. Kelima, Pradnya Paramita, Jakarta, 1983, hlm. 55.
5
Kewajiban Pengusaha yang Memperkerjakan Pekerja/Buruh Perempuan antara Pukul 23.00 sampai dengan Pukul 07.00. 6 Tetapi dalam kenyataanya, timbul masalah -masalah yang dihadapi oleh pekerja wanita. Masalah-masalah yang dihadapi pekerja wanita antara lain : 1. Tingkat pendidikan pekerja wanita umumnya masi h rendah, sehingga mereka sebagian besar di tempatkan pada bidang-bidang yang tidak memerlukan keterampilan khusus, dan ini berpengaruh juga pada upah yang akan mereka terima. 2. Masih adanya perbedaan upah antara pekerja laki -laki dan pekerja wanita pada bidang kerja yang sama nilainya. 3. Pekerja wanita rawan oleh tindakan pelecehan seksual di lingkungan kerjanya. 4. Kesempatan kerja yang relatif terbatas, karena adanya pandangan bahwa kodrat wanita (reproduksi) akan menambah beban bagi majikan dan mengurangi produktifitas. 7 Rumah Sakit Khusus Bedah Rizki Amalia Medika Kabupaten Kulon Progo merupakan suatu perusahan yang bergerak di bidang sosial berupa pelayanan kesehatan yang tentunya harus siap 24 jam. Dalam memenuhi kebutuhan akan kesiapan pelayanan 24 jam tersebut pihak pengusaha membagi ke dalam 3 shift kerja, yaitu shift pagi dari pukul 07.00 WIB s/d
6
Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indone sia, Edisi Revisi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hlm. 107. 7 Mila Karmila Adi, “Masalah -Masalah Tenaga Kerja di Sektor Informal dan Perlindungan Hukumnya”, artikel pada Jurnal Hukum, Vol.1 Nomor 3, PSH Fakultas Hukum UII, Yogyakarta, 1995, hlm. 42.
6
14.00 WIB, shift siang dari pukul 14.00 WIB s/d 20.00 WIB dan shift malam dari pukul 20.00 WIB s/d 07.00 WIB .8 Rumah Sakit Khusus Bedah Rizki Amal ia Medika Kabupaten Kulon Progo memiliki 55 orang pekerja, yang terdiri dari pekerja wanita berjumlah 27 orang, pekerja laki-laki berjumlah 28 orang. 9 Rumah Sakit Khusus Bedah Rizki Amalia Medika Kabupaten Kulon Progo dalam memenuhi kebutuhan pelayanan 24 jam mempekerjakan 10 pekerja wanita dalam shift malam hari khususnya pekerja medis, seperti: dokter, perawat, dan bidan. 10 B. Perumusan Masalah 1. Bagaimanakah pelaksanaan peraturan tentang pekerja wanita yang bekerja di malam hari di Rumah Sakit Khusus Bedah Rizki Amal ia Medika Kabupaten Kulon Progo? 2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pekerja wanita yang bekerja di malam hari di Rumah Sakit Khusus Bedah Rizki Amalia Medika Kabupaten Kulon Progo? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pelaksanaan aturan pekerja wanita yang bekerja di malam hari di Rumah Sakit Khusus Bedah Rizki Amalia Medika Kabupaten Kulon Progo. 8 Wawancara dengan Siti Nurohindah, staff administrasi, RSKB Riski Amalia Medika Kab.Kulon Progo Yogyakarta, (30.Jan.2009),pukul:15.00 WIB. 9 Ibid. Pukul 15.30 WIB 10 Surat Keputusan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kulon Progo Nomor KEP.700/809/HIPKP/IV/2006 tentang Ijin Kerja Pekerja Perempuan Antara Pukul 23.00 s/d 07.00 WIB.
7
2. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pekerja wanita yang bekerja di malam hari di Rumah Sakit Khusus Bedah Rizki Amalia Medika Kabupaten Kulon Progo. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis Hasil penelitian dapat menambah wacana dan pengetahuan khususnya Hukum Ketenagakerjaan. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Pekerja Pekerja mengetahui hak-hak dan kewajiban sebagai pekerja. b. Bagi Pengusaha Pengusaha wajib memberikan hak -hak bagi pekerja dan memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja. E. Tinjauan Teori 1. Pengertian Hukum Ketenagakerjaan Batasan pengertian hukum ketenagakerjaan dari zaman dahulu hingga sekarang belum ada kesepakatan yang jelas mengenai defenisi atau pengertian dari hukum ketenagakerjaan itu sendiri. Sehingga sampai saat ini defenisi atau pengertian hukum ketenagakerjaan masih berbeda -beda sesuai dengan sudut pandang masing -masing ahli hukum. Tidak ada satupun batasan pengertian itu yang dapat memuaskan karena masing
8
masing ahli hukum memiliki sudut pandang yang berbeda, akibatnya pengertian yang dibuatnyapun tentu berbeda. 11 Pengertian Hukum
Ketenagakerjaan menurut Soepomo dalam
Manulang (1995:2) menyebutkan bahwa : “Hukum Perburuhan adalah himpunan peraturan -peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang berkenaan dengan kejadian di mana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.” 12 Sedangkan
menurut
Daliy o
(1994:76)
pengertian
Hukum
Ketenagakerjaan adalah: “Hukum Perburuhan adalah himpunan peraturan, baik yang tertulis ataupun tidak tertulis yang mengatur hubunga n kerja antara buruh dan majikan. Buruh atau pada dan di bawah majikan dengan mendapatkan upah sebagai balas jasanya.” 13 Berdasarkan uraian tersebut di atas bila dicermati, hukum ketenaga kerjaan memiliki unsur-unsur: a. Serangakaian peraturan yang berbentuk tertulis dan tidak tertulis. b. Mengatur tentang kejadian hubungan kerja antara
pekerja dan
pengusaha atau majikan. c. Adanya orang bekerja pada dan di bawa h orang lain, dengan mendapat upah sebagai balas jasa. d. Mengatur perlindungan pekerja/buruh, meliputi ma salah keadaan sakit, haid, hamil, melahirkan, keber adaan organisasi pekerja/buruh dan sebagainya. 14
11
Abdul Khakim, op. cit, hlm. 4. Ibid, hlm. 5. 13 Loc, cit. 14 Ibid, hlm. 6. 12
9
2. Pengertian Tenaga Kerja dan Pekerja Dalam Pasal 1 angka 2 Undang -Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, diatur tentang pengertian tenaga kerja yang besifat umum, yaitu setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan Pasal 1 angka 3 Undang -Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, memberikan pengertian pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Sehingga dapat diartikan bahwa pekerja adalah tenaga kerja, namun belum tentu tenaga kerja i tu adalah pekerja. 15 Pengertian mengenai pekerja/buruh ini agak umum namun m aknanya lebih luas karena dapat, mencakup semua orang yang bekerja pada siapa saja baik perorangan, persekutuan badan hukum atau badan lainnya dengan menerima upah a tau imbalan dalam bentuk apapun. Ini perlu karena upah selama ini diidentikkan dengan uang, padahal ada pula pekerja/buruh yang menerima imbalan dalam bentuk barang. 16 3. Pengertian Pengusaha Dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakejaan menjelaskan pengertian pengusaha, yakni :
15 16
Ibid, hlm. 3. Lalu Husni, op. cit, hlm. 35.
10
a. Orang
perseorangan,
persekutuan,
atau
badan
hukum
yang
menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; b. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; c. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan yang sebaga imana dimaksud dalam huruf a,b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. Selain pengertian pengusaha Undang -Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakejaan juga memberikan pengertian pemberi kerja dalam Pasal 1 angka 4 yaitu orang perseorangan, perusa haan, badan hukum atau badan-badan lainya yang memperkerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pengaturan istilah pemberi kerja ini muncul untuk menghindari orang yang bekerja pada pihak lain yang tidak dapat dikategorikan sebagai pengusaha khususnya bagi pekerja pada sektor informal. 4. Perlindungan Tenaga Kerja Menyadari pentinganya pekerja bagi perusahaan, pemerintah dan masyarakat, maka perlu dilakukan pemikiran agar pekerja dapat terjaga keselamatannya dalam menjalanka n pekerjaan. Demikian pula perlu diusahakan ketenangan dan kesehatan pekerja diperhatikan semaksimal mungkin, sehingga kewaspadaan dalam menjal ankan pekerjaan dapat terjamin. Pemikiran-pemikiran itu merupakan program perlindungan
11
pekerja,
yang
dalam
prakte k
sehari-hari
berguna
untuk
dapat
mempertahankan produktifitas dan kestabilan perusahaan. Perlindungan pekerja dapat dilakukan baik dengan jalan memberikan tuntunan atau dengan jalan meningkatkan penegakan hak -hak asasi manusia, perlindungan fisik dan tekn is serta sosial dan ekonomi melalui norma yang berlaku dalam lingkungan kerja itu. Dengan demikian perindungan pekerja ini mencakup: a. Norma keselamatan kerja, yang meliputi: keselamatan kerja yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat -alat kerja, bahan dan proses pengerjaanya, keadaan tempat kerja dan lingkungannya serta cara -cara melakukan pekerjaan. b. Norma keselamatan kerja dan Heigiene kesehatan perusahaan, yang meliputi: pemeliharaan dan mempertinggi derajat kesehatan pekerja, dilakukan dengan mengatur pemberian obat-obatan, perawatan tenaga kerja yang sakit. Serta mengatur persediaan tempat, cara, dan syarat kerja yang memenuhi heigiene kesehatan perusahaan dan kesehatan pekerja untuk mencegah penyakit, baik sebagai akibat kerja atau penyakit umum serta menempatkan syarat kesehatan bagi perumahan pekerja. c. Norma kerja, yang meliputi: perlindungan terhadap pekerja yang bertalian dengan waktu bekerja, sistem pengupahan, istirahat cuti, kerja anak, kerja wanita, kesusilaan, ibadah menurut agama dan keyakinan masing-masing yang dianut pekerja dan yang diakui oleh
12
pemerintah, kewajiban sosial kemasyarakatan, dan sebagainya guna memelihara kegairahan dan moril kerja yang menjamin daya guna kerja yang tinggi serta menjaga perlakuan yang sesuai dengan marta bat manusia dan moral. d. Kepada pekerja yang mendapatkan kecelakaan kerja dan/atau menderita penyakit umum akibat pekerjaan berhak atas ganti rugi perawatan dan rehabilitasi akibat kecelakaan dan/atau penyakit akibat pekerjaan ahli warisnya berhak mendapa tkan ganti kerugian. 17 Menurut Soepomo dalam Asikin (1993:76) perlindungan pekerja di bagi menjadi 3 (tiga) macam, yaitu : a. Perlindungan Ekonomis Yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk penghasilan yang cukup, termasuk bila tenaga kerja tidak mampu bekerja di luar kehendaknya. b. Perlindungan Sosial Yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk jaminan kesehatan kerja, dan kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi. c. Perlindungan Teknis Yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk keamanan dan keselamatan kerja
17
Kartasapoetra, G. dan Rience Indraningsih, Pokok-pokok Hukum Perburuhan, Cet.I, Armico, Bandung, 1982, hlm. 42 -43
13
Ketiga jenis perlindungan hukum ini mutlak harus dipahami dan dilaksanakan sebaik-baiknya oleh pengusaha sebagai pemberi kerja. 18 Sebenarnya perlindungan hukum secara umum dibedakan menjadi dua yaitu: a. Perlindungan Hukum Pasif Berupa tindakan-tindakan dari luar (selain buruh/pekerja) yang memberikan pengakuan dan jaminan dalam bentuk pengaturan dan kebijaksanaan berkaitan dengan hak pekerja wanita. b. Perlindungan Hukum Aktif Berupa tindakan dari pekerja wanita yang berkait an dengan upaya pemenuhan hak-haknya. Perlindungan hukum aktif ini dibagi menjadi dua yaitu: 1) Perlindungan hukum aktif -preventif, yaitu berupa hak -hak yang diberikan oleh pekerja wanita berkaitan dengan penerapan aturan ataupun kebijaksanaan pemerintah ataupun pengusaha yang akan diambil sekiranya mempengaruhi atau merugikan hak -hak pekerja wanita. 2) Perlindungan hukum aktif -represif, yaitu berupa tuntutan kepada pemerintah
atau
pengusaha
terhadap
pengaturan
maupun
kebijaksanaan yang telah diterap kan kepada pekerja wanita yang dipandang menimbulkan kerugian. 19
18
Abdul Khakim, op.cit., hlm. 106 Winahyu Erwiningsih, “Masalah -Masalah Tenaga Kerja di Sektor Informal dan Perlindungan Hukumnya”, ar tikel pada Jurnal Hukum, Vol.1 Nomor 3, PSH Fakultas Hukum UII, Yogyakarta, 1995, hlm. 24-25. 19
14
5. Perlindungan Tenaga Kerja Wanita Pengaturan pekerja wanita dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah banyak mengalami perubahan dari ketentuan yang semula melarang wanita dipekerjakan pada malam hari, kecuali sifat pekerjaan tersebut harus dikerjakan oleh wanita dengan meminta izin instansi yang bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan. Dengan perkembangan zaman dan tuntutan hidup seperti sekarang ini sudah waktunya laki-laki dan wanita diberikan kesempatan yang sama untuk melakukan pekerjaan, hanya saja kerena sifat dan kodrat kewanitaanya, maka bagi pengusaha yang mempe kerjakan wanita pada malam hari harus memenuhi ketentuan sebagaiman diatur dalam Pasal 76 ayat (1), (2), (3), dan (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yaitu: a. Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00. b. Pengusaha dilarang memperkerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00. c. Pengusaha yang memperkerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00 wajib: 1) Memberi makanan dan minuman bergizi; dan 2) Menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.
15
d. Pengusaha
wajib
menyediakan
angkutan
antar
jemput
bagi
pekerja/buruh perempuan yang berangkat dan pulang kerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00. F. Metode Penelitian 1. Obyek Penelitian Pelaksanaan peraturan dan Perlindungan hukum terhadap pekerja wanita yang bekerja di malam hari di Rumah Sakit Khusus Bedah Rizki Amalia Medika Kabupaten Kulon Progo. 2. Subjek Penelitian Subyek penelitian ini adalah : a. Pimpinan/Manager Rumah Sakit Khusus Bedah Rizki Amalia Medika Kabupaten Kulon Progo. b. Pekerja wanita bekerja pada shift malam hari di Rumah Sakit Khusus Bedah Rizki Amalia Medika Kabupaten Kulon Progo . Untuk penelitian ini akan digunakan teknik sampling, yaitu dengan pengambilan sampel dilakukan dengan cara non random sampling, yaitu tidak semua individu diberi kesempatan y ang sama menjadi anggota sampel. Besar kecilnya suatu sampel bukan ukuran untuk menentukan apakah sampel tersebut representatif atau tidak. Adapun jenis yang digunakan adalah
metode purposive sampling
yaitu suatu cara
pengambilan sampel yang dilaksanakan berdasarkan kriteria -kriteria tertentu yang dianggap sesuai dengan tuju an penelitian, kriteria-kriteria tersebut adalah:
16
a. Pekerja wanita yang bekerja pada bangsal Rumah Sakit Khusus Bedah Rizki Amalia Medika Kabupaten Kulon Progo. b. Pekerja wanita yang telah bekerja selama minimal 2 tahun. c. Pekerja wanita yang pernah atau sedang melaksanakan kerja s hift malam. 3. Sumber Data a. Data primer meliputi data yang diambil langsung dari subyek penelitian atau sampel itu sendiri yang dapat berupa hasil wawancara. b. Data sekunder yaitu data yang berupa: 1) Bahan Hukum Primer, a) Undang-Undang Dasar 1945 b) Undang-Undang
Nomor
13
Tahun
2003
tentang
Ketenagakerjaan. c) Peraturan Perundang-undangan lain yang terkait dengan penelitian. 2) Bahan Hukum Sekunder Bahan Hukum Sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer serta da pat membantu menganalisis seperti buku -buku literatur, dokumen-dokumen terkait, dan/atau makalah-makalah terkait dengan penelitian. 3) Bahan Hukum Tersier Bahan Hukum Tersier berupa kamus dan ensiklopedia.
17
4. Teknik Pengumpulan Data a. Data primer diperoleh dengan cara melakukan wawancara kepada subjek penelitian yaitu para pekerja dan manajer rumah sakit berdasarkan pedoman wawancara yang telah dipersiapkan terlebih dahulu secara garis besar yang terkait dengan permasalahan penelitian. b. Data sekunder dapat dilakukan dengan cara studi kepustakaan, yakni dengan menelusuri dan mengkaji berbagai peraturan perundang undangan atau literatur yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. 5. Pendekatan yang Digunakan Pendekatan yang digunakan dalam memahami da n mendekati obyek penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu pendekatan dari sudut pandang ketentuan hukum atau perundang -undangan yang berlaku. 6. Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data adalah kegiatan pengorganisasian data penelitian sedemikian rupa sehingga dapat dibaca dan diinterpretasikan. Teknik pengolahan data yang digunakan menggunakan analisis secara deskriptif kualitatif, yaitu apa yang dinyatakan oleh subyek penelitian dihubungkan dengan teori -teori ilmu hukum. Data yang sesuai dengan permasalahan kemudian disusun secara sistematis dalam bentuk penulisan hukum.