1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Berdasarkan penjelasan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), Negara Indonesia pada saat ini sedang melaksanakan pembangunan di segala bidang. Pembangunan ini meliputi juga pembangunan ketenagakerjaan. Pembangunan ketenagakerjaan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUDNRI 1945), pembangunan ketenagakerjaan ini dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya
dan
pembangunan
masyarakat
Indonesia
seluruhnya
untuk
meningkatkan harkat, martabat, dan harga diri tenaga kerja guna mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur, dan merata baik secara materiil maupun spiritual. Pelaksanaan pembangunan ketenagakerjaan ini memerlukan Sumber Daya Manusia (SDM). Sumber Daya Manusia yang dimaksud di sini adalah tenaga kerja yang tangguh, trampil, dan mempunyai skill. Menurut UU Ketenagakerjaan, tenaga kerja diartikan sebagai “Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Hal senada juga diungkapkan oleh Payaman J. Simanjuntak, yang mengartikan tenaga kerja mencakup penduduk yang sudah
2
atau sedang bekerja, yang sedang mencari kerja dan yang melakukan pekerjaan lain seperti sekolah ataupun mengurus rumah tangga.1 Adanya perlindungan hukum terhadap tenaga kerja sebagai pihak yang penting dalam pembangunan ekonomi bangsa dituangkan dalam frase kesejahteraan umum dalam pembukaan alinea ke empat UUDNRI 1945 yang menyatakan bahwa “membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,…..”. Frase kesejahteraan umum ini dapat diartikan sebagai tujuan bangsa untuk mensejahterakan seluruh masyarakatnya. Sebagai upaya mewujudkan kesejahteraan umum tersebut, maka masyarakat perlu mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak. Pasal 27 ayat (2) UUDNRI 1945 menyatakan bahwa “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” Disini berarti konstitusi memberikan kesempatan kepada seluruh warga negara untuk ikut serta dalam pembangunan tanpa diskriminasi baik orang dewasa maupun anak-anak berhak mendapatkan pekerjaan dan mendapatkan perlindungan. Anak merupakan harapan dan tumpuan orang tua, harapan bangsa dan negara yang akan melanjutkan tongkat estafet pembangunan serta memiliki peran strategis, mempunyai ciri atau sifat khusus yang akan menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara dimasa yang akan datang, Oleh karena itu, setiap anak harus mendapat pembinaan dan perlindungan dari sejak dini, anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial. Terlebih lagi bahwa masa kanak1
Lalu Husni, 2007, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia , Edisi Revisi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 16.
3
kanak merupakan periode penabur benih, pendirian tiang pancang, pembuatan pondasi, yang dapat disebut juga sebagai periode pembentukan watak, kepribadian dan karakter diri seorang manusia, agar mereka kelak memiliki kekuatan dan kemampuan serta berdiri tegar dalam meniti kehidupan.2 Dengan peran anak yang begitu penting sebagai aset masa depan dan penerus suatu bangsa, Konstitusi menjamin hak-hak anak secara tegas. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 28 B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) dimana negara menjamin setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Disini Konstitusi menghendaki untuk menjaga kepentingan anak termasuk perlindungan terhadap hak-hak anak. Convention on the Right of the Child (CRC), yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 36 tahun 1990, memuat empat prinsip umum tentang hak anak, yaitu : 1.
bahwa anak-anak dibekali dengan hak-hak tanpa kecuali;
2.
bahwa anak-anak mempunyai hak untuk hidup dan berkembang;
3.
bahwa kepentingan anak harus menjadi pertimbangan utama dalam semua keputusan atau tindakan yang mempengaruhi anak;
4.
bahwa anak-anak diperbolehkan untuk berpartisipasi sebagai peserta aktif dalam segala hal yang mempengaruhi hidupnya. Oleh karena itu Indonesia berkewajiban mengharmonisasikan semua perangkat kebijakan dengan Kelangsungan Hidup Anak, mensosialisasikannya, melakukan pemantauan dan membuat laporan 2
Maidin Gultom 2008, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, hal.1.
4
Salah satu masalah anak yang harus memperoleh perhatian khusus, adalah isu pekerja anak (child labor). Sekarang banyak anak-anak dibawah usia 18 tahun yang telah terlibat aktif dalam kegiatan ekonomi, menjadi pekerja anak antara lain dengan alasan tekanan ekonomi yang dialami orang tuanya ataupun faktor lainnya, Menurut ILO (2006) jumlah pekerja di bawah umur di Asia diperkirakan 122 juta, atau 64% dari seluruh total buruh anak-anak sedunia. Indonesia, menurut survey Kesejahtraan Nasional Susenas (2003) menunjukkan bahwa sebanyak 1.502.600 anak berusia 10-14 tahun bekerja dan tidak bersekolah, sekitar 1.612.400 anak usia 10-14 tahun lainnya tidak bersekolah dan membantu di rumah atau melakukan hal-hal lain.3 Undang-Undang No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dalam pasal 68 sebenarnya melarang pengusaha mempekerjakan anak, akan tetapi terdapat pengecualian terhadap anak yang berumur antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun dapat melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial (Pasal 69 ayat (1) UU Ketenagakerjaan). Untuk mempekerjakan anak, Pasal 69 ayat (2) memberikan persyaratan bagi pengusaha untuk dapat mempergunakan jasa pekerja anak, adapun persyaratanny, yaitu : a.
izin tertulis dari orang tua atau wali;
b.
perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali;
c.
waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam;
d.
dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah;
e.
keselamatan dan kesehatan kerja; 3
Syamsuddin, 1997, Petunjuk Pelaksanaan Penanganan Anak yang Bekerja, Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia, Jakarta, hal:1
5
f.
adanya hubungan kerja yang jelas; dan
g.
menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sebenarnya pekerja anak harus mendapatkan perlindungan yang memadai
baik dari segi hukum maupun sosialnya, namun yang terjadi realitanya bahwa pekerja anak kurang mendapatkan perhatian dikarenakan pengusaha lebih menempatkan pekerja anak sebagai salah satu faktor ekonomi, bukan pada sisi kemanusiaan atau sosialnya dan pada gilirannya mereka diperlakukan sebagaimana demikian. Disini pengusaha yang mempekerjakan anak tidak melihat aspek produktivitas, tetapi lebih cenderung menekankan pada aspek economical output-nya (upah rendah, kepatuhan dan tidak banyak menuntut). Dari sinilah terjadi suatu bentuk pelanggaran atas perlindungan hak-hak anak yang notabene merupakan generasi penerus bangsa. Pekerja anak sebagaimana pekerja dewasa ataupun manusia pada umumnya juga memerlukan sistem perlindungan hukum, maka meskipun sudah ada upaya penanganan pekerja anak dalam bentuk program Penanggulangan Pekerja Anak yang merupakan suatu rangkaian sistem perlindungan hukum pekerja anak yang berlaku, namun fakta dilapangan yang masih menemukan banyaknya
pengusaha
usaha
kecil
yang
mempekerjakan
anak
tanpa
memperhatikan hak-hak anak sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan. Sebagai contoh yang paling mudah di Kota Denpasar banyak anakanak di bawah umur yang bekerja sebagai pengantar air minum isi ulang, penjaja makanan (berupa buah-buahan atau camilan), pelayan toko, foto copy, warung, rumah makan, penjual koran, pembantu rumah tangga, kuli bangunan, dan lain-
6
lain yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2) UU Ketenagakerjaan. Sehingga persoalan tersebut sangatlah menarik untuk dikaji dan diteliti, bagaimana sesungguhnya Implementasi Pasal 69 UU Ketenagakerjaan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap pekerja anak dari eksploitasi Pengusaha di Kota Denpasar. Berdasarkan latar belakang diatas mendorong penulis untuk melakukan penelitian hukum yang dituangkan dalam sebuh skripsi yang berjudul : “Implementasi Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Anak (Child Labor) Pada Usaha Air Minum Isi Ulang Tirtha Semadhi Denpasar Utara”.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut : 1.
Bagaimana implementasi perlindungan hukum pekerja anak pada usaha air minum Tirtha Semadhi Denpasar Utara?
2.
Hambatan-hambatan apa yang dihadapi dalam implementasi perlindungan hukum terhadap anak yang bekerja ?
7
1.3. Ruang Lingkup Masalah Mengingat begitu luasnya permasalahan yang dapat diangkat, maka dipandang perlu adanya pembatasan mengenai ruang lingkup masalah yang akan dibahas yaitu permasalahan pertama dibatasi hanya pada kesesuaian antara perlindungan hukum pekerja anak pada usaha kecil (air minum isi ulang Tirtha Semadhi) di Kota Denpasar dengan perlindungan hukum yang telah diatur dalam peraturan perundang-ungangan yang berlaku. Lalu ruang lingkup permasalahan yang kedua meliputi hambatan-hambatan yang dihadapi dalam implementasi perlindungan hukum terhadap anak yang bekerja pada usaha kecil (air minum isi ulang Tirtha Semadhi) di Kota Denpasar.
1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan umum 1.
Untuk memenuhi persyaratan akademis dalam menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Udayana;
2.
Untuk melatih diri dalam menyampaikan pikiran ilmiah secara tertulis;
3.
Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya pada bidang penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa;
4.
Untuk penyelesaian studi dibidang ilmu hukum;
5.
Untuk mengetahui implementasi perlindungan hukum terhadap pekerja anak pada usaha air minum isi ulang Tirtha Semadhi Denpasar Utara;
8
6.
Untuk
mengetahui
hambatan-hambatan
yang
dihadapi
dalam
implementasi perlindungan hukum terhadap anak yang bekerja.
1.4.2. Tujuan khusus 1.
Untuk mamahami implementasi perlindungan hukum terhadap pekerja anak pada usaha air minum isi ulang Tirtha Semadhi Denpasar Utara.
2.
Untuk hambatan-hambatan yang dihadapi dalam implementasi perlindungan hukum terhadap anak yang bekerja.
1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Manfaat teoritis Secara teoritis hasil penelitian akan dapat menambah ilmu pengetahuan, khususnya yang berkenaan dengan studi hukum ketenagakerjaan berkaitan dengan Implementasi UU Ketenagakerjaan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap pekerja anak (child labor) pada usaha kecil (air minum isi ulang Tirtha Semadhi) di Kota Denpasar, diharapkan dengan penelitian ini menambah referensi bagi para pengambil kebijakan dalam kegiatan ketenagakerjaan untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap pekerja anak sebagai wujud Implementasi UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dalam melindungi pekerja anak dari eksploitasi Pelaku Usaha di Kota Denpasar dan hambatanhambatannya. Serta diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menambah khasanah pengetahuan dan referensi bagi para pihak yang sedang mengalami permasalahan yang menyerupai masalah dalam penelitian ini.
9
1.5.2. Manfaat praktis 1. Dapat digunakan sebagai pedoman permasalahan yang sejenis bagi pemerintah, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja, pengajar, dan mahasiswa dalam pelaksanaan tugasnya dilapangan serta dalam menghadapi permasalahan yang sejenis; 2. Dapat mengetahui perlindungan hukum terhadap pekerja anak;
1.6. Landasan Teoritis Hukum pada hakikatnya adalah sesuatu yang abstrak, tetapi dalam manifestasinya bisa berwujud konkrit. Suatu ketentuan hukum baru dapat dinilai baik jika akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan, kebahagian yang sebesar-besarnya dan berkurangnya penderitaan.4 Satjipto Raharjo menyatakan bahwa hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan ke padanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti, ditentukan keluasan dan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itulah yang disebut hak. Tetapi tidak di setiap kekuasaan dalam masyarakat bisa disebut sebagai hak, melainkan hanya kekuasaan tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada seseorang.5 Efektivitas hukum dapat dilihat dari unsur-unsur sistem hukum baik melalui aturannya, lembaga hukumnya ataupun budaya hukumnya. Dalam Syafruddin, Lawrence Friedman menyatakan, unsur-unsur sistem hukum itu
4
Lili Rasjidi dan I. B. Wyasa Putra, 1993, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Remaja Rosdakarya, Bandung, hal. 79. 5 Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung. hal. 53.
10
terdiri dari struktur hukum (legal structure), substansi hukum (legal substance) dan budaya hukum (legal culture).6 Struktur hukum meliputi lembaga-lembaga baik badan eksekutif, legislatif dan yudikatif serta lembaga-lembaga terkait yang berhubungan dengan penegakan hukum. Substansi hukum adalah mengenai norma, peraturan maupun undang-undang. Substansi yang dipergunakan adalah UU Ketenagakerjaan serta peraturan perundang-undangan nasional atau daerah yang berkaitan dengan perlindungan pekerja anak. Sedangkan budaya hukum adalah meliputi pandangan, kebiasaan maupun perilaku dari masyarakat mengenai pemikiran nilai-nilai dan pengharapan dari sistim hukum yang berlaku, dengan perkataan lain, budaya hukum itu adalah iklim dari pemikiran sosial tentang bagaimana hukum itu diaplikasikan, dilanggar atau dilaksanakan. Menurut Soerjono Soekanto, agar suatu kaedah hukum atau peraturan hukum benar-benar dapat berfungsi (efektif) dengan baik, maka paling sedikit harus memenuhi empat faktor, yaitu: a.
Kaedah hukum atau peraturan hukum itu sendiri;
b.
Petugas yang menegakkan atau yang menerapkan aturan hukum tersebut;
c.
Fasilitas yang diharapkan akan dapat mendukung pelaksanaan kaedah hukum, dan
d.
Warga masyarakat.7 Jika dikaji keempat faktor diatas dapat dikemukakan bahwa faktor pertama
dan kedua adalah faktor yuridis sedangkan faktor ketiga dan keempat adalah 6
Lawrence Friedman dalam Syafruddin Kalo, Penegakan Hukum yang Menjamin Kepastian Hukum dan Rasa Keadilan Masyarakat Suatu Sumbangan Pemikiran, Makalah disampaikan pada “Pengukuhan Pengurus Tapak Indonesia Koordinator Daerah Sumatera Utara”, pada hari Jumat, 27 April 2007, hal.2. 7 Soerjono Soekanto, 1982, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Rajawali Press, Jakarta, hal.84.
11
faktor non yuridis. Dari keempat faktor tersebut biasanya faktor warga masyarakat yang terkena oleh aturan hukum itu apalagi dirasakan aturan itu merugikannya, tidak sesuai dengan kepentingannya, adanya tingkat pemahaman dan tingkat pendidikan yang berbeda diantara warga masyarakat, menyebabkan aturan hukum tersebut tidak efektif. Dapat dikatakan bahwa efektifitas hukum tersebut terkait dengan kesadaran dan kepatuhan hukum dari warga masyarakat. Dikemukakan oleh Soerjono Soekanto
bahwa kesadaran hukum
merupakan kesadaran akan nilai-nilai yang terdapat dalam diri manusia tentang hukum yang diharapkan ada. Maksud dari nilai-nilai tersebut adalah kemampuan dan nurani yang dimiliki oleh peribadi yang dimaksud untuk menerima dan melaksanakan hukum tersebut secara sadar.8 Akan tetapi dapat dikemukakan tidak selamanya pendidikan, pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran terhadap hukum oleh seseorang akan selalu mentaati aturan hukum. Sangat banyak orang yang mempunyai pendidikan tinggi, mempunyai pengetahuan dan pemahaman hukum yang memadai tapi kurang ketatannya terhadap hukum. Dalam hal inilah adanya sanksi hukum tersebut sangat diperlukan bagi pelanggar hukum agar adanya ketaatan dari warga masyarakat terhadap hukum itu. Perlindungan hukum merupakan perlindungan terhadap kepentingan manusia yang dilindungi hukum. Setiap manusia mempunyai kepentingan, yaitu tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan dapat terpenuhi. Oleh karenanya manusia mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan hukum karena hak merupakan kepentingan yang harus dilindungi oleh hukum.
8
Ibid
12
Menurut Setiono, perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia.9 Sedangkan menurut Muchsin, perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antar sesama manusia.10 Perlindungan kerja bertujuan untuk menjamin berlangsungnya sistem hubungan kerja tanpa disertai adanya tekanan dari pihak yang kuat kepada pihak yang lemah. Untuk ini pengusaha wajib melaksanakan ketentuan perlindungan tersebut
sesuai
perlindungan
peraturan
terhadap
perundang-undangan
pekerja
atau
buruh
yang
berlaku.
menurut
Lingkup
Undang-undang
Ketenagakerjaan, meliputi : 1.
Perlindungan atas hak-hak dasar pekerjaatauburuh untuk berunding dengan pengusaha;
2.
Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja;
3.
Perlindungan khusus bagi pekerja atau buruh perempuan, anak, dan penyandang cacat; dan
4.
Perlindungan tentang upah, kesejahteraan, jaminan sosial tenaga kerja.
9
Setiono, Rule of Law (Supremasi Hukum), Tesis, Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2004, hal. 3 10 Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, Tesis, Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2003, hal. 14.
13
Secara yuridis dalam Pasal 5 Undang-Undang Ketenagakerjaan berbunyi Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan, yaitu memberikan perlindungan bahwa setiap tenaga kerja berhak dan mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, dan aliran politik sesuai dengan minat dan kemampuan tenaga kerja yang bersangkutan, termasuk perlakuan yang sama terhadap para penyandang cacat. Sedangkan dalam Pasal 6 Undang-Undang Ketenagakerjaan, mewajibkan para pengusaha untuk memberikan hak dan kewajiban pekerja atau buruh tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, warna kulit, dan aliran politik. Bentuk perlindungan hukum pekerja anak, diatur dalam pasal 69 ayat (1) UU ketenagakerjaan yaitu hanya anak yang berusia 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun yang dapat dipekerjakan oleh perusahaan, dan pekerjaan yang dilakukan anak adalah bersifat ringan dan tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial. Disamping itu untuk mempekerjakan
anak,
pengusaha
harus
memenuhi
persyaratan
untuk
mempekerjakan anak sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 69 ayat (2) UU Ketenagakerjaan. Disamping Perlindungan hukum terhadap pekerja anak sebagaimana diatur dalam pasal 69- 72 UU Ketenagakerjaan,juga memberikan perlindungan hukum terhadap anak diantaranya, yaitu : 1.
Anak dapat melakukan pekerjaan di tempat kerja yang merupakan bagian dari kurikulum pendidikan atau pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang. (Pasal 70 ayat (1) UU Ketenagakerjaan). Anak yang dikerjakan
14
harus berumur paling sedkit 14 (empat belas) tahun (Pasal 70 ayat (2) UU Ketengakerjaan). Anak yang melakukan pekerjaan ini harus memenuhi persyaratan yaitu (a) diberi petunjuk yang jelas tentang cara pelaksanaan pekerjaan serta bimbingan dan pengawasan dalam melaksanakan pekerjaan; dan (b) diberi perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja (Pasal 70 ayat (3) UU Ketenagakerjaan). 2.
Anak dapat melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minatnya. (Pasal 71 ayat (1) UU Ketenagakerjaan). Disini Pengusaha yang mempekerjakan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memenuhi syarat : (a) di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali; (b) waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari; dan (c) kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu perkembangan fisik, mental, sosial, dan waktu sekolah (Pasal 71 ayat (2) UU Ketenagakerjaan).
3.
Dalam hal anak dipekerjakan bersama-sama dengan pekerja/buruh dewasa, maka tempat kerja anak harus dipisahkan dari tempat kerja pekerja/buruh dewasa (Pasal 72 UU Ketenagakerjaan).
4.
Dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaan-pekerjaan yang terburuk.. Yang meliputi : (a) segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya; (b) segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian; (c) segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; dan/atau (d)
15
semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak.
1.7. Metode Penelitian 1.7.1. Jenis penelitian Penelitian adalah merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi yang dilakukan secara metodelogis, sistematis, dan konsisten.11 Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah dengan menggunakan metode yuridis empiris, metode yuridis yaitu suatu metode penulisan hukum yang berdasarkan pada teori-teori hukum, literatur-literatur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam masyarakat. Sedangkan metode empiris yaitu suatu metode dengan melakukan observasi atau penelitian secara langsung ke lapangan guna mendapatkan kebenaran yang akurat dalam proses penyempurnaan penulisan skripsi ini.
1.7.2. Jenis pendekatan Penelitian ini mempergunakan Pendekatan Perundang-undangan (the Statute Approach), dan Pendekatan Fakta (The Fact Approach). Pendekatan perundang-undangannya (The Statute Approach) dipergunakan untuk mengkaji beberapa aturan hukum yang ada, untuk mengetahui bagaimana Implementasi Pasal 69 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap pekerja anak dari eksploitasi pelaku
11
Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, hal. 42.
16
usaha di Kota Denpasar. Pendekatan fakta adalah menjelaskan fakta-fakta yang terjadi dilapangan. 1.7.3. Sifat penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif (Penggambaran). Penelitian ini bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Penelitian ini menggambarkan Implementasi Pasal 69 UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap pekerja anak dari eksploitasi pelaku usaha di Kota Denpasar.
1.7.4. Sumber data 1.7.4.1 Data primer Data primer yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini bersumber atau diperoleh dari penelitian di lapangan yang dilakukaan dengan cara mengadakan penelitian di
Kota Denpasar. Adapun sumber data primer
merupakan sumber data yang diperoleh dari narasumber yang paling utama, dalam hal ini adalah pekerja anak yang bekerja di usaha kecil (air minum isi ulang Tirtha Semadhi) di Kota Denpasar. 1.7.4.2 Data sekunder Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Data sekunder yang terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum
17
tersier. Adapun bahan-bahan hukum sebagaimana dimaksud adalah sebagai berikut : 1.
Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang bersifat autoritatif atau mempunyai otoritas atau memiliki kekuatan mengikat, yaitu: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; c. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja, d. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, e. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, f. Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, g. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
2.
Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yaitu meliputi buku-buku, literature, makalah, tesis, skripsi, dan bahan-bahan hukum tertulis lainnya yang berhubungan dengan permasalahan penelitian,12 disamping itu, juga dipergunakan bahanbahan hukum yang diperoleh melalui electronic research yaitu melalui internet dengan jalan mengcopy (download) bahan hukum yang diperlukan.
3.
Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yaitu berupa kamus, yang terdiri dari : a. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Penerbit Balai Pustaka, Jakarta; b. Black’s Law Dictionoary; 12
141.
Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Cetakan ke-IV, Kencana, Jakarta, hal.
18
c. Kamus hukum. 1.7.5. Teknik pengumpulan data Pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui studi dokumentasi. Bahan hukum yang diperolehnya, diinfentarisasi dan diidentifikasi serta kemudian dilakukan pengklasifikasian bahan-bahan sejenis, mencatat dan mengolahnya secara sistematis sesuai dengan tujuan dan kebutuhan penelitian.Tujuan dari tehnik dokumentasi ini adalah untuk mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, pendapat-pendapat,
penemuan-penemuan
yang
berhubungan
dengan
permasalahan penelitian. 1)
Teknik studi dokumen Teknik studi dokumen merupakan teknik awal yang digunakan
dalam
melakukan penelitian ini dengan cara mengumpulkan data berdasarkan pada benda-benda berbentuk tulisan, dilakukan dengan cara mencari, membaca, mempelajari dan memahami data-data sekunder yang berhubungan dengan hukum sesuai dengan permasalahan yang dikaji yang berupa buku-buku, majalah, literatur, dokumen, peraturan yang ada relevansinya dengan masalah yang diteliti. 2)
Teknik wawancara Metode wawancara adalah metode untuk mengumpulkan data dengan cara
tanya jawab. Dalam penelitian ini wawancara yang merupakan teknik untuk memperoleh data dilapangan dipergunakan untuk menunjang dari data-data yang diperoleh melalui studi dokumen. Dimana Peneliti sebagai penanya dan Sumber Informan sebagai obyek yang akan dimintai keterangan dan informasi terkait penelitian tersebut. Pedoman daftar pertanyaan dibuat secara sistematis dan telah disiapkan oleh peneliti. Penelitian yang dilakukan dengan wawancara kepada
19
narasumber yaitu pekerja anak yang bekerja di usaha sektor informal di Kota Denpasar. Narasumber diberikan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan topik skripsi yang dibuat. 1.7.6. Pengolahan dan analisa data Dalam penelitian ini, metode analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Artinya pengumpulan data menggunakan pedoman studi dokumen, dan wawancara. Penelitian dengan teknik analisis kualitatif ini keseluruhan data yang terkumpul baik dari data primer maupun sekunder, akan diolah dan dianalis dengan cara menyusun data secara sistematis, digolongkan dalam pola dan tema, dikatagorisasikan dan diklasifikasikan, dihubungkan antara satu data dengan data lainnya, dilakukan interpretasi untuk memahami makna data, dan dilakukan penafsiran dari perspektif peneliti setelah memahami keseluruhan kualitas data. Proses analisis tersebut dilakukan secara terus menerus sejak pencarian data di lapangan dan berlanjut terus hingga pada tahap analisis. Setelah dilakukan analisis secara kualitatif kemudian data akan disajikan secara deskriptif kualitatif dan sistimatis.